
Ku Balas Kematian Anakku
Sinopsis
Dentuman keras mengguncang jalanan. Jeritan manusia, suara klakson yang memekakkan telinga, dan bau logam terbakar bercampur dalam kekacauan yang mengerikan.
Amira tersentak sadar, kepalanya berdenyut hebat, darah hangat mengalir dari pelipisnya. Namun, itu semua tidak ada artinya. Yang lebih penting—yang lebih menyesakkan—adalah tubuh mungil di sampingnya.
"Amanda... Sayang... bangun..."
Suara Amira bergetar, tangannya gemetar saat menyentuh wajah pucat putrinya. Ada darah di dahinya, napasnya lemah, terlalu lemah.
Dengan panik, Amira merogoh ponselnya, menekan nomor suaminya.
Nada sambung. Satu kali. Dua kali. Tidak diangkat.
"Reza, angkat! Tolong!" Tangisnya pecah, putus asa.
Lalu, sirene ambulans terdengar. Harapan menyala di dadanya saat ia melihat seseorang berlari ke arah tim medis.
"Reza..." bisiknya, nyaris tak percaya.
Tapi langkah suaminya bukan menuju dirinya.
Mata Amira mengikuti langkah tergesa-gesa itu. Di seberang sana, seorang wanita terbaring di atas tandu, wajahnya pucat. Di sampingnya, seorang anak laki-laki juga terluka.
"Reza... tolong selamatkan anak kita..." suara wanita itu lirih, namun cukup menusuk telinga Amira.
Dunia Amira seakan berhenti.
Anak kita?
Jantungnya mencelos, perih yang tak tertahankan menjalar ke seluruh tubuhnya.
Lalu, kalimat berikutnya menghancurkan sisa-sisa kekuatannya.
"Aku harus menyelamatkan mereka," suara Reza penuh kepanikan.
Amira ingin berteriak. Ingin memanggil nama suaminya. Ingin memohon.
Tapi ambulans itu melaju, membawa Reza pergi.
Meninggalkannya. Meninggalkan Amanda.
Di saat putrinya berjuang antara hidup dan mati, pria yang seharusnya menjadi pelindung mereka justru memilih wanita lain.
Air mata Amira jatuh, bercampur dengan darah yang mengalir di pipinya.
Hatinya hancur.
Bukan hanya karena pengkhianatan.
Tapi karena hari itu, ia menyadari...
Nyawa mereka tak lebih penting dibandingkan cinta terlarang suaminya.
Read
Chapter: bab 6Kesadaran itu menghantamnya seperti petir. Ia merasakan sakit yang luar biasa menyayat hatinya. Tanpa menunggu lebih lama, Arimbi berdiri dan berlari secepat mungkin ke kamar rawat VVIP yang tadi ia datangi. Pintu kamar itu terbuka, dan yang pertama ia lihat adalah Monika yang berdiri di samping ranjang Radit, tersenyum puas. Di sisi lain, Reza sedang berdiri, masih mengenakan jas dokternya, sementara kantong darah yang tadi ia bawa kini sudah tersambung ke infus Radit. Arimbi membeku di ambang pintu. Napasnya tersengal, tubuhnya gemetar hebat. Reza menatapnya dengan ekspresi kaget, seolah baru sadar bahwa ia telah tertangkap basah. Arimbi tidak bisa berkata-kata. Air mata mulai menggenang di matanya. "Jadi… darahku… bukan untuk Amanda?" Suaranya bergetar, nyaris seperti bisikan. Tidak ada jawaban. Arimbi menelan ludah dengan susah payah, lalu menatap suaminya dengan penuh pengkhianatan. "Reza… kau memintaku mendonorkan darahku, tapi bukan untuk anak kita? Kau… mengg
Last Updated: 2025-03-22
Chapter: 5 Di dalam ruang rawat, Monika duduk di tepi ranjang dengan wajah pucat. Mata merahnya berkaca-kaca, seolah ia benar-benar berada di titik terendah dalam hidupnya. Ia menggenggam tangan Reza erat-erat, suaranya bergetar penuh kesedihan. "Reza… aku tidak tahu harus bagaimana… Biaya rumah sakit ini pasti sangat mahal… Aku—aku tidak punya cukup uang untuk membayarnya…" ucapnya dengan suara parau, lalu terisak. Reza menghela napas panjang. Matanya menatap Monika dengan penuh simpati, tangannya terangkat untuk mengusap punggung wanita itu. "Tenang, Monika… Aku ada di sini. Aku tidak akan membiarkanmu dan anak kita kesulitan," katanya lembut. Monika semakin terisak, bahunya bergetar. "Tapi Reza… Aku benar-benar tidak punya banyak tabungan… Aku sudah menghabiskan semua uangku untuk biaya pengobatan anak kita… Aku takut… Aku takut rumah sakit akan menolak merawatnya kalau kita tidak bisa membayar…" Reza menatapnya dalam-dalam. Ada sebersit rasa bersalah di hatinya, tapi ia segera mengabai
Last Updated: 2025-03-03
Chapter: bab 4Arimbi berdiri dengan tubuh lemas, kedua tangannya mengepal erat di sisi tubuhnya. Udara di rumah sakit terasa semakin menyesakkan saat dokter yang baru keluar dari ruang gawat darurat menatapnya dengan raut serius. “Bagaimana keadaan anak saya, Dok?” suaranya bergetar, nyaris tak terdengar. Dokter itu menghela napas panjang sebelum menjawab, “Bu Arimbi, kondisi Amanda sangat kritis. Ada serpihan kaca yang menancap di rongga dadanya, sangat dekat dengan organ vital. Kami harus segera melakukan operasi.” Arimbi merasa tubuhnya melemas seketika, pandangannya mulai berkunang-kunang. “Tapi…” dokter itu melanjutkan dengan nada berat, “…operasi ini berisiko tinggi. Kami butuh dokter bedah terbaik yang mengerti betul kondisi seperti ini. Dan satu-satunya dokter yang bisa menangani kasus ini adalah…” Dokter itu menggantungkan kalimatnya. “Siapa, Dok?” Arimbi buru-buru bertanya, hatinya terasa seperti diremas kuat. Dokter itu menatapnya penuh simpati. “Dokter Reza. Suami Anda.” Dunia A
Last Updated: 2025-03-01
Chapter: Bab 3Dentuman keras di dadanya seolah menggantikan detak jantungnya yang melemah. Arimbi berusaha menahan tangis, tetapi melihat tubuh mungil Amanda yang terbujur lemah di atas tandu, ia tidak bisa lagi menahan air matanya. Gadis kecil itu terlalu pucat, terlalu diam. Nafasnya pendek-pendek, dan darah masih merembes dari luka di dadanya. "Tolong anak saya... Tolong dia... Saya mohon...!" suara Arimbi terdengar putus asa saat tim medis mendorong tandu menuju ambulans. "Tenang, Bu. Kami akan melakukan yang terbaik." Seorang paramedis pria berusaha menenangkan Arimbi sambil dengan cekatan memasang alat bantu pernapasan ke wajah Amanda. Namun, Arimbi tidak bisa tenang. Bagaimana ia bisa tenang kalau anaknya berada di antara hidup dan mati? Ketika akhirnya ia masuk ke dalam ambulans dan duduk di samping Amanda, tangannya langsung menggenggam erat tangan kecil putrinya. "Amanda, Sayang... Mama di sini... Mama di sini..." suaranya bergetar, sementara air matanya jatuh mengenai tangan A
Last Updated: 2025-03-01
Chapter: Bab 2Di tengah perjalanan menuju butik, Arimbi dan Amanda menikmati perjalanan sambil mendengarkan musik dari radio mobil. Amanda masih terlihat ceria setelah menikmati es krimnya, sesekali dia bercerita tentang teman-temannya di sekolah. "Mama, nanti di butik boleh gak aku pilih satu baju baru?" tanya Amanda sambil menatap ibunya dengan mata berbinar. Arimbi tersenyum, mengusap kepala anaknya dengan lembut. "Tentu boleh, sayang. Kamu boleh pilih baju yang kamu suka. Lagipula, butik Mama punya banyak koleksi baru yang pasti cocok buat kamu." Amanda bersorak kecil. "Yeay! Aku mau yang warnanya pink atau biru muda!" Arimbi tertawa pelan. "Baik, nanti kita cari yang paling bagus buat kamu, ya." Amanda tampak sangat bersemangat karena akan ikut ke butik ibunya. "Mama, butik Mama itu besar gak?" tanya Amanda sambil melompat-lompat kecil menuju mobil. Arimbi tersenyum sambil menggenggam tangan anaknya. "Lumayan, sayang. Memang tidak sebesar perusahaan keluarga, tapi Mama bangun but
Last Updated: 2025-03-01
Chapter: Bab 1"Sayang, jangan lupa hari ini kita ada acara ulang tahun untuk Amanda," ujar Arimbi kepada Reza sang suami saat mereka sedang sarapan pagi."Iya, jam tujuh malam kan. Di restoran biasa," jawab Reza tanpa menatap ke arah istrinya. Dia sibuk dengan ponselnya."Jangan sampai terlambat, kami akan menunggu di sana," pinta Arimbi."Aku Tidak janji, kamu tau kan pekerjaanku yang mengharuskan ku untuk standby di rumah sakit," Jawab Reza. Dia tersenyum tapi bukan untuk Arimbi, tapi untuk isi Chat di ponselnya."Aku tau mas, masa kamu gak bisa meluangkan waktu untuk Amanda? Tidak lama hanya dua jam saja," ujar Arimbi."Arimbi, aku dah bilang, aku akan datang. Tapi aku gak janji akan datang tepat waktu. Sudah, aku gak mau pagi-pagi kita ribut masalah yang tidak penting. Aku berangkat dulu," ucap Reza seraya beranjak dari tempat duduknya dan menuju ke arah pintu utama, meninggalkan Arimbi yang masih menyelesaikan sarapannya.Dengan tergesa-gesa, Arimbi mengikuti suaminya sambil membawakan tas ker
Last Updated: 2025-03-01

Tumbal Purnama
Tumbal Purnama
Di sebuah desa terpencil, keluarga muda Lila dan Bima mencoba menjalani hidup damai bersama bayi mereka, Arga. Namun, kedamaian itu hancur ketika mereka menyadari bahwa Arga menjadi target kutukan tua yang telah menghantui keluarga Bima selama beberapa generasi. Kutukan ini berasal dari perjanjian gaib yang dibuat oleh kakek buyut Bima, meminta tumbal bayi di bawah dua tahun setiap bulan purnama sempurna.
Ketika tanda-tanda gaib mulai muncul, bayi menangis tanpa sebab, bayangan bergerak sendiri, dan suara bisikan di malam hari, Lila dan Bima terpaksa menghadapi teror yang mengancam keluarga mereka. Dengan bantuan seorang pria misterius bernama Pak Gana, mereka menggali asal-usul kutukan dan menemukan bahwa pohon tua yang disebut Pohon Leluhur adalah portal antara dunia manusia dan makhluk gaib.
Namun, menghancurkan kutukan tidaklah mudah. Mereka harus menjalani ritual berbahaya di bawah bulan purnama, menghadapi makhluk-makhluk gelap yang haus akan tumbal. Dilema moral pun muncul—apakah mereka rela menyerahkan Arga untuk menyelamatkan diri, atau mempertaruhkan segalanya untuk menghentikan kutukan selamanya?
Di tengah ancaman gaib dan pengkhianatan tersembunyi, cinta dan keberanian mereka diuji hingga batas terakhir. Meski ritual berhasil menghancurkan Pohon Leluhur, mereka segera menyadari bahwa kutukan itu tidak sepenuhnya hilang—hanya menunggu untuk bangkit kembali.
Tumbal Purnama adalah kisah mencekam tentang kutukan turun-temurun, rahasia kelam keluarga, dan perjuangan untuk melawan takdir yang mengancam generasi masa depan.
Read
Chapter: 28Di ruang tamu yang sunyi, Arga dan Anandia duduk berhadapan. Wajah Anandia tegang, sementara Arga menatapnya dengan sabar, menunggu penjelasan yang sudah lama ia tunggu."Arga," Anandia memulai, suaranya bergetar. "Aku harus memberitahumu sesuatu yang mungkin akan mengubah cara pandangmu terhadapku."Arga menyandarkan punggungnya, mencoba membuat Anandia merasa lebih nyaman. "Katakan saja, Anandia. Aku di sini untuk mendengar, apa pun itu."Anandia menarik napas panjang. "Keluargaku... mereka bukan keluarga biasa. Kami memiliki hubungan dengan sesuatu yang gelap, sesuatu yang tidak bisa aku hindari."Arga mengerutkan kening. "Hubungan dengan sesuatu yang gelap? Maksudmu apa?"Anandia menggigit bibirnya, mencoba menahan air mata. "Dulu, sebelum aku lahir, keluargaku terlibat dalam sebuah ritual gaib. Ritual itu melibatkan leluhurmu, Arga."Arga tertegun. "Leluhurku? Apa hubungan keluargamu dengan kutukan itu?"Anandia men
Last Updated: 2025-01-13
Chapter: 27Pagi itu, Arga kembali ke rumah dengan perasaan penuh pertanyaan. Percakapan dengan Anandia kemarin masih terngiang-ngiang di benaknya. Namun, saat ia hendak memasuki rumah, Anandia muncul di gerbang, seolah telah menunggunya."Anandia?" Arga menatapnya heran. "Kenapa kamu di sini?""Aku harus bicara, Arga. Ini soal keluargaku. Aku harus menjelaskannya sekarang," kata Anandia dengan nada serius.Arga ragu sejenak, tapi akhirnya mengangguk. Ia membuka pintu dan mengajak Anandia duduk di ruang tamu. Lila dan Bima tidak ada di rumah, jadi tempat itu cukup tenang untuk percakapan mereka."Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya Arga sambil menyilangkan tangan di dada.Anandia menatap ke arah jendela, matanya penuh kenangan pahit. "Dua tahun lalu, aku kehilangan keluargaku dalam sebuah kejadian yang tidak pernah bisa aku lupakan. Mereka dibunuh... oleh sesuatu yang bukan manusia."Arga terkejut. "Apa maksudmu, bukan manusia?"Anandia menghela napas panjang. "Sesuatu yang datang dari dunia ga
Last Updated: 2025-01-12
Chapter: 26Suasana kelas yang semula riuh mendadak sunyi saat seorang gadis baru memasuki ruangan. Guru wali kelas tersenyum sambil memperkenalkan."Anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru. Perkenalkan dirimu, ya."Gadis itu maju ke depan kelas dengan langkah tenang. Rambut hitamnya tergerai rapi, dan matanya memancarkan keteguhan yang aneh."Halo, semuanya. Nama saya Anandia, saya baru pindah dari kota. Senang bisa bergabung di sini." Suaranya lembut tetapi penuh keyakinan.Bisik-bisik mulai terdengar di antara para siswa."Anandia cantik banget, ya," ujar salah satu siswa perempuan."Kayaknya dia tipe cewek pintar," timpal yang lain.Sheila yang duduk di sudut kelas memperhatikan dengan tatapan tak suka. Ia memelototi Anandia seolah langsung menganggapnya ancaman.---Saat Jam Istirahat.Anandia berjalan keluar kelas, mencari tempat untuk duduk sendiri. Namun, langkahnya terhenti saat ia melihat Arga di taman. Ia mendekat dengan ragu, lalu berkata, "Boleh duduk di sini?"Arga, yang seda
Last Updated: 2025-01-11
Chapter: 25Hari itu, suasana kelas tampak lebih ramai dari biasanya. Guru wali kelas baru saja mengumumkan adanya kompetisi akademik tingkat provinsi, dan Arga, seperti biasa, langsung ditunjuk sebagai perwakilan sekolah. Namun, suasana berubah tegang saat nama lain disebutkan."Sebagai perwakilan kedua, kami memilih Farel," kata wali kelas dengan senyum.Semua murid mulai berbisik-bisik. Farel adalah salah satu siswa yang dikenal pintar, tapi sering terlihat iri dengan prestasi Arga. Wajah Farel tampak puas, tapi ada kilatan tantangan di matanya saat ia menatap Arga.Saat kelas usai, Farel menghampiri Arga yang sedang duduk di pojokan, membaca buku."Jadi, kita akan jadi tim, ya?" Farel membuka percakapan dengan nada sinis.Arga mengangkat wajahnya sekilas, lalu kembali fokus pada bukunya. "Tim? Kalau kau serius, mungkin," jawabnya datar.Farel terkekeh kecil. "Jangan terlalu percaya diri, Arga. Kau mungkin juara di sekolah, tapi ini tingkat provinsi. Aku hanya ingin memastikan kau nggak memper
Last Updated: 2025-01-09
Chapter: 24Di SMA tempat Arga bersekolah, ketampanan, kepintaran, dan kepribadian misteriusnya membuat banyak siswi terpesona. Namun, ada satu siswi yang terobsesi melebihi yang lain, Sheila Ia bukan hanya sekadar menyukai Arga, tapi yakin bahwa Arga adalah takdirnya.Pagi itu, suasana di kelas Arga ramai seperti biasa. Arga duduk di bangku belakang, fokus mengerjakan soal tambahan yang diberikan gurunya. Di sudut lain, Sheila mengamati Arga dengan tatapan yang tidak bisa diartikan."Sheila, ngapain bengong? Lagi-lagi liatin Arga, ya?" sindir Siska, teman sebangkunya.Sheila tersenyum kecil. "Dia itu... beda. Kamu nggak ngerti."Siska memutar bola matanya. "Beda apanya? Dia cuma cowok dingin yang nggak pernah peduli sama siapa pun.""Itu karena dia belum kenal aku," balas Sheila yakin.Hari itu, di jam istirahat, Sheila membawa sekotak bekal yang dibuatnya sendiri. Ia berjalan ke arah meja Arga di kantin, di mana Arga sedang membaca buku s
Last Updated: 2025-01-09
Chapter: 23Sekolah SMA tempat Arga belajar adalah salah satu sekolah paling bergengsi di kota. Gedungnya megah, dikelilingi taman luas dengan pepohonan rindang. Namun, suasana sekolah itu selalu menjadi saksi dari kehadiran seorang murid yang misterius dan penuh daya tarik, Arga.Arga adalah pemuda yang dikenal dengan sikap dingin dan cueknya. Ia jarang berbicara dengan teman-teman sekelasnya kecuali saat diperlukan. Namun, justru sikap inilah yang membuatnya begitu dikagumi."Arga itu keren banget, ya. Diam-diam bikin penasaran," bisik seorang siswi kepada temannya saat Arga melintas di lorong sekolah."Dia nggak cuma ganteng, tapi juga pinter banget. Nilai akademiknya selalu nomor satu, belum lagi dia jago basket. Idola banget deh!" sahut yang lain.Dalam berbagai kompetisi, nama Arga selalu muncul. Ia unggul di akademik, menjuarai olimpiade fisika tingkat nasional, dan juga merupakan kapten tim basket sekolah. Ketika Arga bermain di lapangan, tribun selalu dipenuhi sorakan siswa-siswi yang me
Last Updated: 2025-01-08