“Untuk apa aku bohong? Aku tidak berminat menampung pria sampah sepertinya.”Perkataan Lusi begitu menyinggung Mila, seolah dirinya yang menampung sampah.“Kurang ajar! Jangan banyak bicara, kalau kamu tidak memberitahu di mana Mas Raka, aku akan menggeledah rumahmu!”Lusi membulatkan mata. Wanita hamil ini sudah keterlaluan. Dia tidak akan diam begitu saja.“Serius? Kalau begitu bersiaplah kembali ke penjara. Aku sudah bilang, di sini tidak ada Mas Raka. Susah banget sih dibilangin!”Mila tidak mau mendengarkan perkataan Lusi, dia benar-benar hendak menerobos rumah Lusi. Tetapi, digagalkan oleh Adiba.Gadis itu memegangi lengan Mila dengan sangat kencang, sampai sang wanita mundur beberapa langkah.“Heh, gundik sialan! Apa kamu tidak punya telinga? Lusi sudah bilang, suami brengsekmu itu tidak ada di sini!”Adiba berteriak dengan nyaring sampai Lusi dan Mila terdiam. Mereka sama-sama kaget mendengar suara Adiba yang menggelegar, bahkan ada tetangga yang ikut datang.“Lepas!” Mila tam
“M-Mas Raka.”Mila bergumam dengan suara pelan. Wajah yang semula marah tiba-tiba saja berubah pucat. Dia melihat ada kilat amarah di mata sang suami.Sungguh, Mila pikir Raka ada di rumah Lusi. Sebab, kalau bukan karena wanita ini, Raka tidak akan bersikap cuek kepadanya.Raka berjalan pasti, berhenti di depan Mila dengan emosi yang tertahan. Kalau tidak, dia mungkin akan memaki wanita hamil itu sedari tadi.“Apa yang kamu lakukan di sini?!” tanya Raka, suaranya berat. Mila sampai merinding mendengarnya.“Aku ... aku ....”Mila tidak bisa berkata-kata. Dia melihat ke sekeliling. Ada Lusi dan Adiba yang menatapnya sinis dan penuh kebancian.“Heh, Raka! Urus gundik sialanmu ini! Gara-gara dia menerobos rumah ini, kami jadi tontonan dan bahan gunjingan. Lagian, sudah dikasih tahu kalau di sini tidak ada kamu, dia ngeyel dan malah membuat keributan. Wanita tidak tahu diri!”Mila menoleh pada Adiba, sangat kesal dan tak terima dengan semua perkataan gadis itu. Bahkan hampir saja kembali m
“Mas, cinta pertama seorang perempuan adalah ayahnya. Tetapi, kamu sudah menkhianatinya dengan sangat apik. Apa kamu tidak berpikir, bagaimana kehidupan Alia ke depannya?”Tiga orang yang ada di sana terdiam. Terutama Raka. Dia seolah terus dihujami dengan hukuman yang membuat sisi lelakinya terus jatuh.“Apa kamu tidak berpikir kalau nanti Alia tidak mau menikah karena takut nasibnya sepertiku, atau mendapatkan suami seperti ayahnya yang seorang pengkhianat. Apa kamu tidak berpikir sejuah itu saat selingkuh dulu?”Kali ini, sang pria merasa dikuliti habis. Dia malu sekaligus merasa bersalah pada Alia. Tentu saja semua yang dikatakan Lusi ada benarnya juga. Tetapi, semua sudah terjadi. Apa mungkin bisa diperbaiki?“Lus, untuk masalah itu aku memang salah. Aku mencoba menebusnya dengan kembali rujuk denganmu. Tapi, kamu menolaknya, kan?”“Jangan mencari alasan. Kamu kembali kepada kami, itu tidak akan sama lagi. Aku dan Alia berusaha untuk bangkit dan bertahan setelah kekacauan yang ka
Raka membanting pintu rumah Mila saat mereka sudah sampai. Sang wanita hamil sampai menutup telinganya saat melihat perlakuan sang suami. Mila sangat ketakutan melihat reaksi dari Raka.“Memalukan! Kamu membuatku malu di depan orang-orang. Apa yang kamu pikirkan, hah?!”Raka sampai berteriak mengatkan itu semua. Wajahnya memerah, sudah dipastikan emosinya membuncah.Mila ketakutan, tapi dia harus membela diri. Dia punya alasan atas tindakannya itu.“Aku mencarimu ke sana! Kalau saja kamu mengangkat teleponku, pasti tidak akan seperti ini kejadiannya.”“Perkara tidak angkat telepon saja kamu seperti ini? Bagaimana kalau ada kejadian lainnya? Jangan kekanak-kanakan, Mila!”Bahu Mila naik turun. Dia tidak akan terima dengan semua perkataan suaminya. Hal lumrah jika seorang wanita mencari suminya, apalagi ada riwayat selingkuh.“Wajar, Mas! Semua istri akan melakukan hal itu, apalagi kamu pernah selingkuh.”Raka menoleh. Dia berusaha menahan diri untuk tidak menyakiti fisik Mila, bagaiman
Amanda melihat kedatangan Maura dari arah belakang. Wanita itu bahkan memakai pakaian santai, seperti sedang di rumah sendiri.“Heh, bocah! Apa yang kamu lakukan di sini? Harusnya kamu ke sekolah, bukan malah di tempat ini!”Maura tertegun sesaat, memikirkan perihal sekolah. Ya, sudah 2 hari dia tidak sekolah. Itu juga tidak mungkin dilakukan, sebab dirinya malu.Meskipun tidak ada yang tahu perihal kejadian itu, tetapi penangkapan Devan dan sepinya restoran pasti akan diketahui dengan cepat.Dia tidak mau sampai orang di sekolah tahu, apalagi jika geng pembullynya mengetahui pasti akan runyam.“Kenapa diam saja? Kamu pasti sengaja bolos, kan? Aku akan melaporkan pada pihak sekolah kalau kamu bolos.”“Aku tidak takut! Lagian, sebentar lagi aku akan menikah dengan Mas Devan, harusnya kamu yang pergi dari sini. Orang yang tidak diundang dan tidak ada keperluan dilarang masuk ke tempat ini!”Arya dan beberapa karyawan di sana kaget, memandangi Maura dengan tatapan bingung. Wanita itu ber
“Kenapa kamu mengatakan itu, Mas? Kamu merendahkanku?”Devan menyender pada punggung kursi sembari melipat tangan di depan dada.“Tidak, aku hanya mengatakan secara tidak langsung kalau kamu bukan tipeku. Jadi, jangan berharap banyak atau berusaha terlalu keras. Sebab, itu akan percuma.”Amanda terdiam dengan wajah memerah. Ada amarah dan juga kesedihan yang terpancar jelas.“Aku datang ke sini secara baik-baik. Tadinya, berniat untuk membantumu, Mas. Tapi, kamu malah seperti ini.”Devan tertegun mendengar itu. Kata bantuan yang ditawarkan oleh Amanda seperti sebuah secercah harapan yang muncul setelah dia seperti kehilangan arah. Tidak ada yang mau membantunya sampai saat ini.Wajah yang semula jutek langsung berubah melembut, Amanda melihat jelas perubahan itu.“Me-membantuku?”Amanda menganggukkan kepala dengan mantap dan yakin. “Ya, aku akan membantumu keluar dari sini. Tapi, dengan satu syarat.”“Apa?” tanya Devan mulai beratensi.Amanda tersenyum penuh arti. Dia sampai memangku
Bu Sinta memutar otak. Walaupun ada kesedihan dan kegundahan, tapi dia harus tenang menghadapi situasi saat ini. Sebab, kalau Raka benar-benar meninggalkannya, bagaimana dengan kehidupan Bu Sinta nanti? Wanita paruh baya itu duduk dengan perasaan campur aduk. Sampai saat ini, pikiran masih buntu. Belum menemukan jalan keluar yang bisa membuatnya bisa menemukan keberadaan Raka. “Tidak, aku tidak bisa diam saja. Bagaimanapun aku harus menemukan Raka. Dia tidak boleh membiarkan aku sendiri seperti ini.” Bu Sinta bermonolog sendiri. dia seperti orang yang bertekad yang berusaha mencari jalan keluar di tempat buntu. Hingga satu pikiran pun terlintas di benak. Dia malah teringat tentang Winda. Dari semua wanita yang mengejar Raka, hanya Winda yang bisa dimanfaatkan. “Benar, hanya wanita itu yang bisa dimanfaatkan.” Dia mengusap jejak udara mata sambil berdiri. Dengan keyakin penuh pergi untuk bertemu dengan Winda. Biarlah, dia mengemis untuk meminta bantuan agar bisa mencari Raka. Tin
Sesaat Winda hampir saja terhasut. Meskipun hatinya mulai luluh. Tetapi, dia akan pastikan dulu jika wanita paruh baya ini tidak sedang memanfaatkannya."Tante, ngomong kaya gini biar bisa manfaatin aku lagi, kan?"Bu Sinta tersentak, tetapi dengan cepat bisa menguasai diri. Dalam hati bertanya-tanya. Kenapa Winda sekarang malah sulit dipengaruhi. Padahal, dirinya sudah berakting sedih sebaik mungkin.Namun, sang wanita paruh baya hanya diam. Sekali lagi, dia tidak bisa menyerah begitu saja."Kalau aku manfaatin kamu, aku tidak akan memohon seperti ini, Winda. Gini deh, aku ke sini mau kita kerja sama."Winda menautkan kedua alisnya, tak paham. "Maksud, Tante?""Aku tidak mau Raka dengan Mila. Walaupun dia sudah kaya, tapi aku yakin Mila bukan wanita baik untuk Raka. Lalu, kamu mau kehilangan Raka begitu saja?"Wajah Winda langsung berubah. Tentu saja dia tidak mau. Tetapi, kalau calon mertuanya seperti Bu Sinta, pasti dia akan menderita."Tidak, Tante.""Kalau begitu, ayo kita kerja