Share

Bab 9

Penulis: Airyline
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-25 01:08:05

Arimbi menggeleng, suaranya penuh kepedihan. "Aku tidak akan pernah memaafkan Reza, Kak. Aku bersumpah, dia akan merasakan kehilangan seperti yang aku rasakan sekarang!"

Ayuna menatap Arimbi dengan prihatin. "Balas dendam tidak akan mengembalikan Amanda, Bi."

Arimbi mengepalkan tangannya, matanya merah karena tangis dan amarah. "Tapi setidaknya, aku akan memastikan dia tidak akan pernah tenang. Reza akan tahu bagaimana rasanya kehilangan segalanya!"

Ayuna hanya bisa memeluk adiknya yang kini larut dalam tangis pilu. Lantunan ayat suci terus mengalun, sementara di dalam hati Arimbi, dendam mulai membara.

Ayuna menatap adiknya yang masih terduduk lemas di samping jenazah Amanda. Tangis Arimbi sudah mulai mereda, meski kesedihan tetap terpahat jelas di wajahnya yang pucat.

"Bi," suara Ayuna lembut, "kamu harus mengabari Reza."

Arimbi mendongak, matanya yang sembab memandang kakaknya dengan tatapan kosong. "Buat apa, Kak?" suaranya serak. "Dia tidak peduli. Dia bahkan tidak ad
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Ku Balas Kematian Anakku   Bab 1

    "Sayang, jangan lupa hari ini kita ada acara ulang tahun untuk Amanda," ujar Arimbi kepada Reza sang suami saat mereka sedang sarapan pagi."Iya, jam tujuh malam kan. Di restoran biasa," jawab Reza tanpa menatap ke arah istrinya. Dia sibuk dengan ponselnya."Jangan sampai terlambat, kami akan menunggu di sana," pinta Arimbi."Aku Tidak janji, kamu tau kan pekerjaanku yang mengharuskan ku untuk standby di rumah sakit," Jawab Reza. Dia tersenyum tapi bukan untuk Arimbi, tapi untuk isi Chat di ponselnya."Aku tau mas, masa kamu gak bisa meluangkan waktu untuk Amanda? Tidak lama hanya dua jam saja," ujar Arimbi."Arimbi, aku dah bilang, aku akan datang. Tapi aku gak janji akan datang tepat waktu. Sudah, aku gak mau pagi-pagi kita ribut masalah yang tidak penting. Aku berangkat dulu," ucap Reza seraya beranjak dari tempat duduknya dan menuju ke arah pintu utama, meninggalkan Arimbi yang masih menyelesaikan sarapannya.Dengan tergesa-gesa, Arimbi mengikuti suaminya sambil membawakan tas ker

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-01
  • Ku Balas Kematian Anakku   Bab 2

    Di tengah perjalanan menuju butik, Arimbi dan Amanda menikmati perjalanan sambil mendengarkan musik dari radio mobil. Amanda masih terlihat ceria setelah menikmati es krimnya, sesekali dia bercerita tentang teman-temannya di sekolah. "Mama, nanti di butik boleh gak aku pilih satu baju baru?" tanya Amanda sambil menatap ibunya dengan mata berbinar. Arimbi tersenyum, mengusap kepala anaknya dengan lembut. "Tentu boleh, sayang. Kamu boleh pilih baju yang kamu suka. Lagipula, butik Mama punya banyak koleksi baru yang pasti cocok buat kamu." Amanda bersorak kecil. "Yeay! Aku mau yang warnanya pink atau biru muda!" Arimbi tertawa pelan. "Baik, nanti kita cari yang paling bagus buat kamu, ya."  Amanda tampak sangat bersemangat karena akan ikut ke butik ibunya. "Mama, butik Mama itu besar gak?" tanya Amanda sambil melompat-lompat kecil menuju mobil. Arimbi tersenyum sambil menggenggam tangan anaknya. "Lumayan, sayang. Memang tidak sebesar perusahaan keluarga, tapi Mama bangun but

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-01
  • Ku Balas Kematian Anakku   Bab 3

    Dentuman keras di dadanya seolah menggantikan detak jantungnya yang melemah. Arimbi berusaha menahan tangis, tetapi melihat tubuh mungil Amanda yang terbujur lemah di atas tandu, ia tidak bisa lagi menahan air matanya. Gadis kecil itu terlalu pucat, terlalu diam. Nafasnya pendek-pendek, dan darah masih merembes dari luka di dadanya. "Tolong anak saya... Tolong dia... Saya mohon...!" suara Arimbi terdengar putus asa saat tim medis mendorong tandu menuju ambulans. "Tenang, Bu. Kami akan melakukan yang terbaik." Seorang paramedis pria berusaha menenangkan Arimbi sambil dengan cekatan memasang alat bantu pernapasan ke wajah Amanda. Namun, Arimbi tidak bisa tenang. Bagaimana ia bisa tenang kalau anaknya berada di antara hidup dan mati? Ketika akhirnya ia masuk ke dalam ambulans dan duduk di samping Amanda, tangannya langsung menggenggam erat tangan kecil putrinya. "Amanda, Sayang... Mama di sini... Mama di sini..." suaranya bergetar, sementara air matanya jatuh mengenai tangan A

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-01
  • Ku Balas Kematian Anakku   bab 4

    Arimbi berdiri dengan tubuh lemas, kedua tangannya mengepal erat di sisi tubuhnya. Udara di rumah sakit terasa semakin menyesakkan saat dokter yang baru keluar dari ruang gawat darurat menatapnya dengan raut serius. “Bagaimana keadaan anak saya, Dok?” suaranya bergetar, nyaris tak terdengar. Dokter itu menghela napas panjang sebelum menjawab, “Bu Arimbi, kondisi Amanda sangat kritis. Ada serpihan kaca yang menancap di rongga dadanya, sangat dekat dengan organ vital. Kami harus segera melakukan operasi.” Arimbi merasa tubuhnya melemas seketika, pandangannya mulai berkunang-kunang. “Tapi…” dokter itu melanjutkan dengan nada berat, “…operasi ini berisiko tinggi. Kami butuh dokter bedah terbaik yang mengerti betul kondisi seperti ini. Dan satu-satunya dokter yang bisa menangani kasus ini adalah…” Dokter itu menggantungkan kalimatnya. “Siapa, Dok?” Arimbi buru-buru bertanya, hatinya terasa seperti diremas kuat. Dokter itu menatapnya penuh simpati. “Dokter Reza. Suami Anda.” Dunia A

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-01
  • Ku Balas Kematian Anakku   Bab 5

    Di dalam ruang rawat, Monika duduk di tepi ranjang dengan wajah pucat. Mata merahnya berkaca-kaca, seolah ia benar-benar berada di titik terendah dalam hidupnya. Ia menggenggam tangan Reza erat-erat, suaranya bergetar penuh kesedihan. "Reza… aku tidak tahu harus bagaimana… Biaya rumah sakit ini pasti sangat mahal… Aku—aku tidak punya cukup uang untuk membayarnya…" ucapnya dengan suara parau, lalu terisak. Reza menghela napas panjang. Matanya menatap Monika dengan penuh simpati, tangannya terangkat untuk mengusap punggung wanita itu. "Tenang, Monika… Aku ada di sini. Aku tidak akan membiarkanmu dan anak kita kesulitan," katanya lembut. Monika semakin terisak, bahunya bergetar. "Tapi Reza… Aku benar-benar tidak punya banyak tabungan… Aku sudah menghabiskan semua uangku untuk biaya pengobatan anak kita… Aku takut… Aku takut rumah sakit akan menolak merawatnya kalau kita tidak bisa membayar…" Reza menatapnya dalam-dalam. Ada sebersit rasa bersalah di hatinya, tapi ia segera menga

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-03
  • Ku Balas Kematian Anakku   bab 6

    Kesadaran itu menghantamnya seperti petir. Ia merasakan sakit yang luar biasa menyayat hatinya. Tanpa menunggu lebih lama, Arimbi berdiri dan berlari secepat mungkin ke kamar rawat VVIP yang tadi ia datangi. Pintu kamar itu terbuka, dan yang pertama ia lihat adalah Monika yang berdiri di samping ranjang Radit, tersenyum puas. Di sisi lain, Reza sedang berdiri, masih mengenakan jas dokternya, sementara kantong darah yang tadi ia bawa kini sudah tersambung ke infus Radit. Arimbi membeku di ambang pintu. Napasnya tersengal, tubuhnya gemetar hebat. Reza menatapnya dengan ekspresi kaget, seolah baru sadar bahwa ia telah tertangkap basah. Arimbi tidak bisa berkata-kata. Air mata mulai menggenang di matanya. "Jadi… darahku… bukan untuk Amanda?" Suaranya bergetar, nyaris seperti bisikan. Tidak ada jawaban. Arimbi menelan ludah dengan susah payah, lalu menatap suaminya dengan penuh pengkhianatan. "Reza… kau memintaku mendonorkan darahku, tapi bukan untuk anak kita? Kau… mengg

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-22
  • Ku Balas Kematian Anakku   Bab 7

    Arimbi mengusap air matanya, menarik napas panjang, lalu melangkah menuju ruang operasi.Namun, saat ia baru saja melewati lorong rumah sakit, seorang dokter keluar dari ruang operasi. Wajahnya tampak tegang."Arimbi…?"Arimbi menghentikan langkahnya. Ia bisa merasakan jantungnya berdegup kencang."Apa yang terjadi, Dok? Bagaimana keadaan Amanda?"Dokter itu menghela napas panjang, sorot matanya penuh iba."Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi… anak Anda sudah tidak bisa diselamatkan."Dunia Arimbi seketika runtuh."Apa…?" Suaranya hampir tak keluar.Dokter itu menatapnya dengan penuh simpati. "Kami kehilangan detak jantungnya beberapa menit yang lalu. Maafkan kami…"Arimbi mundur selangkah, tubuhnya melemah. Tangannya bergetar hebat, seolah dunia berputar dan menelannya bulat-bulat."Tidak… tidak mungkin…" Ia mencengkram bajunya sendiri, berharap ini hanyalah mimpi buruk yang

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-23
  • Ku Balas Kematian Anakku   Bab 8

    Arimbi semakin terisak, genggamannya di baju kakaknya semakin erat. “Aku gak kuat, Kak… Amanda pergi… Dia pergi karena kelicikan Reza dan keluarganya! Mereka tega mengambil darahku, tapi bukan untuk Amanda! Mereka mengkhianatiku, Kak!”Ayuna mengernyit, mendengar pernyataan Arimbi yang membuat dadanya mendidih. “Apa maksudmu, Bi? Siapa yang mengambil darahmu?!”Arimbi menarik napas dalam, berusaha mengendalikan emosinya. “Reza! Dia memintaku mendonorkan darah… Aku pikir itu untuk Amanda… Tapi ternyata—” Arimbi mencengkeram tangan Ayuna dengan kuat, “—darah itu untuk anak haramnya dengan Monika!”Ayuna tersentak, matanya membulat penuh kemarahan. “APA?!”Arimbi mengangguk dengan wajah penuh dendam. “Selama ini aku dibodohi, Kak… Aku membiayai mereka, memberikan segalanya untuk keluarga Reza, sementara mereka menutup-nutupi perselingkuhannya! Aku akan membalas mereka, Kak. Aku akan berhenti memberi mereka uang, aku akan blokir semua kartu kredit yan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-23

Bab terbaru

  • Ku Balas Kematian Anakku   Bab 9

    Arimbi menggeleng, suaranya penuh kepedihan. "Aku tidak akan pernah memaafkan Reza, Kak. Aku bersumpah, dia akan merasakan kehilangan seperti yang aku rasakan sekarang!" Ayuna menatap Arimbi dengan prihatin. "Balas dendam tidak akan mengembalikan Amanda, Bi." Arimbi mengepalkan tangannya, matanya merah karena tangis dan amarah. "Tapi setidaknya, aku akan memastikan dia tidak akan pernah tenang. Reza akan tahu bagaimana rasanya kehilangan segalanya!" Ayuna hanya bisa memeluk adiknya yang kini larut dalam tangis pilu. Lantunan ayat suci terus mengalun, sementara di dalam hati Arimbi, dendam mulai membara. Ayuna menatap adiknya yang masih terduduk lemas di samping jenazah Amanda. Tangis Arimbi sudah mulai mereda, meski kesedihan tetap terpahat jelas di wajahnya yang pucat. "Bi," suara Ayuna lembut, "kamu harus mengabari Reza." Arimbi mendongak, matanya yang sembab memandang kakaknya dengan tatapan kosong. "Buat apa, Kak?" suaranya serak. "Dia tidak peduli. Dia bahkan tidak ad

  • Ku Balas Kematian Anakku   Bab 8

    Arimbi semakin terisak, genggamannya di baju kakaknya semakin erat. “Aku gak kuat, Kak… Amanda pergi… Dia pergi karena kelicikan Reza dan keluarganya! Mereka tega mengambil darahku, tapi bukan untuk Amanda! Mereka mengkhianatiku, Kak!”Ayuna mengernyit, mendengar pernyataan Arimbi yang membuat dadanya mendidih. “Apa maksudmu, Bi? Siapa yang mengambil darahmu?!”Arimbi menarik napas dalam, berusaha mengendalikan emosinya. “Reza! Dia memintaku mendonorkan darah… Aku pikir itu untuk Amanda… Tapi ternyata—” Arimbi mencengkeram tangan Ayuna dengan kuat, “—darah itu untuk anak haramnya dengan Monika!”Ayuna tersentak, matanya membulat penuh kemarahan. “APA?!”Arimbi mengangguk dengan wajah penuh dendam. “Selama ini aku dibodohi, Kak… Aku membiayai mereka, memberikan segalanya untuk keluarga Reza, sementara mereka menutup-nutupi perselingkuhannya! Aku akan membalas mereka, Kak. Aku akan berhenti memberi mereka uang, aku akan blokir semua kartu kredit yan

  • Ku Balas Kematian Anakku   Bab 7

    Arimbi mengusap air matanya, menarik napas panjang, lalu melangkah menuju ruang operasi.Namun, saat ia baru saja melewati lorong rumah sakit, seorang dokter keluar dari ruang operasi. Wajahnya tampak tegang."Arimbi…?"Arimbi menghentikan langkahnya. Ia bisa merasakan jantungnya berdegup kencang."Apa yang terjadi, Dok? Bagaimana keadaan Amanda?"Dokter itu menghela napas panjang, sorot matanya penuh iba."Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi… anak Anda sudah tidak bisa diselamatkan."Dunia Arimbi seketika runtuh."Apa…?" Suaranya hampir tak keluar.Dokter itu menatapnya dengan penuh simpati. "Kami kehilangan detak jantungnya beberapa menit yang lalu. Maafkan kami…"Arimbi mundur selangkah, tubuhnya melemah. Tangannya bergetar hebat, seolah dunia berputar dan menelannya bulat-bulat."Tidak… tidak mungkin…" Ia mencengkram bajunya sendiri, berharap ini hanyalah mimpi buruk yang

  • Ku Balas Kematian Anakku   bab 6

    Kesadaran itu menghantamnya seperti petir. Ia merasakan sakit yang luar biasa menyayat hatinya. Tanpa menunggu lebih lama, Arimbi berdiri dan berlari secepat mungkin ke kamar rawat VVIP yang tadi ia datangi. Pintu kamar itu terbuka, dan yang pertama ia lihat adalah Monika yang berdiri di samping ranjang Radit, tersenyum puas. Di sisi lain, Reza sedang berdiri, masih mengenakan jas dokternya, sementara kantong darah yang tadi ia bawa kini sudah tersambung ke infus Radit. Arimbi membeku di ambang pintu. Napasnya tersengal, tubuhnya gemetar hebat. Reza menatapnya dengan ekspresi kaget, seolah baru sadar bahwa ia telah tertangkap basah. Arimbi tidak bisa berkata-kata. Air mata mulai menggenang di matanya. "Jadi… darahku… bukan untuk Amanda?" Suaranya bergetar, nyaris seperti bisikan. Tidak ada jawaban. Arimbi menelan ludah dengan susah payah, lalu menatap suaminya dengan penuh pengkhianatan. "Reza… kau memintaku mendonorkan darahku, tapi bukan untuk anak kita? Kau… mengg

  • Ku Balas Kematian Anakku   Bab 5

    Di dalam ruang rawat, Monika duduk di tepi ranjang dengan wajah pucat. Mata merahnya berkaca-kaca, seolah ia benar-benar berada di titik terendah dalam hidupnya. Ia menggenggam tangan Reza erat-erat, suaranya bergetar penuh kesedihan. "Reza… aku tidak tahu harus bagaimana… Biaya rumah sakit ini pasti sangat mahal… Aku—aku tidak punya cukup uang untuk membayarnya…" ucapnya dengan suara parau, lalu terisak. Reza menghela napas panjang. Matanya menatap Monika dengan penuh simpati, tangannya terangkat untuk mengusap punggung wanita itu. "Tenang, Monika… Aku ada di sini. Aku tidak akan membiarkanmu dan anak kita kesulitan," katanya lembut. Monika semakin terisak, bahunya bergetar. "Tapi Reza… Aku benar-benar tidak punya banyak tabungan… Aku sudah menghabiskan semua uangku untuk biaya pengobatan anak kita… Aku takut… Aku takut rumah sakit akan menolak merawatnya kalau kita tidak bisa membayar…" Reza menatapnya dalam-dalam. Ada sebersit rasa bersalah di hatinya, tapi ia segera menga

  • Ku Balas Kematian Anakku   bab 4

    Arimbi berdiri dengan tubuh lemas, kedua tangannya mengepal erat di sisi tubuhnya. Udara di rumah sakit terasa semakin menyesakkan saat dokter yang baru keluar dari ruang gawat darurat menatapnya dengan raut serius. “Bagaimana keadaan anak saya, Dok?” suaranya bergetar, nyaris tak terdengar. Dokter itu menghela napas panjang sebelum menjawab, “Bu Arimbi, kondisi Amanda sangat kritis. Ada serpihan kaca yang menancap di rongga dadanya, sangat dekat dengan organ vital. Kami harus segera melakukan operasi.” Arimbi merasa tubuhnya melemas seketika, pandangannya mulai berkunang-kunang. “Tapi…” dokter itu melanjutkan dengan nada berat, “…operasi ini berisiko tinggi. Kami butuh dokter bedah terbaik yang mengerti betul kondisi seperti ini. Dan satu-satunya dokter yang bisa menangani kasus ini adalah…” Dokter itu menggantungkan kalimatnya. “Siapa, Dok?” Arimbi buru-buru bertanya, hatinya terasa seperti diremas kuat. Dokter itu menatapnya penuh simpati. “Dokter Reza. Suami Anda.” Dunia A

  • Ku Balas Kematian Anakku   Bab 3

    Dentuman keras di dadanya seolah menggantikan detak jantungnya yang melemah. Arimbi berusaha menahan tangis, tetapi melihat tubuh mungil Amanda yang terbujur lemah di atas tandu, ia tidak bisa lagi menahan air matanya. Gadis kecil itu terlalu pucat, terlalu diam. Nafasnya pendek-pendek, dan darah masih merembes dari luka di dadanya. "Tolong anak saya... Tolong dia... Saya mohon...!" suara Arimbi terdengar putus asa saat tim medis mendorong tandu menuju ambulans. "Tenang, Bu. Kami akan melakukan yang terbaik." Seorang paramedis pria berusaha menenangkan Arimbi sambil dengan cekatan memasang alat bantu pernapasan ke wajah Amanda. Namun, Arimbi tidak bisa tenang. Bagaimana ia bisa tenang kalau anaknya berada di antara hidup dan mati? Ketika akhirnya ia masuk ke dalam ambulans dan duduk di samping Amanda, tangannya langsung menggenggam erat tangan kecil putrinya. "Amanda, Sayang... Mama di sini... Mama di sini..." suaranya bergetar, sementara air matanya jatuh mengenai tangan A

  • Ku Balas Kematian Anakku   Bab 2

    Di tengah perjalanan menuju butik, Arimbi dan Amanda menikmati perjalanan sambil mendengarkan musik dari radio mobil. Amanda masih terlihat ceria setelah menikmati es krimnya, sesekali dia bercerita tentang teman-temannya di sekolah. "Mama, nanti di butik boleh gak aku pilih satu baju baru?" tanya Amanda sambil menatap ibunya dengan mata berbinar. Arimbi tersenyum, mengusap kepala anaknya dengan lembut. "Tentu boleh, sayang. Kamu boleh pilih baju yang kamu suka. Lagipula, butik Mama punya banyak koleksi baru yang pasti cocok buat kamu." Amanda bersorak kecil. "Yeay! Aku mau yang warnanya pink atau biru muda!" Arimbi tertawa pelan. "Baik, nanti kita cari yang paling bagus buat kamu, ya."  Amanda tampak sangat bersemangat karena akan ikut ke butik ibunya. "Mama, butik Mama itu besar gak?" tanya Amanda sambil melompat-lompat kecil menuju mobil. Arimbi tersenyum sambil menggenggam tangan anaknya. "Lumayan, sayang. Memang tidak sebesar perusahaan keluarga, tapi Mama bangun but

  • Ku Balas Kematian Anakku   Bab 1

    "Sayang, jangan lupa hari ini kita ada acara ulang tahun untuk Amanda," ujar Arimbi kepada Reza sang suami saat mereka sedang sarapan pagi."Iya, jam tujuh malam kan. Di restoran biasa," jawab Reza tanpa menatap ke arah istrinya. Dia sibuk dengan ponselnya."Jangan sampai terlambat, kami akan menunggu di sana," pinta Arimbi."Aku Tidak janji, kamu tau kan pekerjaanku yang mengharuskan ku untuk standby di rumah sakit," Jawab Reza. Dia tersenyum tapi bukan untuk Arimbi, tapi untuk isi Chat di ponselnya."Aku tau mas, masa kamu gak bisa meluangkan waktu untuk Amanda? Tidak lama hanya dua jam saja," ujar Arimbi."Arimbi, aku dah bilang, aku akan datang. Tapi aku gak janji akan datang tepat waktu. Sudah, aku gak mau pagi-pagi kita ribut masalah yang tidak penting. Aku berangkat dulu," ucap Reza seraya beranjak dari tempat duduknya dan menuju ke arah pintu utama, meninggalkan Arimbi yang masih menyelesaikan sarapannya.Dengan tergesa-gesa, Arimbi mengikuti suaminya sambil membawakan tas ker

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status