Share

Pulang kampung

Author: Pipit Aisyafa
last update Last Updated: 2021-12-04 11:20:49

"Kok... Kok, Abi nggak ngomong sama Adek dari kemarin?" protes Ratini. 

Aku hanya tersenyum, berbeda dengan Abi yang sedikit gelagapan. Aku duduk di tepi ranjang, tepat si sebelah kaki Ratini. Kupijit pelan kakinya. 

"Sebenarnya aku sudah suruh Abi bilang dari kemarin, waktu aku tanya itu loh!" ucapku. Ratini terlihat mengangguk. 

"Ih! Abi, kenapa nggak bilang dari kemarin? Terus Abi mau keluar kota berapa hari?" tanyanya lagi. 

Abi hanya menggaruk kepala. 

"Kan tadi pagi, Umi juga sudah bilang! Kalau Abi itu sibuk. Ya kan, Bi?" 

"I-Iya, Umi. Maafkan Abi ya, Dik!" ucap Abi. 

"Ya udah kalau gitu Umi berangkat dulu ya," pamitku. 

"Abi nganter Umi sebentar!" pamit Abi pada Ratini. 

Dia seketika mengekor di belakangku. Hingga sampai kedepan. 

"Umi yakin?" kini pertanyaannya membuat aku tersenyum.

"Kenapa tidak, Abi? Sudahlah. Setelah Kusiapkan semua tinggal Abi yang kesana! Biar Umi di rumah jagain Adek!"

"Kalau gitu baiklah, Umi. Terima kasih ya!"

"Sama-sama, Bi." Kuraih tangan Abi untuk takzim kemudian Abi juga mengecup keningku lalu melambaikan tangan.

"Hati-hati!" teriakkannya masih bisa kudengar.

Aku tersenyum tipis. Hati ini terluka begitu dalam, masih teringat jelas bagaimana dulu aku menjadi ratu sehari di pelaminan mewah. Di sanalah Abi mengucapkan janji sucinya. 

"Kamu sudah pikirkan, Sal! Usman itu kaya, punya banyak uang jadi tak menutup kemungkinan dia akan menikah lagi suatu saat!" ucapan dari sepupuku yang memang seusiaku tak kuindahkan. Kuanggap dia sedang iri melihat aku bersanding dengan pangeran tampan yang hidup bergelimang harta. 

Aku pikir Abi merupakan suami yang tahu agama dan dasarnya. Jadi jika memang dia akan berpoligami tentu karena ada sebab dan musabab yang membuat dia untuk melakukan tindakan poligami, seperti yang telah di tulisan dalam sunah-sunah nabi. 

Ternyata semua tak sesuai expetasiku. Bahkan dia beralasan poligami hanya tak kuat menanggung hasratnya untuk empat puluh hari, menunggu masa nifasku berakhir! Benar-benar laki-laki faham agama tapi lemah iman!

Tiba di kampung halamanku, suasana hawa dingin menusuk tulang begitu kurasa, terlebih di mobil kunyalakan ace lumayan dingin. Kuambil jaket yang memang sudah kusiapkan. Masih nuansa menjelang pagi, pukul tiga dini hari tapi suara ngaji anak-anak sudah terdengar jelas di telingga. Maklum daerahku banyak pondok pesantren.  

"Pak, setelah aku turun, bapak mau ikut kerumah atau mau pulang dulu?" tanyaku. Kebetulan rumah Pak Sobri supir pribadi satu ini rumahnya dekat, hanya beda kabupaten dan dapat di tempuh dengan waktu dua jam.

"Saya pulang dulu saja ya, Umi. Kangen sama anak-anak," ucapnya. 

Aku anggukan saja, biar nanti dia jemput saat aku pulang, tentang kerumah Nita yang berjarak satu jam perjalanan, aku bisa mengunakan mobil yang di rumah. Tentunya itu milikku tapi memang sengaja aku tempatkan untuk Abah dan Ami. Agar tak kerepotan kalau pergi kemana-mana. 

"Assalamualaikum..." ucapku. Masih sunyi, ini sudah waktu salat subuh. Mungkin mereka tengah menjalankannya. 

"Assalamualaikum... " kembali, kali ini sambil kuketuk pintu. 

"Waalaikumsalam.... " dari belakangku terdengar jawaban. 

"Abah, Ami!" pekikku melihat sosok dua orang yang kusayangi berada di depanku. 

Mereka baru saja pulang dari mushola dekat rumah. Langsung kuambil tangan mereka dan menciumnya secara takzim. 

"Kamu sendirian toh, Nduk?" tanya Ami. 

"Iya, Mi. Biasa Abi Usman sibuk dengan bisnisnya!" 

"Sibuk dengan bisnis apa dengan istri mudanya?" seketika bibirku kelu, bagaimana Ami tahu kalau suamiku menikah lagi. 

"Ami, jangan bahas hal semacam itu saat Salma baru datang!" protes Abah. 

"Iya... Iya... Bah! Abis Ami gemes sama madumu itu!" 

Apa? Ami bahkan merasa gemas, apa mereka pernah bertemu? 

"Ngga papa, Bah. Yuk... Ami masuk! Salma sudah kangen sama masakan Ami."

Segera aku tuntun dua orang yang paling kucintai itu. Pak Sobri masuk membawakan koperku. 

"Umi, saya pamit langsung saja ya!" kata Pak Sobri ketika sudah memasukan koper kedalam. 

"Baik, Pak. Terima kasih ya." aku membuka tas yang sedang kugapit. 

"Ini titip buat jajan anak bapak, salamkan pada istrinya ya, Pak!" 

"Aduh Umi, bapak jadi nggak enak. Umi terlalu baik."

"Nggak papa, Pak. Itu rejeki anak-anak."

"Makasih, Umi. Bapak pamit dulu. Assalamualaikum... "

"Waalaikumsalam."

Aku segera menaruh tas di kamar salat shubuh kemudian turun kebawah untuk membantu Ami membuat sarapan. 

"Udah, Nduk! Kamu istirahat saja, bukankah kamu kecapaian." Ami berkata sambil merebut pisau yang tengah kupegang. 

"Ami... Aku ngga capek kok, Salma mau bantu Ami masak. Sekalian kangen masak sendiri!"

"Behhh... Ami tahu, di sana jangankan pegang pisau. Mungkin naruh piring di wastafel aja kaga pernah!"

"Nah itu Ami tahu!" jawabku, "Oh ya Ami, memangnya Ami tahu dari mana kalau Abi Usman menikah lagi?"

Seketika Ami yang tengah memotong sayuran berhenti. 

"Saat kamu koma itu, Abah dan Ami datang karena di kabari oleh Usman. Ehh... Sampai di sana malah harus mendengar kenyataan pahit bahwa Usman menikah lagi! Abah marah besar tapi berhasil Ami tenangkan. Ami sedih melihat kamu berbaring tak berdaya, terlebih Abah begitu terpukul hingga tahan hanya satu hari di sana. Kemudian fisik Abah drop makanya kami memilih pulang! Ketika akan kesana Ami dengar kamu sudah sehat dan siuman bahkan sempat kita VC kan? Sengaja kami tak memberi tahu bahwa kami sebenarnya tahu tentang koma yang kamu alami. Ternyata anak Ami begitu tegar dan kuat hingga bisa menutupi segala laranya."

Ucapan Ami begitu menusuk hati, tanpa terasa air mata ini banjir seiring setiap berkataan yang keluar dari bibir orang yang paling kumuliakan. Hatiku teriris sakit, mendengar kata demi kata. Kalau bukan terlahir dari rahimnya mungkin aku tak akan menjadi sosok kuat seperti sekarang ini.

Ibu melanjutkan memotong sayuran, tapi aku dapat melihat buliran bening itu mengalir turun dari matanya. Ada apakah gerangan sampai dia menangis sedemikian sedih. 

"Ami...!" panggilku pelan. 

Dia tak menoleh, tapi aku sangat yakin ada yang belum ia katakan padaku. 

"Ami ada yang di sembunyikan dari Salma?" kali ini aku memegang pundaknya. Seketika dia berpaling dan langsung memelukku dengan tangis yang tak dapat lagi dia bendung. 

"Terima kasih ya Allah, engkau telah hadirkan putri kami sebagai wanita yang kuat! Sekuat khadijah." gumam Ami dalam tangis yang masih dapat kudengar. 

Kali ini aku ikut larut dalam tangis. Sebenarnya ada apa sampai Ami begitu merasakan kalau aku seolah terdzolimi dan menjadi perempuan tangguh. 

Kududukan dia pada kursi di ruang makan yang langsung berhadapan dengan dapur. 

"Sebenarnya ada apa, Ami?" tanyaku pelan setelah dia benar-benar menghapus air matanya. 

Ami masih terdiam tapi sejurus kemudian menatapku tajam, seolah mencari celah kekuatan pada binar mataku. 

"Ami akan ceritakan! Tapi kamu harus menjadi wanita yang lebih kuat ya!"

Aku mengangguk setuju dan mengengam erat tangan beliau. Meyakinkan bahwa aku bukan wanita yang lemah! 

~~~~

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dyah Astri Andriyani
setegar siti khatijah??? emang siti khatijah pernah dipoligami oleh Rosulullah?? gk pernahlah
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Kerumah Nita

    "Ya udah, Nduk! Kita selesaikan masak dulu, masih ada waktu untuk kita ngobrol!" Ami berkata setelah melepas pelukannya dan menghapus airmata.Aku mengangguk dan tersenyum, bagaimanapun dia wanita yang telah menguatkanku selama ini, menjadi pribadi yang tangguh walau belum setangguh para wanita rosulluloh.Kami berdua menikmati masak bersama, hal yang kurindukan beberapa tahun belakangan ini. Yah... Aku sangat merindukan bau asap kompor dan masakanku sendiri. Di rumah Abi, jangankan mau masak, pergi kedapur saja di larang oleh Mbok Sumi dan di protes oleh Abi."Umi... Ngapain kamu kedapur? Tugas Umi itu melayani Abi di kasur." Kata itulah yang selalu ia katakan ketika aku izin untuk kedapur membantu Mbok Sumi. Abi memperlakukanku bak permaisuri, begitu memanjakan apa keinginanku bahkan sampai saat ini. Hanya saja hatiku sudah kelu ketika harus di madu pasca melahirkan."Ayo, Nduk. M

    Last Updated : 2021-12-04
  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Makin dendam

    Sampai rumah Ami hari sudah malam, aku merasa benar-benar letih dan langsung membersihkan diri. Kemudian tidur, bahkan Ami membuatkan wedang jahe saja lupa kumunim hingga pagi menjelang."Assalamualaikum, Abi," sapaku lewat seberang telfon."Waalaikumsalam, Gimana Umi. Apa Abah dan Ami sehat?" tanya Abi."Alhamdulilahh, mereka sehat, Bi. Abi ngga ada masalah kan?" tanyaku."Ngga ada Umi, selesaikan dulu urusanmu, lancar kan tanpa kendali? ""Alhamdulilahh lancar, Abi. Semua bisa Umi atasi. Sore ini Umi pulang."Kudengar dari sebrang sana bagaimana Ratini dengan suara manja, seolah menunjukan bahwa dia begitu romantis ketika tak ada aku di sana. Bahkan kudengar dia juga meminta secepatnya untuk menyelesaikan telfonnya."Abi, Umi mau bicara penting. Apa Abi bisa menjauh dulu dari Dik Ratini!

    Last Updated : 2021-12-04
  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Berlian dan Kaca

    Kuberanjak masuk kedalam rumah, di depan tangga Ratini masih berdiri disana."Kenapa, Dik! Ada yang bisa aku bantu?" tanyaku ketika di depannya. Dengan santai ia melipat tangan diatas perut."Aku mau jalan-jalan, Mbak. Antar aku ya, sekalian kita shoping! Bukankah keuangan Mbak yang pegang?" tanpa Basa-basi dia meminta.Memang keuangan rumah ini aku yang handle, Abi mempercayakan semuanya padaku atas apa yang keluar masuk tentang uang dari rumah ini."Ini semua tugas Umi, sekalian biar Umi punya kesibukan. Walau itu hanya menghitung pengeluaran dan pemasukan dirumah ini." itulah kata-kata Abi dulu."Tapi, Bi... Aku takut tak amanah!" protesku.Dengan mengusap lembut mayangku yang tak tertutup jilbab karena posisi di kamar bersama Abi, "Aku yakin Umi sangat amanah dan tak kuragukan lagi tentang itu! Abi percaya seratus perse

    Last Updated : 2021-12-04
  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Menuruti keinginan

    "Apa kamu bilang!" Ratini mendekat kearah Ratna, membuat otomatis Ratna bersembunyi di belakangku."Udah-udah!" perintahku pada Ratini yang tengah ingin mengapai Ratna. Rasanya malu sekali banyak mata tertuju pada kami."Awas kamu ya! Kusuruh Abi biar menghajarmu sekalian berhenti langganan loundry ditempatmu!" Ratini masih mengomel, tak perdulikan puluhan pasang mata menatapnya. Segera aku gandeng dia dan secepatnya pergi dari tempat itu."Lepasin, Mbak! Sakit kali tanganku." rintih Ratini ketika sudah agak jauh dari tempat itu."Kamu ini apa-apaan, Dek!" tanyaku menatapnya, "Kalau sampai ada yang video-in peristiwa tadi, apa mau di kata sama Abi! Bikin malu saja!""Tapi, Mbak! Semua karena ulah dia duluan yang mulai, bilang aku hanya pecahan kaca! Emang mukaku seperti itu!"Aku berusaha mengosok pungung Ratini agar sedikit tena

    Last Updated : 2021-12-04
  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Panti asuhan

    "Mbak... Kenapa ya Abi susah sekali di hubungi?" Ratini mendekat kearah di mana aku duduk. Dengan kepala masih tertutup handuk."Kamu ini, Abi kan berangkat untuk urusan bisnis. Kali aja lagi rapat atau apalah! Udahlah ngga usah ganggu konsentrasi Abi. Toh di sini kamu nyaman dan tak kekurangan suatu apapun!" cetusku."Tapi kan aku kepengen VC, Mbak. Nunjukin kalau aku sedang berusaha cantik untuknya nanti ketika pulang!""Ya udah dari pada VC mending cantikmu itu untuk surprise saja! Bagaimana?" ucapku meyakinkannya, "Kalau kamu foto atau VC sama Abi berarti nanti Abi pulang nggak terkejut dong!"Kali ini kutatap tajam manik Ratini, dia berfikir sejenak, kemudian mengangguk setuju dan tersenyum."Benar juga ya, Mbak! Ya udah deh aku kembali lagi untuk melanjutkan perawatan." dia kembali berdiri dan melangkah pergi meninggalkanku. Aku menggeleng kepala.&nb

    Last Updated : 2021-12-04
  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Seliar apa dia?

    Malam semakin larut, aku yang terbangun dan melaksanakan salat malam, tiba-tiba merasa haus dan kebetulan poci yang biasa aku isi dengan air putih ternyata tandas habis. Mau tak mau aku harus turun kebawah mengambilnya. Sebenarnya malas tapi haus ini mendorongku untuk segera turun.Tepat ketika lewat di dekat kamar Ratini, aku mendengar jelas suara musik dugem. Sejenak berhenti untuk menajamkan pendengaran. Tak salahkah yang aku dengar! Aduh, bisa-bisanya dia melalukan semua ini di rumah. Apa kata Abi kalau mendengar musik yang bikin kepala tambah pening itu mengalun keras dirumahnya. Keterlaluan!Aku memilih untuk turun saja dulu, siapa tau ketika kembali Ratini sudah mematikannya. Kuteguk beberapa gelas air putih kemudian mengisi poci dengan penuh. Kembali naik keatas untuk beristirahat. Ternyata nihil, ketika kembali pun suara itu masih terdengar keras, bahkan kali ini di iringi suara tawa dari Ratini. Segera aku ketuk pintuny

    Last Updated : 2021-12-04
  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Keguguran

    Aku masih menunggu di kamar, pasti nanti Ratini akan datang kesini karena mengira Abi ada di kamarku. Setengah jam berlalu belum ada yang ketuk pintu, aku keluar dan kaget ketika melihat Ratini hanya mondar mandir didepan pintu."Kamu ngapain, Dek! Kaya gosokan gitu. Bolak balik di depan pintu kamarku?" tanyaku penasaran."Aku mau ketemu Abi, tapi takut menganggu makanya aku tunggu saja sampai keluar," jawabnya sambil melonggok kekamarku,"Umi, aku sudah cantik belum?"Dia bertanya sambil membenarkan kerudungnya dan merapikan gamis serta sedekit kemudian memegang bulu matanya yang kurasa dia seperti tak enak memakainya."Cantik... Cantik sekali, karena pada kodratnya wanita dilahirkan cantik." aku tersenyum menjawabnya."Alhamdulilahh... Di mana Abi, Umi! Aku sudah sangat merindukannya. Umi jangan egois karena sudah dari tadi pag

    Last Updated : 2022-03-08
  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Rumah Sakit

    "Aww... Sakit!" lengkuhnya memegangi perut."Adek!" teriak Abi segera mendekat, aku dan Adik kedua mendekat. Dari bawah gamisnya terlihat darah segar mengalir."Ayo, Umi. Bantu Abi, ayo, Dek!" ajaknya juga pada Nita. Kami mengangguk dan segera membawa Ratini keluar, memanggil supir yang dengan sigap langsung membukakan pintu.Aku duduk dengan memangku kepala Ratini, dia masih melengkuh kesakitan. Sedangkan Abi meminta kunci karena dia yang akan membawa mobilnya. Duduk di depan bersama Nita.Abi melanjukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, kami sendiri was-was. Bahkan terlihat tegang pada wajah Nita yang duduk di depan."Abi... Sakit!" lengkuh Ratini, dalam kondisi seperti ini saja masih manja."Istihfarr, Dik!" ucapku sambil menenangkan tapi tetap. Saja dia tak mau diam, justru tanganya menggapai-gapai jok dimana Abi duduk.

    Last Updated : 2022-03-09

Latest chapter

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Akhir cerita (Tamat)

    Kami melangkah menuju mushala rumah sakit, Umi Sepuh terus saja mengandeng tanganku tanpa terlepas."Kita akan berdo'a disana, meminta pada sang pencipta agar Usman baik-baik saja!" Umi Sepuh berkata yang aku jawab dengan anggukan saja.Setelah salat dan berdo'a, Umi Sepuh membalikan badannya. Dia menatapku sendu."Apa kamu menyesal telah menikah dengan anakku, Sal?" tanya Umi Sepuh tiba-tiba.Aku menggelengkan kepala, "tidak sama sekali, Umi. Salma yakin semua yang terjadi pada Salma adalah garis tuhan yang telah tertuliskan bahkan sebelum Salma lahir.""Selama ini Usman tak pernah memberimu kebahagian, mungkin semua inilah karmanya. Aku sendiri begitu sedih dengan semua ini, apalagi kamu yang telah tersakiti.""Sedih itu manusiawi, Umi. Namun bukan berarti menyesal dan merutuki nasib. Salma ikhlas menjalani semua ini."

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Hasil akhir

    Abi berhenti sejenak, melihat di mana tengah berdiri Ratini dan Hendi. Sedangkan Umi Sepuh terlihat duduk dengan tatapan sendu.Ada apa lagi ini? Batinku. Abi melangkah dengan pelan. Mendekat pada Umi Sepuh yang tengah terduduk."Akhirnya Abi pulang juga! Hai... Mba, gimana kabarnya?" Ratini berbasa basi menanyaiku. Aku sangat yakin jika mereka berdua ada maksud tertentu."Mau apa kamu kesini?" cetus Abi dengan tatapan tak suka.Ratini justru tersenyum, dia seolah sedang mengejek dengan pertanyaan Abi."Senang ya... Sekarang jadi istri satu-satunya Abi Usman sang Sultan!" Ratini berjalan mengitariku. Apa maunya?"Katakan, ada apa kalian datang kesini!" kali ini aku bersuara sedikit lantang."Duh...duh.... Sepertinya dua pasang suami istri ini sudah tak sabar untuk berganti nasib!" Dengan sombong R

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Perjuangan

    Dengan rasa berdebar aku masih terus memandang pada mobil Abi yang baru datang, karena memang semua kaca yang hitam membuat kami tak tahu apakah Abi sendiri atau orang lain.Pak Sobri keluar lebih dulu dari sisi kemudi. Kalau Pak Sobri saja sudah boleh pulang berarti?Pak Sobri membuka pintu sisi belakang, dari samping ada Bagus yang keluar dan belakang Bagus Abi-lah yang menampakan wajahnya."Umi sepuh!" pekiku melihat wanita yang baru saja pintunya dibukakan oleh Pak Sobri.Aku langsung berlari mendekat, rasa haruku tak dapat kutahan lagi."Umi Sepuh baik-baik saja?" tanyaku khawatir pada wanita itu.Dia tersenyum, "aku baik-baik saja, Sal.""Syukurlah, Umi. Salma sangat khawatir.""Tentulah seperti itu, orang yang sudah menganggap Umi sebagai orang tuanya pasti akan sangat mengkh

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Perjalanan hidup

    "Sudah... Ayo kita pergi mengantar Ami dulu, nanti kita bicarakan setelah pulang!" Abi kali ini berkata tenang. Mungkin hanya menutupi saja, aku yakin dia sedang tak baik-baik saja.Aku mengangguk dan keluar, semua sudah siap untuk pergi mengantar Ami kepembaringan terakhir. Bahkan Abi meminta untuk mengantikan orang yang telah siap menopang keranda Ami.Aku dipapah Bik Sani yang juga tak surut tangisnya mengantar kepergian Ami. Sungguh aku tak kuat melihat Ami untuk terakhir kalinya. Saat tubuh Ami dimasukan keliang lahat, aku kembali tergugu, rasanya sesak sekali melihat orang yang telah merawatku dari kecil kini pergi untuk selamanya. Belum lagi aku sempat membalas jasa-jasanya.Abah terlihat tegar, walau aku tahu dia juga sangat kehilangan Ami. Karena selama ini dialah yang telah menemani hari-harinya. Sedangkan aku? Anak satu-satunya jauh darinya. Hingga kadang mereka mengeluh kesepian. Ya Allahhh.

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Pada Masanya

    Aku terbengong ketika Abi mengatakan bahwa kemarin sempat bersitegang merebutkan Nita. Kenapa Abi tak mengatakannya? Apakah ini yang membuat Abi semarah itu padaku, hingga merasa aku tak patut di maafkan! Aku menatap satu persatu dari Mila, Nita sampai Abi. Tak terkecuali Bagus. Mereka hanya terdiam dan lebih banyak mengangguk ketika Abi berkata."Sekarang kalau kamu tak percaya, tanyakan saja pada istriku yang merencanakan semua ini jika sungguh aku tak tahu apa-apa!" Abi menatapku."Maaf, Abi! Aku juga minta maaf, kemarin aku hanya menjalankan kewajibanku sebagai abdi negara dan melindungi Nita yang notabennya masih di bawah umur. Jadi saat aku ketahui bahwa Nita sudah menikah di usianya yang masih belum genap 17 tahun, kami melakukan investigasi."Jadi Bagus ini seorang polisi? Pantas saja tubuh dia begitu atletis."Sekali lagi maafkanku, Bi! Yang menyeret kedalam rana hukum."

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Tetap istiqomah

    Aku berusaha bersikap biasa, Abi masih diam. Tak ada banyak kata seperti biasa, bahkan dia memilih menghindar dariku. Mungkin saja dia masih kecewa atas apa yang telah aku lakukan. Terlebih tenyata Nita memang sudah benar-benar bercerai, aku tahu karena Nita memberitahuku lewat sambungan telfon."Sal! Usman akan pergi keluar kota, coba kamu ikutlah!" perintah Umi Sepuh saat kami makan malam.Kutatap Abi yang masih sibuk makan tanpa terganggu dengan apa yang baru saja disampaikan Umi Sepuh."Tapi, Umi... Salma tak ingin jauh dengan Juna dalam waktu lama. Lagian takut juga menganggu Abi." aku tertunduk, masih ada rasa segan pada Abi."Usman!" kali ini Umi Sepuh beralih pada Abi."Iya, Umi.""Ajaklah istrimu untuk liburan, honeymoon kedua mungkin!""Nanti saja, Umi. Aku pergi untuk urusan bisnis, kalau sampai na

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Kecurangan

    "Dimana si Hendi! Di telfon ngga aktif juga? Bikes banget, mana aku bawa koper sebesar ini lagi!" gerutuku ketika keluar dari Gema Resident. Kalau ada Hendi di sini tak mungkin aku seperti ini. Si@l! umpatku."Awas saja kau bandot Usman. Hartamu pasti akan jatuh ketanganku, aku tinggal tunggu saja kapan waktunya tiba. Membuat Salma yang sombong dan sok alim itu mati kutu!" aku tersenyum sinis, dengan ekor mata kelirik pada bangunan berlantai dua yang baru saja aku tinggalkan.Tin... Tin....Aku terkaget ketika taxi online pesananku sudah tiba di tempat, segera sopir turun untuk membantuku memasukan koper besar kebagasi."Aku pastikan tujuh bulan lagi akan datang menemui mereka dan mengejutkan tentang apa yang akan aku berikan padanya!" aku kembali terngiang tentang bagaimana membuat sebuah perjanjian yang akan membuat aku mendapatkan k

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Hina

    "Apa yang akan kamu katakan, Usman?" cetus Umi Sepuh, "Kamu mau mengatakan tentang Nita kan? Tentang perjanjian Nita dengan Salma. Tentang kenapa Nita sampai Salma bayar untuk menjadi istrimu!"Seketika mata Abi membulat, seolah kaget dengan apa yang baru saja Umi Sepuh katakan."U-Umi Sepuh sudah tahu?" Abi bertanya dengan tergagap."Ya! Kenapa? masih mau menyalahkan Salma!"Abi terdiam, entah apa yang bergelayut dalam pikirannya. Untung saja aku sudah ceritakan semuanya terlebih dahulu pada Umi Sepuh.©©©©Kemarin...Tok... Tok...."Umi Sepuh memanggil Salma?""Iya, Sal. Masuklah!"Akupun segera masuk dan duduk tepat di sisinya, di sofa ruangan bekas kantor Abah Said.&nb

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Pengharapan

    "Eh, Umi Sepuh! Nggak papa kok, Mi! Ini temen Salma aja di telfon nggak diangkat-angkat takutnya dia sedang dalam keadaan gawat darurat!" ucapku berbohong, semoga Umi Sepuh tak curiga."Oh! Pantes wajahmu panik begitu, semoga temanmu itu tak kenapa-kenapa!""Iya, Mi....""Oh, ya, kamu pernah mau cerita tentang masalalu Nita sama Umi, boleh dong kalau sekarang saja? Umi penasaran banget tentang dia!" kali ini ucapan Umi membuat aku tak berkutik. Aduh! Bagaimana ini, apa aku cerita sekarang saja.Kring...Tiba-tiba Hpku berdering, kulihat nama Mila. Alhamdulillah, akhirnya."Sebentar ya, Umi. Salma angkat telfon dulu." Umi mengangguk, aku mulai menjauh dengan Umi Sepuh. Aku sangat yakin Mila akan mengabarkan sesuatu yang akan membantuku menyelesaikan masalah."Assalamualaikum, Hallo, Mil. Bagaimana?

DMCA.com Protection Status