Rafasya duduk di tepi tempat tidur dengan tersenyum. Tatapan matanya terus saja tertuju ke wajah cantik sang istri. Rasa rindu yang selama ini menyesakkan di dada seakan terobati sudah. "Terima kasih ya nak sudah mau jagain mami." Rafasya tahu jika tidak ada anak yang dikandung Cinta saat ini, mungkin istrinya itu sudah bertindak bodoh yang berakibat membahayakan dirinya sendiri. Meskipun sudah menemukan Cinta, namun Rafasya tidak ingin memberitahukan hal ini terlebih dahulu kepada orang tuanya. Alasannya karena dia harus menyelesaikan permasalahannya terlebih dahulu dengan istri tercinta. Setelah puas memandangi wajah istrinya, Rafasya pun berbaring di sebelah Cinta. Dia tidak akan mau melepaskan Cinta meskipun hanya sebentar saja. Rafasya harus meyakinkan bahwa istrinya benar-benar berada didalam dekapannya.Walaupun tidur di bagian pinggir, namun Rafasya tidak memperdulikannya. Jika Cinta bergeser sedikit saja, sudah pasti dia akan terjatuh. Namun Rafasya tetap tidak perduli d
Cinta bergeming ketika melihat Rafasya membuka matanya. Sampai detik ini dia masih tidak bisa membedakan antara nyata ataupun mimpi.Entah terlalu shock atau nyawanya yang belum terkumpul, hingga otaknya menjadi konslet. Rafasya tersenyum memandang wajah cantik sang istri. Dia benar-benar sangat merindukan Cinta. Bahkan ketika Cinta tidur, Rafasya masih Sempat-sempatnya mencuri kecupan di bibir sang istri."Sudah bangun sayang?" Rafasya tersenyum. Namun Cinta hanya diam dan mencoba mencerna, Apakah ini mimpi atau tidak."Rindu Dek," Rafasya menatap istrinya dengan senyum penuh bahagia. Batin Cinta menjerit, dia benar-benar frustasi menghadapi permasalahan ini. Antara senang atau marah ketika melihat sang suami ada di pelukannya. Otaknya mulai bekerja dan yakin bahwa ini semua bukan sekedar mimpi, tapi nyata. Setelah bisa berpikir dengan jernih, Cinta memandang Rafasya dengan penuh kemarahan. Dengan sangat keras dia mendorong tubuh suaminya itu hingga terjatuh dari tempat tidur. Ber
Rafasya akan bersabar menunggu jawaban dari istrinya. Dia juga sudah menjelaskan apa yang terjadi sehingga tidak ada lagi kesalahpahaman. Rafasya bersyukur menemukan Cinta sebelum 6 bulan usia pernikahannya. Jika hal itu terjadi maka Cinta akan menolak dengan alasan kontrak pernikahan yang sudah usai.Setelah mendengar perkataan Rafasya mengenai Karin yang sedang di tahan oleh polisi, sungguh membuat dia penasaran. Apa benar saat ini Karin sedang dipenjara? Ingin bertanya namun dia masih malas untuk berbicara dengan suaminya itu."Permisi." Seorang perawat masuk ke kamar Cinta."Silahkan sus," jawab Rafasya dengan sangat ramah. Padahal sebelumnya pria itu sangat irit bicara. "Untung aja Mas Rafa cepat datang, soalnya kasihan Mbak cinta kalau sendiri." Perawat itu tersenyum sambil meletakkan menu makan siang serta obat di atas meja. "Iya sus," jawab Rafasya dengan tersenyum. Dia begitu sangat bahagia karena bisa menemukan istrinya. Cinta hanya diam memandang Rafasya. Dia benar-benar
Rafasya hanya diam memandang pertemuan penuh haru tersebut. Namun dia tidak bisa menahan air mata yang meluncur dengan sendirinya. Dengan cepat diusapnya air mata kebahagiaan tersebut. "Ma, pa, Aku mau masak nasi goreng dulu, aku titip Cinta ya." Rafasya kembali tersenyum memandang istrinya. Setelah berpamitan pria itu kemudian pergi meninggalkan kamar rawat. "Masak nasi goreng?" tanya Erik sambil memandang istrinya. "Iya, Cinta minta nasi goreng masakan bang Rafa." Cinta tersenyum malu. Setelah mendengar semua penjelasan dari Rafasya, Cinta tidak bisa menyalakan suaminya. Karena itu semua memang perbuatan Karin yang ingin merusak rumah tangganya, serta menjebak Rafasya. Beryukur ada janin dirahimnya yang membuat dia harus kuat. Cinta bersyukur ada Nara yang selalu menyayanginya tanpa syarat. Namun tetap saja Cinta masih kesal dengan suaminya itu.Erik tersenyum dan mengangguk-anggukkan kepalanya. "Terus dia mau Masak di mana?" tanyanya. "Nggak tau juga," jawab Cinta. "Terser
Sari menceritakan semuanya agar Cinta bisa memaafkan Rafasya. Meskipun di awal pernikahan, Rafasya menolak Cinta dan tetap memilih untuk menjalin hubungan dengan Karin. Namun semua itu tidak berlangsung lama karena pada nyatanya hati pria itu justru terpaut dengan istrinya. Kesabaran yang dimiliki Cinta mampu mengobrak-abrik hati seorang Rafasya dan pada akhirnya melabuhkan hatinya kepada pasangan halalnya itu."Mama harap Cinta mau menerima bang Rafa kembali. Semenjak Cinta pergi, badannya sekarang semakin kurus. Dia bahkan sampai beberapa kali di rawat. Setiap pulang dari kantor, dia akan keliling kota cari Cinta. Dia berharap bisa melihat Cinta berdiri di pinggir jalan.Cinta terdiam mendengar perkataan Sari. Dia tidak menyangka bahwa suaminya akan hancur seperti itu ketika dia tinggalkan. Padahal Cinta berpikir bahwa Rafasya sudah hidup bahagia bersama dengan Karin. "Apa Rafasya sudah mengatakan tentang surat pembatalan itu?" Sari memandang Cinta. Wanita itu sudah tidak sabar mel
Erik dan Sari merinding ketika mendengar perkataan Rafasya. Cukup kali ini saja mereka mencicipi nasi goreng hasil karya anaknya."Untuk cinta saja, papa enggak," jawab Erik setelah berhasil menelan rasa nasi goreng yang begitu sangat asin."Mama juga nggak." Sari berkata sambil meminum air mineral yang banyak. Begitu juga dengan Erik. Pasangan suami istri itu menetralkan lidahnya dengan minum sebanyaknya. Mereka jerah untuk makan nasi goreng masakan anaknya. "Oh kirain pengen dibuatin juga." Rafasya tersenyum dan kembali memandang istrinya. "Ma, rasa nasi gorengnya asin sekali ya, lebih asin daripada air laut." Erik berbisik di telinga Sari. "Iya Pah, nanti bakalan Mama marahin itu anak. Bisa naik tensi Cinta kalau makan nasi goreng asin seperti itu." Sari merinding ketika membayangkan rasa asin dari nasi gorengnya. Dan yang lebih membuat wanita itu ingin gila ketika membayangkan Cinta yang memakan nasi goreng itu dengan lahap.Pasangan suami istri itu kemudian diam sambil memand
Pernyataan Cahaya begitu sangat melukai hati dan membuat dia kecewa. Padahal Anto sudah jatuh hati dengan gadis berwajah manis itu. Bahkan dia sudah berniat untuk mengajak Cahaya malam mingguan besok dan menyatakan cintanya. "Apa pria itu tidak mau bertanggung jawab?" Tanya Anto. Dia berusaha untuk mengontrol emosi yang sedang memuncak dan membuat tubuhnya terasa panas. "Tidak tahu, karena dia belum tahu kalau aku sedang hamil," jelas Cahaya. "Kenapa?" Anto mengerutkan keningnya. Cahaya diam dan bingung untuk menjelaskan. "Ayo Abang antar ke tempat orang itu," kata Anto. Meskipun kecewa namun dia tetap ingin mengetahui apakah pria itu mau bertanggung jawab atau tidak. "Tidak usah," tolak Cahaya. "Kenapa?" tanya Anto. "Aku tidak tahu harus mencarinya ke mana. Karena dia tidak berada di Indonesia." Cahaya menundukkan kepalanya sambil meremas-remas tangannya sendiri.Cahaya tidak sanggup untuk mengangkat kepalanya dan memandang wajah Anto yang duduk di depannya. Saat ini pria itu
"Abang tidak keberatan?" tanya Cahaya. "Tidak sama sekali. Sekarang kamu sedang hamil tidak baik jika tinggal sendiri." Anto tersenyum. "Terima kasih ya bang." Cahaya sungguh merasa tidak enak hati. "Iya, Cinta sudah ditemukan." Anto Berkata sambil memandang Cahaya. "Bang Anto tidak bohong?" Cahaya begitu sangat terkejut ketika mendengar perkataan pria itu. "Tidak.""Cinta sekarang di mana?" Cahaya sungguh sangat senang dan tidak sabar ingin bertemu dengan sahabatnya. "Di rumah sakit." "Apa Cinta sakit?" Cahaya tampak panik ketika mendengar jawaban dari Anto. "Pendarahan ringan namun tetap di rawat," jelas Anto. Cahaya bernafas lega setelah mendengar jawaban dari pria itu."Apa mau menjenguk Cinta?" Anto tahu bahwa Cahaya begitu sangat merindukan sahabatnya. "Iya, mau," jawab Cahaya dengan tersebut. "Besok kita ke rumah sakit. Apa kamu sudah memeriksakan kandungan?" Anto memandang perut Cahaya yang masih rata. "Belum, kemarin cuman periksa pakai alas tes kehamilan belum ad