Begitu bangkit dia hanya tinggal setengah langkah dari hadapan Pahidungbesar. Kakek berhidung besar itu menggertak beringas. Kaki kanannya diangkat untuk menendang kepala Bintang. Justru ini adalah satu kesalahan besar. Dalam keadaan semakin lemah seperti itu dan masih mendukung kawannya di atas bahu, dia kehilangan keseimbangan. Bukan saja tendangannya tidak mengenai sasaran tapi ketika Bintang keluarkan jurus Tendangan tanpa bayangannya, Tendangan Dewa Menjungkir Langit, Pahidungbesar tak mampu lagi selamatkan diri. Pasulingmaut yang tahu bahaya serta merta melompat cari selamat dan hinggap di atas sebuah batu besar dengan mulut menggembung keluarkan suara menggumam. Matanya melotot memperhatikan apa yang terjadi dengan temannya.
Saat itu Bintang berhasil menangkap pinggang Pahidungbesar. Ketika dia siap untuk menjotos si kakek di arah hidungnya yang besar tiba-tiba matanya sempat melihat bahaya besar mengancam Dewi Awan Putih. Dua tangan aneh Si Pembedol Usus melayang di u
"Lalu mengapa dia selalu mengikutiku?”"Mungkin itu satu hal yang harus kau selidiki. Siapa tahu dia ada sangkut pautnya dengan masalah yang tengah kau selidiki. Tentang asal usulmu.”Berubahlah paras Ruhcinta mendengar ucapan Bintang. Suaranya bergetar ketika berkata. ”Kau mungkin benar. Kalau begitu aku akan mengejar ke jurusan dia lenyap tadi.”"Jangan, jika dia punya kepentingan pasti dia yang akan mencarimu. Lagi pula urusan di tempat ini belum selesai. Apakah kau akan meninggalkan aku begitu saja"Ruhcinta tertegun karena tidak menyangka ucapan Itu akan keluar dari mulut pemuda yang selama ini diam-diam selalu dikenangnya. Ketika Bintang berucap begitu, Dewi Awan Putih sampai pula di tempat itu.Gadis bermata biru ini seperti Ruhcinta juga jadi tertegun mendengar kata-kata Bintang itu. Namun dasar perasaan mereka saling berbeda. Kalau Ruhcinta tertegun saking gembiranya maka Dewi Awan Putih tertegun karena tiba-t
"Kalau kau sudah tahu dan ingin membunuhku, apakah kau mau melakukannya sekarang?!” Jin Obat Seribu bertanya sambil melirik pada Ruhcinta lalu tersenyum dan kedipkan matanya. Antara Ruhcinta dan Jin Obat Seribu memang sudah saling mengenal dan kakek gendut ini pernah berhutang budi terhadap si gadis.Mendengar ucapan Jin Obat Seribu, Si Pembedol Usus hanya menggerutu panjang pendek."Kalau kau memang masih butuh dua tanganmu itu, silakan ambil saja!”kata Arya ikut bicara.”Pemuda sialan! Kau juga akan kubunuh nanti! Dua tangan itu tak ada gunanya! Tak bisa dipasangkan lagi ke tubuhku! Jahanam!""Bisa atau tidak bisa baiknya diambil saja Nek. Di buat sop dan disantap kurasa masih cukup enak!”kata Bayu pula membuat si nenek tambah meluap amarahnya tapi tak berani berbuat apa karena jerih pada Jin Obat Seribu. Dia melirik pada Jin Muka Seribu, lalu tanpa banyak cerita lagi segera tinggalkan tempat itu.Jin Muka Seribu sendiri m
Di puncak bangunan terpancang sebuah bendera dari jerami kering berwarna kuning, melambai-lambai kaku ditiup angin. Kakek teleng hisap dalam-dalam pipanya. "Sial! Lama-lama aku bisa mengantuk!" katanya setengah memaki. Kakek ini lalu menatap kehalaman luas di depan rumah lonceng. Seperti menghitung-hitung dia berucap."Satu... dua... sembilan... empat belas... ah! Sudah empat belas orang sakti menemui kematian. Sudah tujuh purnama berlalu. Tapi tidak satupun dari mereka membekal benda yang kucari. Kalau sampai dua purnama lagi benda itu tidak kudapatkan, celaka diriku! Siapa diantara dua makhluk itu yang akan membunuhku lebih dulu?!" Caping di atas kepala kakek teleng bergerak-gerak tanda si kakek menggeleng-geleng gelisah berulang kali.Sementara itu di atas satu pohon besar di seberang halaman rumah lonceng, tiga sosok tubuh mendekam di balik kerimbunan dedaunan tanpa setahu kakek teleng bercaping. Mereka bukan lain adalah Bintang, Bayu dan Arya."Keterangan s
"Hampir delapan puluh tahun!"Pateleng tersenyum. Dalam hati dia berkata. "Kejadian itu empat puluh tahun silam. Berarti ada kemungkinan dia memiliki benda itu!""Aneh! Mengapa kakek itu pakai menanya usia segala? Seperti sayembara saja!" kata Bayu yang mendekam di atas pohon bersama Bintang dan Arya."Hati Baja, apakah kau sudah siap?!" Dari atas atap terdengar suara Pateleng bertanya."Aku sudah siap dari tadi!" jawab Pakerashati alias Jin Hati Baja."Bagus!" Pateleng tertawa mengekeh. Dia sedot pipanya dalam-dalam lalu kepulkan asap merah. Tanpa menoleh ke belakang dia cabut bendera kuning yang menancap di atas atap. Capingnya kembali diletakkan di atas kepala. Bendera kuning itu diacungkannya ke atas. "Hati Baja! Bendera ini akan kutancapkan di ruas lonceng! Pada saat lonceng berputar dan bendera kuning berada di bagian paling atas, kau harus melompat ke atas lonceng. Kau harus bertahan sampai bendera kuning mencapai bagian atas lonceng sebanya
"Pateleng! Sebentar lagi kau harus menyerahkan kitab sakti itu padaku! Ternyata Lonceng Kematianmu yang digembar-gemborkan ini tidak ada apa-apanya! Ha... ha... ha!" Jin Hati Baja tertawa bergelak.Kakek bercaping di atas atap rumah ikut-ikutan tertawa lalu sedot pipanya dalam-dalam."Aku siap menyerahkan kitab sakti ini padamu Hai Hati Baja!" kata si kakek seraya tepuk capingnya, di bawah mana dia menyimpan kitab Kesaktian Menguasai Tujuh Jin. "Tapi harap kau sedikit bersabar, menunggu sampai bendera kuning mencapai putaran sebelah atas!"Jin Hati Baja menyeringai. Hatinya girang sekali karena bendera kuning hanya tinggal satu langkah didepannya. Begitu dia melompat sedikit dan membiarkan bendera itu lewat di bawahnya maka rampunglah putaran ketiga.Diam-diam tangan kanannya dialiri tenaga dalam sambil membatin. "Kalau kakek ini menipuku, akan kuhantam dengan pukulan Baja Panas Meleleh Langit."Bendera kuning sampai di depan kaki Jin Hati Baja. Di
Bintang, Bayu dan si Arya terkesiap kaget dan serasa terbang nyawa masing-masing ketika mendadak dari atas atap si kakek teleng berseru."Tiga makhluk yang sembunyi di atas pohon! Sllahkan turun ke tanah perlihatkan diri! Siang bolong begini sembunyikan diri sungguh tidak pantas!""Celaka! Kakek itu sudah tahu kita sembunyi disini!" kata Bayu."Bagaimana dia bisa tahu..." kata Arya masih tetap berpaling dan dengan suara serta tubuh gemetaran.Bintang memandang berkeliling. Daun-daun pohon besar dimana mereka bersembunyi sangat lebat. Sekalipun kakek itu tadi berada di halaman bawah sana sulit baginya untuk melihat Namun! Pandangan Bintang membentur pada sehelai daun yang bergoyang-goyang karena kejatuhan tetesan-tetesan air dari atas.Bintang mengurut pandangannya ke atas. Matanya sampai pada sosok Arya."Sial! kau yang membuat apes!" kata Bintang."Eh, mengapa aku yang kau salahkan?!" jawab Arya seraya pelototkan matanya yang jereng.
"Mohon maatmu orang tua! Sahabatku ini punya penyakit suka leleran kalau kaget!" menjelaskan Bintang."Apa itu leleran?!" tanya Pateleng tidak mengerti."Suka ences tak karuan!" menjawab Bayu.Pateleng geleng-gelengkan kepala. Dia menuding ke arah Bintang. "Kau tadi bilang ingin melihat sendiri Lonceng Kematianku! Hemmm. Berarti kalian hendak mencoba menjajal loncengku. Rupanya masih ada makhluk yang lebih tolol dari pada manusia berjuluk Hati Baja yang sudah mampus dan kini tinggal jerangkong itu!""Maaf Kek! Maksud kami bukan itu. !""Kalian masih belum cukup umur untuk menjajal Lonceng Kematian."Sementara itu Lonceng Kematian mulai bergerak perlahan dan akhirnya berhenti."Orang tua di atas atap," Bintang cepat menjawab. "Kami bertiga mana berani bertindak congkak menjajal kehebatan loncengmu! Terus terang kami sangat kagum. Itu saja! Kami tidak ada maksud untuk menjajalnya!"Kakek teleng cuma menyeringai sinis mendengar uc
Ketika lonceng mulai bergerak dan berputar ke kiri Bintang segera berlari-lari kecil ke arah berlawanan. Setiap kedua kakinya menjejak kayu roda, dia kerahkan tenaga dalam. Maksudnya hendak mencoba menjebol kayu lonceng untuk melihat apa yang tersembunyi di sebelah bawah. Luar biasanya ternyata kayu itu atos sekali!Selagi Bintang mencari akal apa yang harus dilakukannya tiba-tiba kakek teleng ketukkan pipanya kepinggiran lonceng seraya berseru."Satu!"“Dung...!”Lonceng bergetar lalu menggemuruh berputar lebih cepat. Di sebelah depannya Bintang melihat bendera kuning bergerak menuju ke arahnya lalu lewat di bawah kedua kakinya. Bintang melirik tajam pada si kakek, memandang ke bawah ke arah dua temannya lalu kembali memperhatikan lonceng yang berputar semakin cepat, membuat dia harus berlari lebih cepat pula. Tak lama kemudian bendera kuning muncul kembali untuk kedua kalinya. Lonceng berputar semakin kencang. Dengan Ilmu meringankan tubuh y
Setelah melihat Jejaka Emas memahami maksud perkataannya, Bintang segera melangkah ke arah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal.Berjarak 3 tombak dari Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal, Bintang menghentikan langkahnya.“Tidak ada yang kalah juga tidak ada yang menang dalam sebuah peperangan. Lebih baik kita berdamai dan hidup berdampingan Ayah Mertua” ucap Bintang dengan menyebut Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal sebagai ayah mertuanya. Tentu saja kenyataan itu tak bisa Bintang pungkiri. Walau bagaimana, Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal adalah ayah mertua baginya.Tatapan Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal masih terlihat dingin kearahnya, dan terdengar suara beratnya. “Kenapa kau menolak untuk menjadi penguasa dunia, Bintang? Bukankah itu keinginan semua laki-laki didunia ini! Tahta dan Kekuasaan?!”Bintang menggeleng, lalu berkata, “Aku lebih suka kedamaian. Buat apa meraih kekuasaan, kalau hidup selalu tidak tenang” Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal terdiam saat mendengar kata-kata Bintang.Binta
Semua terdiam!Sunyi!Tak ada satu suarapun yang terdengar, kecuali desau angin!Sementara itu, keadaan semua orang yang tadinya terpaku, kini sudah bisa bergerak, masing-masing saling menatap satu sama lain, lalu mengedarkan pandangan mereka ke arah sekitar. Apa yang baru saja terjadi, berasa seperti mimpi.Sementara itu, Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal pun masih terpaku berdiri ditempatnya, memandangi jari manis tangan kanannya yang sudah kosong, tidak ada lagi Cincin Sulaiman yang biasa terpatri.Di pihak Jejaka Emas, Bintang lebih dulu tersadar dengan keadaan yang terjadi. Masih terlihat keringat dingin di sekujur tubuh Bintang. Rasa sakit yang baru saja dialami oleh Bintang bukan sekedar dalam angan-angan, tapi Bintang benar-benar dapat merasakan bagaimana tubuhnya terhempas dengan keras ke sebuah alam, dimana di alam itu, berbagai macam orang dengan segala macam siksaannya. Bintang benar-benar merasakan kesakitan yang amat sangat yang membuat tubuhnya seperti ditusuk oleh ribuan
“Bangunlah kalian berdua!” kembali suara lembut tapi tegas itu terdengar menyapa keduanya, hampir bersamaan Bintang dan Jejaka Emas memalingkan wajah mereka kearah depan. Wajah keduanya berubah. Berjarak hanya beberapa tombak dihadapan mereka, terlihat sosok seorang laki-laki tua berwajah agung dan teduh. Mengenakan pakaian putih disekujur tubuhnya. Senyumnya terlihat begitu agung dan teduh. Bintang dan Jejaka Emas terkejut, karena tadi, tidak ada seorangpun yang ada ditempat itu selain mereka berdua.Lelaki tua berparas agung itu terlihat duduk diatas sebuah batu putih yang bila diperhatikan dengan seksama. Batu itu tidaklah menyentuh tanah, alias mengapung diudara.“Kemari!” Terdengar suara lembut dan tegas kembali menyapa Bintang dan Jejaka Emas. Walau keduanya tak melihat bibir lelaki tua itu bergerak, tapi Bintang dan Jejaka Emas yakin, kalau lelaki tua itulah yang menyuruh mereka.Lagi-lagi Bintang dan Jejaka Emas diliputi keheranan, karena tubuh mereka tiba-tiba saja bangkit be
Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal terlihat geram saat melihat tak satupun dari pihak lawan yang mau bersikap setia kepadanya. “Kalian semua rupanya benar-benar ingin mati, jangan katakan kalau aku tidak memberikan kalian kesempatan...” ucap Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal. Lalu Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal berpaling kearah seluruh pasukannya yang ada dibelakangnya.“Bunuh mereka semua!”Satu perintah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal sudah cukup untuk membuat pasukannya bergerak kedepan dengan senjata terhunus. Siap untuk membunuh lawan-lawan mereka yang sudah tak berdaya ditempatnya.Mendengar perintah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal, membuat pucat wajah-wajah dari pihak lawannya. Sebagian mengeluarkan keringat dingin membayangkan kematian yang akan segera mendatangi mereka, sementara sebagian lagi tampak mampu bersikap tenang dan sudah siap menerima nasib, karena memang sejak awal pertempuran, mereka sudah siap untuk mati. Ada satu hal yang setidaknya membuat mereka mati dengan tenan
Sementara itu dipihak Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal juga ikut bingung melihat kejadian itu, Bintang yang kini tampak tengah diperebutkan oleh ke-4 wanita cantik. Di benak mereka terbersit pikiran, ‘Apa mereka tidak menyadari kalau saat ini tengah berperang’. Hal ini membuat semua orang geleng-geleng kepala melihatnya.Sementara itu, Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal terlihat menatap ke arah Bintang dengan tatapan dingin. Lalu Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal maju beberapa langkah kedepan. Seketika keadaan riuh ditempat itu langsung berhenti. Hening. Bahkan keributan kecil diantara Bintang dengan ke-4 gadisnya juga ikut terhenti dan kini mereka ikut menatap kearah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal.Tak ada yang bersuara, semua perhatian tertuju langsung ke arah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal.Tiba-tiba saja dari pihak seberang, sesosok tubuh melangkah kehadapan Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal. Dia adalah Jejaka Emas. Jejaka Emas memang sangat kesal melihat keberuntungan Bintang yang dike
“Hai! Utusan Dewa. Kami akan menghentikan peperangan ini bila Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal sudah terkalahkan, tapi bila tidak. Bahkan Sang Hyang Guru Dewa sendiripun tak akan bisa berbuat apa-apa!” Raja Munaliq Dari Timur memberikan jawaban diiringi anggukan oleh kedua raja jin lainnya, juga para prajurit yang berada dibawah kendali mereka.Apa yang dikatakan oleh Raja Munaliq Dari Timur memang tidak salah. Selama Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal tidak bisa dikalahkan, maka kemenangan akan selalu menjadi milik mereka. Bahkan Sang Hyang Guru Dewa sendiripun tak akan bisa berbuat apa-apa.Kini balik Una Lyn yang terlihat terdiam ditempatnya. Jejaka Emas yang melihat hal itu, segera beranjak maju untuk memberikan tanggapannya.Bleegaarrr!Sebuah suara keras ledakan terdengar keras membahana di tempat itu, begitu kerasnya sampai membuat tempat itu bergetar laksana digoncang gempa skala sedang. Ada yang jatuh terduduk karena tak kuat menahan getaran yang terjadi, tapi masih banyak pula y
Una Lyn sendiri terlihat melakukan salto beberapa kali diudara hingga akhirnya berhasil mendarat dengan mulus ditanah, sedangkan Ifrit juga mampu mendaratkan kedua kakinya ditanah, setelah terseret cukup jauh kebelakang. Darah terlihat merembes dimulut keduanya, sebagai tanda luka dalam yang mereka derita.Seakan tak ingin membuat waktu percuma, Una Lyn terlihat langsung mengangkat tangannya yang tengah memegang pedang naga emas keatas.Wusshh..!Bayangan seekor naga emas melesat keluar dari hulu pedang ditangan Una Lyn. Sementara itu di ujung sana, Ifrit pun terlihat tak ingin tinggla diam.Dugghh!Tongkat ditangannya dihentakkan ke tanah.Wusshh..! Wusshh..! Wusshh..!Banyak sosok bayangan hitam yang keluar dari kepala tongkat dan sosok-sosok bayangan hitam itu tampak membentuk wujud-wujud jin yang tak terhitung jumlahnya yang hampir memenuhi langit. Di tempatnya, Una Lyn cukup terkejut melihat pamer kesaktian yang diperlihatkan oleh Ifrit. Ternyata Ifrit mampu mengeluarkan banyak j
Dughh! Seiring dengan itu Ifrit menghentakkan tongkat ditangannya ke bawah.Werrrr...! gelombang energi terpancar keluar dari tubuh Ifrit yang langsung menyapu seluruh tempat itu. Terjadi keanehan! Pemandangan mencengangkan terjadi. Waktu seolah berhenti, bangsa jin yang tengah bertempur satu sama lain, terdiam seperti patung. Semuanya berhenti bergerak, bukan saja yang ada di tanah, tapi juga yang ada diudara ikut berhenti bergerak.Baik bangsa manusia, bangsa jin, maupun para dewa-dewi, bahkan Jejaka Emas pun ikut berdiri mematung ditempatnya berada. Terlihat perubahan diwajah semua orang, termasuk Jejaka Emas yang berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan dirinya agar bisa kembali bergerak, tapi sejauh ini hanya gerakan yang sangat lamban yang terlihat. Tak ada yang mampu menggerakan tubuh mereka. Sementara itu, di pihak Ifrit, mereka semua tahu, kalau ini adalah salah satu kemampuan Ifrit yang bisa menghentikan waktu.Di depan sana, terlihat Ifrit tersenyum sinis melihat ke arah Jej
Jejaka Emas tak memberi kesempatan sedikitpun bagi Ifrit untuk menghela nafas. Serangan gelang dewanya terus menghantam sosok Ifrit.Sosok Ifrit yang melayang diatas tanah, terus terdesak mundur. Entah sudah belasan ataupun berpuluh-puluh kali serangan gelang dewa menghantam sosoknya, tapi walaupun terdesak. Ifrit sedikitpun tidak terlihat terluka.Jejaka Emas yang melihat hal itu, harus mengakui kekuatan dan kekebalan tubuh Ifrit, tapi anehnya seraya terus melesatkan serangan gelang-gelang dewanya, Jejaka Emas justru tertawa-tawa. Hal ini dikarenakan sosok Ifrit yang terkena serangan beruntun gelang dewanya dari berbagai arah, membuat tubuh Ifrit yang melayang diudara itu tampak terdorong ke kanan, ke kiri, ke belakang dan kedepan, Ifrit seperti tengah berjoget atau bergoyang dangdut. Hal ini pula yang membuat Jejaka Emas kemudian tertawa tergelak-gelak. Bangsa Jin yang ada ditempat itupun bingung dan heran, kenapa Jejaka Emas bertarung sambil tergelak-gelak sendiri.Ifrit terus dig