Share

bab 4

Author: Airyline
last update Last Updated: 2025-03-01 04:00:45

Arimbi berdiri dengan tubuh lemas, kedua tangannya mengepal erat di sisi tubuhnya. Udara di rumah sakit terasa semakin menyesakkan saat dokter yang baru keluar dari ruang gawat darurat menatapnya dengan raut serius.

“Bagaimana keadaan anak saya, Dok?” suaranya bergetar, nyaris tak terdengar.

Dokter itu menghela napas panjang sebelum menjawab, “Bu Arimbi, kondisi Amanda sangat kritis. Ada serpihan kaca yang menancap di rongga dadanya, sangat dekat dengan organ vital. Kami harus segera melakukan operasi.”

Arimbi merasa tubuhnya melemas seketika, pandangannya mulai berkunang-kunang.

“Tapi…” dokter itu melanjutkan dengan nada berat, “…operasi ini berisiko tinggi. Kami butuh dokter bedah terbaik yang mengerti betul kondisi seperti ini. Dan satu-satunya dokter yang bisa menangani kasus ini adalah…”

Dokter itu menggantungkan kalimatnya.

“Siapa, Dok?” Arimbi buru-buru bertanya, hatinya terasa seperti diremas kuat.

Dokter itu menatapnya penuh simpati. “Dokter Reza. Suami Anda.”

Dunia Arimbi seakan runtuh.

Reza…

Orang yang baru saja pergi meninggalkannya di tepi jalan. Orang yang lebih memilih wanita lain di saat putri kandungnya sendiri sekarat.

Arimbi menggigit bibirnya keras untuk menahan isak. Ia menggeleng pelan, mencoba menyangkal kenyataan ini.

“Tidak ada dokter lain, Dok? Tidak ada?” suaranya putus asa.

Dokter itu menggeleng. “Kami bisa mencari dokter lain, tapi butuh waktu. Sedangkan Amanda…” ia menatap Arimbi dengan prihatin, “…tidak punya banyak waktu.”

Air mata Arimbi mengalir deras. Napasnya memburu, jantungnya terasa seperti dihantam berkali-kali.

“Lalu… darahnya, Dok? Amanda punya golongan darah langka…”

Wajah dokter itu semakin muram. “Kami tidak punya stok untuk golongan darahnya saat ini. Kami sudah menghubungi bank darah, tapi…”

“Aku…” suara Arimbi tercekat. “Aku bisa mendonorkan darahku. Golongan darahku sama dengannya.”

Dokter itu terkejut, lalu segera mengangguk. “Baik. Saya akan siapkan prosedurnya.”

Arimbi mengangguk cepat, tapi pikirannya masih kalut. Matanya kembali menatap layar ponsel yang ada di tangannya. Tanpa pikir panjang, ia segera menekan nomor Reza.

Nada sambung berbunyi…

Sekali.

Dua kali.

Tiga kali.

Tidak diangkat.

Arimbi menekan nomor itu lagi. Tangannya gemetar, air matanya kembali mengalir tanpa bisa ia hentikan.

“Angkat, Reza…” bisiknya putus asa. “Angkat teleponnya, aku mohon…”

Tapi tetap tidak ada jawaban.

“REZA!!!” Arimbi berteriak histeris di lorong rumah sakit, membuat beberapa perawat menoleh dengan tatapan iba.

Lututnya lemas, tubuhnya merosot ke lantai dingin rumah sakit. Suaminya telah meninggalkan mereka. Mengabaikan mereka. Bahkan ketika nyawa putrinya dipertaruhkan.

Dan saat itu, Arimbi tahu…

Ia harus menyelamatkan putrinya sendiri.

Arimbi berlari di sepanjang lorong rumah sakit dengan napas tersengal. Air matanya terus mengalir, tapi ia tidak peduli. Yang ada di pikirannya saat ini hanyalah satu hal—mencari suaminya.

"Aku butuh dia… Amanda butuh dia…" gumamnya dengan suara gemetar.

Setiap ruang rawat yang dilewatinya, ia buka dengan panik. Pandangannya liar, mencari sosok yang selama ini ia anggap sebagai pelindung keluarganya.

"Bu, Anda tidak bisa masuk begitu saja!" tegur seorang perawat.

"Tolong… suamiku ada di sini, aku harus menemukannya!" suaranya hampir putus asa.

Namun, langkahnya terhenti di depan salah satu ruang VIP. Pintu sedikit terbuka, dan di sanalah ia melihatnya.

Reza.

Bersama wanita itu.

Dan seorang anak laki-laki kecil yang terbaring lemah di ranjang.

Arimbi terpaku di tempat. Tubuhnya membeku saat menyaksikan bagaimana tangan Reza dengan penuh kasih menyentuh dahi anak itu, wajahnya dipenuhi kecemasan yang begitu mendalam.

"Ayah… tubuhku sakit," keluh anak laki-laki itu dengan suara lemah.

Reza langsung berjongkok di samping ranjang, menggenggam tangan anak itu erat. "Kamu harus kuat, Nak… Ayah di sini. Ayah nggak akan pergi ke mana-mana."

Dunia Arimbi seakan berhenti berputar.

Ayah?

Anak itu…, memanggil Reza dengan sebutan ‘Ayah’?

Dadanya seperti dihantam ribuan pisau.

Di saat yang sama, Reza begitu panik memeriksa kondisi anak itu. Ia mengecek suhu tubuhnya, mengatur selimutnya, lalu menoleh pada wanita yang terbaring di ranjang sebelahnya.

"Sayang, kamu butuh sesuatu? Aku bisa minta perawat menyiapkan obat penghilang rasa sakit untukmu," ucap Reza, suaranya penuh kelembutan yang bahkan sudah lama tidak Amira dengar.

Wanita itu mengangguk lemah. "Aku hanya butuh kamu tetap di sini, Reza…"

Dan tanpa ragu, Reza meraih tangannya. "Aku nggak akan pergi."

Saat itulah sesuatu dalam diri Amira hancur berkeping-keping.

Tenggorokannya tercekat. Napasnya sesak.

Di saat putrinya tengah berjuang antara hidup dan mati…

Di saat ia mati-matian mencari suaminya untuk menyelamatkan nyawa anak mereka…

Pria itu justru ada di sini.

Memeluk pengkhianatannya.

Mementingkan wanita lain dan anak yang bahkan bukan anaknya.

Seketika, tubuh Arimbi limbung. Lututnya lemas, dan genggaman tangannya di gagang pintu mengendur.

Namun, ia tidak bisa terpuruk sekarang. Tidak saat Amanda sedang menunggu.

Arimbi berdiri kaku di depan pintu ruang rawat itu. Dadanya naik-turun, napasnya berat. Air matanya mengalir tanpa bisa ia hentikan.

Di dalam ruangan, Reza masih menggenggam tangan wanita itu dengan penuh kelembutan.

"Aku takut, Reza…" suara wanita itu terdengar lirih, nyaris berbisik.

Reza semakin mempererat genggamannya. "Aku di sini. Aku nggak akan ninggalin kamu."

Wanita itu melirik sekilas ke arah pintu. Ia tahu Arimbi ada di sana.

Senyum licik tersungging di sudut bibirnya sebelum ia kembali berpura-pura kesakitan. "Reza… dadaku sesak… aku nggak kuat…"

Reza panik. Ia langsung menarik tubuh wanita itu ke dalam pelukannya, mengusap punggungnya dengan penuh kasih. "Sayang, kamu harus bertahan. Aku nggak bisa kehilangan kamu."

Arimbi menutup mulutnya dengan tangan, mencoba menahan isakan yang hampir meledak.

Kamu nggak bisa kehilangan dia?

Lalu bagaimana dengannya? Bagaimana dengan Amanda?

Di saat yang sama, wanita itu menoleh ke arah pintu lagi. Kali ini dengan ekspresi puas.

Ia ingin Arimbi melihat semua ini. Ia ingin Arimbi tahu bahwa Reza kini adalah miliknya.

Dan itu berhasil.

Karena detik berikutnya, Arimbi berbalik dan berlari.

Lari sejauh mungkin dari pengkhianatan ini.

---

Arimbi nyaris terjatuh saat sampai di depan ruang gawat darurat. Tubuhnya lemas, tapi ia memaksa dirinya untuk tetap berdiri.

Saat itu juga, seorang dokter keluar dari dalam ruangan, wajahnya penuh kecemasan.

"Bu Arimbi! Anda sudah menemukan suami Anda?" tanyanya dengan nada mendesak.

Arimbi terdiam, tak mampu menjawab.

Dokter itu menghela napas berat. "Kami tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Ada serpihan kaca yang menusuk rongga dada Amanda. Jika tidak segera dioperasi, ia bisa mengalami gagal napas!"

Hati Arimbi mencelos.

"T-tapi…" Suaranya bergetar. "Bukankah Dr. Reza satu-satunya dokter yang bisa menangani operasi ini?"

Dokter itu mengangguk. "Benar. Tapi sampai sekarang, beliau belum juga datang. Apa Anda tidak berhasil menemukannya?"

Air mata kembali membanjiri wajah Arimbi.

Ia bisa memberitahu dokter bahwa ia menemukan Reza. Ia bisa mengatakan bahwa suaminya lebih memilih wanita lain ketimbang menyelamatkan putri mereka.

Tapi untuk apa?

Fakta itu terlalu menyakitkan untuk diucapkan.

Arimbi menatap dokter di depannya dengan mata yang penuh air mata.

"Tolong lakukan sesuatu, Dok… Amanda tidak bisa menunggu lebih lama lagi…" Suaranya bergetar, nyaris putus asa.

Dokter itu menghela napas berat, menatap Arimbu dengan raut serius. "Ibu Arimbi, operasi ini sangat berisiko. Kami butuh dokter bedah toraks terbaik. Dan Dr. Reza adalah satu-satunya yang memiliki keahlian untuk menangani kasus ini."

Jantung Arimbi seakan berhenti berdetak.

Reza.

Lagi-lagi Reza.

Pria yang ia lihat tadi memeluk wanita lain dengan penuh kepedulian. Pria yang mengabaikan panggilan darinya. Pria yang lebih memilih berada di sisi wanita itu ketimbang datang saat anak mereka sekarat.

"Kami mohon, Bu Arimbi," lanjut dokter itu dengan nada lebih mendesak. "Anda harus bisa menghubungi suami Anda secepat mungkin. Amanda tidak bisa menunggu lebih lama lagi!"

Arimbi mengepalkan tangannya. Napasnya memburu.

Ia ingin menolak.

Ia ingin berteriak dan mengatakan bahwa Reza bahkan tidak peduli dengan Amanda. Bahwa suaminya lebih memilih wanita lain!

Tapi ini bukan tentang harga dirinya.

Ini tentang Amanda. Tentang nyawa putrinya.

Akhirnya, dengan gemetar, ia mengangguk. "A-aku akan menemui suamiku…"

Tanpa membuang waktu, Amira berbalik dan berlari keluar dari ruang gawat darurat.

Air matanya mengalir deras, tapi ia tidak peduli.

Hanya satu tujuan di pikirannya.

Ia harus menemukan Reza.

Ia harus membawa pria itu ke sini…

Demi menyelamatkan nyawa Amanda!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Ku Balas Kematian Anakku   5

    Di dalam ruang rawat, Monika duduk di tepi ranjang dengan wajah pucat. Mata merahnya berkaca-kaca, seolah ia benar-benar berada di titik terendah dalam hidupnya. Ia menggenggam tangan Reza erat-erat, suaranya bergetar penuh kesedihan. "Reza… aku tidak tahu harus bagaimana… Biaya rumah sakit ini pasti sangat mahal… Aku—aku tidak punya cukup uang untuk membayarnya…" ucapnya dengan suara parau, lalu terisak. Reza menghela napas panjang. Matanya menatap Monika dengan penuh simpati, tangannya terangkat untuk mengusap punggung wanita itu. "Tenang, Monika… Aku ada di sini. Aku tidak akan membiarkanmu dan anak kita kesulitan," katanya lembut. Monika semakin terisak, bahunya bergetar. "Tapi Reza… Aku benar-benar tidak punya banyak tabungan… Aku sudah menghabiskan semua uangku untuk biaya pengobatan anak kita… Aku takut… Aku takut rumah sakit akan menolak merawatnya kalau kita tidak bisa membayar…" Reza menatapnya dalam-dalam. Ada sebersit rasa bersalah di hatinya, tapi ia segera mengabai

    Last Updated : 2025-03-03
  • Ku Balas Kematian Anakku   bab 6

    Kesadaran itu menghantamnya seperti petir. Ia merasakan sakit yang luar biasa menyayat hatinya. Tanpa menunggu lebih lama, Arimbi berdiri dan berlari secepat mungkin ke kamar rawat VVIP yang tadi ia datangi. Pintu kamar itu terbuka, dan yang pertama ia lihat adalah Monika yang berdiri di samping ranjang Radit, tersenyum puas. Di sisi lain, Reza sedang berdiri, masih mengenakan jas dokternya, sementara kantong darah yang tadi ia bawa kini sudah tersambung ke infus Radit. Arimbi membeku di ambang pintu. Napasnya tersengal, tubuhnya gemetar hebat. Reza menatapnya dengan ekspresi kaget, seolah baru sadar bahwa ia telah tertangkap basah. Arimbi tidak bisa berkata-kata. Air mata mulai menggenang di matanya. "Jadi… darahku… bukan untuk Amanda?" Suaranya bergetar, nyaris seperti bisikan. Tidak ada jawaban. Arimbi menelan ludah dengan susah payah, lalu menatap suaminya dengan penuh pengkhianatan. "Reza… kau memintaku mendonorkan darahku, tapi bukan untuk anak kita? Kau… mengg

    Last Updated : 2025-03-22
  • Ku Balas Kematian Anakku   Bab 1

    "Sayang, jangan lupa hari ini kita ada acara ulang tahun untuk Amanda," ujar Arimbi kepada Reza sang suami saat mereka sedang sarapan pagi."Iya, jam tujuh malam kan. Di restoran biasa," jawab Reza tanpa menatap ke arah istrinya. Dia sibuk dengan ponselnya."Jangan sampai terlambat, kami akan menunggu di sana," pinta Arimbi."Aku Tidak janji, kamu tau kan pekerjaanku yang mengharuskan ku untuk standby di rumah sakit," Jawab Reza. Dia tersenyum tapi bukan untuk Arimbi, tapi untuk isi Chat di ponselnya."Aku tau mas, masa kamu gak bisa meluangkan waktu untuk Amanda? Tidak lama hanya dua jam saja," ujar Arimbi."Arimbi, aku dah bilang, aku akan datang. Tapi aku gak janji akan datang tepat waktu. Sudah, aku gak mau pagi-pagi kita ribut masalah yang tidak penting. Aku berangkat dulu," ucap Reza seraya beranjak dari tempat duduknya dan menuju ke arah pintu utama, meninggalkan Arimbi yang masih menyelesaikan sarapannya.Dengan tergesa-gesa, Arimbi mengikuti suaminya sambil membawakan tas ker

    Last Updated : 2025-03-01
  • Ku Balas Kematian Anakku   Bab 2

    Di tengah perjalanan menuju butik, Arimbi dan Amanda menikmati perjalanan sambil mendengarkan musik dari radio mobil. Amanda masih terlihat ceria setelah menikmati es krimnya, sesekali dia bercerita tentang teman-temannya di sekolah. "Mama, nanti di butik boleh gak aku pilih satu baju baru?" tanya Amanda sambil menatap ibunya dengan mata berbinar. Arimbi tersenyum, mengusap kepala anaknya dengan lembut. "Tentu boleh, sayang. Kamu boleh pilih baju yang kamu suka. Lagipula, butik Mama punya banyak koleksi baru yang pasti cocok buat kamu." Amanda bersorak kecil. "Yeay! Aku mau yang warnanya pink atau biru muda!" Arimbi tertawa pelan. "Baik, nanti kita cari yang paling bagus buat kamu, ya."  Amanda tampak sangat bersemangat karena akan ikut ke butik ibunya. "Mama, butik Mama itu besar gak?" tanya Amanda sambil melompat-lompat kecil menuju mobil. Arimbi tersenyum sambil menggenggam tangan anaknya. "Lumayan, sayang. Memang tidak sebesar perusahaan keluarga, tapi Mama bangun but

    Last Updated : 2025-03-01
  • Ku Balas Kematian Anakku   Bab 3

    Dentuman keras di dadanya seolah menggantikan detak jantungnya yang melemah. Arimbi berusaha menahan tangis, tetapi melihat tubuh mungil Amanda yang terbujur lemah di atas tandu, ia tidak bisa lagi menahan air matanya. Gadis kecil itu terlalu pucat, terlalu diam. Nafasnya pendek-pendek, dan darah masih merembes dari luka di dadanya. "Tolong anak saya... Tolong dia... Saya mohon...!" suara Arimbi terdengar putus asa saat tim medis mendorong tandu menuju ambulans. "Tenang, Bu. Kami akan melakukan yang terbaik." Seorang paramedis pria berusaha menenangkan Arimbi sambil dengan cekatan memasang alat bantu pernapasan ke wajah Amanda. Namun, Arimbi tidak bisa tenang. Bagaimana ia bisa tenang kalau anaknya berada di antara hidup dan mati? Ketika akhirnya ia masuk ke dalam ambulans dan duduk di samping Amanda, tangannya langsung menggenggam erat tangan kecil putrinya. "Amanda, Sayang... Mama di sini... Mama di sini..." suaranya bergetar, sementara air matanya jatuh mengenai tangan A

    Last Updated : 2025-03-01

Latest chapter

  • Ku Balas Kematian Anakku   bab 6

    Kesadaran itu menghantamnya seperti petir. Ia merasakan sakit yang luar biasa menyayat hatinya. Tanpa menunggu lebih lama, Arimbi berdiri dan berlari secepat mungkin ke kamar rawat VVIP yang tadi ia datangi. Pintu kamar itu terbuka, dan yang pertama ia lihat adalah Monika yang berdiri di samping ranjang Radit, tersenyum puas. Di sisi lain, Reza sedang berdiri, masih mengenakan jas dokternya, sementara kantong darah yang tadi ia bawa kini sudah tersambung ke infus Radit. Arimbi membeku di ambang pintu. Napasnya tersengal, tubuhnya gemetar hebat. Reza menatapnya dengan ekspresi kaget, seolah baru sadar bahwa ia telah tertangkap basah. Arimbi tidak bisa berkata-kata. Air mata mulai menggenang di matanya. "Jadi… darahku… bukan untuk Amanda?" Suaranya bergetar, nyaris seperti bisikan. Tidak ada jawaban. Arimbi menelan ludah dengan susah payah, lalu menatap suaminya dengan penuh pengkhianatan. "Reza… kau memintaku mendonorkan darahku, tapi bukan untuk anak kita? Kau… mengg

  • Ku Balas Kematian Anakku   5

    Di dalam ruang rawat, Monika duduk di tepi ranjang dengan wajah pucat. Mata merahnya berkaca-kaca, seolah ia benar-benar berada di titik terendah dalam hidupnya. Ia menggenggam tangan Reza erat-erat, suaranya bergetar penuh kesedihan. "Reza… aku tidak tahu harus bagaimana… Biaya rumah sakit ini pasti sangat mahal… Aku—aku tidak punya cukup uang untuk membayarnya…" ucapnya dengan suara parau, lalu terisak. Reza menghela napas panjang. Matanya menatap Monika dengan penuh simpati, tangannya terangkat untuk mengusap punggung wanita itu. "Tenang, Monika… Aku ada di sini. Aku tidak akan membiarkanmu dan anak kita kesulitan," katanya lembut. Monika semakin terisak, bahunya bergetar. "Tapi Reza… Aku benar-benar tidak punya banyak tabungan… Aku sudah menghabiskan semua uangku untuk biaya pengobatan anak kita… Aku takut… Aku takut rumah sakit akan menolak merawatnya kalau kita tidak bisa membayar…" Reza menatapnya dalam-dalam. Ada sebersit rasa bersalah di hatinya, tapi ia segera mengabai

  • Ku Balas Kematian Anakku   bab 4

    Arimbi berdiri dengan tubuh lemas, kedua tangannya mengepal erat di sisi tubuhnya. Udara di rumah sakit terasa semakin menyesakkan saat dokter yang baru keluar dari ruang gawat darurat menatapnya dengan raut serius. “Bagaimana keadaan anak saya, Dok?” suaranya bergetar, nyaris tak terdengar. Dokter itu menghela napas panjang sebelum menjawab, “Bu Arimbi, kondisi Amanda sangat kritis. Ada serpihan kaca yang menancap di rongga dadanya, sangat dekat dengan organ vital. Kami harus segera melakukan operasi.” Arimbi merasa tubuhnya melemas seketika, pandangannya mulai berkunang-kunang. “Tapi…” dokter itu melanjutkan dengan nada berat, “…operasi ini berisiko tinggi. Kami butuh dokter bedah terbaik yang mengerti betul kondisi seperti ini. Dan satu-satunya dokter yang bisa menangani kasus ini adalah…” Dokter itu menggantungkan kalimatnya. “Siapa, Dok?” Arimbi buru-buru bertanya, hatinya terasa seperti diremas kuat. Dokter itu menatapnya penuh simpati. “Dokter Reza. Suami Anda.” Dunia A

  • Ku Balas Kematian Anakku   Bab 3

    Dentuman keras di dadanya seolah menggantikan detak jantungnya yang melemah. Arimbi berusaha menahan tangis, tetapi melihat tubuh mungil Amanda yang terbujur lemah di atas tandu, ia tidak bisa lagi menahan air matanya. Gadis kecil itu terlalu pucat, terlalu diam. Nafasnya pendek-pendek, dan darah masih merembes dari luka di dadanya. "Tolong anak saya... Tolong dia... Saya mohon...!" suara Arimbi terdengar putus asa saat tim medis mendorong tandu menuju ambulans. "Tenang, Bu. Kami akan melakukan yang terbaik." Seorang paramedis pria berusaha menenangkan Arimbi sambil dengan cekatan memasang alat bantu pernapasan ke wajah Amanda. Namun, Arimbi tidak bisa tenang. Bagaimana ia bisa tenang kalau anaknya berada di antara hidup dan mati? Ketika akhirnya ia masuk ke dalam ambulans dan duduk di samping Amanda, tangannya langsung menggenggam erat tangan kecil putrinya. "Amanda, Sayang... Mama di sini... Mama di sini..." suaranya bergetar, sementara air matanya jatuh mengenai tangan A

  • Ku Balas Kematian Anakku   Bab 2

    Di tengah perjalanan menuju butik, Arimbi dan Amanda menikmati perjalanan sambil mendengarkan musik dari radio mobil. Amanda masih terlihat ceria setelah menikmati es krimnya, sesekali dia bercerita tentang teman-temannya di sekolah. "Mama, nanti di butik boleh gak aku pilih satu baju baru?" tanya Amanda sambil menatap ibunya dengan mata berbinar. Arimbi tersenyum, mengusap kepala anaknya dengan lembut. "Tentu boleh, sayang. Kamu boleh pilih baju yang kamu suka. Lagipula, butik Mama punya banyak koleksi baru yang pasti cocok buat kamu." Amanda bersorak kecil. "Yeay! Aku mau yang warnanya pink atau biru muda!" Arimbi tertawa pelan. "Baik, nanti kita cari yang paling bagus buat kamu, ya."  Amanda tampak sangat bersemangat karena akan ikut ke butik ibunya. "Mama, butik Mama itu besar gak?" tanya Amanda sambil melompat-lompat kecil menuju mobil. Arimbi tersenyum sambil menggenggam tangan anaknya. "Lumayan, sayang. Memang tidak sebesar perusahaan keluarga, tapi Mama bangun but

  • Ku Balas Kematian Anakku   Bab 1

    "Sayang, jangan lupa hari ini kita ada acara ulang tahun untuk Amanda," ujar Arimbi kepada Reza sang suami saat mereka sedang sarapan pagi."Iya, jam tujuh malam kan. Di restoran biasa," jawab Reza tanpa menatap ke arah istrinya. Dia sibuk dengan ponselnya."Jangan sampai terlambat, kami akan menunggu di sana," pinta Arimbi."Aku Tidak janji, kamu tau kan pekerjaanku yang mengharuskan ku untuk standby di rumah sakit," Jawab Reza. Dia tersenyum tapi bukan untuk Arimbi, tapi untuk isi Chat di ponselnya."Aku tau mas, masa kamu gak bisa meluangkan waktu untuk Amanda? Tidak lama hanya dua jam saja," ujar Arimbi."Arimbi, aku dah bilang, aku akan datang. Tapi aku gak janji akan datang tepat waktu. Sudah, aku gak mau pagi-pagi kita ribut masalah yang tidak penting. Aku berangkat dulu," ucap Reza seraya beranjak dari tempat duduknya dan menuju ke arah pintu utama, meninggalkan Arimbi yang masih menyelesaikan sarapannya.Dengan tergesa-gesa, Arimbi mengikuti suaminya sambil membawakan tas ker

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status