“Hueekkk!” Arya memaki habis-habisan lalu meludah muntah-muntah!
Bintang cepat-cepat rapikan celananya ketika dilihatnya ada orang mendatangi. Ternyata orang tua yang berjalan dengan mempergunakan dua tangannya itu.
“Orang muda, aku tidak tahu mengapa kau barusan menolongku. Hai! Aku mengucapkan terima kasih kau telah menyelamatkan nyawaku...” Jin Terjungkir Langit sibakkan rambut putihnya. Matanya yang kelabu dikedip-kedipkannya pada Bintang. Mulutnya menyunggingkan senyum dan dua kakinya digerak-gerakkan. “Kau memiliki ilmu aneh. Sanggup membuat dua kakek jahat itu kaku tegang seolah dibungkus es. Siapakah kau adanya ?”
Bintang balas tersenyum. “Aku bernama Bintang...”
“Hai! Tunggu! Logat suaramu terdengar lucu. Kau... Aku pernah menyirap kabar. Kau pastilah pemuda asing yang katanya datang dari negeri manusia itu!”
“Aku dan teman-teman ini...” kata Bintang sambil menunjuk pa
Jin Terjungkir Langit tertawa lalu berkata.“Anak muda, kau lihat sendiri. Kau telah berhasil membalikkan diriku kepala ke atas kaki menginjak tanah. Sekarang coba kalian lepaskan tangan-tangan kalian dari bahu dan kakiku!”Bintang ikuti ucapan Jin Terjungkir Langit. Begitu Bintang lepaskan tangannya dari bahu orang tua itu, dan Bayu serta Arya lepaskan pula pegangan mereka pada sepasang kaki si kakek, sosok Jin Terjungkir Langit secara aneh mumbul ke atas lalu perlahan-lahan kepalanya berputar ke samping, terus turun ke bawah. Dengan sendirinya kedua kakinya naik ke atas. Sebelum kepalanya menyentuh tanah, orang tua itu cepat ulurkan tangan ke bawah untuk menopang tubuhnya.Bintang memperhatikan apa yang terjadi dengan perasaan aneh. Bayu mencolek tangan Arya lalu berkata. “Ada keanehan pada orang satu ini. Kurasa jangan-jangan kantong menyannya besar seperti bola dan ada hawa di dalamnya. Mungkin itu yang membuat tubuhnya sebelah bawah selalu
“Belum pernah aku melihat patung sebagus ini. Halus sekali. Para pemahat di tanah Jawa kurasa tidak sanggup membuat yang seapik ini...” Bintang geleng-geleng kepala. Dia perhatikan wajah patung lalu berkata pada dua temannya. “Kalian bilang patung ini bisa menangis menitikkan air mata. Bisa mengedipkan mata. Saat ini kulihat biasa-biasa saja. Kecantikan dan kehalusan buatannya memang mengagumkan sekali.”Bintang melangkah seputar patung. Ketika dia sampai di sebelah depan patung kembali, pendekar kita mendadak tersurut dua langkah. Dia melihat bibir patung seperti bergerak membentuk senyum.“Kau tak percaya! Apa kataku!” bisik Bayu.Ksatria Pengembara ulurkan tangan hendak mengusap bibir patung. Tiba-tiba di mulut goa terdengar suara aneh.Buuuuttttttttttt..!“Hai, suara apa itu?” Mata jereng Arya berputar.Buuuuttttttt...!Suara aneh panjang itu kembali terdengar. Datangnya memang dari
Buuuutttt...!Si nenek muka kuning bangkit berlutut lalu peluk patung batu itu. “Hai patung batu berwajah cantik jelita. Mengapa kau diam saja. Tidakkah kau pandai bersuara? Hai patung batu cantik jelita. Tolong diriku. Sembuhkan penyakitku! Jawablah Hai patung. Jawablah!” Si nenek sesenggukan, lalu kentut panjang dan tertawa cekikikan.“Hai patung batu di dalam goa, mengapa kau belum juga menjawab ucapanku! Tolong diriku...”Di balik lekukan goa Bayu menggamit Bintang lalu menunjuk-nunjuk ke arah nenek muka kuning. “Nenek tukang kentut itu pasti miring otaknya. Supaya dia cepat keluar dari sini mengapa tidak kau jawab saja...”“Gila! Kita tidak tahu siapa adanya dia. Mengapa mau mencari penyakit. Jika sudah bosan dia pasti pergi sendiri dari sini...”“Kalau dia bosan! Kalau tujuh hari tujuh malam dia nongkrong terus di sini celaka kita semua...”Bintang geleng-geleng kepala. Ucapan
“Hai patungku, patung penolongku...” si nenek jatuhkan diri menciumi kaki patung sambil terkentut-kentut. “Apa yang harus kulakukan? Apa obat yang mujarab...?”“Apakah sebelumnya kau pernah minta pertolongan Jin Obat Seribu?”“Jin keparat itu! Memang pernah...!”“Kau diberinya obat?”“Dia menipuku.! Makhluk jahat itu malah mencelakai diriku!” jawab Ruhkentut alias Jin Selaksa Kentut.“Menipu mencelakai bagaimana?”“Dia menambal tubuhku dengan tumbukan daun cabai-cabaian! Akibatnya aku megap-megap setengah mati kepanasan!”Bintang, Bayu dan Arya sama-sama menekap mulut menahan ketawa.“Patung cantik patung jelita! Mengapa kau diam saja! Kau belum mengatakan apa obat buatku! Apa yang harus kulakukan...”“Hai, apa kau tahu ‘kibul’ ayam?”“Ayam aku tahu. Tapi kibul aku tidak tahu...
“Eh! Aku ingat sesuatu!” Ruhkentut alias Jin Selaksa Kentut pijit-pijit keningnya. “Bagaimana aku yakin kalian tidak akan kabur atau sembunyikan diri jika nanti terbukti aku tidak sembuh! Hai! Aku perlu jaminan dari salah satu kalian! Jaminan berupa... Hik... hik! Potongan salah satu bagian tubuh kalian!”“Mati aku!” kata Bayu dalam hati.Bintang terkesiap sedang Arya sudah jatuh melosoh ke lantai goa.“Hai! Kalian bertiga jangan takut. Aku tidak minta yang aneh-aneh. Aku cuma minta kalian menyerahkan salah satu daun telinga kalian! Hik... hik... hik!”Arya dan Bayu langsung tekap kuping masing-masing. Bintang merunduk tapi mengawasi waspada. Si nenek kembali tertawa dan kentut-kentut. “Siapa yang sukarela mau menyerahkan sepotong kupingnya?!”Tak ada yang menjawab, tak ada yang bergerak. Ruhkentut pandangi tiga orang di depannya satu persatu. Ketika dia memandang pada Bayu yang ketakutan
DUA SOSOK putih berkelebat. Begitu cepatnya gerakan mereka hingga kelihatan seperti bayang-bayang setan, menembus kelebatan rimba belantara. Di satu tempat setelah keluar dari kawasan hutan sosok di sebelah depan berhenti. Astaga! Ternyata dia adalah manusia biasa juga adanya tapi luar biasanya dia adalah seorang dara berwajah cantik. Pakaiannya putih tipis keabu-abuan. Rambutnya yang tergerai lepas di punggung berwarna pirang membuatnya selain tambah cantik juga tampak anggun. Sosok kedua berhenti disamping dara cantik pertama. Ternyata dia juga seorang dara jelita. Raut tubuh dan potongan badannya sangat menyerupai gadis satunya. Siapa gerangan sepasang gadis ber-wajah sama yang barusan memasuki kawasan rimba belantara sunyi dan berbahaya itu?Di Negeri Jin keduanya dikenal dengan julukan Sepasang Gadis Bahagia. Di balik kecantikan mereka yang mempesona itu tersembunyi satu sifat yang membuat orang lain bisa merinding jika mengetahui, terutama kaum perempuan. Sejak lama dik
"Dewi Awan Putih.." menyapa Ruhkemboja sementara Ruhkenanga pandangi Dewi cantik itu sambil berulang kali membasahi bibirnya dengan ujung lidah. Dibanding dengan kakaknya Ruhkenanga memang dia tidak bisa menyembunyikan gelora hatinya melihat kecantikan wajah dan kemulusan tubuh Dewi Awan Putih. Apa lagi tubuh Dewi ini menebar bau harum mewangi yang menambah rangsangan dalam dirinya."Hai, sungguh pertemuan tidak disangka. Bukankah kalian berdua kerabat yang dijuluki Sepasang Gadis Bahagia?" balas menegur Dewi Awan Putih.Dua gadis kembar jatuhkan diri, berlutut di hadapan sang Dewi. Ruhkemboja malah ulurkan tangan memegang lalu mengangkat tangan Dewi Awan Putih, kemudian menciumnya dengan sikap hormat walau sebenarnya perbuatannya itu lebih didorong oleh hawa gairah.Ruhkenanga tidak tinggal diam. Dia tirukan apa yang dilakukan kakaknya dan mencium belakang telapak tangan malah sampai ujung lengan Dewi Awan Putih.Sambil tersenyum Dewi Awan Putih tarik ta
Tenggorokan Dewi Awan Putih kelihatan turun naik. Suaranya agak tersendat ketika bertanya, ”Apa kalian mengenali siapa adanya gadis di dalam goa yang bersama pemuda bernama Bintang itu?""Ruhjelita. Gadis yang dikenal sebagai penunggang kura-kura terbang itu!""Kalian tidak salah lihat?""Kami berdua. Mana mungkin salah lihat!" jawab Ruhkenanga."Kalau begitu.." Dewi Awan Putih tidak meneruskan ucapannya."Kalau begitu apa Hai Dewi Awan Putih?" tanya Ruhkenanga sambil kembali tangannya merayap ke lengan sang Dewi."Tidak.. Tidak apa-apa. Keterangan kalian sangat berguna. Paling tidak aku kini benar-benar yakin dan mengetahui apa yang terjadi dalam goa itu.." Lalu dalam hati sang Dewi berkata, ”Aku juga menyaksikan sendiri. Tadinya aku seperti ingin mengatakan tidak yakin pada penglihatanku sendiri. Tapi kini ada dua orang yang menyaksikan hai yang sama. Berarti tidak perlu aku menyelidik lebih jauh. Hai mengapa kejam sekali rasan