Share

Tak Tahu Diri

Lala terus berjalan dengan langkah gusar. Tiba –tiba saja, kelegaan yang ia rasakan kemarin saat Sultan mengatakan akan resmi bercerai dalam waktu dekat, berubah jadi kekecewaan berat. Semua itu hanya harapan palsu yang Sultan berikan padanya untuk menghiasi malam-malam indah mereka.

“Eh, itu Lala bukan, sih?” tanya salah seorang pengunjung yang tengah berdiri di lobi bersama seseorang di sampingnya.

“Lala? Siapa?”

“Selingkuhan si Sultan yang terkenal itu!”

“Oh si konten creator yang sering posting foto harmonis keluarganya?”

“Hem, ya. Ngapain pelakor ke sini? Periksa hamil?” ceplosnya lagi.

Lala mendengar itu saat lewat. Buru-buru ia menutup kepala dengan hodie yang dikenakan dan memasang masker. Ia membukanya tadi agar bisa puas berteriak ke pada Sultan dan istri pertamanya yang telah membuat perempuan berpenampilan ala Korea itu marah. Saking jengkel, ia sampai tak sadar ada banyak mata mengawasi.

Dia lupa bahwa wajahnya sudah tersebar gara-gara seorang netizen memposting di wall Ririn. Itu kenapa sebagian dari pengguna medsos yang kepoan itu, mengejar akun-akun yang terindikasi milik Lala. Sehingga akunnya yang epick pun diserang netizen dari seantero negeri. Mereka memiliki satu perasaan dan menjadikan pelakor sebagai musuh bersama.

“CKck, dasar lakor!” maki seseorang yang tak sengaja menabraknya. Orang itu sama dengan yang lain memperhatikan keberadaan Salsa yang mulai jadi pusat perhatian saat ke luar dari lorong dengan bersungut-sungut tadi.

Hati Lala terermas nyeri mendengar umpatan yang disematkan sebagai panggilan buruk untuknya itu. Kenapa dia ikut dihujat melebihi Sultan? Padahal menurutnya, Sultanlah yang salah karena memperdayanya. Mulai duluan menggoda Salsa, hingga dia yang masih gadis tak bisa menahan gejolak nafsu karena pria tampan beristri dan beranak tiga itu menyogok dengan segala hal untuk mendapatkan perhatian.

Memberikan bonus gaji, mengunjungi keluarga Lala sampai membelikan banyak hadiah untuknya. Wanita mana yang tak akan goyah dengan itu. Perlahan tapi pasti, cintanya ke pada Sultan semakin menderu. Dengan kemarahan dan rasa malunya sekaligus atas sikap orang-orang yang tidak dikenalnya, wanita itu pun memberanikan diri bicara.

Setelah dimaki sebagai pelakor, Lala akhirnya tak tahan. Dihentikan langkahnya. Lalu melepas hodie dan berdiri menatap semua orang di lobi yang tengah mengarahkan pandangan ke padanya dengan berani.

“Apa? Kenapa? Apa salahku pada kalian sampai kalian ikut membenci dan menghinaku?!” teriaknya dengan napas naik turun lantaran dikuasai amarah.

Orang-orang menatap konyol ke pada Lala. Bisa-bisanya pelakor yang jelas-jelas melakukan kesalahan, berani dan masih punya tampang untuk menghadapi mereka. Benar-benar muka tembok dan tak tahu diri!

“Kenapa? Kenapa aku harus ikut kalian hujat dan benci?! Padahal, pihak laki-laki yang mendekati duluan. Jadi salahku di mana?” tanyanya tak terima. Membela dari dari tatapan jahat dan mulut-mulut busuk hater yang mengomentari kehidupan pribadinya.

Orang-orang geleng-geleng menanggapi kelakuan wanita yang sudah mendapat stempel perebut suami orang tersebut. Mereka yang sempat berhenti karena ingin tahu apa yang akan wanita itu katakan sempat menghentikan langkah dan terdiam. Bahkan ada yang diam-diam merekam kelakuan memalukan yang Lala lakukan itu.

“Sudah bubar, bubar. Nggak penting ngurusin betina nyasar. Memangnya kalian mau kenalan terus suami kalian juga diganjenin sama dia?” ketus salah seorang ibu-ibu yang tengah menggendong anaknya.

Mendengar itu, air mata Lala jatuh meski ia mampu memberikan lirikan tajam ke pada orang yang bicara jahat itu. Orang-orang di sekitar pun perlahan-lahan menjauh.

“Hem, pantas dihujat. Ternyata emang gak tau diri.” Orang-orang itu berjalan dan sengaja menyindir saat mereka sudah dekat melewati wanita ayu itu.

“Huuuu ….!” Sebagian lain menimpali.

Bahkan saking ada yang kesalnya, seorang wanita menyenggol tubuh Lala yang membeku di antara orang-orang. Sakit hati membuatnya melupakan rasa malu berada di depan banyak orang.

“Auh.” Lala mengaduh, kala tubuhnya oleng dan jatuh. Ia mulai terisak. Namun, taka da sesiapa pun yang iba dan berusaha menolongnya. Hanya ada cibiran dan senyum konyol kala mereka melewatinya.

____________________________

"Saya cari ke mana-mana. Ibu masih di sini. Anak Ibu tiba-tiba kritis! Dokter meminta Ibu melihatnya sekarang," ucapnya dengan nada panik pula. Sesuatu yang tiba-tiba memacu jantung Ririn berdegup lebih kencang, sangat kencang.

Melihat kehadiran seseorang, Sultan lekas menutupi wajahnya dengan masker lagi. Dan membenarkan posisi topi. Ia tak mau kalau orang lain yang mengenalinya memulai berita dan menjadi bahan bullyan baru untuknya dan sang istri muda. Kasian Lala, banyak kesulitan yang sudah ia lalui demi bisa bersama Sultan, begitu pikirnya.

“Ya Rabb aku takut .....” Sementara itu, di pikiran Ririn hanya dipenuhi oleh anaknya.

"Afif!" seru Ririn, seiring kakinya yang sudah mengayun cepat meninggalkan lorong sepi di mana dia dan Sultan saling bicara.

Melihat Ririn yang berlari menjauh, Sultan pun mengikuti tanpa komando.

“Sus, apa yang terjadi?” tanyanya di sela langkah beriringan dengan wanita gesit yang berusia kisaran 25 tahun di sampingnya. Wanita itu adalah perawat yang bertanggung jawab atas pasien bernama Afif yang tak lain adalah anak Sultan juga.

“Ehm, maaf Bapak ini siapanya?” tanya suster tersebut.

“Saya ayahnya.”

“Oh.” Suster manggut-manggut. “Bapak Sultan Dewangga?” sambungnya ingin memastikan.

“Ah, ya.” Sultan menyahut canggung.

“Seharusnya Bapak menungguinya. Dia terus memanggil Bapak dari semalam. Maaf kalau saya lancang. Tapi apa pun yang menyangkut kesehatan pasien juga merupakan tanggung jawab saya.” Wanita itu kini bicara seperti sedang mengomel.

“Ya.” Sultan sadar diri.

Sampai di lobi. Langkah cepatnya berhenti, saat melihat Lala berdiri dan tak lama dijatuhkan seseorang yang tampak sengaja menyenggolnya.

“Lala!”

Suara keras Sultan membuat Ririn yang belum jauh ada di depannya menghentikan langkah dan menoleh sesaat. Begitu mendapati Sultan ia pun mengikuti arah pandangan pria itu, dan melihat sosok Lala di sana. Tak lama pria itu bergerak ke arah betina yang sudah menghancurkan rumah tangga mereka.

Lagi, hatinya teremas sakit. Melihat bagaimana Sultan lebih memilih menolong Lala yang masih sehat bugar, dibanding anak mereka yang tengah sekarat.

Ririn menggeleng. Tangannya terkepal karena emosi. “Tidak, ini bukan saatnya!”

Ia memilih tak peduli dan kembali berlari menuju kamar putra sulungnya dirawat.

Bersambung …..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status