"Kurasa kita juga harus segera keluar dari sini!" kata Bintang. Lalu terjun ke tanah menyusul Bayu.
Tinggal Arya sendirian. Dia bingung mau melompat gamang dan ngeri. Tinggal sendirian di dalam kocek jerami dia merasa jerih. Sesaat matanya yang jereng berputar-putar dan daun telinganya yang lebar bergerak-gerak. Akhirnya sambil pejamkan mata, Arya jatuhkan diri ke tanah. Untuk beberapa lamanya dia tergeletak melingkar di tanah.
Bayu lari menuju bagian kepala anak perempuan yang terbaring di tanah. Dia berusaha memanjat ke bahu. Tapi setiap dicoba tergelincir kembali karena tubuh anak perempuan itu licin akibat kebasahan air hujan. Saat itulah Maithatarun melihat sosok Bayu dan Bintang serta Arya.
Dia hendak marah dan menegur tapi karena lebih mementingkan menolong anak perempuan itu maka untuk sementara Maithatarun tidak mengacuhkan tiga orang tersebut.
Dengan sangat hati-hati dan sampai keluarkan keringat dingin Maithatarun berhasil membuka lidah yang te
"Tiga makhluk yang kau bilang cebol sebesar kutu... Mereka itu yang kau maksudkan saudara-saudaramu Hai! Bapak penolong?" Ketika Maithatarun tersenyum dan mengangguk si anak berkata. ”Sungguh aneh. Baru sekali ini saya melihat ada manusia sekecil ini. Aneh, tapi lucu-lucu...”"Hai! Bapak penolong, bagaimana kau bisa punya saudara seperti mereka?" Lalu si anak melihat sepasang kaki Maithatarun yang terbungkus batu bulat besar. ”Hai! Bapak penolong. Ternyata kau juga memiliki keanehan di kedua kakimu! Saya ingat sekarang.... Bukankah Bapak ini kepala Negeri Kota Jin, Bapak Maithatarun?"Maithatarun menyeringai.”Dulu aku memang Kepala Negeri Kota Jin. Sekarang tidak lagi...”"Bukankah Bapak yang telah membunuh Zalanbur dalam Duelcarok di tanah lapang?"Maithatarun menghela nafas panjang.”Kejadian itu sudah berlalu. Sekarang kami berempat ingin tahu siapa namamu. Apa yang terjadi dengan dirimu sampai kau berada sejauh ini,
”Enak saja kau bicaral Upil Ruhkimkim saja lebih besar dari tubuhmu! Biar Maithatarun yang mengambil keputusan!""Suka atau tidak suka apa kalian tega meninggalkan Ruhkimkim sendirian di dalam rimba belantara ini?" sanggah Bayu.Tak ada yang menukas ucapan Bayu itu.Akhirnya Maithatarun memegang lengan Ruhkimkim lalu menaikkan anak perempuan ini ke atas punggung kuda kaki enam. Begitu berada di atas punggung kuda raksasa itu Ruhkimkim bertanya. ”Bapak Maithatarun, bagaimana dengan tiga sahabatku yang lucu-lucu ini. Apakah saya boleh memegang mereka terus atau...”"Kami lebih suka berada dalam genggamanmu dari pada masuk kembali ke dalam kocek itu!" kata Bayu cepat, "Bukan begitu sobatku Bintang?' Bayu kedipkan matanya. Bintang tertawa lebar.-o0o-Gunung Pabatuhitam sesuai dengan namanya merupakan satu gunung batu berwarna hitam. Tak satu tetumbuhanpun hidup di sana kecuali sejenis lumut. Di bawah panas terikn
"Hai! Ruhsantini, aku datang tidak membawa segala yang berbau masa lalu. Aku ingin kita bersatu kembali. Jika kau ihklas, jika kau suka hal itu bisa terjadi. Mengenai diriku yang celaka ini akan bisa disembuhkan, akan bisa kembali ke asal keadaan semula. Asalkan saja kau mau memohon kepada para Dewa dan Dewi, kepada para roh yang ada antara langit dan bumi. Mintakan ampun untukku. Cabut kutuk dan sumpahmu dulu! maka semua bara api yang ada di kepala dan tubuhku akan sirna. Aku mohon padamu Ruhsantini. Ini satu-satunya permintaan kalau hidup ini masih bisa panjang. Kalau masa depanku masih kau terima...”Jin Bara Neraka jatuhkan dirinya di atas batu, berlutut dengan kepala tertunduk dan dua tangan disatukan membentuk sembah.Untuk beberapa lamanya Ruhsantini tegak tak bergerak, sepasang mata tak berkesip pandangi lelaki yang pernah hidup sebagai suaminya. Di luar sadar dua mata yang tidak berkesip itu tampak berkaca-kaca. Getaran-getaran muncul di dadanya.
Patandai mendengus.”Delapan puluh tahun lalu kau berdusta. Sekarang masih saja berdusta! Siapa percaya padamu! Aku sudah sembuh Ruhsantini! Dengar. Aku sudah sembuh! Dan aku tidak memerlukan dirimu lagi! Mampuslah perempuan jalang!"Sepuluh jari kokoh Patandai disertai tenaga luar dan dalam yang sangat hebat mencengkeram siap menghancurkan leher Ruhsantini. Pada saat itulah tangan kanan Ruhsantini menghantam ke depan, mengarah ke perut Patandai.Tapi Patandai tidak buta. Tangan kirinya secepat kilat di babatkan ke bawah."Bukkk!"Dua lengan saling beradu keras. Kedua orang itu terpental dan sama-sama kesakitan. Begitu lepas dari cekikan Patandai, Ruhsantini berteriak marah. ”Manusia laknat! Binatang saja kalau ditolong tidak akan pernah berkhianat! Kau memang Jin jahanam yang harus dimusnahkan!" untuk kedua kalinya Ruhsantini menyerangPatandai cepat menyingkir. Gerakannya memang tidak terlalu cepat akibat kendala di bagian bawah perutn
Bayu akhirnya berkata. ”Sobatku Kimkim! Sudah, jangan banyak tanya. Lekas kau beri tahu saja Patandai. Kalau sampai terlambat dia bisa celaka. Kita semua nanti juga ikut-ikutan celaka!"Mendengar kata-kata Bayu yang ada di telapak tangannya itu Ruhkimkim segera berteriak. ”Bapak Maithatarun, hadapi lawanmu dalam jarak pendek! Dia ada kondornya! Kondornya ada gentongnya! Pasti tak bisa bergerak cepat kalau diserang dari dekat! Kalau dari jauh kondornya bisa leluasa!"Bintang tertawa bergelak mendengar teriakan Ruhkimkim itu. Bayu tertawa gelak-gelak. Sedang Arya terpingkal-pingkal.Walau tidak begitu jelas apa yang dimaksudkan anak perempuan itu namun Maithatarun bisa juga menangkap arti ucapan Ruhkimkim. Memang jika dia menggempur dari jarak jauh berarti lawan akan mampu menghujaninya dengan pukulan-pukulan sakti yang mengeluarkan dua belas jalur hitam maut itu. Maka Maithatarun pusatkan tenaga dalamnya ke kaki. Bola Boia Neraka mengeluarkan suara me
"Celaka kita semua. Celaka sahabatku Ruhkimkim" ujar Bayu.Tiba-tiba dari langit sebelah timur ada satu sinar biru terang sekali. Makin lama makin besar dan bergerak ke bawah ke arah walet terbang. Sesaat kemudian cahaya biru itu berubah menjadi sosok seorang perempuan yang bergoyang-goyang seperti asap. Bersamaan dengan itu bau harum semerbak memenuhi udara."Bunda Dewi!" seru Maithatarun dan Ruhsantini begitu dia melihat lebih jelas dan mengenali siapa adanya sosok biru, di atas sana. Kedua orang ini segera jatuhkan diri berlutut. Sampai saat itu Maithatarun secara tidak sadar masih memegangi tangan kiri Ruhsantini yang tadi hendak memukul. Ruhsantini sendiri tidak pula berusaha untuk melepaskan tangannya dari pegangan orang.Patandai yang ada di atas walet terbang jadi berubah kecut tampangnya ketika dia melihat siapa yang muncul dari langit di atasnya. Dia berusaha mempertenang diri karena sampai saat itu masih menguasai Ruhkimkim yang tetap terus dijambakny
"Panjang ceritanya. Kalau kau suka akan kuceritakan dalam perjalanan...”"Eh, memangnya kita mau mengadakan perjalanan kemana? Tempat tinggalku adalah di daerah ini.” Kata Ruhsantini pula.Air muka Maithatarun jadi kemerah-merahan. ”Maksudku. Hemm, aku menduga apa gunanya kau memencilkan diri terus menerus di tempat sunyi ini. Lebih baik kembali ke Negeri Kota Jin bersama kami""Berat bagiku untuk kembali ke sana Hai! Maithatarun. Hidup ini sudah terlanjur bergelimang derita.... Aku lebih suka pergi ke tempat yang lain. Mungkin aku akan mencari puteraku yang hilang...”"Jika kau suka aku mau membantu mencari puteramu itu. Namun itu bukan pekerjaan mudah karena kabarnya dia telah masuk ke dunia para saudara- saudaraku ini. Tapi tidak ada salahnya berusaha. Asalkan sebelum melakukan pencarian kita ke Kota Jin dulu untuk sama-sama mengantarkan anak perempuan ini. Lagi pula tanganmu yang patah perlu dirawat."R
"Hai! Kalau itu sampai dilakukannya!" menyahuti mulut sebelah kiri. "Alamat dirinya akan menjadi penghuni Ruangan Obor Tunggal"'Tunggu...!" mulut muka berwajah hitam keling di sebelah kanan berkata. 'Tidakkah kau dengar langkah- langkah kaki halus melintas di Ruang Empat Obor. Bergerak menuju ke sini!"Sesaat kemudian di pintu Ruang Dua Belas Obor melangkah masuk seorang gadis berwajah sangat cantik. Rambutnya yang hitam digulung di atas kepala hingga kuduknya yang putih dan ditumbuhi bulu-bulu halus tersembul memikat. Gadis ini mengenakan pakaian kulit kayu dicelup jelaga berwarna Jingga, dihias dedaunan aneka warna di bagian belakang dan dada."Lain yang ditunggu lain yang datang!" Mulut sebelah belakang orang di atas ranjang batu berseru. Wajah di bagian depan tersenyum lebar. "Ruhjelita kekasihku! Kutunggu-tunggu kau tak pernah muncul. Tidak diharap-harap kau tahu-tahu datang! Kau membuat diriku jadi kikuk!"Gadis yang barusan masuk berhenti tiga lan