Jiaaaaa!!!
“Tuan Aslan, anda baik sekali. Ada telah menyelamatkan dua orang sampah ini dari rasa malu. Mereka benar-benar beruntung karena anda datang di waktu yang tepat,” ucap salah seorang security. “Itu adalah tugas seorang manusia yang lebih kuat untuk menolong manusia lain yang lebih lemah. Bukan justru menghinakan dan merendahkan orang lain.” Elegan! Cara Aslan ‘menampar’ perasaan Fattan sangat-sangat elegan. Dia menyindir apa yang selama ini Fattan lakukan padaku. Sekarang, ketika mata tombak kehidupan mengarah ke wajah Fattan, ternyata Aslan tidak ‘mendorongnya’ untuk membunuh harga diri Fattan. Dia meminta Fattan untuk ‘menancapkan’ sendiri rasa sakit itu di hatinya. Aku melihat Fattan mendekati Aslan. Matanya begitu tajam seolah bersiap membunuh pria yang baru saja membayar tagihan makan siangnya. Wajah keduanya bertemu dengan jarak satu jengkal saja. Fattan dipenuhi kemarahan yang ingin segera dilampiaskan. Sayangnya, dia sedang berhadapan dengan malaikat yang menolongnya dari huku
“Kenyataannya begitu kan? Saat kau menjadi istriku, kau sudah tinggal di rumah pria ini.” Aku mendekat dan berdiri berhadapan dengan Fattan. Meski pun Aslan dan Kalila tetap berdiri di tempat mereka masing-masing, tapi aku tahu sebenarnya mereka sedang mengawasi kami. Mereka bersiaga untuk semua kemungkinan yang terjadi. Mataku menatap Fattan dengan berani. Keberanian yang beum pernah sekali pun kuperlihatkan langsung di hadapannya. Wajah yang selama ini arogan dan memandangku sebelah mata itu pun mendadak berubah. Dia terlihat surut dan mereda. “Aku tidak mengerti bagaimana kau bisa berpikir dengan cara yang terbalik seperti ini. Kita semua tahu, bahwa Aslan adalah orang yang menolongku dan Anaya. Jika bukan karena Aslan, mungkin saat ini aku dan Anaya sudah menjadi gembel di jalanan.” “Itu adalah keputusanmu. Aku tidak pernah memintamu pergi dari rumahku.” Aslan mendekat dan berdiri di sebelahku. Kami berhadapan dengan Fattan. Secara spontan Kalila pun bergeser dan berdiri di se
“Kita pasti akan menemukan siapa pelakunya. Tidak ada transaksi keuangan yang bisa disembunyikan di jaman ini. Semua yang terjadi secara digital pasti bisa ditemukan.” “Masalahnya, kita tidak punya akses untuk menemukan. Semua transaksi itu tersimpan di bank. Mereka pasti menutup akses engan sempurna.” Asaln tersenyum, “Dengan uang, sistem pun akan bekerja untukmu. Kau sudah membuktikan dengan semua informasi El Khairi yang kuberikan padamu bukan? Ayo, sudah waktunya pulang. Anaya pasti ingin beristirahat.” Aslan mengantar kami ke apartement. Mobil miliknya mengikuti dari belakang dikendarai seoang supir. Kulirik jam di tangan, masih pukul tiga sore. Sebenarnya aku masih ingin ke kantor untuk mencari tahu apa yang Yuda temukan. Tapi, melihat wajah Anaya yang kelelahan, aku berpikir untuk menunda semuanya sampai besok. Setelah aku dan Anaya tba di apartement, Aslan berpindah ke mobilnya dan kembali ke Abdurrahman Company. Sikap Aslan dalam melindungi aku dan Anaya, kadang membuatku
“Kak Zahra, kau masih ingat untuk menghubungiku?” “Tentu saja, Adina. Aku adalah kakakmu. Bagaimana mungkin kita melupakan hubungan yang sudah berlangsung selama puluhan tahun. Aku bahkan lupa bahwa kau bukan saudara kandungku.” “Ini terdengar lucu, Kak. Apakah kau tidak pernah memikirkan hal itu ketika kau sedang berkonspirasi dengan Fattan untuk menjatuhkanku?” “Ini tidak seperti yang kau pikirkan Adina. Aku tidak mungkin melakukan hal sejahat itu.” “Oh, ya? Lalu?” Semua penjahat yang tertangkap pasti mengatakan hal yang sama bukan? Mereka tidak berniat jahat hanya terjebak dalam situasi. Lalu membuat mereka ingin melakukan lebih banyak dan mengambil lebih banyak. Alasan klasik yang tidak mungkin bisa dipercaya tapi tetap saja mereka katakan. Apakah hari ini Kak Zahra masih berpikir aku sebodoh yang dulu? Setelah semua yang dilihat di depan matanya, apakah dia masih berpikir untuk menghubungiku dan melakukan manipulasi agar aku percaya? Sebuah tindakan konyol yang terlalu beran
Inilah yang membuatku tidak berhenti mempercayai Aslan. Seorang gadis yang dikirimkannya kemarin, telah bekerja secepat kilat. Setelah instruksi yang kuberikan kemarin. Pagi ini saat aku membuka mata, aku melihat barisan laporan di ponselku. Ternyata Kak Zahra menderita sakit jantung akut. Keuangan perusahaan mereka sudah di bawah garis minus. Itu sebabnya mereka tampak sangat kacau. Setelah Fattan tidak bisa membayar bill restaurant, sekarang Kak Zahra terancam tidak bisa meneruskan pengobatan. Jika aku membantu mereka begitu saja, bukankah ini akan menjadi anti klimaks semua yang telah kulakukan. Rasanya itu seperti menunjukkan kelemahanku sendiri. Aku memutuskan untuk menelpon Kak Zahra. “Adina, akhirnya kau menghubungiku.” “Aku menawarkan sebuah negosiasi. Jika kalian setuju, maka mintalah suamimu dan Kalila datang ke kantor El Khairi pagi ini.” “Negosiasi seperti apa?” “Aku ingin melihat kedua orang yang kau sayangi itu memohon padaku untuk pengobatanmu. Aku akan menjamin pe
“Kalian tahu bahwa di dunia ini tidak ada sesuatu yang gratis. Maka, atas bantuan yang aku berikan juga ada harga yang harus dibayar.” Aku diam membiarkan Kalila dan Hisyam menunggu. Wajah mereka terlihat tegang. Tangan Kalila bergerak gelisah meremas tangan yang lain untuk meredakan kegugupannya. Sementara Hisyam melihatku dengan tatapan memohon ampunan. Syarat yang akan kuajukan seolah menjadi hukuman bagi mereka. Ketakutan yang cukup beralasan mengingat apa yang pernah mereka lakukan padaku. Sekarang ‘bola’ ada di tanganku. Mereka tahu persis bahwa aku akan menggunakan satu per satu ‘peluru’ yang kumiliki untuk membalas sakit hatiku. “Syarat ini tidak sulit. Kalian hanya perlu bersedia untuk melakukannya.” “Katakan!” ucap Kalila dengan nada angkuh. Cara bicara yang digunakan untuk menutupi kekhawatirannya. Gadis ini sepertinya belum mengerti bahwa nasib mereka sedang berada di ujung tanduk. “Salah satu dari kalian, kau atau Fattan, harus bekerja selama tiga bulan di kantorku se
“Perempuan sombong! Kau akan membayar semua kesombonganmu itu nanti!” teriak Kalila. “Oh, ya? Aku sekarang hanya sedang mengembalikan apa yang pernah kalian berikan padaku dulu. Inilah yang disebut pelunasan Kalila. Jika saja dari awal kalian tahu bahwa pembalasan akan lebih menyakitkan dari apa pun juga.” Mataku terasa panas. Aku yakin saat ini matau pasti merah menyala karena amarah. Hisyam yang biasanya begitu berani pun akhirnya hanya bisa diam tanpa kata karena melihat kemarahanku. Mereka memang sednag tidak berdaya. Mereka nyaris tanpa pilihan. Saat ini di mata kolega dan para mitra bisnisnya, Hisyam Company dan Salama Company berada di bawah minus untuk bisa dipercaya. Fattan bukan pengusaha yang memiliki hubungan baik secara pribadi dengan para kolega. Jangankan untuk meminjam uang, bahkan untuk menampakkan wajah di depan mitra bisnisnya pun saat ini pasti Hisyam dan Fattan sudah tidak mampu. Dua perusahaan itu hanya menunggu waktu untuk dinyatakan pailit dan dilelang. “Ay
“Suruh security mengantar dia masuk ke ruanganku. Dari lift pekerja, bukan lift VVIP.” “Baik, Nyonya.” Setelah meletakkan gagang telepon ke tempatnya., aku tersenyum tipis sambil menatap bayanganku di kaca meja. Aku nyaris tidak mengenali wanita itu. Wanita yang ada di dalam bayangan itu, adalah wanita kejam tanpa hati dan perasaan. Wanita yang siap membantai mereka yang pernah menyakitinya. Tenggorokanku terasa kering dan hatiku bergemuruh. Betapa dia yang sesaat lagi akan masuk ke ruangan ini adalah pria yang perah kucintai. Pria yang pernah menjadi pujaan hati. Di mana aku bertahun-tahun mengabdikan diriku padanya. Dia yang kupuja bagai raja dan menjadi segalanya. “Nyonya, apa anda baik-baik saja?” Suara Yuda memecah lamunanku. “Staff yang kita tunggu sudah datang. Silahkan kau sambut dia. Berikan dia seragam dan lakukan semua yang aku perintahkan.” Yuda mengerutkan kening. Belum sempat dia bertanya, Vivian membuka pintu dan masuk ke ruanganku. “Ada Tuan Fattan di luar ruanga