"Celaka kita semua. Celaka sahabatku Ruhkimkim" ujar Bayu.
Tiba-tiba dari langit sebelah timur ada satu sinar biru terang sekali. Makin lama makin besar dan bergerak ke bawah ke arah walet terbang. Sesaat kemudian cahaya biru itu berubah menjadi sosok seorang perempuan yang bergoyang-goyang seperti asap. Bersamaan dengan itu bau harum semerbak memenuhi udara.
"Bunda Dewi!" seru Maithatarun dan Ruhsantini begitu dia melihat lebih jelas dan mengenali siapa adanya sosok biru, di atas sana. Kedua orang ini segera jatuhkan diri berlutut. Sampai saat itu Maithatarun secara tidak sadar masih memegangi tangan kiri Ruhsantini yang tadi hendak memukul. Ruhsantini sendiri tidak pula berusaha untuk melepaskan tangannya dari pegangan orang.
Patandai yang ada di atas walet terbang jadi berubah kecut tampangnya ketika dia melihat siapa yang muncul dari langit di atasnya. Dia berusaha mempertenang diri karena sampai saat itu masih menguasai Ruhkimkim yang tetap terus dijambakny
"Panjang ceritanya. Kalau kau suka akan kuceritakan dalam perjalanan...”"Eh, memangnya kita mau mengadakan perjalanan kemana? Tempat tinggalku adalah di daerah ini.” Kata Ruhsantini pula.Air muka Maithatarun jadi kemerah-merahan. ”Maksudku. Hemm, aku menduga apa gunanya kau memencilkan diri terus menerus di tempat sunyi ini. Lebih baik kembali ke Negeri Kota Jin bersama kami""Berat bagiku untuk kembali ke sana Hai! Maithatarun. Hidup ini sudah terlanjur bergelimang derita.... Aku lebih suka pergi ke tempat yang lain. Mungkin aku akan mencari puteraku yang hilang...”"Jika kau suka aku mau membantu mencari puteramu itu. Namun itu bukan pekerjaan mudah karena kabarnya dia telah masuk ke dunia para saudara- saudaraku ini. Tapi tidak ada salahnya berusaha. Asalkan sebelum melakukan pencarian kita ke Kota Jin dulu untuk sama-sama mengantarkan anak perempuan ini. Lagi pula tanganmu yang patah perlu dirawat."R
"Hai! Kalau itu sampai dilakukannya!" menyahuti mulut sebelah kiri. "Alamat dirinya akan menjadi penghuni Ruangan Obor Tunggal"'Tunggu...!" mulut muka berwajah hitam keling di sebelah kanan berkata. 'Tidakkah kau dengar langkah- langkah kaki halus melintas di Ruang Empat Obor. Bergerak menuju ke sini!"Sesaat kemudian di pintu Ruang Dua Belas Obor melangkah masuk seorang gadis berwajah sangat cantik. Rambutnya yang hitam digulung di atas kepala hingga kuduknya yang putih dan ditumbuhi bulu-bulu halus tersembul memikat. Gadis ini mengenakan pakaian kulit kayu dicelup jelaga berwarna Jingga, dihias dedaunan aneka warna di bagian belakang dan dada."Lain yang ditunggu lain yang datang!" Mulut sebelah belakang orang di atas ranjang batu berseru. Wajah di bagian depan tersenyum lebar. "Ruhjelita kekasihku! Kutunggu-tunggu kau tak pernah muncul. Tidak diharap-harap kau tahu-tahu datang! Kau membuat diriku jadi kikuk!"Gadis yang barusan masuk berhenti tiga lan
Mulut sebelah belakang menyambut! ucapan mulut sebelah depan tadi. "Hai Ruhjelita, menurut pengintaianku dalam masa seratus tahun mendatang kau masih akan tetap muda dan cantik. Mengapa kau begitu bernafsu mengejar ilmu. Bukankah kau mencari tujuh lelaki dengan tiga tahi lalat di bawah pusarnya itu sebenarnya ingin mendapatkan ilmu awet muda sepanjang jaman?'Sepasang mata Ruhjelita membesar. "Dari mana kau tahu aku tengah mencari ilmu awet muda?!" tanya si gadis."Jin Muka Seribu pandai menduga. Dan setiap dugaanku biasanya tak pernah meleset!"Ruhjelita tersenyum lalu mencibir dan berkata. "Aku tidak akan mengiyakan atau menidakkan kebenaran dugaanmu Itu Hai Jin Muka Seribu. Aku butuh bantuanmu. Siapa saja lagi yang harus kuselidiki.”Wajah Jin Muka Seribu depan belakang tersenyum. "Sederet nama dan orang bisa kau selidiki. Mengapa kau tidak berusaha mencari lelaki bernama Maithatarun yang kini punya dua julukan. Bola Bola Neraka dan Jin Kaki Batu
"Kau harus belajar punya kesabaran Jin Muka Seribu. Ini hadiah untuk kesabaranmu itu!" Ruhjelita per- gunakan tangan kanannya mencubit perut Jin Muka Seribu hingga orang ini menjerit antara kesakitan dan kegelian. Bersamaan dengan itu Ruhjelita gerakkan tubuhnya ke belakang hingga rangkulan dua kaki Jin Muka Seribu terlepas."Ruhjelita tunggu!" berseru Jin Muka Seribu.Tapi Ruhjelita telah berkelebat meninggalkan Ruang Dua Belas Obor.Jin Muka Seribu terduduk di atas ranjang batu. Dua mulutnya beberapa lama keluarkan suara menggerendeng. Lalu mulut sebelah depan berucap perlahan. "Ruhjelita. Hai! Jangan kau kira aku tak tahu apa sebenarnya yang tengah kau lakukan dan kau cari. Aku hanya pura-pura percaya bahwa kau tengah mencari ilmu awet muda. Tapi aku tahu sebenarnya kau tengah mencari satu ilmu kesaktian yang langka dan sangat hebat. Aku akan membantumu mendapatkan ilmu itu. Aku akan mengikuti saja apa maumu Ruhjelita! Hai kekasihku! Tapi begitu kau mendapatk
DI ATAS ranjang batu di Ruang Dua Belas Obor, Jin Muka Seribu terbujur mandi keringat. Saat itu empat wajah di kepalanya yang sebelumnya berupa wajah pemuda telah berubah kembali menjadi wajah lelaki separuh baya. Wajah sebelah depan putih sedang sebelah belakang hitam keling."Malam semakin larut. Mengapa orang suruhan kita masih belum kembali!" Mulut sebelah depan Jin Muka Seribu berucap, ”Mungkin saja perempuan celaka itu benar-benar telah kabur melarikan diri sejak tadi-tadi" Menyahuti mulut bermuka hitam."Hai! Jika dia berani berkhianat pertanda akan bertambah satu lagi penghuni Ruang Obor Tunggal!""Aku sudah berkata sebaiknya berpuas-puas dulu dengan dirinya. Tapi kau malah memberinya tugas di luar goa." Pada saat seperti itu Jin Muka Seribu seolah-olah berubah menjadi dua orang yang berlainan tetapi memiliki satu tubuh.“Kau betul," kata mulut sebelah depan, ”Kalau dia datang akan kurendam dia sampai pagi. Ha... ha....ha...!"
Perempuan muda di depan tempat tidur batu menjadi pucat parasnya. Betapakan tidak. Dia tahu betul yang dimaksud Jin Muka Seribu dengan enam orang perempuan di Ruang Obor Tunggal ialah enam orang yang tengah menjalani siksaan mengerikan, dijadikan mayat hidup. Ke enamnya tergeletak menelentang di ruangan itu. Tubuh kaku tak bisa bergerak tak blsa bersuara. Mulut menganga. Dari atas langit-langit ruangan pada saat-saat tertentu jatuh menetes setitik air, masuk ke dalam mulut keenam perempuan itu. Tetesan-tetesan air itulah yang memberi kehidupan, menyelamatkan nyawa mereka. Beberapa di antara mereka ada yang telah belasan tahun berada dalam keadaan seperti itu. Mereka adalah orang-orang yang sangat dlbenci oleh Jin Muka Seribu. Empat dari mereka adalah bekas musuh besarnya. Ruhtinti sebenarnya tahu Jin Muka Seribu ingin membunuh mereka semua. Namun karena mempunyai pantangan membunuh perempuan maka terpaksa dia memperlakukan keenam perempuan tersebut seperti itu. Mati tidak hidup pun
"Kalian semua tetap di sini! Jangan ada yang berani keluar! Aku akan menyelidik!" Mulut Jin Muka Seribu sebelah belakang berkata. Lalu Jin Muka Seribu cepat berkelebat meninggalkan tempat itu. Lima orang perempuan yang berada dalam ketakutan mana mau tetap berada dalam ruangan yang semakin digoncang getaran dan semakin panas itu. Kelimanya berhamburan lari menuju jalan ke luar. Ruhtinti di depan sekali.-o0o-Jin Muka Seribu melompat ke atas sebuah gundukan batu di satu tempat ketinggian di sebelah timur Telaga Pasituhitam. Begitu dia melayangkan mata, memandang ke bawah tersentaklah makhluk bermuka empat ini. Dua mata di depan, dua mata di kiri dan kanan dan dua mata di belakang membeliak. Di samping rasa terkejut yang amat sangat, pada empat wajah Jin Muka Seribu jelas terlihat bayangan amarah. Empat wajahnya berubah menjadi empat wajah orang tua bermuka pucat pasi. Sesaat kemudian wajah-wajah ini berubah pula menjadi empat muka raksasa berwarna merah
Saat itu dalam keadaan pakaian tidak karuan dan tubuh basah oleh keringat dan dikotori tanah, Ruhtinti dan empat gadis yang berhasil keluar selamatkan diri dari Ruang Oua Belas Obor, tersungkur jatuh di kaki batu. Dada mereka yang nyaris tidak tertutup bergerak turun naik sedang wajah masing-masing pucat keringatan.Seolah tidak perduli akan kehadiran lima gadis itu mulut Jin Muka Seribu sebelah depan berkata."Ini pasti ada yang punya pekerjaan! Hendak mencelakai diriku! Hendak membunuhku!"Mulut sebelah belakang menjawab, ”Aku tidak perlu bertanya, tak perlu menduga. Lihat ke langit, ke arah rembulan!"Jin Muka Seribu dongakkan kepalanya sebelah depan, memandang ke langit. Benar saja, di arah bulan purnama tampak sebuah benda putih mengapung di udara.Benda ini adalah seonggok awan berwarna putih. Di atas awan putih duduk seorang gadis berwajah cantik seolah bidadari. Pakaiannya berupa gulungan kain putih halus yang melambai-lambai di udara