Karin merasakan tubuhnya yang begitu amat lemas dan kepala yang seakan ingin pecah. Jangankan untuk beranjak dari atas tempat tidur, dengan posisi berbaring seperti ini saja dia sudah merasakan seisi kamar yang berputar. Air mata wanita itu kembali menetes ketika mengingat apa yang dilihatnya di taman tadi. Masih terbayang jelas di pelupuk matanya ketika Rafasya bermesraan bersama dengan istrinya. Mana janji setia?Mana janji akan selalu bersama?Mana janji yang akan menikahnya?Karin menangis ketika mengingat perubahan sikap Rafasya. Mengapa semudah itu menggantikan posisi dengan wanita lain. Marah, Karin begitu sangat marah dan ingin meluapkan kemarahannya. Namun tidak tahu kepada siapa. Apalagi kondisinya yang sangat lemah. Karin mengambil vitamin yang diberikan dokter untuknya dan kemudian meminumnya. Wanita itu berharap kondisinya akan membaik setelah meminum vitamin dan juga obat untuk pereda rasa pusing dan mualnya."Aku ingin bertemu dengan Jake." Karin menjangkau ponsel m
Sari duduk di taman belakang bersama dengan Rafasya. Wanita berwajah cantik itu sudah tidak sabar untuk mendengarkan penjelasan dari putranya."Rafa, Mama butuh penjelasan dari kamu. Jujur hati Mama belum tenang hingga sampai sekarang, meskipun Mama melihat seperti Apa hubungan kamu dengan Cinta." Sari mengungkapkan keraguan di hatinya.Rafasya diam sejenak dan kemudian menghembuskan napas secara perlahan-lahan. Meskipun Sari sudah melihat Seperti apa hubungannya dengan Cinta, namun ternyata wanita yang telah melahirkannya itu tidak bisa percaya begitu saja."Awal menikah dengan Cinta, aku tidak mencintainya Ma. Mama tahu kan seperti apa aku tidak menyukai Cinta. Ketika baru menikah dengan Cinta, aku belum memutuskan Karin. Dengan alasan dia tidak ingin mengakhiri hubungan kami. Aku sudah katakan dengan dia agar tidak lagi berhubungan denganku tapi dia tidak mau." Meskipun wanita itu pernah menemani hari-harinya dan mengisi kekosongan di relung hatinya, namun untuk menyebut nama Karin
"Aku tidak segila itu mah." Rafasya memandang Sari dengan wajah sedikit marah. Jujur saja dia tidak terima ketika dituduh telah melakukan hal yang tidak semestinya. "Baiklah mama percaya." Sari tersenyum dan kemudian beranjak dari duduknya. Meskipun mulutnya mengatakan percaya namun tidak dengan hatinya. Sari tetap saja merasa ragu dengan apa yang dikatakan oleh Sang putra. "Mama titip Cinta, jaga dia baik-baik. Nanti di saat Mama sudah pulang ke Indonesia, Mama ingin mendengar kabar baik tentang kalian. Mama ingin punya cucu segera." Sari tersenyum sambil menepuk pundak Rafasya. Wanita itu kemudian pergi meninggalkan Rafasya yang masih duduk di taman belakang. Cukup lama Rafasya duduk di taman belakang sambil menikmati angin yang berhembus segera. Bukannya dia tidak ingin masuk ke dalam kamar hanya saja setiap kali melihat Cinta, naluri ke lelakinya selalu saja bangkit. Entah mengapa sekarang dirinya seperti singa yang sedang lapar. Namun dia tidak bisa melakukan ataupun, bahkan
Rafasya berdiri di depan pintu kamar yang sudah tertutup rapat. Sambil meratapi nasibnya yang malang. Lucu sekali ya, selaku suami tapi tidak diizinkan untuk melihat istrinya memakai pakaian. Kalau bukan karena ulahnya sendiri mungkin saat ini pria itu sudah sangat bahagia.Biasa memeluk, mencium dan bahkan merasakan hangatnya gelora asmara. Bisa saling bermanja dan berbagai rasa. Rafasya juga tidak perlu merasakan kepala atas dan kepala bawah yang terasa pusing dan berdenyut karena tidak mendapatkan haknya sebagai seorang suami. Menyesal hanya kalimat itu yang menggambarkan perasaannya. Namun Apa yang hendak dikata nasi sudah jadi bubur. "Galak amat sih." Rafasya masih tidak percaya bahwa istrinya yang sangat kalem, lemah lembut dan tidak pandai marah, kini menjelma menjadi wanita yang begitu sangat garang. "Tapi sepertinya yang tadi bukan Cinta." Pria itu masih tidak percaya dengan apa yang dia lihat tadi. Meskipun hanya galin mineral kosong yang jadi senjatanya, namun Ra
"Jawab Cahaya, kami butuh kejelasan tentang barang-barang ini?" Maya tidak mau berhenti bertanya sebelum mendapatkan jawaban. Jika orang tua yang lain merasa senang dan bangga ketika melihat anaknya pulang dengan membawa barang-barang mahal seperti ini. Belum lagi perhiasan emas yang menyilaukan mata. Namun ternyata tidak untuk kedua orang tua Cahaya. Mereka tampak ketakutan ketika melihat barang yang dibawa anaknya. "Aya juga nggak tahu Ma, Pa, kalau barang-barang yang dikasih seperti ini. Kalau tahu begini, waktu sebelum berangkat Aya tolak." Cahaya menundukkan kepalanya. Keningnya sudah basah oleh keringat. Sedangkan telapak tangan dan telapak kakinya terasa begitu amat dingin. "Tidak usah berbelit-belit, bicara yang jelas," kata Efendi. Efendi baru berani menginterogasi putrinya setelah seluruh keluarga pergi. Sehingga tidak ada yang mendengarkan obrolan ini. "Di sana kami bertemu dengan desainer ternama kelas dunia. Ya mereka memang terlalu banyak duit sehingga sewaktu ak
Rafasya tidak tega melihat istrinya menangis seperti ini. "Sayang jangan nangis lagi dong. "Rafasya membujuk istrinya.Perkataan Rafasya tidak membuat tangis istrinya mereda. Bahkan suara tangis Cinta terdengar lebih keras lagi. Hal ini yang membuat pria itu semakin panik."Adek mau apa? Permen lolipop, coklat, eskrim, atau mau beli boneka?" Rafasya panik dan tidak tahu bagaimana cara membujuk istrinya. Bukannya diam, justru tangis Cinta semakin keras saat mendengar perkataan suaminya. "Abang kirain Cinta anak kecil? ""He... He... Maaf, sudah jangan nangis lagi." Ternyata membujuk istrinya yang sedang menangis bukanlah hal yang muda. "Sayang, mama, papa, pergi ke sana untuk berobat. Adek jangan nangis gini, kasihan papa nanti malah kepikiran Adek terus. Padahal kondisi Papa harus stabil sebelum menjalankan proses operasi." Rafasya mengusap kepala istrinya. Cinta baru menyadari apa yang dikatakan oleh Rafasya benar. Entah mengapa sulit sekali mengontrol emosinya. Seperti sekarang
"Abang, nanti berhenti di supermarket, Cinta mau beli es krim, permen, coklat juga." Cinta tersenyum sambil memandang wajah tampan suaminya. "Iya, di depan ada supermarket," jawab Rafasya yang tersenyum. Tadi istrinya merasa sok dewasa dan menolak tawaran yang diberikannya namun sekarang Cinta dengan sangat manja memintanya.Rafasya memberhentikan Mobilnya di depan supermarket. Pria itu memandang istrinya yang saat ini sedang tersenyum menatapnya."Abang Cinta tunggu di sini ya, beliin aja coklatnya yang banyak permen kemudian juga es krim." Cinta begitu sangat malas untuk keluar. Apalagi matanya sembab karena habis menangis. Jadi karena itu dia meminta Rafasya untuk membelikannya."Iya sayang tapi nggak boleh banyak-banyak nanti sakit gigi, apa mau? " tanya Rafasya. Pria itu berbicara dengan sangat lembut, seperti sedang berbicara dengan anak kecil. "Nggak mau." Cinta dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Abang beli sebentar ya." Rafasya turun dari dalam mobil. Sedangkan Cinta
Rafasya terbangun ketika mencium aroma wangi yang menggugah seleranya. Dilihatnya Cinta sudah tidak ada di sampingnya. Itu artinya istrinya itu sudah memasak di dapur. 3 bulan telah dilewati menjadi suami Cinta dan Rafasya menyesal karena melewatkan momen-momen berharga seperti saat ini. Meskipun matanya masih terasa berat namun Rafasya tetap turun dari atas tempat tidur dan langsung keluar dari kamar. Senyum mengembang di bibirnya ketika melihat istrinya yang sibuk dengan wajan. "Masak apa? wanginya enak. " Rafasya memeluk Cinta dari belakang dengan tangan melingkari atas perut istrinya. "Duduk di situ jangan gangguin." Cinta tidak nyaman dengan apa yang dilakukan oleh Rafasya. Jantungnya berdegup cepat dan juga merasa tegang serta salah tingkah. "Abang mau lihat Adek masak." Rafasya meletakkan dagunya di pundak istrinya. Bagaimana mungkin bisa berkonsentrasi jika ada benda keras yang mengganjal di bemper belakangnya. "Cinta nggak konsentrasi kalau abang ganggu."Cinta memutar
Rafasya harus menahan rasa sakit di kulit kepalanya, karena Cinta yang terus-menerus menarik rambutnya. Jika tahu kondisinya akan seperti ini dia pasti akan memotong rambutnya hingga 2 cm sebelum Cinta melakukan persalinan. "Mama sakit banget mah." Cinta kembali menangis dan dia pun menarik rambut suaminya dengan keras. "Iya nak tahanan ya." Sari kembali menguatkan menantunya."Anto cepat." Rafasya berkata dengan keras ketika istrinya kembali menarik rambutnya dengan kuat. "Iya Bos, ini jalanan macet," kata Anto. "Kenapa harus pilih jalan yang ini," kata Erik yang menyalahkan sopir sekaligus Bodyguard putranya itu. "Hanya satu jalan menuju ke rumah sakit Pak," jawab Anto gugup. Meskipun yang akan melahirkan istri dari bosnya namun Anto juga merasa panik dan gugup. Apalagi mendengar suara Cinta yang terus saja menangis karena kesakitan. Dia tidak bisa membayangkan ketika Nanti istrinya ada mengalami hal seperti ini.Jika dalam kondisi panik seperti ini semua orang pasti tidak akan
Cahaya dan juga Cinta sedang bersantai di taman belakang.Sejak pagi Cahaya sudah di rumah Cinta. Istri Anto itu pun akan pulang ketika suaminya sudah kembali bekerja."Lihat, ini cantik kan?" Cinta begitu bersemangat ketika menunjukkan gambar desain Baby Doll untuk bayi perempuannya. "Cantik sekali, lihat ini keren gak?" Cahaya dengan bangganya menunjukkan sweater untuk bayi laki-laki. "Keren, buatin untuk calon baby Aku juga ya," kata Cinta yang begitu sangat senang. "Siap, sebelum kamu minta aku sudah minta tukang jahit untuk membuat dua. Satu berwarna biru pekat dan satu lagi berwarna pink." "Pasti lucu ketika mereka memakai baju couple. "Kita bakal buat mereka foto bareng ya." Cahaya tersenyum dan tidak sabar menunggu kelahiran putranya.Sepertinya apa yang didoakan oleh suaminya memang terkabulkan. Karena Cahaya mengandung anak laki-laki. Kedua Wanita itu sudah berniat untuk membuka baby shop setelah mereka melahirkan nanti. Bahkan semua koleksi baju-baju bayi untuk calon
Rafasya berkunjung ke Rumah Sakit Bhayangkara tempat di mana anak Karin dirawat. Disini dia bertemu dengan wanita yang mengadopsi anak Karin. "Apa kamu yang akan mengadopsi anak dari almarhumah Karin?" tanya Rafasya "Iya mas, saya Mayra yang akan merawatnya dan ini sesuai dengan amanah dari almarhumah sebelum beliau meninggal," kata berliana dengan suara yang sehalus mungkin. Dia juga mengganti logat bahasanya agar tidak ada yang curiga dengan jati dirinya."Sejak kapan kenal dengan Karin?" Tanya Rafasya. Sekian lama menjadi kekasih karin, Rafasya sangat tahu siapa-siapa saja teman dari mantannya itu. "Sejak Mbak Karin tersandung kasus di tahanan, dan saya yang ngambil job pekerjaannya sebagai Artis. Awal berjumpa mbak Karin ketika saya bekerja di restoran. Mungkin mas Rafasya tahu tentang video viral itu. Saya tidak enak hati karena mengambil pekerjaan almarhumah, jadi karena itu saya datang ke tahan." Mayra berbicara dengan menundukkan kepalanya."Mbak Karin merupakan orang yang
Cinta berjalan sambil memegang tangan suaminya dengan mesra. Kini mereka sudah berada di taman dan melakukan jalan paginya."Abang, Cinta takut." Cinta memandang Rafasya. "Takut kenapa?" tanya Rafasya. "Takut melahirkan." Rafasya diam ketika mendengar jawaban istrinya. Jujur saja dia juga begitu sangat takut ketika mendengar kabar bahwa Karin meninggal karena pendarahan."Adek jangan takut, Abang bakalan terus ada jagain adek. Adek pasti bisa, adek pasti kuat." Rafasya mencoba untuk menenangkan istrinya. "Janji ya." Cinta memandang Rafasya. "Iya sayang." Rafasya memeluk istrinya dan kemudian mencium keningnya.Sedangkan Sari dan Erik memilih duduk di kursi taman sambil mengambil video anak dan menantunya. Setelah mengambil rekaman video anak serta menantunya, Sari membuka Instagram miliknya. Dan di sana banyak muncul berita tentang kematian Karin. Hal ini yang membuat wanita itu terkejut."Pah, apa berita ini Benar?" tanya Sari sambil menunjukkan berita yang sedang dibacanya."C
Rafasya terdiam saat menerima telepon dari pengacaranya. "Pak Efendi yakin?" Tanya Rafasya untuk memastikan bahwa informasi ini tidak salah. "Yakin pak, karena pihak polisi langsung yang menginformasikan berita ini kepada saya," jawab pengacara Effendi. "Jam berapa meninggalnya?" Rafasya masih tidak percaya dengan apa yang dia denger. "Jam 2 dini hari, saudari Karin meninggal setelah melahirkan anaknya. Almarhumah mengalami pendarahan dan menyebabkan harus menjalani operasi jam 9 malam." Pengacara Effendi menjelaskan secara detail. "Urus semuanya, setahu saya almarhumah tidak memiliki keluarga di sini. Karena itu antarakan jenazah ke kampung halamannya. Informasikan juga kabar duka ini kepada kedua orang tuanya."Meskipun Karin sudah melakukan kesalahan yang fatal, namun Rafasya tetap perduli dan mau mengurus jenazah mantan kekasihnya itu. "Kedua orang tuanya meninggal kecelakaan lalu lintas jam 09.00 pagi. Dan saat ini jenazahnya masih ada di rumah sakit, karena tidak ada piha
Berliana merasakan kakinya lemas setelah mendengar jawaban dari dokter. Dia kemudian kembali duduk di depan ruang persalinan tersebut. Melihat bayi di dalam box didorong keluarga. Berliana langsung berdiri. "Mau dibawa ke mana sus?" Tanya Berliana yang mengikuti perawat tersebut."Mau dipindahkan ruang Icu," jawab perawat. "Oh, saya boleh ikut sus?" Tanya Berliana sambil memandang ke dalam box bayi. "Boleh, hanya saja tidak boleh masuk ke dalam ruang icu," jawabnya. "Iya sus, bayinya perempuan atau laki-laki sus?" Berliana ikut mengantarkan bayi malang itu hingga ke depan ruangannya. "Laki-laki," jawab suster yang kemudian membuka pintu ruang ICU. Berliana memandang perawat itu masuk ke ruang ICU dan kemudian menutup pintu. Berliana berusaha mengintip ke dalam lewat kaca transparan berukuran kecil. Setelah bayi itu masuk ke dalam ruangan, Berliana pergi meninggalkan ruang Icu tersebut. Berliana kembali lagi ke ruang operasi. Dia duduk di kursi tunggu.Berliana dengan sangat sab
Menjalani kehamilan di dalam tahanan seperti ini terasa begitu sangat berat. Di saat para wanita yang sedang hamil menikmati momen berharga bersama dengan suaminya, dan merasakan perhatian serta kasih sayang dari seluruh keluarganya. Namun tidak untuk Karin. Dia melewati semua masa ini seorang diri. Di dalam tahanan ini waktu begitu lambat berlalu. Bersyukur dia memiliki seorang sahabat yang bernama Berliana. Sahabatnya itulah yang setiap saat selalu mengunjunginya dan memberikan dia berbagai macam vitamin serta susu untuk ibu hamil. Sejak tadi Karin merasa gelisah. Seharusnya kedua orangtuanya sudah datang siang ini. Namun mengapa sampai sore, kedua orangtuanya belum datang juga. Apa mereka tidak jadi berangkat hari ini? "Karin ada telepon untuk kamu." Sipir wanita itu berkata setelah membukakan pintu besi tersebut.Karin dengan cepat beranjak dari duduknya. Saat ini perutnya sudah besar. Karena usia kehamilannya yang sudah memasuki bulan ke-7.Karin berjalan dengan pelan mengik
Cahaya tidak bisa menolak paksaan dari suaminya. Dan wanita itu akhirnya memilih untuk menurut. Dan kini pasangan pengantin baru itu sedang berdiri di bawah cucuran air shower. Namun ternyata kamar mandi Bukan tempat yang menyenangkan untuk pasangan yang baru Sah menikah tersebut. Anto kembali menggendong tubuh istrinya dan membawanya ke kamar."Kenapa sudah keluar Mas? Kita belum selesai mandi," Kata Cahaya. Wanita berwajah manis itu sedang berusaha mengatur napasnya yang sejak tadi sudah dibuat ngos-ngosan oleh sang suami."Nanti mandinya kita lanjut lagi. Sayang, Mas pengen lihat anak kita." Anto tersenyum dan kemudian mencium bibir istrinya."Tapi Aya lagi hamil, apa boleh mas?" tanya Cahaya. Melihat benda keramat sang suami, membuat bulu kutuk Cahaya merinding. "Boleh sayang yang penting mainnya jangan keras. Mas bakal pelan-pelan," jawab Anto. Pasangan pengantin baru itu sudah sama-sama polos sejak dari kamar mandi tadi. Cahaya tidak menyangka bahwa suaminya seagresif ini. Pa
"Sayang, bagaimana kondisi anak hari ini?" Rafasya tersenyum dan mengusap perut istrinya. Rafasya sangat cemas ketika Cinta memaksa untuk datang ke acara ijab Kabul Cahaya. Dia takut jika hal buruk terjadi terhadap istri dan calon anaknya."Baik, sangat baik." jawab Cinta. Karena hari ini Cinta tidak merasakan perut yang sakit atau kram. Bahkan gerak bayinya terasa semakin kuat."Anak gadis daddy pintar sekali." Rafasya tersenyum dan mengusap perut istrinya."Sayang Abang rindu." Rafasya berkata dengan wajah serius. "Sudah sedekat ini masih bilang rindu?" Cinta memandang Rafasya dengan sedikit memicingkan matanya. Rasanya sungguh sangat aneh ketika mendengar ucapan dari suaminya itu. Padahal mereka sangat dekat tanpa ada jarak yang memisahkan. Karena Rafasya yang sedang memeluk tubuhnya dengan erat. "Rindu sama ini Dek." Rafasya menyentuh bagian yang dia maksud. Dia sudah sangat menginginkan apam legit yang menggiurkan. Selama di rumah sakit, Rafasya selalu mengurus semua kebutu