Seperti yang dijanjikan oleh Bryan, siang ini manajer sekaligus Asisten yang akan mengurus seluruh jadwal dan penampilan Aleena telah datang. Dan untuk pekerjaan pertamanya setelah Aleena menandatangani kontrak dengan Jewelry Entertainment, adalah melakukan pemotretan untuk majalah lokal. Aleena saat ini tengah berpose sesuai arahan dari sang fotografer, dan konsep kali ini adalah Fairy. Ia memakai riasan dan busana yang menggambarkan sosok peri di alam tersembunyi. "Angkat wajahmu sedikit!" seru Sam dengan lantang. Aleena pun menurut dan melakukan apa yang diarahkan oleh lelaki itu. "Bagus." gumam Sam, ia kemudian memberi kode jika pemotretan telah selesai. Aleena berjalan dan mendekati Sam untuk ikut melihat hasil jepretan lelaki itu. "Kau cantik sekali." puji lelaki itu dengan binar takjub sambil menatap beberapa hasil jepretannya. Aleena tersipu malu mendengarnya, "Terima kasih." Balas wanita itu. Setelah semuanya selesai, Aleena segera mengganti pakaian dan juga riasan waja
"Seharusnya kau jujur saja." Juan terdiam sambil menatap lurus pada wanita cantik yang ada di depannya. Ia menghisap rokok dalam-dalam, dan menghembuskannya perlahan. Asap yang keluar dari mulutnya adalah bagian dari kegelisahan dan rasa sakit yang melanda, ia berharap hal itu dapat menguranginya."Ini bukan cinta, Liona." balas Juan pada wanita itu. Liona berdecak pelan, ia memberikan tatapan sinis pada Juan. "Benar, bukan cinta tapi kegilaan." "Kau memang tidak waras, membeli ini dan itu hanya untuk menyenangkannya. Dan apa-apaan? Penthouse, perusahaan, kau membelinya dalam kedipan mata?!" ujar Liona dengan kekesalan yang menggebu-gebu."Apa kau sehat, Juan Scherbakov?" Juan hanya melirik singkat ke arah Liona, ia tidak akan pernah memperdulikan ucapan wanita itu. "Lebih baik kau lamar saja dia, dan obati rasa sakitmu itu.""Aku tidak bisa, Liona. Menjadi seorang aktris adalah mimpinya." balas Juan terdengar lemah. "Aku tidak akan menghancurkannya.""Tapi kau yang akan hancur! Dia
Pada saat itu, Juan hanya mampu duduk seorang diri di sudut restoran yang ramai, tempat di mana Aleena bekerja sebagai pelayan. Aleena mengikat rambutnya yang indah, hingga leher jenjang nan putih itu nampak begitu jelas. Beberapa kali gadis itu tersenyum pada setiap pelanggan yang datang hanya untuk sekedar menyapa. Juan masih memperhatikan Aleena dari jauh, seperti orang dungu yang hanya mampu terdiam tanpa berkeinginan untuk menunjukkan eksistensinya.Juan takut Aleena menjauh dari pandangan matanya."Aleena, tolong antarkan pesanan ini ke meja nomor 17!" Suara nyaring milik rekan kerjanya menyadarkan keterpanahan Juan akan keindahan Aleena. dan untuk kesekian kali Juan harus rela kehilangan sosok Aleena yang hilang ditelan kerumunan."Apa tidak masalah aku memainkan karakter seperti itu?" tanya Aleena pada Juan. Pria itu membuka kedua kelopak matanya, dia baru saja mengingat kilasan masa lalu antara dirinya dan Aleena. Juan menoleh pada Aleena, ia kemudian mengangguk tipis. "Semua
Hari ini tepat tiga hari setelah insiden dimana Juan menampar Aleena hingga membuat bibir wanita itu terluka. Dan sejak saat itu pula keduanya belum bertatap muka satu sama lain hingga hari ini. Juan yang memilih untuk menyembunyikan diri seperti seorang pengecut, sedangkan Aleena, wanita itu tidak tahu harus melakukan apa dan lebih memilih untuk tetap mengikuti alur permainan yang Juan ciptakan untuk dirinya. Aleena menghela nafas pelan, ia memegang pergelangan kakinya yang sakit akibat terkilir. Kedua matanya berpendar mengamati ruang tunggu miliknya, Lizzy pergi untuk memanggil dokter, namun sampai saat ini gadis itu belum kembali. Semua kejadian tadi tidak akan terjadi jika dirinya fokus saat berakting. Pada saat ia harus melakukan scene melompat, Aleena malah kurang fokus sehingga dirinya berpijak tidak pada tempat yang seharusnya. Bagaimana dirinya bisa fokus bekerja selama ini jika pikirannya masih terpaku pada pria itu. Pria yang menyakitinya lalu menghilang begitu saja. A
“Dia bilang dia merindukanku... ” Aleena menepuk kedua pipinya yang telah bersemu merah. wanita itu bahkan tidak henti-hentinya mengulum senyum karena terlalu bahagia. Aleena masih tidak menyangka jika dirinya akan mendengar kalimat tersebut keluar dari mulut Juan. jika seperti itu, bisakah dirinya beranggapan kalau Juan memiliki perasaan terhadapnya? karena tidak mungkin ada kerinduan jika tidak ada perasaan di dalamnya. “Ouch!” Aleena meringis pelan ketika ujung telunjuknya tidak sengaja menyentuh panci yang ia pakai untuk merebus ramyeon. Karena dirinya terlalu larut dalam khayalannya tentang Juan, membuat Aleena kehilangan fokus dan melupakan kegiatannya saat ini. Juan yang mendengar rintihan milik Aleena lantas bergegas untuk memeriksa keadaan wanita itu. dan saat berada di pantry, Juan melihat Aleena tengah meniup ujung telunjuknya. “Kau kenapa?” tanya pria itu terdengar khawatir. Aleena menatap Juan de
Jadwal Aleena hari ini adalah menghadiri pertemuan untuk pembacaan naskah. Ia akan bertemu dengan Lizzy pukul 11 siang nanti, dan saat ini dirinya masih berada di dalam penthouse bersama Juan. Aleena berdiri mematung di depan lemari es, menatap isinya dengan tatapan menyedihkan. karena di dalamnya tidak ada apapun yang bisa ia masak.Aleena menggigit bibir bawahnya sambil berkacak pinggang, tadinya ia ingin membuatkan sesuatu untuk Juan. "Apa aku pesan sarapan saja?" tanya Aleena pada dirinya sendiri. Aleena pun kembali menutup pintu lemari es, lalu berjalan menuju kamarnya untuk menemui Juan. Aleena mendorong pintu kamarnya secara perlahan, ia menyembulkan kepalanya mengintip keadaan kamar dan ia melihat Juan masih berada di atas ranjang. Kemudian dirinya melangkah memasuki kamar dan mendekati pria itu, Aleena berdiri mematung di samping Juan. Aleena sedikit ragu untuk membangunkan pria itu, namun dirinya pe
“Bagaimana kalau kita makan siang bersama?" Alga dengan senyum ramahnya seperti biasa, mengajak Aleena saat setelah melaksanakan pembacaan naskah. Aleena lantas menoleh dan balas tersenyum, "Maaf, tapi aku ada janji dengan seseorang." tolaknya secara halus. Wanita itu kemudian kembali menatap layar ponselnya, menunggu balasan pesan dari Juan. Jujur saja dirinya begitu mengkhawatirkan keadaan pria itu. Dan membuatnya kembali tidak fokus pada kegiatannya karena memikirkan pria itu. "Ah begitu, baiklah sampai nanti." balas Alga lalu pergi meninggalkan Aleena yang masih berdiri mematung di depan ruang rapat mereka. "Lizzy, bisakah aku pulang sekarang?" tanya Aleena pada manajernya yang baru muncul. Lizzy kemudian membuka buku catatan miliknya dan melihat jadwal Aleena setelah ini, dan ternyata kosong. "Ya, kau boleh pulang sekarang." jawabnya.Aleena pun tersenyum tipis lalu mengucapkan terima kasih pada Lizzy, karena setel
Aleena memegang butir obat yang ia temukan di dekat almari handuk, itu adalah obat yang ia berikan pada Juan dan ternyata pria itu tidak meminumnya. Aleena semakin bingung dengan Juan, kenapa pria itu tidak meminum obat pemberiannya? Dalam kebingungan yang melanda dirinya, Aleena dikejutkan dengan suara ponsel miliknya yang berdering nyaring. Ia menoleh ke belakang dan bergerak mendekati nakas untuk mengambil ponselnya, dan Aleena cukup terkejut saat tahu itu merupakan panggilan telepon dari Juan. Tanpa menunda waktu lama lagi, Aleena segera menggulir tombol hijau pada layar ponselnya. "Hallo?" sahutnya pelan. “Aku sedang berada di rumah sakit, bisakah kamu kemari?” ucap Juan di balik panggilan teleponya. Jantungnya seakan melompat dari tempatnya tatkala Aleena mendengar kabar itu, kecemasan terhadap Juan kembali menghantui dirinya dan melupakan sejenak kekecewaan yang Aleena rasakan. "Aku akan kesana, t