Lusi terdiam melihat ke luar jendela. Gelapnya malam sama dengan gelap hidupnya yang banyak sekali masalah dan pelik. Sang wanita sampai menitikan air mata, mengingat keterangan dari penyidik di kantor polisi tadi.Sungguh dia tidak menyangka jika Devan bisa melakukan hal seperti itu. Di luar dugaan sekali. Lebih mengecewakan saat Maura lah yang menjadi korban.Bukan apa-apa, bagaimanapun Maura adalah adiknya. Ada rasa tidak ikhlas saat tahu adiknya juga rusak sama seperti Mil.Tak ada alasan untuk dia tetap di sini. Wanita itu sudah berpikir matang untuk hijrah dari tempat ini. Untuk masalah Maura, dia akan melepasnya.Lagi pula, sampai sekarang, adiknya tidak tahu siapa Lusi sebenarnya. Mungkin jika Devan menikasi Maura, maka dia akan sedikit tenang. Setidaknya ada yang bertanggung jawab atas kehidupan Maura.Suara ketukan pintu berhasil mengalihkan perhatian sang wanita. Dia harus pastikan dulu kalau di sana bukan Maura.“Siapa?”“Aku, Adiba. Bisakah aku masuk?”Sebenarnya, Maura m
Devan tampak pucat, bahkan dia sampai meneguk saliva dengan susah payah melihat pria besar itu.“Kenapa diam saja? Apa kamu tuli? Atau bisu?”Bukannya menjawab, Devan masih saja diam. Sekarang keringat dingin mulai bercucuran. Dia benar-benar takut.Dalam keadaan seperti ini, sang pria teringat kalau dalam penjara, seorang napi baru akan diospek terlebih dahulu. Mereka akan disambut dengan bogem mentah kala hari pertama masuk ke sel. Semuanya sama, kecuali jika berkaian dengan kehormatan wanita.Para napi lain akan memberikan salam perkenalan dengan sangat menyakitkan pada pelaku kejahatan kelamin. Devan terus mengingat tentang itu, jadi dia akan diam kalau ditanya perihal alasannya masuk ke sel.“Kenapa kamu diam saja? Katakan! Apa kamu tuli?!”Pria besar itu meninggikan suara, membuat Devan ciut. Posisinya yang memang salah, sudah membuat sang pria ketakutan. Berbeda cerita kalau dirinya tidak bersalah.Karena kesal, pria besar itu akhirnya menghajar Devan hingga tersungkur ke lanta
Pagi telah tiba, Lusi sudah siap dengan baju kerjanya. Adiba yang melihat itu pun kaget. Dia pikir sang wanita akan istirahat di rumah mengingat kemarin ada kejadian yang menyakitkan untuk Lusi.“Lus, kamu mau berangkat?” tanya Adiba saat dia baru saja selesai mandi dan hendak membuat makanan. Tetapi, ternyata Lusi sudah terlebih dahulu masak.Lusi menatap Adiba dengan senyuman kecil. Adiba tahu, senyuman itu berbalut luka. Tetapi, Lusi berusaha sebaik mungkin untuk tegar.Hanya saja Adiba merasa sangat kasihan kepada temannya. Tetapi, lagi-lagi dia tidak bisa berbuat apa-apa.“Aku mau meeting dengan seluruh karyawanku. Aku akan menunjuk salah satu di antara mereka untuk menjadi wakilku di sini.”Adiba membulatkan mata. Dia mendekat pada sang wanita.“Apa maksudmu? Kamu mau menyerahkan usahamu pada orang lain?”Lusi menggelengkan kepala, merasa lucu melihat reaksi Adiba yang khawatir seperti itu.“Tidak, aku hanya akan memantaunya dari jauh.”“Maksudnya?” Adiba semakin kebingungan den
Adiba mengeluarkan barang bawaan Maura, lalu terakhir mendorong wanita itu keluar dari rumah Lusi. Maura sempat menolak, tapi tenaga Adiba lebih besar. Hingga akhirnya Maura bisa dikeluarkan dari rumah itu.“Keluar kamu! Aku sudah bilang secara baik-baik. Tetapi, kamu malah mengusikku. Jadi, jangan pernah berlagak tersakiti. Di sini, kamulah penjahatnya.”Kalimat terakhir yang diucapkan Adiba membuat Maura terdiam. Dia merasa tersinggung dengan perkataan itu. Secara diam-diam mengakui semuanya dalam hati.Memang dari awal bertemu dengan Devan, dia sudah menaruh hati dan berencana merebutnya. Sekarang semua itu sudah terlaksana. Harusnya Maura senang dan bangga, tapi yang dialaminya malah seperti ini. Dia diusir dengan tidak hormat.Sekarang, entah ke mana dia harus pergi, sementara tak ada orang yang dia kenal, kecuali ....Wanita itu jadi terpikirkan akan seseorang. Dia menatap Adiba dengan kesal. Lalu, tanpa mengatakan apa-apa lagi sang wanita pun pergi dari hadapan Adiba.Dia tidak
Arya menatap datar sang wanita yang saat ini duduk di depannya. Pria itu bahkan melirik pada koper yang dibawa oleh Maura.Sang pria lalu menatap wanita itu dengan tanya. “Jangan bilang kamu mau mengungsi ke sini? Restoran ini tidak ada tempat tidurnya.”“Aku tak punya pilihan, Mas. Mas Devan tidak mau menerimaku dan memilih babak belur di penjara.”Arya langsung terduduk tegak. “Benarkah? Kamu sudah melihat Devan?”Maura mengangguk. “Aku kira bisa tinggal di rumahnya dan mungkin saja Mas Devan berubah pikiran setelah dipenjara seharian. Tapi, pria itu tetap tidak mau menyerah. Aku melihat wajahnya babak belur, sampai hampir saja tidak mengenalinya.”Dalam hati Arya merasa sangat senang. Mungkin tidak ada salahnya kalau Devan dipenjara. Hitung-hitung rasa kesalnya tersalurkan oleh para napi lain yang membuat sang pria babak belur.“Ya sudahlah, aku tahu semua ini akan terjadi. Kamu bisa tinggal di restoran ini. Pakailah kamar belakang. Tapi, hanya ada tikar, bukan kasur.”“Tidak apa,
Raka tersenyum puas saat keinginannya terpenuhi. Sekarang, dia tahu bagaimana memanfaatkan Mila.“Sudahkan, Sayang? Jadi, mari kita mulai mengenali produk apa saja yang ada di sini.”Mila mengajak Raka untuk mempelajari apa saja yang ada di butik ini. Termasuk toko online milik Mila yang ada di toko orange dan hitam.Raka terkejut melihatnya. Ternyata nama toko Mila, adalah toko online yang terkenal itu. Tidak menyangka saja jika itu punya Mila.“Ini toko milikmu? Kenapa berbeda dengan nama butikmu?”“Oh, untuk masalah itu. Kalau toko online bukan hanya barang branded, tapi barang yang ekonomis juga. Lagian, kalau ada yang tahu itu aku, mereka pasti akan berpikir dua kali untuk membelinya.”Raka mengernyitkan dahi, tidak paham dengan maksud penjelasan Mila. “Maksudmu?”Mila menghela napas panjang. Dia sebenarnya malas menceritakan ini semua, tapi kini Raka jadi suaminya. Segala apa pun memang harus dibicarakan.“Mas, kita terkenal sebab video viral itu. Kamu sulit mendapatkan kerjaan,
“Iya, kamu benar. Aku tidak boleh membiarkan orang-orang meremehkanku. Tapi, tidak semudah itu aku bisa mengendalikan Mila.”“Bisa, kamu tinggal buat dia tunduk padamu. Lagian Mila yang tergila-gila padamu, kan?”Raka terdiam. Memang benar itu semua, tapi tidak mungkin dia bertindak buru-buru. Akan lebih berbahaya kalau Mila curiga terlebih dahulu.“Aku punya rencana sendiri. Akan ada waktunya aku menghancurkan Mila, sama seperti dirinya yang menghancurkan hubunganku dengan Lusi.”Arya hanya bisa menggelengkan kepala melihat tabiat Raka. Pria ini mulai serakah. Mereka pun melanjutkan obrolan lain.Namun, ada seseorang yang sedari tadi tengah mematung, mendengarkan percakapan mereka sedari tadi. Itu adalah Maura.Awalnya sang wanita hendak ke mini market untuk membeli peralatan mandi, tapi langkahnya tertahan mendengar percakapan mereka.Kedua orang itu belum tahu kalau dirinya adalah Adik kandung Mila. Hanya Devan dan Adiba yang mengetahui itu semua. Sebab, Lusi yang menceritakannya.
Adiba terkesiap, sampai wajahnya memerah karena Lusi tetiba saja bertanya seperti itu.“Ma-maksud kamu apa?”Sebab setahu Adiba, sang wanita tidak tahu perihal rencananya dengan Arya.Lusi menggulum senyum. Melihat Adiba yang bereaksi seperti itu membuat sang wanita penasaran, bagaimana sikap Adiba jika dekat dengan pria.“Ah, jangan menyembunyikan apa-apa dariku. Kemarin, Bu Murni sempat cerita kalau beberapa hari yang lalu ada seorang pria yang datang ke rumah ini, terlihat memohon maaf pada Adiba. Saat aku tanya siapa namanya, kata Bu Murni namanya Arya. Kalau bukan dia, Arya mana lagi. Iya, kan?”Lusi menatap jahil temannya sembari menaik-turunkan kedua alis. Pipi Adiba terasa terbakar. Ini sebuah kejadian yang tak diduga. Ternyata, ada orang yang mendengar saat itu. Betapa malunya Adiba.“Apaan, sih, Lus?! Kamu tidak tahu saja ada kejadian apa yang membuatku kesal padanya.”“Iya, terlepas dari itu. Arya benar-benar berusaha menjelaskan semuanya padamu. Itu pria baik, kan?”Adiba