Fandy terlihat pucat. Namun wajahnya begitu bahagia, saat melihat bayi yang baru lahir itu ada dalam pelukan ibu mertuanya.Rasa sakit di wajah dan kepalanya, tak sebanding dengan kebahagiaan yang baru saja diberikan oleh istrinya.Seorang bayi perempuan yang sangat cantik, dengan kulit bersih dan hidung yang lumayan mancung."Kau tak mau periksa sekalian Fan? Ibu kasihan melihat wajahmu. Sebrutal itu anak ibu padamu, hingga kau babak belur dihajarnya."Semua orang tertawa mendengar ucapan ibu Maya. Mereka tak salah karena memang dia habis ditampar, dipukul dan di Jambak, saat Maya berusaha mengeluarkan bayinya."Itu kan karena Maya kesakitan Bu. Selama ini dia Maya sayang dan manjakan, lihat saja wajahnya semakin tampan, sampai para janda klepek-klepek."Nah kan janda lagi yang dibawa-bawa. Sepertinya Maya masih belum melupakan para wanita yang mengejar suaminya."Janda?"Ibu Maya terlihat bingung namun mama Fandy segera berbisik di telinganya."Kalau begitu kau harus bangga May. Itu
"Wah, papa muda sedang berjemur sama dedek bayi. Namanya siapa Mas Fandy?"Aku keluar untuk melihat, siapa wanita bersuara mendayu itu. Begitu tau siapa wanita itu, aku hanya bisa menarik napas panjang."Mas, bawa shanum masuk. Takutnya ada setan lewat, nanti bisa bikin sakit anak kita."Aku melipat tangan di atas dada, berharap wanita itu segera pergi. Namun aku harus ekstra sabar, karena wanita itu ternyata mengikuti mas Fandy."Mbak mau kemana?"Aku segera menghadangnya, setelah mas Fandy masuk ke rumah. Wanita itu terkejut saat tubuhku menghalanginya."Aku mau ngobrol sama mas Fandy. Lagian ngapain kamu tanya begitu? Cemburu atau takut bersaing?"Ser ....Wanita itu berteriak, saat aku menyemprotkan air dari selang bekas mas Fandy mencuci motorku. Dasar gatal dia sampai tak melihat apa yang aku pegang."Maya! kau memang wanita bodoh. Tak bisa menghormati tamu, kau itu tak pantas bersanding dengan mas Fandy. Dasar perempuan sial."Plak ...."Sayang!"Aku menatap wanita yang mulai m
"Masih ada tamu May, coba lihat siapa yang datang."Maya bergegas keluar untuk melihat siapa yang datang. Matanya melotot saat melihat orang yang keluar dari dalam mobil."Mau apa mereka datang kemari? Perasaan tak ada yang mengundang."Maya berkata pelan, sembari menatap Fandy yang baru datang untuk menyambut tamu tersebut."Mas, tak ada mengundang ya. Jadi kecilkan bola mata itu, aku tak mau difitnah."Maya mendesis kesal, kalau bukan suaminya lalu siapa yang mengundang mereka."Sudah tak perlu pikirkan siapa yang mengundang, tapi pikirkan masih ada tidak makanan di dalam."Maya berdecak kesal bisa-bisanya Darma datang bersama ketiga wanitanya. Entah apa maksud pria itu datang di acara aqiqah putrinya."Siapa yang datang May?"Maya tak menjawab, dia hanya menghela napas dengan kesal. Moodnya ambyar melihat kedatangan mantan suaminya."Darma Bu, bersama istri dan selir-selirnya. Masih ada sisa makanan Bu, kalau tak ada biar mas Fandy beli ke luar."Ibu Maya segera melihat meja makan,
"Ada keramaian apa di rumah Mas? Tak mungkin mama membuat acara penyambutan Shanum."Aku dan Mas Fandy yang baru pulang dari rumah ibu, setelah acara aqiqah terkejut melihat banyak orang di depan rumah mama. "Sepertinya bukan dari rumah mama tapi dari tetangga depan Yang, lihat mereka berdiri menghadap kemana."Aku mengangguk tapi tak bisa melihat ada apa di depan karena terhalang penonton."Tetap di tempat dan jangan bergerak."Aku mengerucutkan bibir karena mas Fandy memintaku tetap di tempat. Padahal aku mau turun melihat, ada apa di rumah tetangga itu."Kau baru melahirkan dan dedek bayi masih rentan. Jangan keluar sembarangan."Aku hanya bisa mengangguk walaupun jiwa kepoku terus meronta. Biarlah mas Fandy berusaha melewati warga, agar bisa masuk ke halaman, di dalam kan ada mama bisa mengorek informasi darinya."Pelan-pelan!"Aku terkejut mendengar mas Fandy berteriak. Aku baru sadar kalau jalan hampir berlari."Iya ...iya Mas, aku akan jalan seperti putri keraton."Aku kesal me
Brak ....Allah, aku dan mas Fandy terkejut, saat sebuah mobil menabrak pagar rumah Dewi. Tak lama keluar Karin dan Laila, terlihat Karin begitu marah. Sedangkan Laila, wanita itu terlihat diam seperti orang tertekan."Pelacur, dikasih hati minta jantung. Semakin lama dia seperti ingin menguasai mas Darma."Aku menelan ludah ketika mendengar ucapan Karin. Ternyata wanita itu marah karena suaminya lebih betah bersama Dewi.Cup ...."Mas, malu dilihat orang."Aku memukul dada mas Fandy, karena tiba-tiba mencium bibirku tanpa permisi. Lidahnya sempat menjilat rongga mulutku."Makanya tutup bibir itu. Kepo sampai mulut terbuka, daripada lalat yang masuk kan bagus lidahku."Bisa aja dia ngeles, kalau gini kan aku jadi hilang konsentrasi. Mana kedua wanita itu sudah masuk ke rumah Dewi pula, aku jadi tak tau apa yang terjadi."Dengar, tak perlu kau urusi orang lain. Terpenting kita jaga keluarga kita, sekarang suami tampanmu meminta masuk ke dalam. Bisa lakukan sekarang? Jangan keluar kalau
"Kau mau menjadi pengacara Karin Mas?"Aku jadi kesal sendiri, saat mas Fandy bilang kalau mau menjadi pengacara Karin, parahnya lagi atas permintaan Laila."Kau sudah keterlaluan mas, buat apa kau minta ijin, kalau sudah menerima permintaan wanita itu."Aku muak sangat muak. Berusaha agar dia tak berdekatan dengan wanita itu, tapi nyatanya dia sendiri yang mendekati. Aku masih takut opsesi dalam hati suamiku, jauh di hatinya pasti ingin melihat wajah Laila saat sange."Sial ...apes benar hidupku."Brak .... Aku meraih pintu lemari, mengambil baju dan memasukkan dalam koper. Cukup dengan pikiran meresahkan lebih baik pergi menenangkan diri."Kita bisa bicara, tak perlu seperti ini. Apa salahnya aku membantu Karin? Dulu kau meminta aku tak membantu Dewi bercerai dengan Diki, hingga pria itu harus masuk penjara karena merampok. Bisa tidak kau jangan egois."Plak ....Aku menampar mas Fandy bisa-bisanya dia bilang aku egois."Egois kau bilang Mas? Baiklah kalau begitu. Lakukan apa yang k
Tok ...tok ...tok ....Terdengar ketukan di pintu, kalau tak bapak pasti ibu yang mengetuk. Aku meletakkan putriku lalu membuka pintu, bapak tersenyum lalu masuk ke kamar tanpa meminta ijin padaku.Bapak duduk di tempat tidur, lalu menepuk tempat di sampingnya. Aku terpaksa menurut karena tak mau bapak menunggu "Apa yang sebenarnya terjadi? Kalau hanya karena Laila yang meminta bantuan Fandy. Bapak rasa kau tak mungkin sampai semarah ini, apa ada yang ingin kau bicarakan dengan bapak?"Aku menatap wajah bapak. Apa bisa aku bicara sekarang? Bagaimana kalau tekanan darah tinggi bapak kumat lagi."Beri waktu Maya berpikir dulu Pak, percayalah, kali ini Maya akan mengambil keputusan yang tepat, seperti saat bersama Darma. Besok kita lihat mama, tadi mas Fandy bilang beliau kena serangan jantung."Aku menunduk, namun bapak segera mengangkat kepalaku dan membantu mengusap air mata yang mengalir di pipi.Dari wajahnya jelas terlihat, dia sedang menahan diri untuk tidak memaksaku."Baiklah ka
"Pikirkan baik-baik May, apa kau mau menjadi janda kedua kalinya?"Aku tak menjawab pertanyaan ibu, biarlah waktu yang menjawab. Aku sudah menyerahkan pada mas Fandy, untuk mengurus perceraian kami, aku tak akan mempersulit prosesnya. Karena itu aku wakilkan pada pengacara untuk membereskan sidang perceraian kami. Aku tak akan menghadiri sidang agar lebih cepat keluar putusannya."Tolong jangan gegabah May, jangan kabur-kaburan begini. Kasihan Fandy sudah berkali-kali dia datang, untuk memohon maaf tapi kau keras hati."Ah ...ibu dia tak tau apa yang aku takutkan selama ini. Ketakutan yang tak bisa aku ungkapkan pada semua orang, seharusnya mas Fandy yang paham, tapi sepertinya dia pun tak perduli."Sekarang kau yakin membawa anakmu pergi untuk menenangkan diri. Yakin bisa mengurus anak bayi ini sendirian?"Aku tersenyum pada ibu, ketakutannya tak akan terjadi. Selama aku pergi jiwaku akan tenang, tak akan terbebani dengan pikiran yang menakutkan."Maya hanya ingin menenangkan diri Bu,