Adiba mengeluarkan barang bawaan Maura, lalu terakhir mendorong wanita itu keluar dari rumah Lusi. Maura sempat menolak, tapi tenaga Adiba lebih besar. Hingga akhirnya Maura bisa dikeluarkan dari rumah itu.“Keluar kamu! Aku sudah bilang secara baik-baik. Tetapi, kamu malah mengusikku. Jadi, jangan pernah berlagak tersakiti. Di sini, kamulah penjahatnya.”Kalimat terakhir yang diucapkan Adiba membuat Maura terdiam. Dia merasa tersinggung dengan perkataan itu. Secara diam-diam mengakui semuanya dalam hati.Memang dari awal bertemu dengan Devan, dia sudah menaruh hati dan berencana merebutnya. Sekarang semua itu sudah terlaksana. Harusnya Maura senang dan bangga, tapi yang dialaminya malah seperti ini. Dia diusir dengan tidak hormat.Sekarang, entah ke mana dia harus pergi, sementara tak ada orang yang dia kenal, kecuali ....Wanita itu jadi terpikirkan akan seseorang. Dia menatap Adiba dengan kesal. Lalu, tanpa mengatakan apa-apa lagi sang wanita pun pergi dari hadapan Adiba.Dia tidak
Arya menatap datar sang wanita yang saat ini duduk di depannya. Pria itu bahkan melirik pada koper yang dibawa oleh Maura.Sang pria lalu menatap wanita itu dengan tanya. “Jangan bilang kamu mau mengungsi ke sini? Restoran ini tidak ada tempat tidurnya.”“Aku tak punya pilihan, Mas. Mas Devan tidak mau menerimaku dan memilih babak belur di penjara.”Arya langsung terduduk tegak. “Benarkah? Kamu sudah melihat Devan?”Maura mengangguk. “Aku kira bisa tinggal di rumahnya dan mungkin saja Mas Devan berubah pikiran setelah dipenjara seharian. Tapi, pria itu tetap tidak mau menyerah. Aku melihat wajahnya babak belur, sampai hampir saja tidak mengenalinya.”Dalam hati Arya merasa sangat senang. Mungkin tidak ada salahnya kalau Devan dipenjara. Hitung-hitung rasa kesalnya tersalurkan oleh para napi lain yang membuat sang pria babak belur.“Ya sudahlah, aku tahu semua ini akan terjadi. Kamu bisa tinggal di restoran ini. Pakailah kamar belakang. Tapi, hanya ada tikar, bukan kasur.”“Tidak apa,
Raka tersenyum puas saat keinginannya terpenuhi. Sekarang, dia tahu bagaimana memanfaatkan Mila.“Sudahkan, Sayang? Jadi, mari kita mulai mengenali produk apa saja yang ada di sini.”Mila mengajak Raka untuk mempelajari apa saja yang ada di butik ini. Termasuk toko online milik Mila yang ada di toko orange dan hitam.Raka terkejut melihatnya. Ternyata nama toko Mila, adalah toko online yang terkenal itu. Tidak menyangka saja jika itu punya Mila.“Ini toko milikmu? Kenapa berbeda dengan nama butikmu?”“Oh, untuk masalah itu. Kalau toko online bukan hanya barang branded, tapi barang yang ekonomis juga. Lagian, kalau ada yang tahu itu aku, mereka pasti akan berpikir dua kali untuk membelinya.”Raka mengernyitkan dahi, tidak paham dengan maksud penjelasan Mila. “Maksudmu?”Mila menghela napas panjang. Dia sebenarnya malas menceritakan ini semua, tapi kini Raka jadi suaminya. Segala apa pun memang harus dibicarakan.“Mas, kita terkenal sebab video viral itu. Kamu sulit mendapatkan kerjaan,
“Iya, kamu benar. Aku tidak boleh membiarkan orang-orang meremehkanku. Tapi, tidak semudah itu aku bisa mengendalikan Mila.”“Bisa, kamu tinggal buat dia tunduk padamu. Lagian Mila yang tergila-gila padamu, kan?”Raka terdiam. Memang benar itu semua, tapi tidak mungkin dia bertindak buru-buru. Akan lebih berbahaya kalau Mila curiga terlebih dahulu.“Aku punya rencana sendiri. Akan ada waktunya aku menghancurkan Mila, sama seperti dirinya yang menghancurkan hubunganku dengan Lusi.”Arya hanya bisa menggelengkan kepala melihat tabiat Raka. Pria ini mulai serakah. Mereka pun melanjutkan obrolan lain.Namun, ada seseorang yang sedari tadi tengah mematung, mendengarkan percakapan mereka sedari tadi. Itu adalah Maura.Awalnya sang wanita hendak ke mini market untuk membeli peralatan mandi, tapi langkahnya tertahan mendengar percakapan mereka.Kedua orang itu belum tahu kalau dirinya adalah Adik kandung Mila. Hanya Devan dan Adiba yang mengetahui itu semua. Sebab, Lusi yang menceritakannya.
Adiba terkesiap, sampai wajahnya memerah karena Lusi tetiba saja bertanya seperti itu.“Ma-maksud kamu apa?”Sebab setahu Adiba, sang wanita tidak tahu perihal rencananya dengan Arya.Lusi menggulum senyum. Melihat Adiba yang bereaksi seperti itu membuat sang wanita penasaran, bagaimana sikap Adiba jika dekat dengan pria.“Ah, jangan menyembunyikan apa-apa dariku. Kemarin, Bu Murni sempat cerita kalau beberapa hari yang lalu ada seorang pria yang datang ke rumah ini, terlihat memohon maaf pada Adiba. Saat aku tanya siapa namanya, kata Bu Murni namanya Arya. Kalau bukan dia, Arya mana lagi. Iya, kan?”Lusi menatap jahil temannya sembari menaik-turunkan kedua alis. Pipi Adiba terasa terbakar. Ini sebuah kejadian yang tak diduga. Ternyata, ada orang yang mendengar saat itu. Betapa malunya Adiba.“Apaan, sih, Lus?! Kamu tidak tahu saja ada kejadian apa yang membuatku kesal padanya.”“Iya, terlepas dari itu. Arya benar-benar berusaha menjelaskan semuanya padamu. Itu pria baik, kan?”Adiba
Sore hari, Adiba kembali ke kantor. Ada berkas penting yang harus dia bawa saat nanti pindahan. Setelahnya, sang gadis pergi ke mini market. Berhubung dia akan pergi lusa nanti, jadi sore ini dia akan kuliner ke berbagai tempat.Gadis itu begitu riang jalan-jalan sendiri, tidak memikirkan apa pun yang bisa memberatkannya. Masalah Lusi pun telah selesai. Maura juga tidak ada di rumah, jadi dia benar-benar merasa bebas.Sang gadis sengaja membeli mi instan dan dimakan di mini market tersebut. Dia menikati kesendiriannya dengan perasaan senang.“Ah, memang paling benar sendiri. Bebas, bisa melakukan apa saja tanpa ada yang melarang dan menambah masalah,” gumam gadis itu sembari menghidu aroma mie yang mengguar.Adiba sangat khusyuk memakannya, tanpa sadar ada seseorang yang duduk dan juga memakan mie yang sama.Gadis itu begitu menikmatinya, sampai tidak peka akan sekitar kalau sedari tadi orang di sebelahnya tengah memandangi sedemikian rupa.“Memang enak, ya.”Tubuh Adiba menegang mend
“Ada lagi yang mau dibeli, Mas?”Arya menoleh pada Adiba yang masih tampak syok, pikirannya dipenuhi banyak tanya.“Gimana, Sayang. Ada lagi yang mau dibeli?”Adiba terkesiap dan langsung menggelengkan kepala. Dia harus tersadar dengan situasi ini.“Tidak ada! Mbak, ini. Pakai uang saya saja.”Kasih itu tampak bingung. Adiba yang melihatnya jadi greget sendiri. Dia mengambil black card itu dan menyerahkannya langsung ke tangan Arya. Lalu, menyerahkan uangnya langsung pada sang kasir.“Ini, pakai uang saya saja. Kembaliannya ambil saja. Saya masih sanggup bayar sendiri!”Kalimat terakhir itu langsung ditujukan pada Arya. Adiba sampai menyerukan langsung pada sang pria.Setelah membayar, Adiba hendak pergi dari sana. Tetapi sebelumnya, sang gadis mengeluarkan uneg-unegnya di depan Arya langsung.“Mau kamu punya 10 black card, itu tidak berpengaruh. Penilaianku sama kamu gak akan berubah. Jadi, simpan semua ini. Aku tidak tertarik dengan uangmu!”Arya dan sang kasir terdiam mendengar per
Adiba baru saja datang dengan mulut yang terus menggerutu. Kebetulan saat itu Lusi sedang ada di dapur, bersiap untuk masak makan malam.Adiba ke dapur dan duduk dengan kasar, membuat Lusi kaget. Sang gadis meraih gelas, menuangkan air dan meneguknya sampai tandas.Lusi terperangah sembari mengerjapkan mata berkali-kali, bingung dengan gelagat Adiba.“Dasar gila! Dia pikir aku perempuan apaan?! Tiba-tiba nyodorin black card. Dikira semua perempuan itu mata duitan? Aku masih bisa cari uang!”“Kamu kenapa, sih? Datang-datang malah marah-marah. Siapa yang kamu maksud?”Adiba berdecak, lalu menyendarkan punggung sembari melihpat tangan di depan dada.“Aku sedang membicarakan si Arya itu.”Lusi membulatkan mata mendengar nama Arya disebutkan.“Hah?! Apa kamu janjian keluar? Atau sengaja nge-date?”“What?!”Adiba sampai menaikkan nada bicaranya, tidak lupa mata juga yang melotot.“Aku nge-date sama dia? Itu hal yang mustahil!”Lusi meggulum senyum melihat reaksi Adiba yang marah, tapi itu m