🏵️🏵️🏵️
“Sekarang Revan belum berpikir untuk memiliki momongan, Mih.” Revan memberikan jawaban penolakan kepada ibunya.
“Kenapa, Van? Apa salahnya memiliki momongan sekarang.” Bu Sandra merasa heran mendengar jawaban anaknya.
“Masih ingin fokus bantu Papi ngurus perusahaan, lagi pula Ratu juga masih kuliah, Mih.” Revan tetap berusaha memberikan jawaban yang dapat meyakinkan sang ibu.
“Kamu tahu sendiri, Van, Kakak kamu anaknya sudah dua. Mereka perempuan semua, Mami ingin punya cucu laki-laki.” Bu Sandra masih tetap bersikeras dengan keinginannya.
“Maafin Revan, Mih. Revan belum sanggup memenuhi permintaan Mami.”
“Alasan kamu sepele menurut Mami. Jangan bilang kamu lagi ada masalah dengan Ratu.” Bu Sandra sebagai seorang ibu mengetahui apa yang ada dalam pikiran anaknya.
“Kok, Mami, ngomongnya gitu? Revan dan Ratu baik-baik aja, Mih.” Revan meraih jemari sang ibu lalu menggenggamnya.
“Jangan sampai kamu membuat menantu Mami sedih, dia anak baik. Mami dan Papi sayang banget sama dia.”
“Iya, Mih, tenang aja.” Revan tidak memiliki rasa bersalah mengucapkan kebohongan di depan Bu Sandra.
Sementara itu, seorang wanita yang penuh kelembutan ternyata mendengarkan semua pembicaraan suami dan ibu mertuanya. Ratu berjalan dari arah dapur membawa secangkir kopi untuk laki-laki yang ia cintai. Ia tidak percaya bahwa Revan berani berbohong di depan ibu kandungnya.
Bu Sandra pasti tidak percaya jika ia mengetahui perbuatan putra bungsunya kepada sang menantu. Selama ini, wanita paruh baya itu tidak tahu bahwa Revan tidak pernah menginginkan pernikahannya dengan Ratu karena hati dan perasaannya hanya untuk perempuan lain.
Ratu mengembangkan senyum kepada suami dan ibu mertuanya. Ia berusaha bersikap seperti tidak terjadi sesuatu dengan sang suami. Begitu juga sebaliknya, Revan berusaha lembut kepada Ratu di depan Bu Sandra hingga wanita tersebut tidak menaruh curiga sama sekali terhadap anaknya.
“Ini kopinya, Mas.” Ratu menyuguhkan secangkir kopi buatannya kepada Revan.
“Terima kasih,” balas Revan dengan lembut lalu melepas genggaman dari tangan ibunya.
Ratu sangat bahagia melihat perlakuan sang suami yang tetap lembut di depan ibu mertuanya. Laki-laki itu menyeruput kopi buatannya. Ratu sangat terharu melihat sikap Revan.
Bu Sandra yang memperhatikan sikap istri dari anaknya yang sedang malu-malu, merasa bangga karena memiliki menantu seperti Ratu. Baginya, Ratu merupakan perempuan lembut, baik, dan penyayang.
Semua itu telah ia ketahui semenjak bertunangan dengan Revan. Ratu selalu menghargai Bu Sandra dan Pak Wijaya, ayah Revan layaknya seperti orang tua kandung. Kasih sayang dan perhatian yang ditunjukkan oleh sang menantu sungguh tulus dan ikhlas.
“Gimana kuliah kamu, Nak?” tanya Bu Sandra kepada Ratu.
“Alhamdulillah lancar, Mih,” jawab Ratu kepada ibu mertuanya.
“Kelarnya masih lama, ya?”
“Udah tingkat akhir, Mih. Sekarang Ratu lagi siap-siap menyusun laporan akhir.”
“Oh … pasti sibuk banget, ya, Nak.” Bu Sandra mencoba memahami kesibukan menantunya.
Sebenarnya Ratu sangat mengerti arah pembicaraan ibu mertuanya. Namun, itu harus bisa menyakinkan Bu Sandra untuk membuat suaminya bahagia dan tidak merasa terbebani. Kenyataan yang sebenarnya bahwa Ratu tidak terlalu sibuk dengan kuliahnya.
🏵️🏵️🏵️
Hari sudah gelap karena matahari telah pulang ke peraduan. Sementara Bu Sandra kembali ke rumahnya setelah dijemput oleh sopir pribadi keluarga. Ia berpesan kepada Revan agar memikirkan permintaan yang ia ajukan, ingin memiliki cucu dari putra bungsunya tersebut.
Revan sebagai anak hanya berusaha memberikan senyuman kepada sang ibu walaupun hati kecilnya mengatakan tidak ingin memiliki anak dari wanita yang tidak pernah ia cintai. Revan bahkan sangat menginginkan perpisahan dengan perempuan yang kini berstatus sebagai istrinya.
Seperti biasa malam ini, mereka kembali melakukan rutinitas makan malam bersama. Suasana di meja makan tetap hening tanpa ada keluar sepatah kata dari dua insan tersebut. Mereka duduk selalu berjauhan layaknya orang yang sedang bermusuhan.
“Tadi ngomong apa aja sama Mami?” Ratu terkejut mendengar suara suaminya. Tidak seperti biasanya, Revan selalu bersikap dingin dan tidak berbicara sedikit pun jika sedang berada di meja makan.
“Ngomong biasa aja, Mas.”
“Biasanya seperti apa?”
“Ya, biasa.”
“Jangan bilang kamu ngadu ke Mami tentang sikapku.”
“Aku sama sekali tidak pernah berniat seperti itu, Mas.”
“Bagus, deh, kalau kamu ngerti.”
“Kenapa kamu bertanya seperti itu, Mas? Apa kamu takut kalau Mami sampai tahu tentang hubungan kita yang sebenarnya?” Ratu mencoba menggali alasan suaminya.
“Ngapain takut. Aku hanya tidak ingin jika Mami sedih karena melihat pernikahan anaknya tidak sesuai dengan yang diinginkan.”
Ratu hanya bisa mengusap dada dan tetap ikhlas mendengar pernyataan suaminya. Ia juga tidak ingin mengatakan kenyataan yang sebenarnya kepada Bu Sandra. Hati kecilnya tidak ingin memberikan kesedihan kepada wanita yang telah melahirkan Revan.
Setelah selesai menyantap makan malam, Revan kembali melanjutkan rutinitasnya dengan menyaksikan acara yang sudah ia tunggu-tunggu di ruang TV. Tiba-tiba terdengar nada panggilan masuk dari ponselnya, dengan wajah berseri, ia langsung mengangkat telepon tersebut.
“Lani ….” Revan menyebut nama seorang wanita dalam pembicaraannya di telepon.
“Kamu apa kabar, Van?” tanya Lani, wanita pemilik nama tersebut.
“Aku hancur.”
“Kamu ngomongnya, kok, gitu?”
“Kamu yang sudah menghancurkan hidupku.”
“Jangan pernah ngomong seperti itu, Van. Kamu yang memaksaku memilih laki-laki lain. Aku juga saat ini bahagia dengan pilihanku.”
“Kalau benar kamu bahagia, kenapa kamu masih menghubungiku?”
“Tidak bolehkah seorang teman bertanya tentang kabar sahabatnya sendiri?”
“Apa kamu ingin mentertawakan kehancuranku?”
“Aku tidak pernah berniat menghancurkanmu, niatku hanya ingin mengucapkan selamat atas pernikahanmu. Semoga kamu bahagia dan tetap langgeng.”
“Stop, Lani! Aku tidak ingin mendengar omong kosongmu. Kalau niatmu menghubungiku hanya untuk itu, aku matiin teleponnya.”
“Kamu benar-benar berubah, Van.”
“Semua itu karena kamu!”
Revan mengakhiri pembicaraan lalu menutup telepon. Dia merasa sangat kesal mendengar ucapan selamat dari Lani yang merupakan wanita masa lalunya, juga perempuan yang selalu bersemayam dalam hatinya. Revan berpikir bahwa Lani sangat bahagia di atas penderitaan yang menimpa dirinya.
Ia melemparkan ponselnya ke lantai hingga membuat Ratu terkejut yang sejak tadi sedang mengerjakan tugas kuliah di kamar tamu. Suara benda keras itu terdengar di telinga Ratu karena jaraknya ke ruang tamu berdekatan. Ia segera melangkah ke arah datangnya suara dan mendapati Revan dengan wajah memerah.
“Itu suara apaan, Mas?” tanya Ratu kepada suaminya.
“Itu bukan urusanmu!” Revan justru membentak sang istri.
“Suara itu sepertinya dari arah sini. Ada apa, Mas? Kamu baik-baik aja?” Ratu mendekati suaminya.
“Nggak usah sok perhatian! Aku makin muak melihat tingkahmu!” Revan mendorong tubuh Ratu hingga terduduk di sofa.
“Kamu kenapa, Mas? Apa salah jika seorang istri perhatian pada suaminya?”
“Kamu nggak pantas memberikan perhatian padaku!”
“Tapi aku istri kamu, Mas.”
“Istri yang tidak pernah aku harapkan.”
“Tadi sore kamu sudah bersikap lembut, tapi malam ini kamu kembali kasar pada istrimu sendiri.”
“Kamu pikir aku benar-benar bersikap lembut padamu? Jangan mimpi! Aku melakukan semua itu demi Mami! Ngerti, nggak?”
“Kenapa kamu masih tetap membenciku, Mas?” Ratu tidak sanggup lagi untuk tidak menumpahkan bening kristal dari pelupuk matanya.
“Percuma kamu mengeluarkan air mata buaya di depanku, justru aku semakin membencimu!”
Revan beranjak meninggalkan Ratu. Ia tidak tahu kalau hati wanita itu sangat pilu sakit. Ratu tidak mengerti dengan hati suaminya yang sangat keras dan tidak memiliki rasa belas kasihan. Revan tetap bersikap kasar dan berusaha selalu menyakiti hati dan perasaan istrinya.
===============
🏵️🏵️🏵️Cuaca hari ini sangat cerah, tetapi tidak dengan hati seorang wanita yang selalu mendapatkan perlakuan kasar dari suaminya.Usia pernikahan yang kini memasuki bulan ketiga, belum mampu mengusir bayangan wanita masa lalu Revan. Kenangan tersebut telah membuat laki-laki itu lupa akan tanggung jawab sebagai seorang suami yang harus melindungi sang istri.Sesuatu yang keluar dari mulut Revan tidak pernah dipikirkan terlebih dahulu. Ia dengan mudah selalu melemparkan kesalahan kepada Ratu. Namun, wanita itu berusaha untuk tetap kuat dan bersabar dalam mengahadapi perlakuan sang yang kian hari makin melampaui batas kesabaran.Seperti kejadian pagi ini, tiada angin dan hujan, tiba-tiba Revan dengan sengaja selalu berusaha membuat sang istri tetap bersalah. Sepertinya tujuannya menyetujui menikah dengan Ratu hanya untuk memberikan penderitaan dan kepedihan semata.“Kaus kakiku di mana?” Revan berteriak kepada Ratu yang sedang menyiapkan sarapan.“Di laci, Mas. Aku baru susun semalam
🏵️🏵️🏵️ Waktu telah menunjukkan pukul 23.31 WIB, Ratu mondar-mandir di ruang tamu rumahnya. Dia masih setia menunggu kedatangan sang suami yang belum kembali hingga larut malam. Wanita berhati lembut itu sangat bingung karena tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya. Biasanya sebelum waktu azan Magrib berkumandang, Revan sudah tiba di rumah. Namun hari ini, laki-laki itu belum juga pulang hingga membuat Ratu khawatir dan juga panik. Dia sudah menghubungi suaminya itu berkali-kali, tetapi tidak ada jawaban. Kegelisahan dan keresahan Ratu akhirnya terjawab, terdengar suara bel yang menandakan ada seseorang di luar rumah. Ratu segera melangkah ke arah pintu bercat cokelat itu. Setelah memastikan siapa yang menekan bel dari balik jendela, dia langsung membukakan pintu tersebut. “Astagfirullah. Kamu kenapa seperti ini, Mas?” Ratu sangat terkejut melihat keadaan suaminya. Ternyata seseorang yang menekan bel di depan pintu rumah Ratu mengaku sebagai salah satu karyawan di kantor Revan
🏵️🏵️🏵️ Kejadian malam itu masih tidak dapat Revan percaya. Minuman memabukkan yang ia tenggak telah membuatnya tidak sadarkan diri hingga melakukan hubungan yang sebelumnya tidak pernah ia inginkan sama sekali. Bagi Revan, semua itu terjadi karena unsur ketidaksengajaan. Revan masih sangat ingat kenapa dirinya harus berada di bar malam itu. Ia tidak terima kalau Lani—sang mantan kekasih, benar-benar telah jatuh dalam pelukan laki-laki lain hingga mengandung. Dirinya merasa tidak memiliki harapan lagi untuk memperjuangkan wanita tersebut. Kini, Revan hanya ingin mencoba untuk melupakan wanita yang dulu selalu mengisi hari-harinya. Cinta mereka tidak dapat bersatu karena takdir tidak mempertemukannya dalam ikatan sakral. Kini, Lani sudah hidup bahagia bersama laki-laki pilihannya. Bayangan Lani kembali memasuki pikiran Revan saat mereka masih berstatus sebagai sepasang kekasih. Hubungan kala itu masih sangat harmonis dan penuh dengan kebahagiaan, juga keromantisan. Dua insan yang
🏵️🏵️🏵️ Hari ini, Ratu tidak dapat mengikuti mata kuliah di kampus, sebab mual yang ia rasakan justru makin membuatnya tidak berdaya. Ratu kembali ke kamar mandi dan berusaha mengeluarkan apa yang akan keluar dari perutnya, tetapi tidak berhasil karena hanya air liur saja. Bi Inah merasa kasihan menyaksikan majikannya. Ia yang sudah berpengalaman mencoba menjelaskan apa yang terjadi terhadap Ratu. Asisten rumah tangga tersebut ingin berbagi pengalaman kepada wanita yang telah mempekerjakan dirinya. “Sepertinya mual Ibu makin sering, ya,” ucap Bi Inah kepada Ratu. “Iya, Bik. Saya capek dan semakin lemas.” “Saya boleh kasih minyak angin di leher Ibu?” “Boleh, deh, Bik.” Ratu beranjak dari kamar mandi lalu mereka menuju ruang TV. “Kalau menurut pengalaman saya, sepertinya ini bukan mual biasa, Bu.” Bi Inah mulai berbicara pada topik yang sesuai dengan pengalamannya, sambil memberikan pijatan di leher sang majikan. “Maksudnya apa, Bik?” tanya Ratu penasaran. “Menurut pengalaman
🏵️🏵️🏵️ Menyadari waktu yang makin sore, Revan mencoba membangunkan Ratu. Ia ingin mengetahui keadaannya. Laki-laki itu tidak pernah melihat pendamping hidupnya tidur saat ia pulangkantor. Revan tersenyum memandang wajah cantik wanita yang dulu paling ia benci. “Ratu ... bangun. Ini udah sore.” Revan menggoyang-goyang pelan tubuh istrinya. Ratu langsung terbangun setelah mendengar suara suaminya. “Maaf, Mas … aku ketiduran. Ternyata kamu udah pulang.” Ia pun duduk. “Kenapa tidurnya di sini?” tanya Revan kepada istrinya. “Tadi rencana mau istirahat sebentar aja, Mas. Ternyata malah kebablasan sampai sore.” “Gimana perasaan kamu hari ini? Masih mual?” Ratu makin terharu dengan perhatian yang Revan tunjukkan. “Masih, Mas. Aku sengaja bawa tidur supaya mualnya hilang.” “Oh. Btw, kamu udah makan?” Ratu makin terpesona melihat suaminya. “Nggak selera, Mas. Nanti aja kalau udah lapar.” “Walaupun hanya sedikit harus tetap makan. Nanti masuk angin dan makin mual.” “Terima kasih ata
🏵️🏵️🏵️ Waktu menunjukkan pukul 04.46 WIB, dan ini waktu yang Ratu tunggu-tunggu. Ia terbangun lebih awal karena tidak sabar untuk mengetahui apa hasil dari mual yang ia rasakan akhir-akhir ini. Ia melihat Revan masih terlelap di sampingnya. Dirinya menggunakan kesempatan itu untuk keluar kamar. Ratu sangat bersyukur karena tubuhnya hari ini lebih kuat dibandingkan kemarin. Ratu melangkah menuju ruang TV untuk mengambil alat tes kehamilan yang sengaja ia simpan dalam laci lemari televisi. Sekilas, ia melihat map berwarna kuning, berisi surat perjanjian yang Revan berikan beberapa bulan lalu. Ratu sedih membaca isi dan syarat dalam surat itu. Di sana juga terdapat tanda tangannya yang menyatakan telah menyetujui perjanjian yang Revan berikan. Ratu kembali tersadar dan mengingat tujuannya untuk menggunakan benda yang kini dalam genggamannya. Ia kembali menyimpan surat perjanjian yang membuat hati dan perasaanya sangat sakit. Ratu berjalan memasuki kamar mandi. Setelah mengunci pin
🏵️🏵️🏵️ “Aku sehat-sehat aja, kok, Mas. Mungkin kemarin-kemarin kecapekan ngerjain tugas kampus.” Ia tetap berusaha memberikan alasan kepada suaminya. “Udah seminggu kamu nggak ngampus. Coba dokter memeriksa keadaan kamu, jadi tahu apa penyebab mual yang kamu rasakan. Apa kamu nggak merasa capek dengan kondisi seperti ini?” Ratu makin bingung dengan pertanyaan Revan. “Aku nggak apa-apa, Mas. Santai aja. Sekarang kamu berangkat aja ke kantor, sarapannya juga udah kelar.” Wanita itu berusaha mengalihkan pembicaraan. “Ya, udah. Aku berangkat, ya. Kalau ada apa-apa, langsung telpon.” Revan meraih tasnya yang telah dipersiapkan di kursi meja makan. Sebelum berangkat, Ratu mencium punggung tangan Revan. Sekarang, laki-laki tersebut tidak merasa keberatan jika sang istri melakukan hal itu. Hatinya makin terbuka untuk menerima keberadaan Ratu sebagai pendamping hidup. Saat melangkah dan akan meninggalkan meja makan, perut Ratu tiba-tiba sakit. Ia tidak mengerti dengan keadaannya semenj
🏵️🏵️🏵️ Bu Bella tidak pernah menyangka kalau putri yang sangat ia sayangi telah mendapatkan perlakuan yang sulit diterima akal. Revan dengan tega mempermainkan hati seorang istri yang sangat mencintainya. Bu Bella sangat terharu melihat pengorbanan anak tersayangnya. Sekarang Ratu harus mengikuti kemauan sang ibu untuk meninggalkan rumah tanpa sepengetahuan suaminya. Bu Bella telah memaksa dirinya agar pergi dari istana cinta yang sangat ia dambakan selama ini. Ratu tidak dapat menolak keputusan Bu Bella sekarang. Sementara itu, Revan sengaja meminta pada ayahnya agar pulang lebih awal dari kantor karena masih memikirkan kondisi Ratu tadi pagi. Ia tidak fokus melakukan pekerjaan, sebab yang ada dalam pikirannya hanya Ratu. Sebelum istirahat makan siang, Revan segera bergegas agar segera tiba di rumah. Setelah Revan sampai di istana cinta miliknya dan Ratu, ia tidak mendapati Ratu di ruang TV. Revan mencoba mencari ke kamar, terapi tetap tidak menemukan wanita yang ia pikirkan it