"Aku tidak segila itu mah." Rafasya memandang Sari dengan wajah sedikit marah. Jujur saja dia tidak terima ketika dituduh telah melakukan hal yang tidak semestinya. "Baiklah mama percaya." Sari tersenyum dan kemudian beranjak dari duduknya. Meskipun mulutnya mengatakan percaya namun tidak dengan hatinya. Sari tetap saja merasa ragu dengan apa yang dikatakan oleh Sang putra. "Mama titip Cinta, jaga dia baik-baik. Nanti di saat Mama sudah pulang ke Indonesia, Mama ingin mendengar kabar baik tentang kalian. Mama ingin punya cucu segera." Sari tersenyum sambil menepuk pundak Rafasya. Wanita itu kemudian pergi meninggalkan Rafasya yang masih duduk di taman belakang. Cukup lama Rafasya duduk di taman belakang sambil menikmati angin yang berhembus segera. Bukannya dia tidak ingin masuk ke dalam kamar hanya saja setiap kali melihat Cinta, naluri ke lelakinya selalu saja bangkit. Entah mengapa sekarang dirinya seperti singa yang sedang lapar. Namun dia tidak bisa melakukan ataupun, bahkan
Rafasya berdiri di depan pintu kamar yang sudah tertutup rapat. Sambil meratapi nasibnya yang malang. Lucu sekali ya, selaku suami tapi tidak diizinkan untuk melihat istrinya memakai pakaian. Kalau bukan karena ulahnya sendiri mungkin saat ini pria itu sudah sangat bahagia.Biasa memeluk, mencium dan bahkan merasakan hangatnya gelora asmara. Bisa saling bermanja dan berbagai rasa. Rafasya juga tidak perlu merasakan kepala atas dan kepala bawah yang terasa pusing dan berdenyut karena tidak mendapatkan haknya sebagai seorang suami. Menyesal hanya kalimat itu yang menggambarkan perasaannya. Namun Apa yang hendak dikata nasi sudah jadi bubur. "Galak amat sih." Rafasya masih tidak percaya bahwa istrinya yang sangat kalem, lemah lembut dan tidak pandai marah, kini menjelma menjadi wanita yang begitu sangat garang. "Tapi sepertinya yang tadi bukan Cinta." Pria itu masih tidak percaya dengan apa yang dia lihat tadi. Meskipun hanya galin mineral kosong yang jadi senjatanya, namun Ra
"Jawab Cahaya, kami butuh kejelasan tentang barang-barang ini?" Maya tidak mau berhenti bertanya sebelum mendapatkan jawaban. Jika orang tua yang lain merasa senang dan bangga ketika melihat anaknya pulang dengan membawa barang-barang mahal seperti ini. Belum lagi perhiasan emas yang menyilaukan mata. Namun ternyata tidak untuk kedua orang tua Cahaya. Mereka tampak ketakutan ketika melihat barang yang dibawa anaknya. "Aya juga nggak tahu Ma, Pa, kalau barang-barang yang dikasih seperti ini. Kalau tahu begini, waktu sebelum berangkat Aya tolak." Cahaya menundukkan kepalanya. Keningnya sudah basah oleh keringat. Sedangkan telapak tangan dan telapak kakinya terasa begitu amat dingin. "Tidak usah berbelit-belit, bicara yang jelas," kata Efendi. Efendi baru berani menginterogasi putrinya setelah seluruh keluarga pergi. Sehingga tidak ada yang mendengarkan obrolan ini. "Di sana kami bertemu dengan desainer ternama kelas dunia. Ya mereka memang terlalu banyak duit sehingga sewaktu ak
Rafasya tidak tega melihat istrinya menangis seperti ini. "Sayang jangan nangis lagi dong. "Rafasya membujuk istrinya.Perkataan Rafasya tidak membuat tangis istrinya mereda. Bahkan suara tangis Cinta terdengar lebih keras lagi. Hal ini yang membuat pria itu semakin panik."Adek mau apa? Permen lolipop, coklat, eskrim, atau mau beli boneka?" Rafasya panik dan tidak tahu bagaimana cara membujuk istrinya. Bukannya diam, justru tangis Cinta semakin keras saat mendengar perkataan suaminya. "Abang kirain Cinta anak kecil? ""He... He... Maaf, sudah jangan nangis lagi." Ternyata membujuk istrinya yang sedang menangis bukanlah hal yang muda. "Sayang, mama, papa, pergi ke sana untuk berobat. Adek jangan nangis gini, kasihan papa nanti malah kepikiran Adek terus. Padahal kondisi Papa harus stabil sebelum menjalankan proses operasi." Rafasya mengusap kepala istrinya. Cinta baru menyadari apa yang dikatakan oleh Rafasya benar. Entah mengapa sulit sekali mengontrol emosinya. Seperti sekarang
"Abang, nanti berhenti di supermarket, Cinta mau beli es krim, permen, coklat juga." Cinta tersenyum sambil memandang wajah tampan suaminya. "Iya, di depan ada supermarket," jawab Rafasya yang tersenyum. Tadi istrinya merasa sok dewasa dan menolak tawaran yang diberikannya namun sekarang Cinta dengan sangat manja memintanya.Rafasya memberhentikan Mobilnya di depan supermarket. Pria itu memandang istrinya yang saat ini sedang tersenyum menatapnya."Abang Cinta tunggu di sini ya, beliin aja coklatnya yang banyak permen kemudian juga es krim." Cinta begitu sangat malas untuk keluar. Apalagi matanya sembab karena habis menangis. Jadi karena itu dia meminta Rafasya untuk membelikannya."Iya sayang tapi nggak boleh banyak-banyak nanti sakit gigi, apa mau? " tanya Rafasya. Pria itu berbicara dengan sangat lembut, seperti sedang berbicara dengan anak kecil. "Nggak mau." Cinta dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Abang beli sebentar ya." Rafasya turun dari dalam mobil. Sedangkan Cinta
Rafasya terbangun ketika mencium aroma wangi yang menggugah seleranya. Dilihatnya Cinta sudah tidak ada di sampingnya. Itu artinya istrinya itu sudah memasak di dapur. 3 bulan telah dilewati menjadi suami Cinta dan Rafasya menyesal karena melewatkan momen-momen berharga seperti saat ini. Meskipun matanya masih terasa berat namun Rafasya tetap turun dari atas tempat tidur dan langsung keluar dari kamar. Senyum mengembang di bibirnya ketika melihat istrinya yang sibuk dengan wajan. "Masak apa? wanginya enak. " Rafasya memeluk Cinta dari belakang dengan tangan melingkari atas perut istrinya. "Duduk di situ jangan gangguin." Cinta tidak nyaman dengan apa yang dilakukan oleh Rafasya. Jantungnya berdegup cepat dan juga merasa tegang serta salah tingkah. "Abang mau lihat Adek masak." Rafasya meletakkan dagunya di pundak istrinya. Bagaimana mungkin bisa berkonsentrasi jika ada benda keras yang mengganjal di bemper belakangnya. "Cinta nggak konsentrasi kalau abang ganggu."Cinta memutar
"Abang kenapa ikut turun?" Cinta mengurutkan keningnya ketika Rafasya ikut turun dengannya."Abang antarin sampai depan kelas." Rafasya tidak menghiraukan wajah istrinya yang terlihat kebingungan. Pria itu memegang tangan Cinta dan kemudian berjalan menuju ke ruang kuliah sang istri. Entah apa yang ada di dalam pikirannya saat ini. Yang pasti Rafasya ingin semua orang tahu bahwa Cinta itu istrinya.Cinta benar-benar kesal ketika suaminya menjadi pusat perhatian seluruh mahasiswi yang berpapasan jalan dengannya. Wajah tampan, tubuh tinggi dan tegap, mampu menghipnotis para kaum hawa. Hal ini yang menjadi penyebabnya. "Kenapa cemberut?" Rafasya tersenyum memandang istrinya. Meskipun tahu apa yang membuat Cinta manyun seperti ini, namun tetap saja dia berpura-pura bertanya. "Gak ada," Jawab Cinta dengan ketus. Ini untuk pertama kalinya Rafasya mengantarkannya ke kampus. Tentu saja Cinta merasa senang, bahagia dan bangga. Namun tatapan para gadis-gadis di kampusnya membuat Cinta ke
Karin menggila dan menghancurkan kaca depan toko tas ternama tersebut. Rasa malu seakan sudah hilang. Meskipun saat ini dia menjadi pusat perhatian semua orang namun Karin tidak peduli.Apa yang dilakukannya tentu saja membuat si pemilik toko terkejut. Begitu juga dengan karyawan toko yang menjerit histeris.Yang membuat mereka lebih tak percaya lagi, semua ini dilakukan oleh artis terkenal, Karlina Angelia. Karin sudah kehilangan akal Sehatnya. Dia juga sudah tidak tahu malu, seperti saat ini meskipun menjadi tontonan semua orang namun dia tidak peduli.Penyakit yang tidak ada obatnya, yaitu penyakit hati. Seperti yang saat ini diderita oleh Karin.Sebelum toko mereka hancur, karyawan toko langsung menghubungi petugas keamanan mall. "Apa yang Anda lakukan?" Tanya pria petugas keamanan mall. "Aku tidak ingin ada poster wanita itu di sini." Karin Berkata sambil memandang kaca yang sudah hancur. Namun Karin Belum puas karena poster Cinta tidak rusak sedikitpun.Dia sudah sangat lama