Seakan tidak ada lelahnya, Nara selalu membujuk Cinta. "Cinta gak bosan kok," jawab Cinta dangan yakni. "Kontrol kandungan kapan?" Nara selalu datang ke rumah ini sendiri, tanpa membawa anak serta suaminya. Nara benar-benar menepati janjinya kepada Cinta."Nanti deh Kak, lagian vitamin sama obat Cinta masih ada." Meskipun jadwal kontrolnya sudah lewat 10 hari, Namun Cinta belum ada niat untuk pergi ke rumah sakit."Mau sampai kapan sembunyi seperti ini dek? Lihat Adik sekarang, nggak pernah keluar dari rumah. Bahkan untuk cek kandungan ke dokter pun tidak mau. "Nara berkata dengan wajah marah."Disaat kita sedang hamil, yang dipikirkan bukan cuma diri sendiri tapi anak di dalam juga harus dipertimbangkan. Jangan karena benci sama bapaknya anaknya juga ikut disiksa." Nara tidak mungkin diam saja ketika melihat kondisi psikis Cinta yang tergoncang. Dia tahu apa masalahnya, namun juga tidak ingin Cinta seperti seorang buronan yang sedang bersembunyi. Cinta meneteskan air matanya ket
"Coba cek dulu bajunya, Apa ada yang kering?" Anto kembali bertanya karena melihat Cahaya yang hanya diam."Travel bag nya nggak tembus air kok," jawab Cahaya"Ya sudah kalau gitu cepat ganti baju, kemudian langsung kemeja makan ya. Si mbok sudah siapin makanan," kata Anto dengan tersenyum. Meskipun mbok Narsih hanyalah asisten rumah tangga, namun Anto begitu sangat menghormati dan menyayangi wanita tersebut. Mbok Narsih sudah bekerja dengan kedua orang tuanya ketika Anto masih bayi. Ketika kedua orang tuanya meninggal sekitar 15 tahun yang lalu, Mbok Narsih tetap bersama dengannya. "Iya," jawab Cahaya yang kemudian tersenyum. Setelah berbicara dan memberi perintah Anto keluar dari kamar Cahaya. Pria itu tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya karena bisa sedekat ini dengan Cahaya. Sudah lama dia ingin mendekati Cahaya, namun tidak tahu bagaimana caranya.Cahaya mandi terlebih dahulu agar pikiran dan tubuhnya bisa lebih segar. Setelah selesai mandi dan berpakaian dia pun keluar d
"Apa darahnya banyak neng? " Si bibi bertanya terlebih dahulu. "Belum bi, masih sedikit." "Apa perut neng sakit? " Si bibi harus mengetahui lebih detail kondisi Cinta. Meskipun bukan seorang dokter, namun Si Bibi sangat mengerti tentang permasalahan kandungan. Semua itu berasal dari pengalaman pribadi yang sudah memiliki tiga orang anak, dan 4 orang cucu. "Gak bi." "Bibi telpon mbak Nara dulu." Cinta menganggukkan kepalanya dan menunggu si bibi berbicara lewat sambungan telepon dengan hati gelisah. "Ayo neng, kita ke rumah sakit sekarang." Si berkata setelah selesai menelepon Nara. "Kak Nara tadi ngomong apa bi?" Cinta memandang bibi yang memegang tangannya. "Kita langsung ke rumah sakit, mbak Nara akan langsung ke sana. Neng Cinta jalannya pelan-pelan saja." Si bibi berjalan sambil memegang tangan Cinta. "Kita pakai apa bi? Atau Cinta hubungi taksi dulu?" Cinta benar-benar panik dan takut terjadi hal buruk terhadap calon anaknya. Apa lagi kesalahan dan kelalaian ini karena
"Kak, Dokter bilang apa? " Cinta memandang Nara dengan raut wajah penuh kecemasan."Dokter mengatakan bahwa kondisi kandungan lemah, jadi karena itu adek harus dirawat di sini." Nara mengusap kepala Cinta dengan penuh kasih sayang."Kak, kata Dokter dokter penyebabnya apa? Tapi kandungan Cinta gak apa-apakan?" Cinta tidak tenang ketika mengetahui kondisi kandungannya."Faktor utamanya stress, namun untuk lebih jelasnya kita tunggu dokter kandungan besok pagi," Nara tersenyum tanpa mau menyalakan Cinta.Cinta terdiam mendengar perkataan Nara. Meskipun dia menunjukkan kepada semua orang bahwa dirinya baik-baik saja, Namun nyatanya tidak. Luka yang menganga membuat rasa nyeri selalu hadir di hatinya. Apalagi ketika mengingat pernyataan Karin di media yang benar-benar menamparnya. Cinta seakan berada di tengah orang ramai tanpa memakai busa. Sehingga orang bisa melihat semua aib yang selalu disembunyikannya."Ada baiknya Adek tidak lari dari kenyataan. Adek harus menghadapi semuanya tanpa
Cinta hanya sendiri di dalam kamar yang berukuran luas dan mewah tersebut. Walaupun ini adalah ruang perawatan namun tidak terlihat sedang berada di rumah sakit. Karena fasilitas yang dinikmatinya sama dengan hotel berbintang.Si Bibi yang tadi menemaninya kini sudah pulang dengan alasan untuk menyelesaikan pekerjaan rumah terlebih dahulu. Dan berjanji akan kembali lagi ke rumah sakit. Karena itu Cinta sendiri berada di dalam kamar.Disaat sendiri seperti ini, Cinta teringat dengan kedua mertuanya yang selalu saja memberikan perhatian lebih. Kenangan masa lalu kembali terbayang dipeluk matanya. Kala itu Cinta sakit dan harus di rawat di rumah sakit. Kedua mertuanya dengan sangat sabar dan penuh perhatian menjaganya. "Mama, papa, Cinta rindu, rindu sekali." Cinta menangis ketika terbayang wajah Sari dan Erik. "Maafkan Cinta, bukan Cinta berniat untuk egois. Cinta hanya ingin mengobati luka di hati ini. Apa mama dan papa tahu, kalau rasanya sangat sakit. Cinta juga butuh waktu untuk
Rafasya duduk di tepi tempat tidur dengan tersenyum. Tatapan matanya terus saja tertuju ke wajah cantik sang istri. Rasa rindu yang selama ini menyesakkan di dada seakan terobati sudah. "Terima kasih ya nak sudah mau jagain mami." Rafasya tahu jika tidak ada anak yang dikandung Cinta saat ini, mungkin istrinya itu sudah bertindak bodoh yang berakibat membahayakan dirinya sendiri. Meskipun sudah menemukan Cinta, namun Rafasya tidak ingin memberitahukan hal ini terlebih dahulu kepada orang tuanya. Alasannya karena dia harus menyelesaikan permasalahannya terlebih dahulu dengan istri tercinta. Setelah puas memandangi wajah istrinya, Rafasya pun berbaring di sebelah Cinta. Dia tidak akan mau melepaskan Cinta meskipun hanya sebentar saja. Rafasya harus meyakinkan bahwa istrinya benar-benar berada didalam dekapannya.Walaupun tidur di bagian pinggir, namun Rafasya tidak memperdulikannya. Jika Cinta bergeser sedikit saja, sudah pasti dia akan terjatuh. Namun Rafasya tetap tidak perduli d
Cinta bergeming ketika melihat Rafasya membuka matanya. Sampai detik ini dia masih tidak bisa membedakan antara nyata ataupun mimpi.Entah terlalu shock atau nyawanya yang belum terkumpul, hingga otaknya menjadi konslet. Rafasya tersenyum memandang wajah cantik sang istri. Dia benar-benar sangat merindukan Cinta. Bahkan ketika Cinta tidur, Rafasya masih Sempat-sempatnya mencuri kecupan di bibir sang istri."Sudah bangun sayang?" Rafasya tersenyum. Namun Cinta hanya diam dan mencoba mencerna, Apakah ini mimpi atau tidak."Rindu Dek," Rafasya menatap istrinya dengan senyum penuh bahagia. Batin Cinta menjerit, dia benar-benar frustasi menghadapi permasalahan ini. Antara senang atau marah ketika melihat sang suami ada di pelukannya. Otaknya mulai bekerja dan yakin bahwa ini semua bukan sekedar mimpi, tapi nyata. Setelah bisa berpikir dengan jernih, Cinta memandang Rafasya dengan penuh kemarahan. Dengan sangat keras dia mendorong tubuh suaminya itu hingga terjatuh dari tempat tidur. Ber
Rafasya akan bersabar menunggu jawaban dari istrinya. Dia juga sudah menjelaskan apa yang terjadi sehingga tidak ada lagi kesalahpahaman. Rafasya bersyukur menemukan Cinta sebelum 6 bulan usia pernikahannya. Jika hal itu terjadi maka Cinta akan menolak dengan alasan kontrak pernikahan yang sudah usai.Setelah mendengar perkataan Rafasya mengenai Karin yang sedang di tahan oleh polisi, sungguh membuat dia penasaran. Apa benar saat ini Karin sedang dipenjara? Ingin bertanya namun dia masih malas untuk berbicara dengan suaminya itu."Permisi." Seorang perawat masuk ke kamar Cinta."Silahkan sus," jawab Rafasya dengan sangat ramah. Padahal sebelumnya pria itu sangat irit bicara. "Untung aja Mas Rafa cepat datang, soalnya kasihan Mbak cinta kalau sendiri." Perawat itu tersenyum sambil meletakkan menu makan siang serta obat di atas meja. "Iya sus," jawab Rafasya dengan tersenyum. Dia begitu sangat bahagia karena bisa menemukan istrinya. Cinta hanya diam memandang Rafasya. Dia benar-benar