Seperti yang dijanjikan oleh Bryan, siang ini manajer sekaligus Asisten yang akan mengurus seluruh jadwal dan penampilan Aleena telah datang.
Dan untuk pekerjaan pertamanya setelah Aleena menandatangani kontrak dengan Jewelry Entertainment, adalah melakukan pemotretan untuk majalah lokal. Aleena saat ini tengah berpose sesuai arahan dari sang fotografer, dan konsep kali ini adalah Fairy. Ia memakai riasan dan busana yang menggambarkan sosok peri di alam tersembunyi. "Angkat wajahmu sedikit!" seru Sam dengan lantang. Aleena pun menurut dan melakukan apa yang diarahkan oleh lelaki itu. "Bagus." gumam Sam, ia kemudian memberi kode jika pemotretan telah selesai. Aleena berjalan dan mendekati Sam untuk ikut melihat hasil jepretan lelaki itu. "Kau cantik sekali." puji lelaki itu dengan binar takjub sambil menatap beberapa hasil jepretannya. Aleena tersipu malu mendengarnya, "Terima kasih." Balas wanita itu. Setelah semuanya selesai, Aleena segera mengganti pakaian dan juga riasan wajahnya. Ia beserta manajer dan para asistennya berjalan keluar dari studio pemotretan. Mereka menaiki Van putih untuk melakukan pekerjaan, dan saat setelah berada di dalam Aleena langsung mengambil ponselnya. "Setelah ini apa lagi?" Tanya Aleena pada Lizzy. Gadis berkaca mata itu meraih buku catatannya, dan membaca dengan seksama perihal jadwal Aleena selanjutnya. "Untuk hari ini kita telah selesai. Tapi besok jam sembilan, kamu harus menemui seorang produser dan sutradara dari rumah produksi X untuk membicarakan series yang akan kamu bintangi." jelas Lizzy membuat Aleena terkejut. "Tunggu!" sela wanita itu. Ia menatap Lizzy dengan raut wajah bingung. "Aku ada projek membintangi sebuah Series?" tanyanya tidak percaya, Lizzy mengangguk cepat. "Benar, dan kamu menjadi lead femalenya." ucap gadis manis itu lagi. Aleena menjerit kegirangan, mimpi apa dirinya semalam karena tiba-tiba saja ia mendapat tawaran main series sebagai pemeran utama. Sungguh, ini pencapaian luar biasa untuk dirinya yang berstatus Junior. Aleena kemudian mengetik pesan pada Juan, ia ingin mengucapkan terima kasih pada pria itu. Karena dirinya yakin jika semua pekerjaan yang menghampiri dirinya saat ini merupakan campur tangan pria kaya itu. Aleena mengerucutkan bibirnya kesal, ia jengkel dengan balasan pesan dari pria itu yang begitu singkat. Maka dengan kesal Aleena hanya membaca balasan dari Juan tanpa berniat membalasnya lagi. Memangnya apa yang ia harapkan? Hubungan keduanya kan hanya sekedar simbiosis mutualisme, buang jauh-jauh pikiran bahwa pria itu akan bersikap manis terhadapnya. . Hal pertama yang Aleena lakukan untuk membunuh waktu senggangnya adalah menonton drama dan film. Ia melakukan itu sebagai referensi dirinya dalam mengolah peran. Dirinya suka mencoba beberapa karakter yang ia tiru di drama atau film untuk pengembangan kemampuannya. Aleena melirik keadaan Penthousenya yang sepi, ia menghela nafas lelah. Entah kenapa dirinya jadi kesepian, ia tidak tahu harus melakukan apa. Beres-beres ruangan sudah dilakukan oleh housekeaper yang Juan sewa. Sedangkan memasak, dirinya bahkan selama ini tidak pernah menyentuh peralatan dapur semasa hidupnya. Aleena kembali menghela nafasnya untuk kesekian kali, ia meraih ponsel dan melihat notifikasi di layar. Tidak ada pesan ataupun panggilan telepon Juan, Aleena kecewa entah untuk alasan apa. Pria itu seperti tidak niat menjalani hubungan seperti ini, Aleena pernah mendengar dari salah satu temannya yang juga seorang aktris. Mereka mengatakan jika para pemberi sponsor cenderung selalu meminta 'bermain' hampir setiap hari. Namun apa yang pria itu lakukan? Bahkan hampir seharian ini Juan tidak muncul di hadapannya. Bukannya ia berharap ingin disentuh, tapi tetap saja rasanya aneh. Pria itu seperti tidak tertarik padanya dan tubuhnya. Aleena kemudian memutuskan untuk beranjak dari ranjang dan menatap cermin besar di depan sana. Ia menatap tubuhnya dengan seksama. "Apa aku tidak cantik dan menarik? Apa tubuhku ini tidak seksi?" tanya Aleena pada dirinya sendiri. Aleena hanya khawatir jika Juan memang tidak tertarik padanya, karena jika pria itu tidak menginginkan dirinya, Aleena akan lebih mudah disingkirkan. Ia tidak mau Juan membuangnya, dirinya baru saja menjalani kehidupan mewah dengan pekerjaan yang berjalan lancar. Dirinya tidak mau semua kenikmatan duniawi ini berakhir dengan cepat. **Juan datang ke penthouse milik Aleena tepat pada pukul 12 malam, ia sengaja menunggu waktu tengah malam dengan tujuan agar Aleena telah tertidur. Saat dirinya memasuki ruang tengah, rupanya Aleena telah mematikan hampir sebagian lampu di ruangan tersebut, hingga sinar yang dihasilkan hanyalah sekadar temaram. Pria itu melepas jas, sepatu dan menyimpan semua itu pada tempatnya. Ia berjalan perlahan menuju lantai atas dimana kamar Aleena berada. Saat membuka pintu ber cat hitam itu, Juan mendapati Aleena yang sudah terbaring nyaman di atas tempat tidur. Ia menatapnya dalam diam. Rasa sesak di dada kembali dirasakannya. Juan menaiki ranjang dengan hati-hati, ia mendekap tubuh Aleena, hidungnya menghirup aroma tubuh wanita itu dengan rakus. Tiap ia menyentuh dan mencium aroma tubuh wanita itu, rasa sakit pada jantungnya semakin menggila. Sama halnya dengan debarannya yang tidak pernah terkendali. Juan meneteskan air matanya, "я скучаю по тебе (ya skuchayu po tebe)" bisiknya terdengar lirih. hingga kemudian dirinya pun ikut terlelap sambil memeluk tubuh Aleena.. Aleena mematung tepat di depan wastafel, ia menatap pantulan wajahnya yang terlihat pucat. Dirinya tidak tidur hampir semalaman, gara-gara memikirkan kalimat yang Juan bisikkan. Aleena memukul kepalanya beberapa kali, "Sebenarnya apa yang pria itu ucapkan semalam?" ujarnya dengan gemas. Aleena rasa jika Juan mengucapkan kalimat semalam dalam bahasa Rusia, mengingat pria itu berasal dari negara tersebut. namun ia penasaran tentang arti dari kalimatnya, karena sebelum mengucapkan kalimat itu Juan sempat meneteskan air matanya. Pada awalnya Aleena hanya ingin pura-pura tidur dan berharap pria itu membangunkan dirinya lalu mereka akan bercinta hingga pagi. Tapi nyatanya ia malah mendapati sisi rapuh pria itu yang justru semakin membuat Aleena tidak mengerti. Kenapa Juan menangis saat memeluknya? Kenapa nada kalimat itu terdengar sendu dan pilu. Aleena merasakan hatinya ikut bergetar hebat saat setelah mendengarnya. Aleena menghembuskan nafas kasar, ia kemudian membasuh wajahnya dengan air dingin, ia kembali menatap wajahnya yang terlihat seperti mayat hidup. "Sial! Padahal pagi ini aku ada pertemuan dengan Mr. Steve." umpatnya dengan kesal. Aleena memutuskan untuk kembali ke kamar karena ia tidak mau membuat pria itu menunggu lama. Saat kembali ke kamarnya, Aleena melihat Juan yang tengah memakai dasi berwarna merah maroon. Aleena mendekat sambil tersenyum gugup."Biar aku bantu," ucapnya menawarkan diri. Juan terdiam, pria itu hanya membebaskan kedua tangannya yang tadi memegang dasi tersebut. Ia membiarkan Aleena memasangkan dasi padanya, dan hal itu membuat Aleena gugup bukan main. "Kapan pertemuanmu dengan Mr.Steve?" tanya Juan dengan melirik Aleena sekilas. Aleena mendongak dan menatap pria itu, dirinya langsung mengumpat dalam hati tatkala disuguhi pemandangan yang menampilkan sisi rahang Juan yang tegas."Pukul sembilan nanti." jawab Aleena setelah berhasil menguasai diri dari keterpanahannya terhadap pesona pria itu. Juan melirik jam tangan yang melingkar apik di pergelangan tangan kirinya. masih ada dua jam lagi menuju pukul sembilan. Tiba-tiba sebelah tangan Juan terulur dan menarik pinggang ramping milik Aleena. Ia menekannya cukup kuat, sedangkan wajahnya tenggelam di antara perpotongan bahu milik Aleena. Juan mengecupnya disana, seketika ia merasakan darahnya berdesir hebat dan jantungnya berdegup dengan kencang. Kedua matanya kembali terpejam erat, Juan jadi gelisah sendiri merasakan hasrat seksualnya yang memuncak di pagi hari. Sedangkan Aleena, wanita itu sepenuhnya sudah menunggu jika sewaktu-waktu Juan menyerangnya. Namun hingga detik demi detik berlalu, pria itu masih betah berada di posisi yang sama. "Ayo kita sarapan bersama." Itulah perkataan yang menjadi akhir dari pertarungan antara batin dan hasratnya.Lagi-lagi Aleena hanya bisa menghela nafas kecewa, Pria itu benar-benar membuatnya seperti wanita yang tidak mampu menarik minat laki-laki. Aleena jengkel luar biasa."Seharusnya kau jujur saja." Juan terdiam sambil menatap lurus pada wanita cantik yang ada di depannya. Ia menghisap rokok dalam-dalam, dan menghembuskannya perlahan. Asap yang keluar dari mulutnya adalah bagian dari kegelisahan dan rasa sakit yang melanda, ia berharap hal itu dapat menguranginya."Ini bukan cinta, Liona." balas Juan pada wanita itu. Liona berdecak pelan, ia memberikan tatapan sinis pada Juan. "Benar, bukan cinta tapi kegilaan." "Kau memang tidak waras, membeli ini dan itu hanya untuk menyenangkannya. Dan apa-apaan? Penthouse, perusahaan, kau membelinya dalam kedipan mata?!" ujar Liona dengan kekesalan yang menggebu-gebu."Apa kau sehat, Juan Scherbakov?" Juan hanya melirik singkat ke arah Liona, ia tidak akan pernah memperdulikan ucapan wanita itu. "Lebih baik kau lamar saja dia, dan obati rasa sakitmu itu.""Aku tidak bisa, Liona. Menjadi seorang aktris adalah mimpinya." balas Juan terdengar lemah. "Aku tidak akan menghancurkannya.""Tapi kau yang akan hancur! Dia
Pada saat itu, Juan hanya mampu duduk seorang diri di sudut restoran yang ramai, tempat di mana Aleena bekerja sebagai pelayan. Aleena mengikat rambutnya yang indah, hingga leher jenjang nan putih itu nampak begitu jelas. Beberapa kali gadis itu tersenyum pada setiap pelanggan yang datang hanya untuk sekedar menyapa. Juan masih memperhatikan Aleena dari jauh, seperti orang dungu yang hanya mampu terdiam tanpa berkeinginan untuk menunjukkan eksistensinya.Juan takut Aleena menjauh dari pandangan matanya."Aleena, tolong antarkan pesanan ini ke meja nomor 17!" Suara nyaring milik rekan kerjanya menyadarkan keterpanahan Juan akan keindahan Aleena. dan untuk kesekian kali Juan harus rela kehilangan sosok Aleena yang hilang ditelan kerumunan."Apa tidak masalah aku memainkan karakter seperti itu?" tanya Aleena pada Juan. Pria itu membuka kedua kelopak matanya, dia baru saja mengingat kilasan masa lalu antara dirinya dan Aleena. Juan menoleh pada Aleena, ia kemudian mengangguk tipis. "Semua
Hari ini tepat tiga hari setelah insiden dimana Juan menampar Aleena hingga membuat bibir wanita itu terluka. Dan sejak saat itu pula keduanya belum bertatap muka satu sama lain hingga hari ini. Juan yang memilih untuk menyembunyikan diri seperti seorang pengecut, sedangkan Aleena, wanita itu tidak tahu harus melakukan apa dan lebih memilih untuk tetap mengikuti alur permainan yang Juan ciptakan untuk dirinya. Aleena menghela nafas pelan, ia memegang pergelangan kakinya yang sakit akibat terkilir. Kedua matanya berpendar mengamati ruang tunggu miliknya, Lizzy pergi untuk memanggil dokter, namun sampai saat ini gadis itu belum kembali. Semua kejadian tadi tidak akan terjadi jika dirinya fokus saat berakting. Pada saat ia harus melakukan scene melompat, Aleena malah kurang fokus sehingga dirinya berpijak tidak pada tempat yang seharusnya. Bagaimana dirinya bisa fokus bekerja selama ini jika pikirannya masih terpaku pada pria itu. Pria yang menyakitinya lalu menghilang begitu saja. A
“Dia bilang dia merindukanku... ” Aleena menepuk kedua pipinya yang telah bersemu merah. wanita itu bahkan tidak henti-hentinya mengulum senyum karena terlalu bahagia. Aleena masih tidak menyangka jika dirinya akan mendengar kalimat tersebut keluar dari mulut Juan. jika seperti itu, bisakah dirinya beranggapan kalau Juan memiliki perasaan terhadapnya? karena tidak mungkin ada kerinduan jika tidak ada perasaan di dalamnya. “Ouch!” Aleena meringis pelan ketika ujung telunjuknya tidak sengaja menyentuh panci yang ia pakai untuk merebus ramyeon. Karena dirinya terlalu larut dalam khayalannya tentang Juan, membuat Aleena kehilangan fokus dan melupakan kegiatannya saat ini. Juan yang mendengar rintihan milik Aleena lantas bergegas untuk memeriksa keadaan wanita itu. dan saat berada di pantry, Juan melihat Aleena tengah meniup ujung telunjuknya. “Kau kenapa?” tanya pria itu terdengar khawatir. Aleena menatap Juan de
Jadwal Aleena hari ini adalah menghadiri pertemuan untuk pembacaan naskah. Ia akan bertemu dengan Lizzy pukul 11 siang nanti, dan saat ini dirinya masih berada di dalam penthouse bersama Juan. Aleena berdiri mematung di depan lemari es, menatap isinya dengan tatapan menyedihkan. karena di dalamnya tidak ada apapun yang bisa ia masak.Aleena menggigit bibir bawahnya sambil berkacak pinggang, tadinya ia ingin membuatkan sesuatu untuk Juan. "Apa aku pesan sarapan saja?" tanya Aleena pada dirinya sendiri. Aleena pun kembali menutup pintu lemari es, lalu berjalan menuju kamarnya untuk menemui Juan. Aleena mendorong pintu kamarnya secara perlahan, ia menyembulkan kepalanya mengintip keadaan kamar dan ia melihat Juan masih berada di atas ranjang. Kemudian dirinya melangkah memasuki kamar dan mendekati pria itu, Aleena berdiri mematung di samping Juan. Aleena sedikit ragu untuk membangunkan pria itu, namun dirinya pe
“Bagaimana kalau kita makan siang bersama?" Alga dengan senyum ramahnya seperti biasa, mengajak Aleena saat setelah melaksanakan pembacaan naskah. Aleena lantas menoleh dan balas tersenyum, "Maaf, tapi aku ada janji dengan seseorang." tolaknya secara halus. Wanita itu kemudian kembali menatap layar ponselnya, menunggu balasan pesan dari Juan. Jujur saja dirinya begitu mengkhawatirkan keadaan pria itu. Dan membuatnya kembali tidak fokus pada kegiatannya karena memikirkan pria itu. "Ah begitu, baiklah sampai nanti." balas Alga lalu pergi meninggalkan Aleena yang masih berdiri mematung di depan ruang rapat mereka. "Lizzy, bisakah aku pulang sekarang?" tanya Aleena pada manajernya yang baru muncul. Lizzy kemudian membuka buku catatan miliknya dan melihat jadwal Aleena setelah ini, dan ternyata kosong. "Ya, kau boleh pulang sekarang." jawabnya.Aleena pun tersenyum tipis lalu mengucapkan terima kasih pada Lizzy, karena setel
Aleena memegang butir obat yang ia temukan di dekat almari handuk, itu adalah obat yang ia berikan pada Juan dan ternyata pria itu tidak meminumnya. Aleena semakin bingung dengan Juan, kenapa pria itu tidak meminum obat pemberiannya? Dalam kebingungan yang melanda dirinya, Aleena dikejutkan dengan suara ponsel miliknya yang berdering nyaring. Ia menoleh ke belakang dan bergerak mendekati nakas untuk mengambil ponselnya, dan Aleena cukup terkejut saat tahu itu merupakan panggilan telepon dari Juan. Tanpa menunda waktu lama lagi, Aleena segera menggulir tombol hijau pada layar ponselnya. "Hallo?" sahutnya pelan. “Aku sedang berada di rumah sakit, bisakah kamu kemari?” ucap Juan di balik panggilan teleponya. Jantungnya seakan melompat dari tempatnya tatkala Aleena mendengar kabar itu, kecemasan terhadap Juan kembali menghantui dirinya dan melupakan sejenak kekecewaan yang Aleena rasakan. "Aku akan kesana, t
"Selamat sore," Aleena muncul di balik pintu setelah dipersilakan masuk. wanita itu tersenyum cerah meski tubuhnya cukup lelah karena dirinya baru saja menyelesaikan syuting series untuk beberapa scene. Juan tersenyum tipis di balik layar laptopnya, namun sayangnya Aleena tidak melihat semua itu. Pria itu mematikan laptop dan menutupnya, lalu beralih menatap Aleena yang datang menghampirinya dengan berbagai buket bunga dan juga hadiah-hadiah kecil dalam pelukannya. Aleena meletakkan semua hadiah dan bunga yang tadi ia bawa ke atas meja, sedangkan Juan mulai berdiri dan duduk di atas sofa. Aleena mendekati pria itu sambil tersenyum simpul, hingga kemudian berakhir duduk di samping Juan. "Bagaimana hari ini?" tanya Juan datar setelah menenggak air dalam botol minum milik Aleena, Wanita itu mengerjapkan kedua matanya menyaksikan itu, kaget karena pria itu meminum dari botol bekas bibirnya. "Air lemon?" tanyanya sambi