“Ayo, jawab! Jangan diam saja, Pak. Kalau saudara tidak kooferatif, itu artinya tuduhan ini benar.”Devan sudah mulai gusar. Dia menoleh pada Arya untuk meminta bantuan, tapi yang di dapat sungguh di luar dugaan.“Aku justru ingin mendengar dari mulutmu sendiri, apa kamu yang melakukan hal sekeji itu pada anak di bawah umur?”Devan membulatkan mata tak percaya dengan ucapan Arya. Dia harus membuat alasan tepat agar bebas dari hukum.Di saat seperti ini, datanglah Lusi dan Maura. Wanita beranak satu itu kaget melihat Devan diborgol dan duduk di depan penyidik.Langkah yang semula semangat dan rasa penasaran itu langsung terhenti. Pikiran Lusi tiba-tiba saja kosong.Melihat kedatangan Maura, penyidik itu langsung berseru.“Nah, itu korbannya datang. Ayo sini, Nak! Kamu harus bersaksi.”Lusi seperti orang linglung saat mendengar nama Maura disebut sebagai korban. Devan dan Arya pun menoleh.Devan terkejut dan langsung berdiri melihat sosok Lusi yang datang. Sudah, hidup Devan memang tida
Hening. Di ruang keluarga ada Maura dan Adiba, begitu juga dengan Lusi. Setelah pulang dari kantor polisi, ternyata Adiba sudah pulang.Ternyata, Adiba pergi untuk mengurus perpindahannya. Dia kaget melihat keadaan yang tegang. Lusi langsung menceritakan semua.Adiba terntu saja kaget. Pantas saja sikap Maura agak berubah selama 2 hari ini. Ternyata ada kejadian yang tak terduga.Sekarang, Lusi akan menginterogasi Maura. Dia kecewa dan marah pada Maura. Padahal sudah dijelaskan dari awal, kalau wanita itu cukup belajar yang baik dan menjadi wanita baik pula. Tetapi, belum juga berbulan-bulan, Maura sudah membuat masalah besar.Apalagi, Lusi belum membuka identitas dirinya sebagai seorang Kakak. Sekarang, Lusi sudah punya keputusan bulat. Mungkin benar, dirinya harus hijrah dari tempat ini.“Aku kecewa padamu, Maura.”Maura tersentak. Dia menunduk malu. Sementara Adiba hanya diam. Dia akan bersuara jika dibutuhkan.Lusi masih berdiri, tapi sekarang menghadap pada Maura yang masih menun
Lusi terdiam melihat ke luar jendela. Gelapnya malam sama dengan gelap hidupnya yang banyak sekali masalah dan pelik. Sang wanita sampai menitikan air mata, mengingat keterangan dari penyidik di kantor polisi tadi.Sungguh dia tidak menyangka jika Devan bisa melakukan hal seperti itu. Di luar dugaan sekali. Lebih mengecewakan saat Maura lah yang menjadi korban.Bukan apa-apa, bagaimanapun Maura adalah adiknya. Ada rasa tidak ikhlas saat tahu adiknya juga rusak sama seperti Mil.Tak ada alasan untuk dia tetap di sini. Wanita itu sudah berpikir matang untuk hijrah dari tempat ini. Untuk masalah Maura, dia akan melepasnya.Lagi pula, sampai sekarang, adiknya tidak tahu siapa Lusi sebenarnya. Mungkin jika Devan menikasi Maura, maka dia akan sedikit tenang. Setidaknya ada yang bertanggung jawab atas kehidupan Maura.Suara ketukan pintu berhasil mengalihkan perhatian sang wanita. Dia harus pastikan dulu kalau di sana bukan Maura.“Siapa?”“Aku, Adiba. Bisakah aku masuk?”Sebenarnya, Maura m
Devan tampak pucat, bahkan dia sampai meneguk saliva dengan susah payah melihat pria besar itu.“Kenapa diam saja? Apa kamu tuli? Atau bisu?”Bukannya menjawab, Devan masih saja diam. Sekarang keringat dingin mulai bercucuran. Dia benar-benar takut.Dalam keadaan seperti ini, sang pria teringat kalau dalam penjara, seorang napi baru akan diospek terlebih dahulu. Mereka akan disambut dengan bogem mentah kala hari pertama masuk ke sel. Semuanya sama, kecuali jika berkaian dengan kehormatan wanita.Para napi lain akan memberikan salam perkenalan dengan sangat menyakitkan pada pelaku kejahatan kelamin. Devan terus mengingat tentang itu, jadi dia akan diam kalau ditanya perihal alasannya masuk ke sel.“Kenapa kamu diam saja? Katakan! Apa kamu tuli?!”Pria besar itu meninggikan suara, membuat Devan ciut. Posisinya yang memang salah, sudah membuat sang pria ketakutan. Berbeda cerita kalau dirinya tidak bersalah.Karena kesal, pria besar itu akhirnya menghajar Devan hingga tersungkur ke lanta
Pagi telah tiba, Lusi sudah siap dengan baju kerjanya. Adiba yang melihat itu pun kaget. Dia pikir sang wanita akan istirahat di rumah mengingat kemarin ada kejadian yang menyakitkan untuk Lusi.“Lus, kamu mau berangkat?” tanya Adiba saat dia baru saja selesai mandi dan hendak membuat makanan. Tetapi, ternyata Lusi sudah terlebih dahulu masak.Lusi menatap Adiba dengan senyuman kecil. Adiba tahu, senyuman itu berbalut luka. Tetapi, Lusi berusaha sebaik mungkin untuk tegar.Hanya saja Adiba merasa sangat kasihan kepada temannya. Tetapi, lagi-lagi dia tidak bisa berbuat apa-apa.“Aku mau meeting dengan seluruh karyawanku. Aku akan menunjuk salah satu di antara mereka untuk menjadi wakilku di sini.”Adiba membulatkan mata. Dia mendekat pada sang wanita.“Apa maksudmu? Kamu mau menyerahkan usahamu pada orang lain?”Lusi menggelengkan kepala, merasa lucu melihat reaksi Adiba yang khawatir seperti itu.“Tidak, aku hanya akan memantaunya dari jauh.”“Maksudnya?” Adiba semakin kebingungan den
Adiba mengeluarkan barang bawaan Maura, lalu terakhir mendorong wanita itu keluar dari rumah Lusi. Maura sempat menolak, tapi tenaga Adiba lebih besar. Hingga akhirnya Maura bisa dikeluarkan dari rumah itu.“Keluar kamu! Aku sudah bilang secara baik-baik. Tetapi, kamu malah mengusikku. Jadi, jangan pernah berlagak tersakiti. Di sini, kamulah penjahatnya.”Kalimat terakhir yang diucapkan Adiba membuat Maura terdiam. Dia merasa tersinggung dengan perkataan itu. Secara diam-diam mengakui semuanya dalam hati.Memang dari awal bertemu dengan Devan, dia sudah menaruh hati dan berencana merebutnya. Sekarang semua itu sudah terlaksana. Harusnya Maura senang dan bangga, tapi yang dialaminya malah seperti ini. Dia diusir dengan tidak hormat.Sekarang, entah ke mana dia harus pergi, sementara tak ada orang yang dia kenal, kecuali ....Wanita itu jadi terpikirkan akan seseorang. Dia menatap Adiba dengan kesal. Lalu, tanpa mengatakan apa-apa lagi sang wanita pun pergi dari hadapan Adiba.Dia tidak
Arya menatap datar sang wanita yang saat ini duduk di depannya. Pria itu bahkan melirik pada koper yang dibawa oleh Maura.Sang pria lalu menatap wanita itu dengan tanya. “Jangan bilang kamu mau mengungsi ke sini? Restoran ini tidak ada tempat tidurnya.”“Aku tak punya pilihan, Mas. Mas Devan tidak mau menerimaku dan memilih babak belur di penjara.”Arya langsung terduduk tegak. “Benarkah? Kamu sudah melihat Devan?”Maura mengangguk. “Aku kira bisa tinggal di rumahnya dan mungkin saja Mas Devan berubah pikiran setelah dipenjara seharian. Tapi, pria itu tetap tidak mau menyerah. Aku melihat wajahnya babak belur, sampai hampir saja tidak mengenalinya.”Dalam hati Arya merasa sangat senang. Mungkin tidak ada salahnya kalau Devan dipenjara. Hitung-hitung rasa kesalnya tersalurkan oleh para napi lain yang membuat sang pria babak belur.“Ya sudahlah, aku tahu semua ini akan terjadi. Kamu bisa tinggal di restoran ini. Pakailah kamar belakang. Tapi, hanya ada tikar, bukan kasur.”“Tidak apa,
Raka tersenyum puas saat keinginannya terpenuhi. Sekarang, dia tahu bagaimana memanfaatkan Mila.“Sudahkan, Sayang? Jadi, mari kita mulai mengenali produk apa saja yang ada di sini.”Mila mengajak Raka untuk mempelajari apa saja yang ada di butik ini. Termasuk toko online milik Mila yang ada di toko orange dan hitam.Raka terkejut melihatnya. Ternyata nama toko Mila, adalah toko online yang terkenal itu. Tidak menyangka saja jika itu punya Mila.“Ini toko milikmu? Kenapa berbeda dengan nama butikmu?”“Oh, untuk masalah itu. Kalau toko online bukan hanya barang branded, tapi barang yang ekonomis juga. Lagian, kalau ada yang tahu itu aku, mereka pasti akan berpikir dua kali untuk membelinya.”Raka mengernyitkan dahi, tidak paham dengan maksud penjelasan Mila. “Maksudmu?”Mila menghela napas panjang. Dia sebenarnya malas menceritakan ini semua, tapi kini Raka jadi suaminya. Segala apa pun memang harus dibicarakan.“Mas, kita terkenal sebab video viral itu. Kamu sulit mendapatkan kerjaan,
Awalnya Maura takut saat kakaknya tiba-tiba bertanya seperti itu, tetapi karena kelicikan yang sudah terlatih membuat dia berpikir lebih baik mempermainkan perasaan kakaknya itu, akan sangat menghancurkan Siapa tahu dengan tidak sengaja bisa berakibat fatal kepada anak yang ada dalam kandungan. Jadi, dia tidak perlu susah-susah menggugurkan kandungan Mila. Tinggal buat saja mental ibunya down, pasti anaknya ada dalam kandungan pun ikut terkena dampaknya. "Oh, Kakak mau tahu kenapa aku sampai yakin sekali kalau Mas Raka itu pasti membelaku? Sebab Mas Raka lebih percaya sama aku ketimbang sama istrinya. Kakak nggak sadar, ya? Kalau selama ini Mas Raka itu sudah lelah sekali berhubungan dengan Kak Mila, tetapi karena anak yang ada dalam kandungan itulah Mas Raka akhirnya bertahan. Dia sebenarnya berharap Kak Mila bisa berubah lebih baik, tidak terus mengekang dan cemburu buta. Tapi, sayangnya itu tidak terjadi juga. Aku yakin, memang itu ada sifat asli Kak Mila, kan? Pencemburu dan mend
Maura istirahat sejenak di sebuah masjid, tapi dia sama sekali tidak salat. Hanya berteduh. Sebelumnya wanita itu pergi ke kantin rumah sakit untuk makan. Sebab dia tidak mungkin menunggu terus Mila, sementara kakaknya itu menyebalkan. Ada saja kata-kata yang membuat dirinya semakin kesal.Wanita itu makan sambil melamun, banyak pikiran yang terus bergerilya di benak. Apa yang harus dia lakukan saat ini? Sementara Raka sama sekali tidak bisa dihubungi. Kalau misalkan dirinya pulang dengan Mila, apakah semua akan baik-baik saja dan rencananya untuk mengerjai kakaknya itu akan berhasil? Pertanyaan itu juga semakin menjadi-jadi di benaknya. Dia tak tahu harus melakukan apa. "Ah, capeknya! Aku harus benar-benar menerima semua ini. Lagi pula nggak ada salahnya, kan? Aku sudah menolongnya juga. Aku akan memulai aksiku nanti kalau sudah sampai rumah," gumam wanita itu langsung menghabiskan makanan.Dia memilih untuk kembali ke kamar kakaknya dan melihat kalau Mila sedang terduduk sembari he
"Sekarang masih diam lagi, kan? Berarti itu Kakak mengaku kalau selama ini aku belajar cara kejam dari Kakak. Aku tidak mungkin belajar dari orang lain. Pasti dari orang terdekat dulu. Coba saja dari awal saat aku datang ke sini untuk menjenguk Kakak di penjara, mungkin kejadiannya akan beda kalau Kakak bersikap baik saat itu. Ini pun aku pasti akan melupakan semua dendam dan kesakitan yang sudah Kakak beri. Sayangnya sampai detik terakhir, Kakak bersikap seperti ini. Jadi, untuk apa aku lembut dan tetap diam saja? Tidak, aku tidak mau bodoh dan menderita kedua kalinya. Sekarang terserah. Kalau misalkan aku harus keluar rumah, tanggung akibatnya. Kalau tidak mau, lakukan sesuai dengan keinginanku," ujar Maura. Setelah itu dia pergi dari hadapannya, membuat wanita hamil itu mengerang dengan hati yang dipenuhi amarah. "Maura, kurang ajar kamu! Awas! Aku akan buat perhitungan padamu!" seru Mila dengan suara parau. Maura memilih untuk keluar dan menenangkan diri terlebih dahulu. Tidak
Mila sampai tidak bisa berkata-kata mendengar semua perkataan adiknya. Jadi, selama ini Maura itu menyimpan dendam begitu banyak. Dia kira wanita itu tidak akan melakukan hal seperti ini, sebab tahu kalau dirinya adalah keluarga satu-satunya di sini. Melihat diamnya Mila, Maura tersenyum sinis sembari melipat tangan di depan dada."Kakak tahu? Ini adalah curahan hatiku selama ini. Inginnya aku memakai-maki Kakak sebisaku, tetapi sayang ini rumah sakit. Aku tidak bisa begitu saja mengeluarkan unek-unek. Tetapi satu hal yang pasti, Kakak jangan mengharapkan apa-apa dariku. Kecuali kalau bisa membayarku dengan uang yang mahal," ucap Maura menantang. Mila hanya diam saja memandangi adiknya yang dulu polos dan penurut, setelah masuk ke dunia luar dan tinggal di kota sifatnya berubah drastis seperti ini. Entah siapa yang sudah meracuni Maura, tetapi Mila yakin wanita ini tidak tiba-tiba seperti ini. Padahal belum lama di Jakarta, tapi sudah berubah drastis. Diyakini ada yang meracuni piki
"Dari dulu aku ingin tahu, bagaimana rasanya menyiksa Kakak seperti ini? Memang Tuhan itu Maha Adil. DIA akan memberikan balasan yang setimpal untuk orang-orang yang jahat seperti Kakak. sSekarang Kakak sendiri yang merasakan bagaimana sendiri tanpa bantuan siapapun. Harusnya dari dulu Kakak itu tahu kalau Kakak tidak bisa apa-apa sendiri tanpa bantuan orang lain, tapi sayangnya Kakak meremehkanku. Coba Kakak akan dibantu siapa kalau keadaan seperti ini?" papar Maura sepertinya masih belum puas mengeluarkan unek-uneknya kepada wanita hamil itu. Di saat seperti ini Mila bisa saja mengamuk. Tetapi dia tidak berdaya dengan keadaannya. Jadi, wanita itu pun memilih untuk tenang. Menghela nafas berkali-kali dan berusaha untuk menetralkan emosi yang tiba-tiba saja naik karena perkataan adiknya.Mila tahu, Maura pasti akan memancing emosi dan berusaha untuk membuatnya menderita. Tetapi Mila tidak mau disetel oleh anak ini. Dia harus memenangkan semua peperangan antara dirinya dan Maura. Ter
Entah sudah berapa lama Mila tak sadarkan diri, sampai akhirnya wanita itu pun membuka mata. Hal pertama yang membuatnya tersadar adalah aroma ruangan dan bau obat yang menyengat. Apalagi Mila dalam keadaan hamil. Indra penciumannya pasti terasa sensitif. Wanita itu pun sontak penutup hidungnya dengan tangan yang lemas. Dia melihat ke sekeliling dan mendapati kalau ada adiknya sedang tidur di sofa. Sudah dipastikan dia ada di rumah sakit. Sebelumnya, saat sudah melewati masa kritis, Mila pun dibawa ke ruang rawat untuk melakukan observasi apakah wanita itu masih harus dirawat atau diperbolehkan untuk pulang.Suara erangan saat kepalanya terasa berdenyut nyeri membuat Maura terkesiap. Dia melihat kalau kakaknya sudah tersadar. Wanita-wanita itu pun langsung terduduk. Dia hendak berdiri dan menghampiri Mila, tetapi langsung ke tempat semula. Baginya bukan hal yang harus dilakukan jika memerhatikan kakaknya. Dia sudah terlanjur sakit hati dengan wanita ini. Jadi, untuk apa Maura berbai
Setelah menunggu beberapa saat, keluarlah dokter dan suster yang sedang menangani Mila. Dengan cepat Maura menghampiri dan bertanya bagaimana keadaan kakaknya itu. "Kalau boleh tahu, Mbak ini siapanya pasien?" tanya dokter. Saat ini Maura tidak mau mengakui kalau Mila adalah kakaknya, lebih baik seperti ini dibandingkan nanti dirinya yang akan repot harus mengurus semuanya demi wanita hamil itu. "Kebetulan saya tetangganya, Dok. Tadi lihat dia kecelakaan di jalan. Jadi saya yang bawa ke sini," ujar Maura, memilih untuk menjawab secara demokratis. Kalau dia mengatakan hanya orang asing, pasti disuruh pergi dan menelepon keluarganya. Artinya dia harus menelepon kedua orang tua mereka, mengingat itu Maura langsung menggelengkan kepala. Mana sudi dia bertemu dengan kedua orang tuanya lagi, terutama ayah tiri yang membuatnya menderita sampai saat ini." Oh, kalau begitu bisakah Mbak menelepon keluarganya?" Akhirnya pertanyaan itu meluncur juga dari dokter, tetapi setidaknya Maura sud
Maura saat ini sedang ada di rumah sakit. Dia tampak gelisah, sesekali duduk lalu berjalan mondar-mandir menunggu di depan ruang ICU. Saat melihat keadaan kakaknya, wanita itu benar-benar syok. Kepala Mila terbentur. Ada bagian depan mobil yang sudah rusak. Saat ini Maura dihantui ketakutan. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang tiba-tiba saja bersarang di benak, salah satunya bagaimana kalau misalkan kakaknya meninggal? Apa yang akan dia jelaskan kepada kedua orang tuanya jika tahu Mila kecelakaan dan saat itu dialah yang ada di rumah sakit ini? Namun, kalau Maura diam saja akan terjadi sesuatu yang buruk kepada kakaknya. Setelah hampir 18 tahun hidup mengenal Mila, pertama kalinya wanita itu merasa khawatir yang teramat sangat dibandingkan dulu saat tahu Mila masuk penjara karena viral. Kali ini ada rasa takut yang benar-benar mengukung, sampai Maura bingung harus melakukan apa. Wanita itu berusaha untuk menelepon Raka, tapi lagi-lagi sang pria tidak bisa dihubungi. Dia jadi bingung
Mila sama sekali tidak menyadari kalau dirinya sedang diikuti. Mungkin pikirannya sudah lelah karena perutnya juga lapar dan tidak fokus, hingga dia pun berhenti di sebuah kedai bakso. Saat ini tampaknya sang anak yang ada dalam kandungan ingin mencicipi bakso yang agak jauh. Maura menghentikan taksi itu dan memantau kalau kakaknya masuk ke kedai bakso tersebut. "Lah, kok dia malah berhenti di situ? Atau jangan-jangan Kak Mila memang keluar untuk beli makanan?" gumam wanita itu. Dia keheranan. Kalau terus lama-lama di sini yang ada harga argonya akan terus berjalan dan mungkin dia harus mengeluarkan banyak uang, jadi wanita itu pun terpaksa turun dari taksi dan memantau dari kejauhan saja. "Duh, sial banget! Masa aku harus berdiri di sini memantau dari kejauhan? Mana panas pula," gerutu Maura.Dia mencoba melihat ke sekitar dan mencari tempat yang nyaman, kira-kira bisa duduk menunggu Mila. Inginnya wanita itu pun masuk ke sana dan ikut makan, tetapi pasti Mila akan mengetahui keb