Share

27

Author: Airyline
last update Last Updated: 2025-01-12 04:54:50

Pagi itu, Arga kembali ke rumah dengan perasaan penuh pertanyaan. Percakapan dengan Anandia kemarin masih terngiang-ngiang di benaknya. Namun, saat ia hendak memasuki rumah, Anandia muncul di gerbang, seolah telah menunggunya.

"Anandia?" Arga menatapnya heran. "Kenapa kamu di sini?"

"Aku harus bicara, Arga. Ini soal keluargaku. Aku harus menjelaskannya sekarang," kata Anandia dengan nada serius.

Arga ragu sejenak, tapi akhirnya mengangguk. Ia membuka pintu dan mengajak Anandia duduk di ruang tamu. Lila dan Bima tidak ada di rumah, jadi tempat itu cukup tenang untuk percakapan mereka.

"Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya Arga sambil menyilangkan tangan di dada.

Anandia menatap ke arah jendela, matanya penuh kenangan pahit. "Dua tahun lalu, aku kehilangan keluargaku dalam sebuah kejadian yang tidak pernah bisa aku lupakan. Mereka dibunuh... oleh sesuatu yang bukan manusia."

Arga terkejut. "Apa maksudmu, bukan manusia?"

Anandia menghela napas panjang. "Sesuatu yang datang dari dunia ga
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Tumbal Purnama    28

    Di ruang tamu yang sunyi, Arga dan Anandia duduk berhadapan. Wajah Anandia tegang, sementara Arga menatapnya dengan sabar, menunggu penjelasan yang sudah lama ia tunggu."Arga," Anandia memulai, suaranya bergetar. "Aku harus memberitahumu sesuatu yang mungkin akan mengubah cara pandangmu terhadapku."Arga menyandarkan punggungnya, mencoba membuat Anandia merasa lebih nyaman. "Katakan saja, Anandia. Aku di sini untuk mendengar, apa pun itu."Anandia menarik napas panjang. "Keluargaku... mereka bukan keluarga biasa. Kami memiliki hubungan dengan sesuatu yang gelap, sesuatu yang tidak bisa aku hindari."Arga mengerutkan kening. "Hubungan dengan sesuatu yang gelap? Maksudmu apa?"Anandia menggigit bibirnya, mencoba menahan air mata. "Dulu, sebelum aku lahir, keluargaku terlibat dalam sebuah ritual gaib. Ritual itu melibatkan leluhurmu, Arga."Arga tertegun. "Leluhurku? Apa hubungan keluargamu dengan kutukan itu?"Anandia men

    Last Updated : 2025-01-13
  • Tumbal Purnama    1

    Bab 1 Malam itu, bulan purnama menggantung di langit, terlalu besar dan terlalu terang. Cahayanya memantul pada jendela-jendela rumah keluarga Wiratmaja, menembus tirai, seakan mencari sesuatu. Angin dingin membawa aroma anyir yang menyengat, bercampur dengan bau kayu tua dari rumah yang sudah berdiri selama tiga generasi. Lila terbangun dengan dada yang terasa sesak. Dadanya naik-turun, napasnya terputus-putus. Ia baru saja bermimpi buruk, tapi detailnya menghilang begitu cepat, meninggalkan rasa takut yang membekas di tubuhnya. Perlahan, ia menoleh ke ranjang kecil di sampingnya. "Arga?" bisiknya dengan suara parau. Ranjang bayi itu kosong. Selimut yang biasanya membungkus tubuh kecil anaknya terjatuh ke lantai, basah oleh cairan berwarna gelap yang menetes perlahan. Aroma anyir kembali menusuk hidungnya, membuat perutnya mual. Sebelum ia sempat berteriak, suara itu datang. Tangisan bayi, pelan dan parau, seperti berasal dari tenggorokan yang hampir robek. Tangisan itu tidak da

    Last Updated : 2024-12-28
  • Tumbal Purnama    2

    Bab 2 Langkah kaki mereka berpacu di jalan setapak yang gelap, diterangi hanya oleh sinar merah bulan purnama. Di belakang mereka, suara langkah-langkah berat terus mengikuti, disertai jeritan bayi yang melengking menusuk telinga. Suara itu tidak berkurang, meski mereka sudah jauh meninggalkan rumah Pak Surya. “Bima, mereka semakin dekat!” Lila hampir tersandung, napasnya tersengal-sengal. “Terus lari! Jangan lihat ke belakang!” Bima menggenggam tangan Lila erat, memaksanya untuk tetap bergerak. Tapi ia sendiri mulai merasakan dingin yang tidak wajar menjalar ke tulang-tulangnya. Di tengah jalan, angin berembus kencang, membawa bisikan lirih yang semakin jelas: “Janji... tak bisa dilanggar... darah harus dibayar...” Mereka akhirnya tiba di tepi desa, di sebuah persimpangan yang bercabang ke hutan lebat. Lila terhenti, menatap jalan setapak yang kini hanya berupa bayangan hitam pekat di antara pepohonan tinggi. “Kita harus ke mana?” tanyanya panik. Bima mengeluarkan kertas tua

    Last Updated : 2024-12-28
  • Tumbal Purnama    3

    Bab 3Lila dan Bima berdiri di tengah lingkaran akar, dikelilingi bayangan-bayangan yang bergerak seperti makhluk hidup. Sosok pria berjubah hitam, saksi pertama perjanjian kutukan, berdiri diam di bawah pohon leluhur. Tubuh Arga melayang perlahan di udara, terkurung dalam lingkaran merah menyala.“Keputusanmu akan mengubah segalanya,” kata pria berjubah itu, suaranya menggema seperti ribuan orang berbicara sekaligus. “Keluarga kalian telah melanggar perjanjian. Kini, darah harus dibayar.”Lila menatap Bima, air matanya jatuh tanpa henti. “Bima, ini tidak adil. Kenapa kita harus memilih? Arga tidak bersalah. Kita juga tidak meminta semua ini.”“Karena ini harga yang harus dibayar,” balas pria itu dingin. “Jika kalian ingin memutus rantai kutukan ini, salah satu dari kalian harus menyerahkan jiwa. Tapi jika kalian ingin menyelamatkan diri masing-masing, tinggalkan anak itu. Ia akan menjadi milik kami.”Suasana semakin mencekam. Akar-akar pohon bergerak liar di sekeliling mereka, mencip

    Last Updated : 2024-12-28
  • Tumbal Purnama    4

    Bab 4Pagi itu, Lila bangun dengan tubuh yang terasa berat, seolah-olah semalam ia telah menempuh perjalanan panjang yang tidak nyata. Cahaya matahari pagi masuk melalui celah-celah tirai, tetapi tidak mampu mengusir dingin yang merayap di dalam rumah. Di sebelahnya, Arga tidur dengan tenang, wajahnya polos seperti bayi biasa. Namun, Lila tahu ada sesuatu yang salah.Ingatan tentang malam sebelumnya menghantui pikirannya. Suara bisikan, tawa, dan kata-kata yang keluar dari mulut Arga yang seharusnya tidak mungkin ia ucapkan. Lila mencoba meyakinkan dirinya bahwa semua itu hanyalah mimpi buruk akibat kelelahan. Namun, dalam hati kecilnya, ia tahu itu adalah kenyataan.Bima masuk ke kamar membawa secangkir teh hangat. Wajahnya pucat, matanya menunjukkan kurang tidur. "Aku tidak bisa tidur semalaman," katanya sambil menyerahkan cangkir itu kepada Lila. "Aku merasa ada yang mengawasi kita."Lila menggenggam cangkir itu dengan tangan gemetar. "Bima, aku rasa kita harus mencari tahu lebih b

    Last Updated : 2024-12-28
  • Tumbal Purnama    5

    Bab 5Lila dan Bima berlari keluar dari rumah, meninggalkan Arga dalam pelukan erat Lila. Malam terasa lebih dingin dari biasanya, angin yang berhembus membawa bisikan samar yang terus-menerus mengganggu pikiran mereka. Ketakutan menggerogoti mereka, tetapi rasa cinta dan tanggung jawab untuk melindungi anak mereka lebih besar dari rasa takut itu."Kita harus ke Pohon Leluhur sebelum purnama berikutnya," kata Bima, suaranya tegas meski napasnya tersengal."Tapi apa kita cukup siap?" tanya Lila, menggenggam tangan Bima erat. "Pak Gana bilang kita membutuhkan ritual, dan itu tidak mudah."Bima menghentikan langkahnya sejenak. Ia memandang Lila dalam-dalam, matanya penuh tekad. "Kalau kita menunggu, Arga akan menjadi tumbal berikutnya. Aku tidak akan membiarkan itu terjadi."Kembali ke rumah Bu RatmiNamun, sebelum melangkah lebih jauh, mereka memutuskan untuk memeriksa rumah Bu Ratmi. Jeritan terakhir yang mereka dengar masih terngiang di telinga. Rumah kecil itu kini tampak lebih gelap

    Last Updated : 2024-12-28
  • Tumbal Purnama    6

    Udara di sekitar Pohon Leluhur semakin berat, seolah-olah mengisap oksigen dari paru-paru mereka. Cahaya hijau dari lubang di dasar pohon berubah menjadi kabut pekat, membentuk lingkaran yang perlahan berputar. Makhluk raksasa itu berdiri diam, menatap mereka dengan senyum penuh arti, seakan menunggu langkah mereka berikutnya. “Pergi ke dalam pohon…” suara misterius dari Arga terulang lagi, lebih tegas kali ini. Lila memeluk anaknya lebih erat. "Bima, apa maksudnya? Bagaimana seorang bayi bisa tahu semua ini?" Bima menatap Arga dengan kebingungan yang sama, tetapi waktu tidak berpihak pada mereka. Pak Gana, yang sebelumnya hanya terpaku ketakutan, akhirnya membuka suara. "Kalian harus melakukannya. Jika suara itu berasal dari anak kalian... mungkin dia adalah kunci untuk menghentikan semua ini." Lila menatap Bima, matanya penuh keraguan. "Bagaimana jika ini jebakan? Bagaimana jika kita justru membawa Arga lebih dekat ke bahaya?" Bima menggenggam tangan Lila dengan erat, meskipun

    Last Updated : 2024-12-30
  • Tumbal Purnama    7

    Ruangan itu terdiam sesaat setelah suara Arga menggema. Mata hijau menyala anak kecil itu tidak lagi tampak polos, melainkan seperti mata makhluk purba yang tahu segalanya. Sosok besar yang sebelumnya tampak mengancam kini terlihat gentar. “Tidak mungkin…” sosok itu bergumam, suaranya penuh ketakutan. “Jiwa Pohon Leluhur seharusnya terikat pada perjanjian! Bagaimana bisa…” Bima dan Lila hanya bisa terpaku, tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Arga, yang sebelumnya hanyalah seorang bayi tak berdaya, kini memancarkan aura yang membuat akar-akar di sekitarnya berhenti bergerak. “Bima… apa ini? Apa yang terjadi dengan Arga?” bisik Lila, suaranya bergetar. Bima tidak menjawab. Ia hanya menatap anaknya, mencoba memahami situasi aneh yang baru saja terjadi. Tiba-tiba, suara lembut namun penuh wibawa terdengar dari altar di tengah ruangan. Suara itu berbeda dari sosok jahat yang mengancam mereka sebelumnya. “Anak itu adalah titisan kekuatan kami. Dia bukan hanya tumbal; dia adala

    Last Updated : 2024-12-30

Latest chapter

  • Tumbal Purnama    28

    Di ruang tamu yang sunyi, Arga dan Anandia duduk berhadapan. Wajah Anandia tegang, sementara Arga menatapnya dengan sabar, menunggu penjelasan yang sudah lama ia tunggu."Arga," Anandia memulai, suaranya bergetar. "Aku harus memberitahumu sesuatu yang mungkin akan mengubah cara pandangmu terhadapku."Arga menyandarkan punggungnya, mencoba membuat Anandia merasa lebih nyaman. "Katakan saja, Anandia. Aku di sini untuk mendengar, apa pun itu."Anandia menarik napas panjang. "Keluargaku... mereka bukan keluarga biasa. Kami memiliki hubungan dengan sesuatu yang gelap, sesuatu yang tidak bisa aku hindari."Arga mengerutkan kening. "Hubungan dengan sesuatu yang gelap? Maksudmu apa?"Anandia menggigit bibirnya, mencoba menahan air mata. "Dulu, sebelum aku lahir, keluargaku terlibat dalam sebuah ritual gaib. Ritual itu melibatkan leluhurmu, Arga."Arga tertegun. "Leluhurku? Apa hubungan keluargamu dengan kutukan itu?"Anandia men

  • Tumbal Purnama    27

    Pagi itu, Arga kembali ke rumah dengan perasaan penuh pertanyaan. Percakapan dengan Anandia kemarin masih terngiang-ngiang di benaknya. Namun, saat ia hendak memasuki rumah, Anandia muncul di gerbang, seolah telah menunggunya."Anandia?" Arga menatapnya heran. "Kenapa kamu di sini?""Aku harus bicara, Arga. Ini soal keluargaku. Aku harus menjelaskannya sekarang," kata Anandia dengan nada serius.Arga ragu sejenak, tapi akhirnya mengangguk. Ia membuka pintu dan mengajak Anandia duduk di ruang tamu. Lila dan Bima tidak ada di rumah, jadi tempat itu cukup tenang untuk percakapan mereka."Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya Arga sambil menyilangkan tangan di dada.Anandia menatap ke arah jendela, matanya penuh kenangan pahit. "Dua tahun lalu, aku kehilangan keluargaku dalam sebuah kejadian yang tidak pernah bisa aku lupakan. Mereka dibunuh... oleh sesuatu yang bukan manusia."Arga terkejut. "Apa maksudmu, bukan manusia?"Anandia menghela napas panjang. "Sesuatu yang datang dari dunia ga

  • Tumbal Purnama    26

    Suasana kelas yang semula riuh mendadak sunyi saat seorang gadis baru memasuki ruangan. Guru wali kelas tersenyum sambil memperkenalkan."Anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru. Perkenalkan dirimu, ya."Gadis itu maju ke depan kelas dengan langkah tenang. Rambut hitamnya tergerai rapi, dan matanya memancarkan keteguhan yang aneh."Halo, semuanya. Nama saya Anandia, saya baru pindah dari kota. Senang bisa bergabung di sini." Suaranya lembut tetapi penuh keyakinan.Bisik-bisik mulai terdengar di antara para siswa."Anandia cantik banget, ya," ujar salah satu siswa perempuan."Kayaknya dia tipe cewek pintar," timpal yang lain.Sheila yang duduk di sudut kelas memperhatikan dengan tatapan tak suka. Ia memelototi Anandia seolah langsung menganggapnya ancaman.---Saat Jam Istirahat.Anandia berjalan keluar kelas, mencari tempat untuk duduk sendiri. Namun, langkahnya terhenti saat ia melihat Arga di taman. Ia mendekat dengan ragu, lalu berkata, "Boleh duduk di sini?"Arga, yang seda

  • Tumbal Purnama    25

    Hari itu, suasana kelas tampak lebih ramai dari biasanya. Guru wali kelas baru saja mengumumkan adanya kompetisi akademik tingkat provinsi, dan Arga, seperti biasa, langsung ditunjuk sebagai perwakilan sekolah. Namun, suasana berubah tegang saat nama lain disebutkan."Sebagai perwakilan kedua, kami memilih Farel," kata wali kelas dengan senyum.Semua murid mulai berbisik-bisik. Farel adalah salah satu siswa yang dikenal pintar, tapi sering terlihat iri dengan prestasi Arga. Wajah Farel tampak puas, tapi ada kilatan tantangan di matanya saat ia menatap Arga.Saat kelas usai, Farel menghampiri Arga yang sedang duduk di pojokan, membaca buku."Jadi, kita akan jadi tim, ya?" Farel membuka percakapan dengan nada sinis.Arga mengangkat wajahnya sekilas, lalu kembali fokus pada bukunya. "Tim? Kalau kau serius, mungkin," jawabnya datar.Farel terkekeh kecil. "Jangan terlalu percaya diri, Arga. Kau mungkin juara di sekolah, tapi ini tingkat provinsi. Aku hanya ingin memastikan kau nggak memper

  • Tumbal Purnama    24

    Di SMA tempat Arga bersekolah, ketampanan, kepintaran, dan kepribadian misteriusnya membuat banyak siswi terpesona. Namun, ada satu siswi yang terobsesi melebihi yang lain,  Sheila Ia bukan hanya sekadar menyukai Arga, tapi yakin bahwa Arga adalah takdirnya.Pagi itu, suasana di kelas Arga ramai seperti biasa. Arga duduk di bangku belakang, fokus mengerjakan soal tambahan yang diberikan gurunya. Di sudut lain, Sheila mengamati Arga dengan tatapan yang tidak bisa diartikan."Sheila, ngapain bengong? Lagi-lagi liatin Arga, ya?" sindir Siska, teman sebangkunya.Sheila tersenyum kecil. "Dia itu... beda. Kamu nggak ngerti."Siska memutar bola matanya. "Beda apanya? Dia cuma cowok dingin yang nggak pernah peduli sama siapa pun.""Itu karena dia belum kenal aku," balas Sheila yakin.Hari itu, di jam istirahat, Sheila membawa sekotak bekal yang dibuatnya sendiri. Ia berjalan ke arah meja Arga di kantin, di mana Arga sedang membaca buku s

  • Tumbal Purnama    23

    Sekolah SMA tempat Arga belajar adalah salah satu sekolah paling bergengsi di kota. Gedungnya megah, dikelilingi taman luas dengan pepohonan rindang. Namun, suasana sekolah itu selalu menjadi saksi dari kehadiran seorang murid yang misterius dan penuh daya tarik, Arga.Arga adalah pemuda yang dikenal dengan sikap dingin dan cueknya. Ia jarang berbicara dengan teman-teman sekelasnya kecuali saat diperlukan. Namun, justru sikap inilah yang membuatnya begitu dikagumi."Arga itu keren banget, ya. Diam-diam bikin penasaran," bisik seorang siswi kepada temannya saat Arga melintas di lorong sekolah."Dia nggak cuma ganteng, tapi juga pinter banget. Nilai akademiknya selalu nomor satu, belum lagi dia jago basket. Idola banget deh!" sahut yang lain.Dalam berbagai kompetisi, nama Arga selalu muncul. Ia unggul di akademik, menjuarai olimpiade fisika tingkat nasional, dan juga merupakan kapten tim basket sekolah. Ketika Arga bermain di lapangan, tribun selalu dipenuhi sorakan siswa-siswi yang me

  • Tumbal Purnama    22

    Arga segera berlari menghampiri Lila yang tergeletak di lantai. Wajahnya pucat, napasnya tersengal-sengal, dan keringat dingin mengalir deras di pelipisnya."Bu! Ibu kenapa?" Arga memeluk tubuh ibunya, mencoba membangunkannya.Bima bergegas mengambil air putih, tetapi bahkan setelah diminumkan, kondisi Lila tak kunjung membaik. Tubuhnya terus menggigil, dan bibirnya mulai membiru."Kita harus bawa dia ke rumah sakit sekarang!" ujar Bima panik.Namun, sebelum mereka sempat bergerak, Arga tiba-tiba terdiam. Matanya terpaku pada boneka jerami yang tergeletak di atas meja. Ia memungut boneka itu dengan hati-hati, dan sensasi dingin langsung menyelubungi tubuhnya."Pak, ini bukan sakit biasa," ujar Arga dengan suara pelan, namun penuh keyakinan.Bima menatap boneka itu dengan alis berkerut. "Apa maksudmu, Arga?"Arga menutup matanya, mencoba merasakan energi aneh yang memancar dari boneka tersebut. Dalam sekejap, ia mendapatkan penglihatan singkat: seseorang dengan wajah samar-samar sedang

  • Tumbal Purnama    21

    Meski teror kutukan terus menghantui, keluarga Arga mencoba menjalani hari-hari mereka seperti biasa. Arga, meski memiliki banyak beban pikiran, tetap membantu keluarganya menjalankan usaha kecil mereka, sebuah toko bahan makanan yang terletak di tepi kota. Pagi itu, toko terlihat ramai. Lila sibuk melayani pelanggan, sementara Bima mengatur stok barang di gudang. Arga duduk di meja kasir, tetapi pikirannya melayang ke penglihatan-penglihatan yang ia alami. Wajah-wajah tumbal sebelumnya terus menghantui, memintanya untuk bertindak cepat. Seorang pelanggan mengetuk meja, membuyarkan lamunannya. “Arga, bisa tolong hitung ini?” tanya seorang wanita paruh baya sambil meletakkan beberapa barang. Arga tersenyum tipis dan segera memproses pesanan wanita itu. Namun, saat ia menyerahkan kembali uang kembalian, sebuah kilatan penglihatan muncul. Ia melihat wanita itu berdiri di tengah hutan gelap, menatap pohon kutukan yang dikelilin

  • Tumbal Purnama    20

    Ketukan di pintu semakin keras, seperti ada yang memaksa masuk. Lila memeluk Arga erat, sementara Bima berdiri di depan pintu, memegang parang yang ia ambil dari dapur."Siapa di sana?" teriak Bima, suaranya bergetar di antara keberanian dan ketakutan.Tidak ada jawaban, hanya suara ketukan yang terus menggema. Dari balik pintu, samar-samar terdengar suara tangisan anak-anak yang memilukan. Lila mencengkeram bahu Arga lebih kuat, takut kehilangan putranya.“Kita tidak bisa membiarkan mereka masuk,” bisik Lila, matanya penuh ketakutan.Namun, Arga mendekat ke pintu. “Aku harus tahu siapa mereka,” katanya pelan.“Arga, jangan!” cegah Bima, tapi Arga sudah meraih gagang pintu. Dengan hati-hati, ia membukanya sedikit.Di balik pintu, tidak ada siapa-siapa. Tidak ada anak-anak, tidak ada sosok manusia. Tapi udara dingin menyergap, membuat bulu kuduk mereka berdiri. Di depan pintu, terdapat jejak lumpur kecil, seperti langkah kaki anak

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status