Share

Bab 3

"Kau belum memiliki manajer bukan?" tanya Bryan seraya menatap Aleena dengan tatapan yang terlihat menjengkelkan. Pria itu menatapnya seolah-olah dia tahu apa yang terjadi antara dirinya dan Juan. namun Aleena menduga jika Ceo nya itu benar-benar sudah tahu.

"Belum, Sir." Jawab Aleena kalem.

Pagi tadi ia dihubungi oleh pihak agensi untuk datang ke kantor. Aleena yang mendapat kabar itu tentu saja terkejut, ia tidak tahu apa yang akan dibahas atasannya kali ini. karena seingatnya, Aleena juga sedang tidak membuat kesalahan apapun.

Bryan tersenyum tipis dan menatap Aleena penuh arti, "Baiklah, besok sore paling lambat kau akan segera mendapatkan nya." Ucap pria itu.

Aleena diam saja, ia selama ini belum memiliki manajer tetap karena jadwalnya masih sangat lenggang. Tapi kali ini kenapa agensi menyarankannya seperti itu?

"Jadwalmu ke depannya cukup banyak, Bekerja lah dengan baik, jangan mengecewakan beliau." ucap Bryan lagi seolah menjawab kebingungan Aleena.

Wanita itu tersenyum tipis, rupanya memang Bryan sudah tahu kontrak yang terjalin antara dirinya dan Juan.

"Saya mengerti, Sir." balas Aleena sopan.

Pria itu mengangguk tipis, "Kau boleh keluar sekarang," titah Bryan.

Aleena mengangguk patuh, ia kemudian keluar dari ruangan milik sang Ceo dengan senyum cerah di wajahnya. Ia mengepalkan kedua tangannya dengan gemas, ingin rasanya Aleena berteriak saking senangnya.

"Tenang Aleena, ini masih terlalu awal untuk kau berbahagia." ucapnya bermonolog.

Setelah memastikan ekspresinya kembali normal, ia pun memutuskan untuk pulang ke apartemen dan meninggalkan kantor.

Baru saja dirinya akan melangkah pergi, tiba-tiba pintu ruangan milik Bryan terbuka dan menampilkan sosok pria itu.

"Aleena, Mr. Juan sudah menunggumu di basement. Segera temui dia!" ucap pria itu dengan pelan dan setengah berbisik. Aleena awalnya terkejut, namun tak lama ia pun mengangguk kaku dan langsung berjalan dengan cepat untuk mencapai elevator.

Mendengar Juan tengah menunggu dirinya, membuat Jantung Aleena berdetak dengan cepat dan tiba-tiba ia kembali merasa gugup luar biasa.

Saat ini Aleena telah berada di basement, kedua matanya mencari keberadaan mobil milik Juan. Dan saat menemukannya ia pun bergegas untuk mendekat.

Aleena memasuki mobil dan duduk di kursi penumpang, ia melihat ada seorang pria yang bertugas untuk menyetir.

Aleena terdiam, suasana di dalam benar-benar canggung. Ia melirik pria di sampingnya, dan Juan hanya fokus pada layar ponselnya tanpa menyapa dirinya sama sekali.

Aleena menggigit bagian dalam pipi kirinya, benar-benar menjengkelkan!

"Kau sudah sarapan?" Juan akhirnya bersuara, Aleena langsung menoleh pada pria itu. "Sudah," jawabnya pelan.

Juan mengakhiri fokusnya pada layar ponsel dan mulai memusatkan perhatiannya pada Aleena.

"Mark, pulanglah dan bawa mobil Ms.Natasha." titah Juan pada sopirnya. Mark menatap pria itu sekilas dan ia pun mengangguk paham.

"Baik, Pak." ucapnya pelan lalu keluar dari mobil begitu saja.

Aleena terdiam bingung, ia hendak bertanya tentang bagaimana dirinya akan pulang jika mobil miliknya dibawa oleh sopir Juan?

Mark kemudian mengetuk kaca mobil di samping Aleena, dan wanita itu langsung membukanya, "Mana kunci mobilnya?" Pintanya, Aleena dengan gerakan cepat segera mengobrak-abrik isi tasnya untuk mencari kunci mobil. Dan setelah didapat, dirinya pun langsung menyerahkan itu pada Mark.

"Kita pindah ke depan." ucap Juan menyadarkan lamunan Aleena, lagi-lagi wanita itu menurut tanpa mengucapkan sepatah kata pun untuk meresponnya.

Aleena mengikuti arahan dari pria itu dan kini ia telah berada di kursi penumpang di samping Juan yang telah memegang kendali setir. Pria itu mengambil paper bag yang ada di atas dashboard dan menyerahkannya pada Aleena.

"Pakai itu." ucap nya lagi, Aleena mengerutkan keningnya bingung namun tak juga ia menolak dan memilih membukanya. Ada topi dan kacamata hitam di dalamnya, dan ia tersenyum tipis kemudian. Juan benar-benar tahu cara untuk menyamarkan penampilan seorang publik figur agar tidak mudah dikenali.

Yang membuat Aleena lebih terkejut lagi adalah harga dari kedua barang itu yang bisa membuat mulut siapapun menganga. Mungkin ia memilih untuk tidak membelinya karena uangnya belum cukup banyak untuk membeli barang-barang branded.

.

Sejujurnya Aleena terkejut saat Juan membawanya ke gedung apartemen dimana dirinya tinggal.

Darimana pria itu tahu dirinya tinggal di sini? sementara Aleena bahkan belum mencantumkan alamat resmi tempat tinggalnya di data-data miliknya pada perusahaan.

"Dengar,"

Juan membalikan tubuhnya dan menghadap Aleena, keduanya masih berada di dalam mobil.

"Kau harus pindah dari sini dan tinggal di tempatku selama kontrak kita terjalin."

ucap pria itu dengan suaranya yang berat dan dalam.

Aleena kembali dibuat terkejut, ia tidak mungkin meninggalkan apartemen yang baru ia sewa selama satu tahun ke depan.

"Tapi bagaimana dengan apartemenku? A-aku tidak bisa membiarkannya kosong begitu saja." jawab Aleena dengan ragu.

Aleena mengumpulkan uang cukup lama demi mendapatkan sebuah apartemen di daerah sini, tapi sekarang Juan malah menyuruh wanita itu untuk pindah. Dan hal itu membuat Aleena kesal.

"Tsk!" Juan berdecak kesal, "Apa kau punya hak untuk menentang perintahku?" tanyanya dengan tajam. Aleena langsung bungkam dan kembali tersadar, ia menundukkan wajahnya sedih, Aleena lupa jika kini hidupnya adalah milik pria di depannya.

Juan meraih dagu Aleena, ia mengangkatnya dengan kasar seraya menatap wanita itu tajam. "Pergi dan bereskan barang-barang mu. Ingat! Kau hanya boleh membawa baju dan peralatan make up, selebihnya tinggalkan disana." Ucap Juan dengan tegas, Aleena mengangguk takut-takut. Juan tersenyum sinis melihatnya, lalu melepaskan dagu Aleena begitu saja.

Aleena merapikan rambut, topi dan kacamatanya terlebih dahulu, setelah itu dirinya bergegas menuju ke lantai 12 di mana unit miliknya berada.

Juan menatap kepergian wanita itu dengan sorot mata yang dalam, ia kemudian menyandarkan kepalanya pada sandaran jok sambil memejamkan mata.

Lagi dan lagi segala emosi yang bercokol dalam dirinya kembali berperang, saling menekan dan sama-sama ingin menonjolkan diri.

Juan menekan dada sebelah kirinya yang berdenyut nyeri, tanpa sadar setetes air mata jatuh tanpa bisa ia cegah.

**

Aleena menatap takjub saat kedua kakinya melangkah memasuki Apartemen mewah milik Juan. Jika dirinya tahu akan tinggal di tempat semewah ini, mungkin Aleena tidak akan menolak di awal pembicaraan mereka.

Juan mendekati Aleena, ia berdiri tepat di belakang wanita itu. Sedangkan Aleena masih belum menyadari keberadaan Juan, tangan pria itu terangkat dan hendak menyentuh pundak Aleena, namun Juan urungkan sehingga tangan itu hanya mengudara di atas.

Pada akhirnya Juan memilih berbalik dan duduk di atas sofa sambil menatap punggung Aleena.

"Aleena," Suara berat milik Juan membuyarkan keterpanahan wanita itu dalam mengagumi tiap kemewahan yang ada di dalam ruangan tersebut. Aleena berbalik dan tersenyum tipis, hingga kemudian berjalan mendekati Juan.

"Kau bisa tinggal disini," ucapnya seraya mempermainkan helaian rambut milik Aleena, Juan membuka topi wanita itu beserta kaca mata hitamnya.

"Denganmu?" tanya Aleena balik.

Juan menggeleng pelan, "Aku tidak tinggal disini. Penthouse ini kosong sejak lama, makanya aku memutuskan untuk kau tempati."

Pria itu mendekatkan wajahnya, Aleena terpaku melihat wajah tampan lelaki itu dari jarak dekat, meski ekspresinya masih saja stoic seperti biasa.

"Bagaimana pun kita butuh privasi, dan tempat ini adalah yang paling aman. Aku pastikan tidak akan ada paparazzi atau pun fans fanatik yang bisa menerobos tempat ini." jelas Juan. Aleena kembali terdiam, ia merasa jika Juan adalah pria dewasa yang benar-benar keren. Buktinya pria itu sampai memikirkannya hingga sejauh ini, semua demi keselamatan Aleena dan juga karirnya.

Aleena memberanikan diri menyentuh sisi wajah pria itu, meski cukup gugup dan mendebarkan jantungnya, namun ia tetap menyentuhnya.

Juan menatapnya tajam dan kemudian balik memegang punggung tangan Aleena, ia menariknya perlahan hingga tangan itu terlepas dari wajahnya.

"Kau boleh menyentuh yang lainnya, tapi tidak dengan wajahku." bisik Juan penuh penekanan.

"Kenapa?" Tanya Aleena bingung namun Juan tidak menjawabnya, pria itu malah memberi Aleena sebuah kecupan manis di bibir.

.

Juan telah pergi beberapa menit yang lalu, dan kini hanya menyisakan Aleena seorang diri di dalam Penthouse mewah tersebut. Wanita itu berguling ke samping dengan senyum yang merekah. Ia tidak menyangka akan mendapatkan kehidupan seperti ini, atau mungkin ini adalah hadiah dari Tuhan karena Aleena telah melewati berbagai penderitaan di masa lalu.

Ia bangun dari kasurnya yang nyaman, tidak memperdulikan sama sekali dengan kondisi tubuhnya yang berantakan. sambil menggulung tubuh telanjangnya dengan selimut, ia menyeret kedua kakinya dengan susah payah menuju sebuah meja yang tidak jauh dari sana.

Kedua matanya berbinar cerah melihat beberapa barang yang ada di atas meja.

Kunci mobil, platinum card, dan tak lupa kartu akses Penthouse ini. Semua itu diberikan Juan dengan mudah pada Aleena.

Aleena menjerit tertahan, peduli setan dengan statusnya yang tidak ada bedanya dengan jalang di luaran sana. Ia hanya perlu menikmati kehidupan nyamannya saat ini tanpa memikirkan ini dan itu, ataupun harus memutar otak guna menghitung pendapatan dan pengeluaran yang terasa mencekiknya.

Aleena meraih kartu kredit itu dan tersenyum penuh arti, "Ucapkan selamat tinggal pada kemiskinanmu, Aleena Natasha."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status