Share

Makin dendam

Penulis: Pipit Aisyafa
last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-04 11:22:37

Sampai rumah Ami hari sudah malam, aku merasa benar-benar letih dan langsung membersihkan diri. Kemudian tidur, bahkan Ami membuatkan wedang jahe saja lupa kumunim hingga pagi menjelang. 

"Assalamualaikum, Abi," sapaku lewat seberang telfon. 

"Waalaikumsalam, Gimana Umi. Apa Abah dan Ami sehat?" tanya Abi. 

"Alhamdulilahh, mereka sehat, Bi. Abi ngga ada masalah kan?" tanyaku.

"Ngga ada Umi, selesaikan dulu urusanmu, lancar kan tanpa kendali? " 

"Alhamdulilahh lancar, Abi. Semua bisa Umi atasi. Sore ini Umi pulang." 

Kudengar dari sebrang sana bagaimana Ratini dengan suara manja, seolah menunjukan bahwa dia begitu romantis ketika tak ada aku di sana. Bahkan kudengar dia juga meminta secepatnya untuk menyelesaikan telfonnya. 

"Abi, Umi mau bicara penting. Apa Abi bisa menjauh dulu dari Dik Ratini!"

"Ohh... Iya, Umi. Baiklah!" kudengar Abi beranjak dengan meminta Ratini melepas tangannya. Aku tertawa geli, sebenarnya hal ini bisa aku katakan nanti di rumah tapi sengaja saja biar Ratini kesal dan nggak terlalu caper pada Abi. 

Kamu boleh menang hari ini karena telah mengambil hakku, puas-puaskan hari ini bermanja karena besok belum tentu terulang! Lihatlah bagaimana rasanya di madu. Semanis madu kah? 

Aku tersenyum puas ketika selesai membicarakan semuanya dengan Abi. Dia tanpa protes tentang hal apapun yang aku katakan. Bahkan dia mendukung ketika kukatakan untuk setelah nikah langsung pulang karena sudah kukatakan kondisi bagaimana rumah Nita yang tak mungkin Abi bisa tinggal di sana. 

"Serius bener anak Ami," Kata-kata Ami mengagetkanku. 

Aku hanya tersenyum, yang di ikuti Ami duduk di sebelahku. 

"Dapat salam dari Abi buat Ami sama Abah."

"Waalaikumsalam... Semoga Usman selalu di beri kesehatan."

"Aamiin... Ami."

Kuminum teh manis yang telah di buatkan Ami, sebenarnya segan kalau di rumah harus selalu di jamu. Apalagi yang menyediakan Ami sendiri, jadi merasa bersalah telah merepotkan mereka, tapi Ami selalu menolak jika aku bantu. 

"Ami... Sebenarnya apa yang membuat Ami dan Abah memilih pulang saat aku koma?" aku mulai membuka percakapan yang kemarin sempat terlupa. 

Kutatap sekilas wajah letih Ami, dia seolah sedang memendam kepedihan yang dalam. Benarkah Ratini telah menyakiti hati Amiku. Kalau benar aku benar-benar tak terima, dia boleh sakiti hati aku tapi tidak akan aku biarkan menyakiti hati Orang-orang terkasihku. 

Setiap kata yang terucap dari mulut Ami seolah belati yang menikam hatiku, sakit sekali! Setega itukah maduku memperlakukan keluargaku, kalau hanya merebut Abi dariku masih bisa aku ikhlaskan, tapi... Dia sama sekali tak menghargai perasaaanku sedikit saja, saat aku tengah pasca persalinan. 

Aku meremas gamisku kuat! Merasa terhina sekali dengan madu yang Abi hadirkan, aku sakit hati ketika aku koma mereka memilih tetap melanjutkan pernikahan, sekarang ternyata dia juga menghina orang tuaku! Manusia terbuat dari apa dia? Aku jadi sangat ingin tahu masa lalu dia, tunggulah Ratini! Akan aku bongkar semua hal yang berhubungan denganmu. 

"Udah, Ami! Sabar ya, Ami harus kuat dan yakin bahwa anak Ami ini tak seperti yang di tuduhkan, dan Salma akan membongkar siapa sebenarnya dia? Hingga yakin dapat menguasai Abi sepenuhnya!" ucapku sambil memeluk Ami yang masih terisak. 

Ibu mana yang kuat mendengar anaknya di biarkan dalam kondisi koma bahkan bersenang-senang diatas penderitaannya. Ternyata aku sadar, hidupku sekarang ini karena do'a-do'a tulus dari orang terkasihku. Sekarang tak ada lagi rasa iba padanya! Hanya dendam yang akan kubalut dengan manis dan tentunya tanpa mengotori tangan! 

*** 

Sore datang juga, aku berkemas karena Pak Sobri sudah datang.

"Nggak mau satu hari di rumah lagi, Nduk?" tanya Ami yang melihat aku sibuk mengemas baju-baju yang tak seberapa. 

"Maaf, Ami! Lain kali, ya... Salma cuma izin dua hari sama Abi, berdosa kalau sampai melewati hari."

Kali ini Ami tersenyum dan langsung mengelus jilbabku. 

"Usman telah salah jalan, menyakiti wanita shalehah sepertimu!" Ami berkata sengaja aku tak ingin meresponnya. Biarlah, kalau memang dulu ingin sekali jadi wanita sholehah yang hanya aku baktikan hidupku untuk Abi tapi sekarang... Entahlah! Aku jadi wanita pendendam yang dihati telah membatu dan terbakara api. 

"Ami, Salma pamit dulu, Ya!" kuraih tangan yang sudah mulai keriput oleh usia. 

"Hati-hati ya, Nduk!" 

Aku menuju kedepan, di sana juga sudah ada Abah, Abdul dan Bik Sani. 

"Bah... Salma pamit dulu, Bik... Salma pamit dan Abdul, aku titip mereka ya!" kusalami satu persatu dari mereka. 

"Beres, Bu Bos!" pekik Abdul membuat kami seketika tertawa. 

"Hati-hati ya, Nduk! Kabari kalau ada sesuatu." aku mengangguk setuju, setelahnya melangkah pergi menuju mobil yang telah tersedia. 

Kulihat mereka semua menatap kepergianku, dengan senyum haru. Aku tau Ami menginginkan aku lebih lama lagi di rumah tapi apalah daya, aku tak punya waktu banyak dan membiarkan maduku terlalu senang bersama suamiku. Terlebih Arjuna juga tak ikut, jadi banyak kegelisahan yang makin kurasakan. 

===

"Abi... Nanti bawa Adek jalan-jalan kaya kemarin ya!" ucap Ratini yang kukira dia belum melihat keberadanku yang sudah duduk di meja makan. 

"Tapi Abi hari ini sibuk, besok lagi saja ya?" rayu Abi dengan menatap Ratini pekat. 

"Boleh nanti Umi antar!" aku menyela membuat dua orang itu kaget. 

"Umi... Sudah sampai?" tanya Abi yang langsung mendekat kearahku. Kucium takzim tangan suamiku itu. Berbeda dengan Ratini yang terlihat tak suka dengan kedatanganku. 

"Udah, Abi. Sengaja biar pas besok sore Abi berangkat umi sudah sampai dan capeknya hilang untuk gantian menjaga Adik maduku tersayang!" sengaja kutegaskan di kata kerakhir, tapi raut tak suka tetap saja ada pada wajah Ratini. Tunggu saja tanggal mainya sayang! Gumamku dalam hati. 

@@@

"Gimana, Mil. Sudah semua?" tanyaku meyakinkan lewat telfon. 

"Delapan puluh persen siap, Sal. Tinggal tunggu mempelai laki-lakinya datang besok." 

Aku tersenyum senang, Mila mengirim beberapa foto Nita dengan khimar dan gamis. Cantik! Cukup untuk menyaingi Ratini itu! 

"Aku juga sudah bawa dia kebidan sesuai anjuranmu!"

"Baik, terima kasih, Mila. Tanpa bantuanmu aku tak bisa membalas sakit hati ini."

Aku tersenyum penuh kemenangan, setelah pulang dari kantor segala sesuatu yang di perlukan untuk Abi aku yang siapkan. Bahkan Ratini yang mengutarakan ingin membantu saja aku larang, dengan alasan tak mau dia kecapaian karena sedang hamil muda. 

"Benar Umi nggak mau ngikut?" tanya Abi ketika aku merapikan bajunya. 

"Kepengen ikut si, tapi kasian kan harus ninggal Adik di rumah sendirian!" ucapku berkilah. 

"Memang Umi itu luar biasa, dapat menyayangi Adik madu seperti Adiknya sendiri. Terima kasih ya, Mi!" dikecup lembut keningku. 

"Ya udah, semua sudah siap. Biar Umi antar." 

Langsung saja aku memegang lengan Abi dan berjalan keluar, ternyata di luar Ratini juga sudah menunggu. 

"Hati-hati ya, Bi!" 

Kami melambaikan tangan melepas kepergian suamiku. Terlihat Ratini melegos ketika Abi sudah berlalu hilang dan pintu gerbang kembali di tutup. 

Dengan langkah mengejek dia meninggalkanku yang masih berdiri di depan pintu. 

"Silahkan ejek aku sepuasmu! Besok kamu lah yang akan aku ejek!" senyumku sinis, mengingat akan hadirnya madu lain dirumah ini. 

Berbahagialah untuk hari ini! Karena besok akan ada pembayaran atas air mataku yang telah tumpah. 

==!!!==!!!== 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Anggra
kok mual ya aku si Salma pnggil adek ma madunya...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Berlian dan Kaca

    Kuberanjak masuk kedalam rumah, di depan tangga Ratini masih berdiri disana."Kenapa, Dik! Ada yang bisa aku bantu?" tanyaku ketika di depannya. Dengan santai ia melipat tangan diatas perut."Aku mau jalan-jalan, Mbak. Antar aku ya, sekalian kita shoping! Bukankah keuangan Mbak yang pegang?" tanpa Basa-basi dia meminta.Memang keuangan rumah ini aku yang handle, Abi mempercayakan semuanya padaku atas apa yang keluar masuk tentang uang dari rumah ini."Ini semua tugas Umi, sekalian biar Umi punya kesibukan. Walau itu hanya menghitung pengeluaran dan pemasukan dirumah ini." itulah kata-kata Abi dulu."Tapi, Bi... Aku takut tak amanah!" protesku.Dengan mengusap lembut mayangku yang tak tertutup jilbab karena posisi di kamar bersama Abi, "Aku yakin Umi sangat amanah dan tak kuragukan lagi tentang itu! Abi percaya seratus perse

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-04
  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Menuruti keinginan

    "Apa kamu bilang!" Ratini mendekat kearah Ratna, membuat otomatis Ratna bersembunyi di belakangku."Udah-udah!" perintahku pada Ratini yang tengah ingin mengapai Ratna. Rasanya malu sekali banyak mata tertuju pada kami."Awas kamu ya! Kusuruh Abi biar menghajarmu sekalian berhenti langganan loundry ditempatmu!" Ratini masih mengomel, tak perdulikan puluhan pasang mata menatapnya. Segera aku gandeng dia dan secepatnya pergi dari tempat itu."Lepasin, Mbak! Sakit kali tanganku." rintih Ratini ketika sudah agak jauh dari tempat itu."Kamu ini apa-apaan, Dek!" tanyaku menatapnya, "Kalau sampai ada yang video-in peristiwa tadi, apa mau di kata sama Abi! Bikin malu saja!""Tapi, Mbak! Semua karena ulah dia duluan yang mulai, bilang aku hanya pecahan kaca! Emang mukaku seperti itu!"Aku berusaha mengosok pungung Ratini agar sedikit tena

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-04
  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Panti asuhan

    "Mbak... Kenapa ya Abi susah sekali di hubungi?" Ratini mendekat kearah di mana aku duduk. Dengan kepala masih tertutup handuk."Kamu ini, Abi kan berangkat untuk urusan bisnis. Kali aja lagi rapat atau apalah! Udahlah ngga usah ganggu konsentrasi Abi. Toh di sini kamu nyaman dan tak kekurangan suatu apapun!" cetusku."Tapi kan aku kepengen VC, Mbak. Nunjukin kalau aku sedang berusaha cantik untuknya nanti ketika pulang!""Ya udah dari pada VC mending cantikmu itu untuk surprise saja! Bagaimana?" ucapku meyakinkannya, "Kalau kamu foto atau VC sama Abi berarti nanti Abi pulang nggak terkejut dong!"Kali ini kutatap tajam manik Ratini, dia berfikir sejenak, kemudian mengangguk setuju dan tersenyum."Benar juga ya, Mbak! Ya udah deh aku kembali lagi untuk melanjutkan perawatan." dia kembali berdiri dan melangkah pergi meninggalkanku. Aku menggeleng kepala.&nb

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-04
  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Seliar apa dia?

    Malam semakin larut, aku yang terbangun dan melaksanakan salat malam, tiba-tiba merasa haus dan kebetulan poci yang biasa aku isi dengan air putih ternyata tandas habis. Mau tak mau aku harus turun kebawah mengambilnya. Sebenarnya malas tapi haus ini mendorongku untuk segera turun.Tepat ketika lewat di dekat kamar Ratini, aku mendengar jelas suara musik dugem. Sejenak berhenti untuk menajamkan pendengaran. Tak salahkah yang aku dengar! Aduh, bisa-bisanya dia melalukan semua ini di rumah. Apa kata Abi kalau mendengar musik yang bikin kepala tambah pening itu mengalun keras dirumahnya. Keterlaluan!Aku memilih untuk turun saja dulu, siapa tau ketika kembali Ratini sudah mematikannya. Kuteguk beberapa gelas air putih kemudian mengisi poci dengan penuh. Kembali naik keatas untuk beristirahat. Ternyata nihil, ketika kembali pun suara itu masih terdengar keras, bahkan kali ini di iringi suara tawa dari Ratini. Segera aku ketuk pintuny

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-04
  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Keguguran

    Aku masih menunggu di kamar, pasti nanti Ratini akan datang kesini karena mengira Abi ada di kamarku. Setengah jam berlalu belum ada yang ketuk pintu, aku keluar dan kaget ketika melihat Ratini hanya mondar mandir didepan pintu."Kamu ngapain, Dek! Kaya gosokan gitu. Bolak balik di depan pintu kamarku?" tanyaku penasaran."Aku mau ketemu Abi, tapi takut menganggu makanya aku tunggu saja sampai keluar," jawabnya sambil melonggok kekamarku,"Umi, aku sudah cantik belum?"Dia bertanya sambil membenarkan kerudungnya dan merapikan gamis serta sedekit kemudian memegang bulu matanya yang kurasa dia seperti tak enak memakainya."Cantik... Cantik sekali, karena pada kodratnya wanita dilahirkan cantik." aku tersenyum menjawabnya."Alhamdulilahh... Di mana Abi, Umi! Aku sudah sangat merindukannya. Umi jangan egois karena sudah dari tadi pag

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-08
  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Rumah Sakit

    "Aww... Sakit!" lengkuhnya memegangi perut."Adek!" teriak Abi segera mendekat, aku dan Adik kedua mendekat. Dari bawah gamisnya terlihat darah segar mengalir."Ayo, Umi. Bantu Abi, ayo, Dek!" ajaknya juga pada Nita. Kami mengangguk dan segera membawa Ratini keluar, memanggil supir yang dengan sigap langsung membukakan pintu.Aku duduk dengan memangku kepala Ratini, dia masih melengkuh kesakitan. Sedangkan Abi meminta kunci karena dia yang akan membawa mobilnya. Duduk di depan bersama Nita.Abi melanjukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, kami sendiri was-was. Bahkan terlihat tegang pada wajah Nita yang duduk di depan."Abi... Sakit!" lengkuh Ratini, dalam kondisi seperti ini saja masih manja."Istihfarr, Dik!" ucapku sambil menenangkan tapi tetap. Saja dia tak mau diam, justru tanganya menggapai-gapai jok dimana Abi duduk.

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-09
  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Keadaan

    "Sus!" panggilku pada seorang perawat yang mengecek keadaan Ratini."Iya, Bu. Ada yang bisa saya bantu?" jawabnya dengan sopan."Cuma mau nanya kenapa pasien terus merancau ya?""Ohh... Itu karena dia masih di bawah alam sadar, Bu. Layaknya kita tidur dan kita sedang bermimpi. Terbawa oleh semua kehidupan sehari-hari yang ada di pikirannya!"Aku mengangguk mengerti, setelahnya suster izin meninggalkan ruangan. Kupandangi wajah Ratini yang masih dengan tenangnya terpejam.Ketika aku menjalankan salat, Ratini siuman. Abi lah nama pertama dia cari, aku segera menyelesaikan salatku dan langsung menghampiri Ratini yang telah membuka mata."Mbak, di mana Abi?" tanyanya penasaran."Abi pulang, Dik Nita kurang enak badan!" jawabku.Seketika wajahnya cemberut, menandakan ketidak sukaannya. Dia men

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-09
  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Kepulangan

    Sampai rumah lumayan sudah agak malam, karena kami sempat mampir di sebuah rumah makan sederhana. Kenapa tak di restoran? Itulah uniknya Abi, walau uang melimpah, harta di mana-mana tak membuat dia sombong dan angkuh pada pengusaha kecil. Baginya lebih baik makan di rumah makan biasa asal higenis. Bukan karena pelit, tapi baginya dari pada makan di restoran yang kadang menunya sama tapi harganya lebih tinggi. Lebih baik membantu usaha kecil untuk terus berkembang dengan membelinya."Umi!" panggilnya ketika aku hendak naik keatas."Iya, Bi?" aku menghentikan langkahku."Apa Umi jadi bicara sama Abi?" tanyanya."Kalau Abi punya waktu dan ngga menganggu waktu istirahat Abi.""Nggak kok, Mi! Ayo...!" ajaknya yang langsung merangkul pundakku."Malam ini Abi tidur tempat Umi, Adek tidur aja dulu ya!" perintah Abi pada Nita yang b

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-09

Bab terbaru

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Akhir cerita (Tamat)

    Kami melangkah menuju mushala rumah sakit, Umi Sepuh terus saja mengandeng tanganku tanpa terlepas."Kita akan berdo'a disana, meminta pada sang pencipta agar Usman baik-baik saja!" Umi Sepuh berkata yang aku jawab dengan anggukan saja.Setelah salat dan berdo'a, Umi Sepuh membalikan badannya. Dia menatapku sendu."Apa kamu menyesal telah menikah dengan anakku, Sal?" tanya Umi Sepuh tiba-tiba.Aku menggelengkan kepala, "tidak sama sekali, Umi. Salma yakin semua yang terjadi pada Salma adalah garis tuhan yang telah tertuliskan bahkan sebelum Salma lahir.""Selama ini Usman tak pernah memberimu kebahagian, mungkin semua inilah karmanya. Aku sendiri begitu sedih dengan semua ini, apalagi kamu yang telah tersakiti.""Sedih itu manusiawi, Umi. Namun bukan berarti menyesal dan merutuki nasib. Salma ikhlas menjalani semua ini."

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Hasil akhir

    Abi berhenti sejenak, melihat di mana tengah berdiri Ratini dan Hendi. Sedangkan Umi Sepuh terlihat duduk dengan tatapan sendu.Ada apa lagi ini? Batinku. Abi melangkah dengan pelan. Mendekat pada Umi Sepuh yang tengah terduduk."Akhirnya Abi pulang juga! Hai... Mba, gimana kabarnya?" Ratini berbasa basi menanyaiku. Aku sangat yakin jika mereka berdua ada maksud tertentu."Mau apa kamu kesini?" cetus Abi dengan tatapan tak suka.Ratini justru tersenyum, dia seolah sedang mengejek dengan pertanyaan Abi."Senang ya... Sekarang jadi istri satu-satunya Abi Usman sang Sultan!" Ratini berjalan mengitariku. Apa maunya?"Katakan, ada apa kalian datang kesini!" kali ini aku bersuara sedikit lantang."Duh...duh.... Sepertinya dua pasang suami istri ini sudah tak sabar untuk berganti nasib!" Dengan sombong R

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Perjuangan

    Dengan rasa berdebar aku masih terus memandang pada mobil Abi yang baru datang, karena memang semua kaca yang hitam membuat kami tak tahu apakah Abi sendiri atau orang lain.Pak Sobri keluar lebih dulu dari sisi kemudi. Kalau Pak Sobri saja sudah boleh pulang berarti?Pak Sobri membuka pintu sisi belakang, dari samping ada Bagus yang keluar dan belakang Bagus Abi-lah yang menampakan wajahnya."Umi sepuh!" pekiku melihat wanita yang baru saja pintunya dibukakan oleh Pak Sobri.Aku langsung berlari mendekat, rasa haruku tak dapat kutahan lagi."Umi Sepuh baik-baik saja?" tanyaku khawatir pada wanita itu.Dia tersenyum, "aku baik-baik saja, Sal.""Syukurlah, Umi. Salma sangat khawatir.""Tentulah seperti itu, orang yang sudah menganggap Umi sebagai orang tuanya pasti akan sangat mengkh

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Perjalanan hidup

    "Sudah... Ayo kita pergi mengantar Ami dulu, nanti kita bicarakan setelah pulang!" Abi kali ini berkata tenang. Mungkin hanya menutupi saja, aku yakin dia sedang tak baik-baik saja.Aku mengangguk dan keluar, semua sudah siap untuk pergi mengantar Ami kepembaringan terakhir. Bahkan Abi meminta untuk mengantikan orang yang telah siap menopang keranda Ami.Aku dipapah Bik Sani yang juga tak surut tangisnya mengantar kepergian Ami. Sungguh aku tak kuat melihat Ami untuk terakhir kalinya. Saat tubuh Ami dimasukan keliang lahat, aku kembali tergugu, rasanya sesak sekali melihat orang yang telah merawatku dari kecil kini pergi untuk selamanya. Belum lagi aku sempat membalas jasa-jasanya.Abah terlihat tegar, walau aku tahu dia juga sangat kehilangan Ami. Karena selama ini dialah yang telah menemani hari-harinya. Sedangkan aku? Anak satu-satunya jauh darinya. Hingga kadang mereka mengeluh kesepian. Ya Allahhh.

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Pada Masanya

    Aku terbengong ketika Abi mengatakan bahwa kemarin sempat bersitegang merebutkan Nita. Kenapa Abi tak mengatakannya? Apakah ini yang membuat Abi semarah itu padaku, hingga merasa aku tak patut di maafkan! Aku menatap satu persatu dari Mila, Nita sampai Abi. Tak terkecuali Bagus. Mereka hanya terdiam dan lebih banyak mengangguk ketika Abi berkata."Sekarang kalau kamu tak percaya, tanyakan saja pada istriku yang merencanakan semua ini jika sungguh aku tak tahu apa-apa!" Abi menatapku."Maaf, Abi! Aku juga minta maaf, kemarin aku hanya menjalankan kewajibanku sebagai abdi negara dan melindungi Nita yang notabennya masih di bawah umur. Jadi saat aku ketahui bahwa Nita sudah menikah di usianya yang masih belum genap 17 tahun, kami melakukan investigasi."Jadi Bagus ini seorang polisi? Pantas saja tubuh dia begitu atletis."Sekali lagi maafkanku, Bi! Yang menyeret kedalam rana hukum."

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Tetap istiqomah

    Aku berusaha bersikap biasa, Abi masih diam. Tak ada banyak kata seperti biasa, bahkan dia memilih menghindar dariku. Mungkin saja dia masih kecewa atas apa yang telah aku lakukan. Terlebih tenyata Nita memang sudah benar-benar bercerai, aku tahu karena Nita memberitahuku lewat sambungan telfon."Sal! Usman akan pergi keluar kota, coba kamu ikutlah!" perintah Umi Sepuh saat kami makan malam.Kutatap Abi yang masih sibuk makan tanpa terganggu dengan apa yang baru saja disampaikan Umi Sepuh."Tapi, Umi... Salma tak ingin jauh dengan Juna dalam waktu lama. Lagian takut juga menganggu Abi." aku tertunduk, masih ada rasa segan pada Abi."Usman!" kali ini Umi Sepuh beralih pada Abi."Iya, Umi.""Ajaklah istrimu untuk liburan, honeymoon kedua mungkin!""Nanti saja, Umi. Aku pergi untuk urusan bisnis, kalau sampai na

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Kecurangan

    "Dimana si Hendi! Di telfon ngga aktif juga? Bikes banget, mana aku bawa koper sebesar ini lagi!" gerutuku ketika keluar dari Gema Resident. Kalau ada Hendi di sini tak mungkin aku seperti ini. Si@l! umpatku."Awas saja kau bandot Usman. Hartamu pasti akan jatuh ketanganku, aku tinggal tunggu saja kapan waktunya tiba. Membuat Salma yang sombong dan sok alim itu mati kutu!" aku tersenyum sinis, dengan ekor mata kelirik pada bangunan berlantai dua yang baru saja aku tinggalkan.Tin... Tin....Aku terkaget ketika taxi online pesananku sudah tiba di tempat, segera sopir turun untuk membantuku memasukan koper besar kebagasi."Aku pastikan tujuh bulan lagi akan datang menemui mereka dan mengejutkan tentang apa yang akan aku berikan padanya!" aku kembali terngiang tentang bagaimana membuat sebuah perjanjian yang akan membuat aku mendapatkan k

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Hina

    "Apa yang akan kamu katakan, Usman?" cetus Umi Sepuh, "Kamu mau mengatakan tentang Nita kan? Tentang perjanjian Nita dengan Salma. Tentang kenapa Nita sampai Salma bayar untuk menjadi istrimu!"Seketika mata Abi membulat, seolah kaget dengan apa yang baru saja Umi Sepuh katakan."U-Umi Sepuh sudah tahu?" Abi bertanya dengan tergagap."Ya! Kenapa? masih mau menyalahkan Salma!"Abi terdiam, entah apa yang bergelayut dalam pikirannya. Untung saja aku sudah ceritakan semuanya terlebih dahulu pada Umi Sepuh.©©©©Kemarin...Tok... Tok...."Umi Sepuh memanggil Salma?""Iya, Sal. Masuklah!"Akupun segera masuk dan duduk tepat di sisinya, di sofa ruangan bekas kantor Abah Said.&nb

  • Kubalas Madu dengan Manisnya Madu   Pengharapan

    "Eh, Umi Sepuh! Nggak papa kok, Mi! Ini temen Salma aja di telfon nggak diangkat-angkat takutnya dia sedang dalam keadaan gawat darurat!" ucapku berbohong, semoga Umi Sepuh tak curiga."Oh! Pantes wajahmu panik begitu, semoga temanmu itu tak kenapa-kenapa!""Iya, Mi....""Oh, ya, kamu pernah mau cerita tentang masalalu Nita sama Umi, boleh dong kalau sekarang saja? Umi penasaran banget tentang dia!" kali ini ucapan Umi membuat aku tak berkutik. Aduh! Bagaimana ini, apa aku cerita sekarang saja.Kring...Tiba-tiba Hpku berdering, kulihat nama Mila. Alhamdulillah, akhirnya."Sebentar ya, Umi. Salma angkat telfon dulu." Umi mengangguk, aku mulai menjauh dengan Umi Sepuh. Aku sangat yakin Mila akan mengabarkan sesuatu yang akan membantuku menyelesaikan masalah."Assalamualaikum, Hallo, Mil. Bagaimana?

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status