Home / Romansa / Kubalas Madu dengan Manisnya Madu / Sakit paska operasi dan sakit hati

Share

Kubalas Madu dengan Manisnya Madu
Kubalas Madu dengan Manisnya Madu
Author: Pipit Aisyafa

Sakit paska operasi dan sakit hati

Author: Pipit Aisyafa
last update Last Updated: 2021-12-04 11:17:45

"Di-dia siapa, Bi?" tanyaku pada suamiku dengan terbata. Wanita dengan gamis panjang tapi tanpa nibar. Dia tersenyum manis padaku mengenalkan dirinya yang bernama Ratini. 

"Dia itu yang pernah Abi ceritakan, Mi. Bukankah Umi sudah setuju Abi nikah lagi?" jawaban enteng dari Abi membuat perih luka ini. 

Aku tak menyangka bakal secepat ini, terlebih saat ini aku baru saja melahirkan anak pertama kami, lima hari yang lalu. 

"Dia akan membantu Umi mengurus dedek bayi kita, juga mengurus Abi. Jadi biar lebih cepat, besok Abi akan menikah dengannya. Makanya malam ini Abi bawa dia kesini, karena pernikahannya kita adakan di sini agar Umi juga ikut menyaksikan!" 

Perih! Rasa hati ini begitu perih, bahkan luka caesar saja belum benar-benar kering, berjalan masih dibantu Mbok Sumi, ART yang juga menjabat sebagai dukun bayi. 

Aku tak dapat lagi berkata, bahkan air mata pun telah kering karena sakitnya yang begitu tiba-tiba. Memang Mas Usman pernah bilang akan menikah lagi, tapi... Aku pikir tak secepat ini, kupikir nanti ketika aku telah sedikit lemah karena menua. 

"Loh, Cah ayu. Kok nangis?" tanya Mbok Sumi ketika masuk kekamarku untuk memandikan Arjuna--bayiku.

"Nggak baik habis melahirkan menangis, terlebih Cah Ayu lahiran lewat caesar, bisa-bisa lukanya nggak cepat kering loh!" lagi, Mbok Sumi berkata. Tak kuindahkan sedikitpun ucapannya. 

"Udah toh, Diem, Cah Ayu! Eman-eman Ayumu nggo nangis koyo ngono!"

"Sakit, Mbok! Sakit... "

"Mana yang sakit, Cah Ayu?" Mbok Sumi meraba bagian tubuhku. 

"Di sini, Mbok!" aku menunjuk pada hatiku, ngilu sekali hati ini. 

"Aduh!" seketika aku merasakan bekas jahitan operasiku berdenyut nyeri, saat kupegangi terlihat basah. 

"Darah!" Aku dan Mbok Sumi sama-sama berkata. 

"Ya Allah, Cah Ayu!" Bik Sumi berteriak, rasa sakit di bagian itu kian bertambah. Aku semakin pusing dan berat. Rasanya pandangan mulai kabur, bumi perputar, aku tak tahan sekali, semakin gelap dan gelap hingga akhirnya aku tak ingat apa-apa lagi. 

****

Nitt... Nitt... Nitt.... 

Terdengar berbagai alat nyaring ditelingaku, mataku ingin terbuka tapi rasanya susah sekali, lengket seperti lem. 

"Dokter, lihat ini!" entah suara siapa aku sendiri tak mengenalinya, deru langkah sepatu mendekat. 

"Dia tadi bergerak, Dok." 

Ada sesuatu dingin menempel di dadaku. 

"Alhamdulilahhh... Setelah tiga minggu akhirnya bisa melewati masa kritisnya." 

"Iya, Dok!"

"Nanti kabari keluarganya, ini kabar yang baik!"

"Baik, Dok!"

Tiga minggu, aku terbaring tak berdaya selama tiga minggu? Aku tak habis pikir, aku kira hanya pingsan beberapa saat. Teringat jelas tentang kejadian. 

"Apakah Abi membatalkan pernikahannya karena aku koma?" pikiran itu berkecambuk dalam hati. 

Jika benar Abi membatalkan pernikahannya, aku sangat bersyukur telah melewati masa koma ini. Setidaknya dengan koma aku tak jadi di madu. 

Pintu dibuka, terdengar langkah kaki masuk kedalam ruangan. 

"Alhamdulilahh... Akhirnya Salma bisa melewati masa kritisnya ya, Dek! Semoga ia secepatnya sadar." suara yang sangat aku hafal. Ya itu suara Abi, tapi... Siapa yang ia panggil Dek! 

Aku sengaja tak ingin membuka mata, biar mereka tahu kalau kondisiku sudah normal tapi tak tahu kalau aku bisa mendengar dan sadar. 

"Iya, Bi. Semoga Mbak Salma cepat sadar dan sehat kembali hingga kita bisa pergi honeymoon ke Raja Ampat. Udah tiga minggu honeymoon kita ketunda!"

Jederrr! 

Jadi saat aku terbaring koma, Abi tak membatalkan rencana pernikahannya itu! Sungguh, sangata keterlaluan mereka, di saat aku meregang nyawa mereka malah melaksanakan hari bahagia! Ya Allah... Kenapa tak kau cabut saja nyawaku waktu itu! 

Sekuat tenaga aku tahan agar sampai aku mengeluarkan air mata. Hatiku kelu, menahan gejolak sakitnya belati menikam hati menoreh luka semakin dalam. Setelah kurasa mereka keluar akhirnya aku tumpahkan sesaknya dada, aku menangis dalam ranjang rumah sakit. 

Segera aku berhenti dan menghapus air mataku. Aku tak boleh selemah ini! Kamu punya Juna yang masih butuh sosok Ibu. Aku harus berlapang dada menerima semua ini tapi... Aku pastikan kalau aku akan membuat dia merasakan apa yang aku rasa. Lihatlah, maduku, akan kuberikan manisnya madu untukmu tanpa terkecuali, seperti apa yang telah kamu lakukan terhadapku. 

❤❤❤

Beberapa bulan kemudian

"Bi, lihat ini!" kutunjukan gadis cantik yang kukenal, dia adalah sepupu temanku. Masih muda umurnya baru sekitar 16 tahun. 

"Iya, Umi. Kenapa?" tanya Abi yang masih terlihat memegang gadget-nya. 

"Abi nggak ingin nikah lagi?" tanyaku dengan mata menyempit. 

Seketika Abi menatapku dalam, seolah sedang mencari seongok keyakinan bahwa apa yang aku katakan tidaklah main-main. 

"Abi takut tak bisa adil kalau nambah istri lagi, Umi. Sedangkan ini saja Umi dan Dek Ratini masih sering belum adil!" jawab Abi, tapi aku yakin dia hanya butuh sedikit paksaan. 

"Kata siapa Abi belum bisa adil? Abi sudah adil kok, cuma kan kalau masalah nafkah batin memang kemauan Umi yang belum siap di sentuh Abi!" 

Aku memang belum melayani Abi di ranjang kembali, bukan apa? Aku sudah merasa hilang nafsu dalam melayani suamiku saat aku tahu mereka menikah di saat aku kritis. Tak bisa kah Abi menundanya sebentar saja menunggu aku siuman, bahkan dia tak mengulurnya satu haripun! Itulah yang membuat aku muak padanya untuk melayani urusan itu. Hatiku telah mati dan beku! 

"Bi, Umi lihat akhir-akhir ini kan Dik Ratini sakit-sakitan, sedangkan Umi tak bisa menunaikan tugas Umi karena masih trauma atas bekas operasi yang membuat Umi koma selama tiga minggu, jadi... "

"Tapi Dek Ratini kan sakit karena sedang mengandung, Mi."

"Iya Umi tahu, Bi. Tapi Umi lihat dia itu ngidamnya aneh! Nggak mau bau keringat Abi, iya kan? Abi kuat nunggu sampai lahiran! Nggak kan, ya udah sekarang Abi nikahi saja dia. Dia wanita sholehah loh, Bi. Umi mengenalnya."

Akhirnya dengan pelan Abi mengganguk. Yes! Akhirnya pembalasan akan di mulai. 

"Abi izin dulu tapi sama Dek Ratini, Ya?"

Aku mengangguk setuju dan tersenyum senang penuh kemenangan, ini saatnya kamu merasakan apa yang kurasa. Tinggal aku mengatur Nita untuk menjadi bonekaku. 

~~~•

Comments (2)
goodnovel comment avatar
for you
kasih madu yg banyak biar abi mu mati di atas ranjang ...
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
kmu minta talak aja k Abi biar istti yg ketiga membalas dendam mu ke suami dn s pelakor itu dn biar istri k dua nya itu merasakan gimana suami nya d ambil perempuan lain ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Menjemput calon madu

    "Bi, bagaimana? Sudah izin Dik Ratini kah?" tanyaku saat sarapan bertiga, Mbok Sumi masih mondar mandir untuk menyiapkan makanan.Terlihat wajah penasaran Ratini atas apa yang aku katakan kentara."Maaf, Umi. Belum," jawab Abi pelan."Kenapa? Abi takut, apa perlu Umi yang bicara dengan Dik Ratini!"Abi terdiam mungkin dia berat ataupun takut, aku tersemyum sinis, dalam hati kenapa dulu Abi tak takut mengatakan untuk poligami padaku bahkan membawanya kemari saat aku baru saja melahirkan!"Ada apa ini? Ada apa, Umi?" tanya Ratini penasaran. Aku tak segera menjawab."Mbok, mana nasi gorengku?" tanyaku pada Mbok Sumi. Dia bergegas kebelakang dan mengambilkan apa permintaanku."Monggo, Cah Ayu!" Mbok Sumi menghidangkan satu piring penuh nasi goreng yang masih panas. Aromanya pun langsung merebak memenuhi ruangan.&

    Last Updated : 2021-12-04
  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Hati yang kelu

    "Pagi, Abi... " sapaku ketika berada di meja makan, dia tengah sibuk mengembil roti dengan selai coklat tanpa duduk."Pagi," jawabnya singkat sambil terus mengoleskan roti.Aku mengambil tempat duduk, "Abi mau sarapan di jalan?" tanyaku melihat dia yang tengah sibuk tanpa duduk, tak biasanya."Nggak kok, Mi. Ini Abi ambilkan buat Adek, dia ngga mau turun, mau makan di kamar saja katanya.""Owalah, kok Abi nggak ngomong. Sini biar Umi ambilin, Abi kan mesti siap-siap. Kenapa juga masih merepotkan Abi?""Nggak papa, Umi. Biar Abi saja!""Abi yakin? Nanti kalau Abi yang ngantar malah nggak jadi makan lagi karena bau keringat Abi!"Sejenak Abi mencium kanan kiri tubuhnya, wangi sih aroma tubuh Abi, tapi entah kenapa dia akan mual bila berdekatan dengan Suaminya itu! Mungkin itu hukuman atas apa yang telah ia perbuat. Akhirny

    Last Updated : 2021-12-04
  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Pulang kampung

    "Kok... Kok, Abi nggak ngomong sama Adek dari kemarin?" protes Ratini.Aku hanya tersenyum, berbeda dengan Abi yang sedikit gelagapan. Aku duduk di tepi ranjang, tepat si sebelah kaki Ratini. Kupijit pelan kakinya."Sebenarnya aku sudah suruh Abi bilang dari kemarin, waktu aku tanya itu loh!" ucapku. Ratini terlihat mengangguk."Ih! Abi, kenapa nggak bilang dari kemarin? Terus Abi mau keluar kota berapa hari?" tanyanya lagi.Abi hanya menggaruk kepala."Kan tadi pagi, Umi juga sudah bilang! Kalau Abi itu sibuk. Ya kan, Bi?""I-Iya, Umi. Maafkan Abi ya, Dik!" ucap Abi."Ya udah kalau gitu Umi berangkat dulu ya," pamitku."Abi nganter Umi sebentar!" pamit Abi pada Ratini.Dia seketika mengekor di belakangku. Hingga sampai kedepan.&n

    Last Updated : 2021-12-04
  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Kerumah Nita

    "Ya udah, Nduk! Kita selesaikan masak dulu, masih ada waktu untuk kita ngobrol!" Ami berkata setelah melepas pelukannya dan menghapus airmata.Aku mengangguk dan tersenyum, bagaimanapun dia wanita yang telah menguatkanku selama ini, menjadi pribadi yang tangguh walau belum setangguh para wanita rosulluloh.Kami berdua menikmati masak bersama, hal yang kurindukan beberapa tahun belakangan ini. Yah... Aku sangat merindukan bau asap kompor dan masakanku sendiri. Di rumah Abi, jangankan mau masak, pergi kedapur saja di larang oleh Mbok Sumi dan di protes oleh Abi."Umi... Ngapain kamu kedapur? Tugas Umi itu melayani Abi di kasur." Kata itulah yang selalu ia katakan ketika aku izin untuk kedapur membantu Mbok Sumi. Abi memperlakukanku bak permaisuri, begitu memanjakan apa keinginanku bahkan sampai saat ini. Hanya saja hatiku sudah kelu ketika harus di madu pasca melahirkan."Ayo, Nduk. M

    Last Updated : 2021-12-04
  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Makin dendam

    Sampai rumah Ami hari sudah malam, aku merasa benar-benar letih dan langsung membersihkan diri. Kemudian tidur, bahkan Ami membuatkan wedang jahe saja lupa kumunim hingga pagi menjelang."Assalamualaikum, Abi," sapaku lewat seberang telfon."Waalaikumsalam, Gimana Umi. Apa Abah dan Ami sehat?" tanya Abi."Alhamdulilahh, mereka sehat, Bi. Abi ngga ada masalah kan?" tanyaku."Ngga ada Umi, selesaikan dulu urusanmu, lancar kan tanpa kendali? ""Alhamdulilahh lancar, Abi. Semua bisa Umi atasi. Sore ini Umi pulang."Kudengar dari sebrang sana bagaimana Ratini dengan suara manja, seolah menunjukan bahwa dia begitu romantis ketika tak ada aku di sana. Bahkan kudengar dia juga meminta secepatnya untuk menyelesaikan telfonnya."Abi, Umi mau bicara penting. Apa Abi bisa menjauh dulu dari Dik Ratini!

    Last Updated : 2021-12-04
  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Berlian dan Kaca

    Kuberanjak masuk kedalam rumah, di depan tangga Ratini masih berdiri disana."Kenapa, Dik! Ada yang bisa aku bantu?" tanyaku ketika di depannya. Dengan santai ia melipat tangan diatas perut."Aku mau jalan-jalan, Mbak. Antar aku ya, sekalian kita shoping! Bukankah keuangan Mbak yang pegang?" tanpa Basa-basi dia meminta.Memang keuangan rumah ini aku yang handle, Abi mempercayakan semuanya padaku atas apa yang keluar masuk tentang uang dari rumah ini."Ini semua tugas Umi, sekalian biar Umi punya kesibukan. Walau itu hanya menghitung pengeluaran dan pemasukan dirumah ini." itulah kata-kata Abi dulu."Tapi, Bi... Aku takut tak amanah!" protesku.Dengan mengusap lembut mayangku yang tak tertutup jilbab karena posisi di kamar bersama Abi, "Aku yakin Umi sangat amanah dan tak kuragukan lagi tentang itu! Abi percaya seratus perse

    Last Updated : 2021-12-04
  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Menuruti keinginan

    "Apa kamu bilang!" Ratini mendekat kearah Ratna, membuat otomatis Ratna bersembunyi di belakangku."Udah-udah!" perintahku pada Ratini yang tengah ingin mengapai Ratna. Rasanya malu sekali banyak mata tertuju pada kami."Awas kamu ya! Kusuruh Abi biar menghajarmu sekalian berhenti langganan loundry ditempatmu!" Ratini masih mengomel, tak perdulikan puluhan pasang mata menatapnya. Segera aku gandeng dia dan secepatnya pergi dari tempat itu."Lepasin, Mbak! Sakit kali tanganku." rintih Ratini ketika sudah agak jauh dari tempat itu."Kamu ini apa-apaan, Dek!" tanyaku menatapnya, "Kalau sampai ada yang video-in peristiwa tadi, apa mau di kata sama Abi! Bikin malu saja!""Tapi, Mbak! Semua karena ulah dia duluan yang mulai, bilang aku hanya pecahan kaca! Emang mukaku seperti itu!"Aku berusaha mengosok pungung Ratini agar sedikit tena

    Last Updated : 2021-12-04
  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Panti asuhan

    "Mbak... Kenapa ya Abi susah sekali di hubungi?" Ratini mendekat kearah di mana aku duduk. Dengan kepala masih tertutup handuk."Kamu ini, Abi kan berangkat untuk urusan bisnis. Kali aja lagi rapat atau apalah! Udahlah ngga usah ganggu konsentrasi Abi. Toh di sini kamu nyaman dan tak kekurangan suatu apapun!" cetusku."Tapi kan aku kepengen VC, Mbak. Nunjukin kalau aku sedang berusaha cantik untuknya nanti ketika pulang!""Ya udah dari pada VC mending cantikmu itu untuk surprise saja! Bagaimana?" ucapku meyakinkannya, "Kalau kamu foto atau VC sama Abi berarti nanti Abi pulang nggak terkejut dong!"Kali ini kutatap tajam manik Ratini, dia berfikir sejenak, kemudian mengangguk setuju dan tersenyum."Benar juga ya, Mbak! Ya udah deh aku kembali lagi untuk melanjutkan perawatan." dia kembali berdiri dan melangkah pergi meninggalkanku. Aku menggeleng kepala.&nb

    Last Updated : 2021-12-04

Latest chapter

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Akhir cerita (Tamat)

    Kami melangkah menuju mushala rumah sakit, Umi Sepuh terus saja mengandeng tanganku tanpa terlepas."Kita akan berdo'a disana, meminta pada sang pencipta agar Usman baik-baik saja!" Umi Sepuh berkata yang aku jawab dengan anggukan saja.Setelah salat dan berdo'a, Umi Sepuh membalikan badannya. Dia menatapku sendu."Apa kamu menyesal telah menikah dengan anakku, Sal?" tanya Umi Sepuh tiba-tiba.Aku menggelengkan kepala, "tidak sama sekali, Umi. Salma yakin semua yang terjadi pada Salma adalah garis tuhan yang telah tertuliskan bahkan sebelum Salma lahir.""Selama ini Usman tak pernah memberimu kebahagian, mungkin semua inilah karmanya. Aku sendiri begitu sedih dengan semua ini, apalagi kamu yang telah tersakiti.""Sedih itu manusiawi, Umi. Namun bukan berarti menyesal dan merutuki nasib. Salma ikhlas menjalani semua ini."

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Hasil akhir

    Abi berhenti sejenak, melihat di mana tengah berdiri Ratini dan Hendi. Sedangkan Umi Sepuh terlihat duduk dengan tatapan sendu.Ada apa lagi ini? Batinku. Abi melangkah dengan pelan. Mendekat pada Umi Sepuh yang tengah terduduk."Akhirnya Abi pulang juga! Hai... Mba, gimana kabarnya?" Ratini berbasa basi menanyaiku. Aku sangat yakin jika mereka berdua ada maksud tertentu."Mau apa kamu kesini?" cetus Abi dengan tatapan tak suka.Ratini justru tersenyum, dia seolah sedang mengejek dengan pertanyaan Abi."Senang ya... Sekarang jadi istri satu-satunya Abi Usman sang Sultan!" Ratini berjalan mengitariku. Apa maunya?"Katakan, ada apa kalian datang kesini!" kali ini aku bersuara sedikit lantang."Duh...duh.... Sepertinya dua pasang suami istri ini sudah tak sabar untuk berganti nasib!" Dengan sombong R

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Perjuangan

    Dengan rasa berdebar aku masih terus memandang pada mobil Abi yang baru datang, karena memang semua kaca yang hitam membuat kami tak tahu apakah Abi sendiri atau orang lain.Pak Sobri keluar lebih dulu dari sisi kemudi. Kalau Pak Sobri saja sudah boleh pulang berarti?Pak Sobri membuka pintu sisi belakang, dari samping ada Bagus yang keluar dan belakang Bagus Abi-lah yang menampakan wajahnya."Umi sepuh!" pekiku melihat wanita yang baru saja pintunya dibukakan oleh Pak Sobri.Aku langsung berlari mendekat, rasa haruku tak dapat kutahan lagi."Umi Sepuh baik-baik saja?" tanyaku khawatir pada wanita itu.Dia tersenyum, "aku baik-baik saja, Sal.""Syukurlah, Umi. Salma sangat khawatir.""Tentulah seperti itu, orang yang sudah menganggap Umi sebagai orang tuanya pasti akan sangat mengkh

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Perjalanan hidup

    "Sudah... Ayo kita pergi mengantar Ami dulu, nanti kita bicarakan setelah pulang!" Abi kali ini berkata tenang. Mungkin hanya menutupi saja, aku yakin dia sedang tak baik-baik saja.Aku mengangguk dan keluar, semua sudah siap untuk pergi mengantar Ami kepembaringan terakhir. Bahkan Abi meminta untuk mengantikan orang yang telah siap menopang keranda Ami.Aku dipapah Bik Sani yang juga tak surut tangisnya mengantar kepergian Ami. Sungguh aku tak kuat melihat Ami untuk terakhir kalinya. Saat tubuh Ami dimasukan keliang lahat, aku kembali tergugu, rasanya sesak sekali melihat orang yang telah merawatku dari kecil kini pergi untuk selamanya. Belum lagi aku sempat membalas jasa-jasanya.Abah terlihat tegar, walau aku tahu dia juga sangat kehilangan Ami. Karena selama ini dialah yang telah menemani hari-harinya. Sedangkan aku? Anak satu-satunya jauh darinya. Hingga kadang mereka mengeluh kesepian. Ya Allahhh.

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Pada Masanya

    Aku terbengong ketika Abi mengatakan bahwa kemarin sempat bersitegang merebutkan Nita. Kenapa Abi tak mengatakannya? Apakah ini yang membuat Abi semarah itu padaku, hingga merasa aku tak patut di maafkan! Aku menatap satu persatu dari Mila, Nita sampai Abi. Tak terkecuali Bagus. Mereka hanya terdiam dan lebih banyak mengangguk ketika Abi berkata."Sekarang kalau kamu tak percaya, tanyakan saja pada istriku yang merencanakan semua ini jika sungguh aku tak tahu apa-apa!" Abi menatapku."Maaf, Abi! Aku juga minta maaf, kemarin aku hanya menjalankan kewajibanku sebagai abdi negara dan melindungi Nita yang notabennya masih di bawah umur. Jadi saat aku ketahui bahwa Nita sudah menikah di usianya yang masih belum genap 17 tahun, kami melakukan investigasi."Jadi Bagus ini seorang polisi? Pantas saja tubuh dia begitu atletis."Sekali lagi maafkanku, Bi! Yang menyeret kedalam rana hukum."

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Tetap istiqomah

    Aku berusaha bersikap biasa, Abi masih diam. Tak ada banyak kata seperti biasa, bahkan dia memilih menghindar dariku. Mungkin saja dia masih kecewa atas apa yang telah aku lakukan. Terlebih tenyata Nita memang sudah benar-benar bercerai, aku tahu karena Nita memberitahuku lewat sambungan telfon."Sal! Usman akan pergi keluar kota, coba kamu ikutlah!" perintah Umi Sepuh saat kami makan malam.Kutatap Abi yang masih sibuk makan tanpa terganggu dengan apa yang baru saja disampaikan Umi Sepuh."Tapi, Umi... Salma tak ingin jauh dengan Juna dalam waktu lama. Lagian takut juga menganggu Abi." aku tertunduk, masih ada rasa segan pada Abi."Usman!" kali ini Umi Sepuh beralih pada Abi."Iya, Umi.""Ajaklah istrimu untuk liburan, honeymoon kedua mungkin!""Nanti saja, Umi. Aku pergi untuk urusan bisnis, kalau sampai na

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Kecurangan

    "Dimana si Hendi! Di telfon ngga aktif juga? Bikes banget, mana aku bawa koper sebesar ini lagi!" gerutuku ketika keluar dari Gema Resident. Kalau ada Hendi di sini tak mungkin aku seperti ini. Si@l! umpatku."Awas saja kau bandot Usman. Hartamu pasti akan jatuh ketanganku, aku tinggal tunggu saja kapan waktunya tiba. Membuat Salma yang sombong dan sok alim itu mati kutu!" aku tersenyum sinis, dengan ekor mata kelirik pada bangunan berlantai dua yang baru saja aku tinggalkan.Tin... Tin....Aku terkaget ketika taxi online pesananku sudah tiba di tempat, segera sopir turun untuk membantuku memasukan koper besar kebagasi."Aku pastikan tujuh bulan lagi akan datang menemui mereka dan mengejutkan tentang apa yang akan aku berikan padanya!" aku kembali terngiang tentang bagaimana membuat sebuah perjanjian yang akan membuat aku mendapatkan k

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Hina

    "Apa yang akan kamu katakan, Usman?" cetus Umi Sepuh, "Kamu mau mengatakan tentang Nita kan? Tentang perjanjian Nita dengan Salma. Tentang kenapa Nita sampai Salma bayar untuk menjadi istrimu!"Seketika mata Abi membulat, seolah kaget dengan apa yang baru saja Umi Sepuh katakan."U-Umi Sepuh sudah tahu?" Abi bertanya dengan tergagap."Ya! Kenapa? masih mau menyalahkan Salma!"Abi terdiam, entah apa yang bergelayut dalam pikirannya. Untung saja aku sudah ceritakan semuanya terlebih dahulu pada Umi Sepuh.©©©©Kemarin...Tok... Tok...."Umi Sepuh memanggil Salma?""Iya, Sal. Masuklah!"Akupun segera masuk dan duduk tepat di sisinya, di sofa ruangan bekas kantor Abah Said.&nb

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Pengharapan

    "Eh, Umi Sepuh! Nggak papa kok, Mi! Ini temen Salma aja di telfon nggak diangkat-angkat takutnya dia sedang dalam keadaan gawat darurat!" ucapku berbohong, semoga Umi Sepuh tak curiga."Oh! Pantes wajahmu panik begitu, semoga temanmu itu tak kenapa-kenapa!""Iya, Mi....""Oh, ya, kamu pernah mau cerita tentang masalalu Nita sama Umi, boleh dong kalau sekarang saja? Umi penasaran banget tentang dia!" kali ini ucapan Umi membuat aku tak berkutik. Aduh! Bagaimana ini, apa aku cerita sekarang saja.Kring...Tiba-tiba Hpku berdering, kulihat nama Mila. Alhamdulillah, akhirnya."Sebentar ya, Umi. Salma angkat telfon dulu." Umi mengangguk, aku mulai menjauh dengan Umi Sepuh. Aku sangat yakin Mila akan mengabarkan sesuatu yang akan membantuku menyelesaikan masalah."Assalamualaikum, Hallo, Mil. Bagaimana?

DMCA.com Protection Status