Hari terus berganti namun ingatan akan potongan tubuh dalam koper di rumah Nisa tampaknya betah bersemayam di benak orang-orang.
Sayup terdengar bisik yang mengganggap kebodohan Barry terperosok ke dalam jurang celaka pasti ada peran Nisa sebagai istri. Media ikut membubuhkan narasi yang memantik berbagai analisa, ya tentu saja. Walau kemudian berita penangkapan Barry, Santoso dan Amir ramai menghiasi layar kaca dan media cetak, tetap ada saja pihak yang mengiring opini seakan kesalahan seorang suami adalah wujud kegagalan sang istri. Opini yang sangat dibenci Nisa namun angin terus mengembuskan kabar hingga membentuk rantai kisah yang tiada ujungnya.
"Ooo itu istrinya. Cantik sebenarnya tapi buat laki-laki gak cukup cuma cantik," cibir mereka dengan nada mencela. Tidak semua laki-laki begitu, ingin Nisa men
"Nisa, jangan lupa nanti malam." Pesan dari ibu mengingatkan Nisa akan pentingnya kehadiran dirinya nanti malam di kediaman nenek. Setelah mengirimkan jawaban bahwa ia pasti berangkat, Nisa kembali diselimuti ingatan tentang masa kemarin.Nisa berusaha membuang potongan demi potongan peristiwa yang berkelebat di benaknya. Betapa lelah dirinya bertarung dengan hati selama berbulan-bulan, tanpa jalan keluar tanpa penghiburan akan kesesakan hingga memilih jalan nekat. Merencanakan pembalasan dendam atas perbuatan sang suami.Wajah cantik Amanda kini berada di tempat yang pantas. Seringai puas bersamaan raut kesedihan mencuat di wajah Nisa.Barry dan Amanda telah mengubahnya dari seorang wanita lembut yang bahkan takut menyakiti cicak, menjadi seo
"Maaa!" teriak Caitlin kaget akibat tubuhnya terdorong pelan ke depan. "Sorry, Sayang. Mama kaget jadi ngerem mendadak. Sorry," pungkas Nisa dengan rasa bersalah. Untung saja tidak ada kendaraan lain di belakangnya. Walau dalam kecepatan pelan, tetap saja bahaya. "Jemput seperti biasa, ya. Love u." Nisa mengusap kepala sang putri saat mobil telah berhenti di parkiran. "Okay, Ma. Love u too." Caitlin berlari setelah melabuhkan ciuman di pipi sang mama. Dengan cepat ia membaur bersama teman-temannya. Nisa bergegas pulang untuk mengurus Axel dan Ayesha, sebelum berkutat dengan urusan kantor. Jarak dekat antara rumah ke sekolah Caitlin memudahkannya bolak-balik dengan cepat. Sementara jarak dari rumah ke kantor pun terbilang dekat, ia bisa
[Nisa, mas pulang besok. Mau jemput di Bandara?] [Boleh, Mas. Jam berapa?] balasku. Jari-jariku gemetaran saat membalas text demi text. Sakit luar biasa, mengingat Mas Barry baru saja menghabiskan seminggu bersama selingkuhannya di Bangkok. Dan hari ini, ponselnya baru diaktifkan. Lelah, aku sangat lelah dan sakit hati. Taktiknya dengan memintaku berhenti kerja agar fokus urus anak-anak, berhasil. Kini aku tergantung padanya. Termasuk untuk pengobatan ibuku yang menderita penyakit stroke dan ayah yang menderita sakit ginjal sejak beberapa tahun terakhir. Barry menguasai hidupku dan keluargaku.
"Ya, betul, hitam. Jangan salah. Cek baik-baik gambar yang saya kirim." Jangan sampai Amir salah membeli koper, bisa kacau semua rencana, pikir Santoso.Dipilihnya sepuluh gambar yang paling terang. Gambar koper yang tengah ditarik seorang lelaki, masuk ke area bandara Soekarno Hatta. Dirinya harus mengambil gambar cepat, sebelum lelaki itu melewati petugas yang memeriksa tiket lalu koper besar merk ternama itu akan masuk bagasi pesawat."Warna, merk dan ukuran. Harus sama persis. Ingat, sama persis!""Baik, Boss. Aman."Santoso menutup panggilan telepon setelah Amir menyatakan bahwa gambar yang diterimanya melalui aplikasi whatsapp terlihat jelas.Sudah be
"Awasi terus Barry. Setoran terakhir berkurang banyak. Lakukan apa saja yang membuatnya takut." Mister Kong, mengepalkan tangan kiri sementara tangan kanannya memegang cerutu. Pria asal Indonesia yang kini menetap di Hongkong itu begitu murka. Barry orang kepercayaannya, sejak setahun lalu. Perkenalannya dengan Barry di sebuah kelab di Hongkong, meninggalkan kesan tersendiri. Mister Kong bahkan mengundang Barry agar makan malam bersama keesokan harinya, di sebuah restoran. Pertemuan itu terus berlanjut, seiring dengan seringnya Barry datang ke Hongkong. Saat itu Barry masih datang untuk urusan kantor. Kecocokan di antara keduanya, menjadi awal sebuah transaksi bisnis. Di mata Mister Kong, Barry pria ambisius namun perhitungan, juga cerdas.
"Mas, kita lapor polisi," ujarku dengan tubuh gemetar. Semakin lama koper itu berada di kamarku, semakin ketakutan itu menyergap. "Mas … mas!" Barry tidak melepaskan pandangan sedikitpun dari wajah wanita di dalam koper itu. "Mas, kita lapor polisi." Pelan kusentuh bahunya. "Eeh … mmmm jangan dulu." "Lho, kok jangan dulu. Nisa nggak mau mas, ada mayat di rumah!" "Tunggu dulu Nisa. Mas harus berpikir jernih." "Nanti saja mikirnya, Mas. Ini jelas-jelas kasus kriminal. Kita harus lapor sekarang, sebelum kita kena imbasnya."
[Dengarkan baik-baik.] Sebuah text masuk dari Nisa, wanita yang dikenalnya, lebih tepatnya mengenalkan diri padanya, beberapa bulan lalu. Caroline menekan tombol play pada kiriman berikutnya. Terdengar rekaman suara Nisa sedang berbicara dengan Amanda, wanita yang telah mengubah hidup Caroline dari surga menjadi neraka. [Tidak semudah itu, Mba. Saya dan Barry punya ikatan yang kuat. Saya bisa mundur, tapi Barry pasti akan tetap mengejar saya, jadi bukankah lebih baik tetap jalan aja. Saran saya, mba perbaiki aja diri sendiri. Atau … relakan Barry bersama saya saat dirinya sedang tidak bersama mba. Simple kan?] Rahang Caroline mengeras, mendengar suara Amanda seakan sengaja menantang Nisa. Betapa tak tau malunya wanita lici
[Berhasil, Bos. Wanita itu pulang duluan, sesuai instruksi.]Caroline tersenyum membaca text yang dikirimkan Sandy. Lelaki itu memang sangat bisa diandalkan dalam segala hal.Pengintaian Sandy atas Amanda yang sedang berlibur di Bangkok bersama Barry, berhasil mulus.Panggilan telepon dari Caroline mengatasnamakan sekretaris direksi, ditelan mentah-mentah oleh Amanda. Dasar wanita bod*h!Gambar-gambar yang dikirimkan Sandy padanya, cukup membuktikan bahwa dia wanita culas yang memanfaatkan banyak orang demi kesenangan diri sendiri. Lalu, apa gunanya berbelas kasihan pada wanita sejenis itu.Bodohnya Tedja, mau saja diperalat oleh wanita yang