🏵️🏵️🏵️
Hari ini sebulan usia pernikahan Revan dan Ratu, tetapi belum ada perubahan sama sekali dalam rumah tangga pengantin baru tersebut. Hari-hari mereka lalui masih penuh dengan perselisihan walaupun kenyataan bahwa semua itu terjadi karena ketidakikhlasan Revan yang tidak menerima statusnya bersama wanita pilihan orang tuanya.
Revan masih tetap dengan keegoisan dan kekasarannya kepada wanita yang sudah hidup bersamanya. Ia belum dapat menerima kebenaran yang jelas-jelas ada di depan mata. Sikap yang ia tunjukkan seolah-olah tidak ingin berdamai dengan keadaan yang telah terjadi. Hati Revan tetap membeku dan terus menyalahkan Ratu.
Akan tetapi, sikap yang ditunjukkan oleh perempuan berhati baja itu tetap kuat dan sabar menerima perlakuan laki-laki yang sangat ia cintai. Penuh kelembutan dan berusaha tegar, Ratu dengan ikhlas melakukan yang terbaik sebagai istri. Ia sama sekali tidak pernah membalas keangkuhan suaminya.
“Mas, aku berencana ingin mengajukan perusahaan kamu untuk tugas akhirku di kampus.” Ratu mengajukan permintaan kepada sang suami yang sedang duduk di ruang TV malam ini.
“Kenapa nggak ngajuin ke perusahaan keluarga kamu?” Jawaban yang diberikan Revan selalu menunjukkan ketidakkeramahan.
“Kamu nggak setuju, ya, Mas?”
“Iya. Kenapa? Ada masalah?”
“Ya, udah kalau kamu nggak bersedia. Nanti aku ajuin ke kantor Papa aja.”
“Mau ngadu sama Papa kamu?”
“Kok, kamu ngomongnya gitu. Aku sama sekali nggak punya niat seperti itu. Aku hanya berusaha minta tolong sama kamu, tapi kalau memang nggak bisa, aku nggak mungkin maksa.”
“Terserah kamu, deh!”
“Bisa nggak, sih, Mas … sehari aja kamu nggak marah-marah.” Ratu sangat merindukan kelembutan suaminya.
“Kalau kamu nggak terima, kamu boleh pergi dari rumah ini!” Revan justru memberikan jawaban yang menyakitkan.
“Aku ini istri kamu, Mas. Aku ingin dianggap sekali aja sebagai wanita yang sudah memiliki suami di rumah ini. Aku tidak berharap lebih dari kamu. Yang aku minta hanya satu, kamu bisa menganggapku ada.”
“Jangan mimpi! Sampai kapan pun, kamu nggak pernah ada bagiku! Kamu telah merusak semua harapanku. Aku tidak bisa bersatu dengan gadis masa kecilku hingga dia memilih menikah dengan pria lain!”
“Hanya karena masa lalu kamu tega berbuat kasar padaku?”
“Hanya kamu bilang? Karena keegoisan kamu yang tidak berusaha menolak pernikahan kita, gadis yang kucintai menganggapku tidak serius menjalin hubungan dengannya!”
“Tapi kenyataannya sekarang, aku yang sudah sah menjadi istri kamu, Mas.”
“Aku membencimu!”
Revan menggerakkan jari telunjuk ke arah wanita yang selalu bersikap lembut kepadanya lalu beranjak dari ruang TV. Sekarang Ratu baru mengetahui apa alasan laki-laki yang ia cintai itu selalu berbuat kasar dan bersikap dingin kepadanya. Semua itu karena gadis masa lalu yang ada dalam hati sang suami.
Sungguh, Ratu tidak pernah menyangka bahwa laki-laki yang sudah resmi menjadi suaminya masih menyimpan rasa untuk wanita lain. Namun, kenyataan pahit yang ia alami kini tidak membuatnya menyerah begitu saja. Ratu tetap pada niat dan tekad untuk menjadi istri yang berbakti.
🏵️🏵️🏵️
“Hei!” Cinta menepuk pundak Ratu yang terdiam dalam kelas.
“Cinta!” Ratu memegang dadanya karena terkejut.
“Ngelamunin apa, sih?”
“Aku kaget, nih.”
“Habis, dari tadi aku perhatiin seperti banyak mikir. Baru juga nikah sebulan, udah ngelamun aja.”
“Apa hubungannya? Aku lagi mikirin tugas akhir, nih.” Ratu berusaha memberikan alasan yang dapat diterima sahabatnya.
“Yang bener?”
“Iya, dong.”
“Aku percaya, deh. Btw, kita ke kantin, yuk. Bimo udah nungguin dari tadi.”
Ratu dan Cinta melangkah menuju kantin. Ternyata benar kalau Bimo sudah menunggu kedatangan kedua sahabatnya, bahkan laki-laki itu memberikan kejutan kepada mereka dengan hidangan yang telah dipesan. Ratu dan Cinta langsung bersemangat menikmati menu yang sudah siap masuk ke lambung.
Seperti biasa, Ratu tetap menunjukkan sikap kuat dan tegar di depan kedua sahabatnya. Ia tidak pernah bersikap seolah-olah dirinya merasa tersiksa dan menderita. Ratu tidak ingin hubungannya dengan sang suami diketahui orang lain.
Ratu juga tidak mau jika orang lain sampai tahu bahwa laki-laki yang menikahinya dengan mudah menganggap pernikahan sakral seperti permainan. Ikatan yang disaksikan dan direstui oleh orang tua dijadikan sebagai perjanjian di atas kertas dan disertai dengan sebuah persyaratan.
Jika Ratu tidak mampu memenuhi syarat yang diajukan oleh suaminya, dengan mudahnya laki-laki yang telah menikahi dirinya akan mengakhiri pernikahan mereka. Ratu tidak ingin jika sampai hubungan sakral dengan Revan harus kandas begitu saja.
Setelah selesai menikmati makan di kantin, tiga orang sahabat itu kembali melanjutkan mata kuliah yang diberikan oleh dosen. Ratu, Cinta, dan Bimo berada dalam kelas dan jurusan yang berbeda. Ratu memilih fokus dalam bidang akuntansi, sedangkan Cinta jurusan manajemen, dan Bimo jurusan sastra.
Mata kuliah akhirnya selesai dan seperti biasa setiap pulang kuliah, Cinta selalu pulang bersama Ratu. Kedua sahabat itu sudah seperti saudari karena mereka saling terbuka baik dalam suka maupun duka. Namun, tidak dengan urusan rumah tangga. Ratu menganggap hubungan rumah tangga tidak pantas diumbar kepada orang lain.
Kini, Ratu kembali sendiri menyusuri jalan setelah mengantarkan Cinta ke rumahnya. Ia masih teringat dengan kalimat yang Revan ucapkan tentang wanita yang tidak berhasil bersatu dengannya. Revan belum bisa terima kalau ia tidak dapat berjodoh dengan cinta masa lalunya.
Tidak terasa, akhirnya Ratu tiba di rumah impiannya. Ia segera memarkirkan mobil ke dalam garasi lalu turun, kemudian memasuki rumah. Ratu berjalan melewati ruang tamu, tetapi setelah hampir mendekati ruang TV, langkah itu terhenti karena wanita berambut panjang itu melihat sosok yang sangat ia kenal.
“Mami ….” Ratu mempercepat langkah menghampiri wanita paruh baya tersebut ke ruang TV lalu memeluknya.
“Apa kabar, Nak?” Wanita itu menyambut hangat pelukan Ratu.
“Alhamdulillah Ratu baik-baik aja, Mih. Mami gimana?” Ratu melepas pelukannya.
“Alhamdulillah Mami juga sehat.”
“Mami datangnya sama siapa?”
“Mami sendirian, tadi dianterin sopir.”
Ratu tidak menyangka bahwa ibu mertuanya berkunjung ke istana cinta miliknya dan Revan. Sekarang ia merasa bahagia karena dapat bertemu dengan seseorang yang ia hargai dan sayangi. Walaupun Revan tidak pernah menyetujui hubungan mereka, tetapi tidak membuat Ratu untuk tidak menghormati sang mertua.
Ratu dan ibu mertuanya berbincang panjang lebar. Tanpa mereka sadari, hari sudah sore. Revan akhirnya kembali pulang ke rumah setelah melakukan pekerjaan di kantor. Ia sama kagetnya dengan Ratu melihat sosok wanita paruh baya yang tak lain adalah ibunya sendiri.
“Mami sama siapa?” tanya Revan setelah memeluk ibunya.
“Kalian berdua itu sama aja, ya.” Bu Sandra tersenyum kepada putranya.
“Maksud Mami?”
“Pertanyaannya sama. Benar-benar jodoh, ya.” Bu Sandra menggoda putranya. Revan berusaha tersenyum mendengar kalimat ibunya.
“Mami bisa aja. Oh, ya, Ratu ke dapur dulu, Mih, Mau siapin kopi untuk Mas Revan.” Ratu mencoba untuk kembali mencairkan suasana lalu ia melangkah ke dapur.
“Iya, Nak,” jawab Bu sandra.
Suasana seperti ini sangat Ratu harapkan dan dambakan. Ia bahagia melihat wajah tampan suaminya penuh dengan senyuman. Tidak seperti biasanya yang selalu berbuat kasar dan menyalahkan dirinya.
“Ratu gimana, Van?” tanya Bu Sandra kepada anaknya.
“Gimana apanya, Mih?” Revan tidak mengerti arah pembicaraan ibunya.
“Mami pengen cepat-cepat punya cucu dari kamu.” Revan sangat terkejut mendengar pernyataan sang ibu.
Laki-laki itu tidak mampu menjawab ucapan Bu Sandra. Ia berpikir bahwa dirinya tidak ingin memiliki anak dari wanita yang tidak pernah ia cintai. Namun, saat ini Revan tidak mampu memberikan penjelasan kepada ibu yang sangat ia sayangi.
================
🏵️🏵️🏵️“Sekarang Revan belum berpikir untuk memiliki momongan, Mih.” Revan memberikan jawaban penolakan kepada ibunya.“Kenapa, Van? Apa salahnya memiliki momongan sekarang.” Bu Sandra merasa heran mendengar jawaban anaknya.“Masih ingin fokus bantu Papi ngurus perusahaan, lagi pula Ratu juga masih kuliah, Mih.” Revan tetap berusaha memberikan jawaban yang dapat meyakinkan sang ibu.“Kamu tahu sendiri, Van, Kakak kamu anaknya sudah dua. Mereka perempuan semua, Mami ingin punya cucu laki-laki.” Bu Sandra masih tetap bersikeras dengan keinginannya.“Maafin Revan, Mih. Revan belum sanggup memenuhi permintaan Mami.”“Alasan kamu sepele menurut Mami. Jangan bilang kamu lagi ada masalah dengan Ratu.” Bu Sandra sebagai seorang ibu mengetahui apa yang ada dalam pikiran anaknya.“Kok, Mami, ngomongnya gitu? Revan dan Ratu baik-baik aja, Mih.” Revan meraih jemari sang ibu lalu menggenggamnya.“Jangan sampai kamu membuat menantu Mami sedih, dia anak baik. Mami dan Papi sayang banget sama dia.
🏵️🏵️🏵️Cuaca hari ini sangat cerah, tetapi tidak dengan hati seorang wanita yang selalu mendapatkan perlakuan kasar dari suaminya.Usia pernikahan yang kini memasuki bulan ketiga, belum mampu mengusir bayangan wanita masa lalu Revan. Kenangan tersebut telah membuat laki-laki itu lupa akan tanggung jawab sebagai seorang suami yang harus melindungi sang istri.Sesuatu yang keluar dari mulut Revan tidak pernah dipikirkan terlebih dahulu. Ia dengan mudah selalu melemparkan kesalahan kepada Ratu. Namun, wanita itu berusaha untuk tetap kuat dan bersabar dalam mengahadapi perlakuan sang yang kian hari makin melampaui batas kesabaran.Seperti kejadian pagi ini, tiada angin dan hujan, tiba-tiba Revan dengan sengaja selalu berusaha membuat sang istri tetap bersalah. Sepertinya tujuannya menyetujui menikah dengan Ratu hanya untuk memberikan penderitaan dan kepedihan semata.“Kaus kakiku di mana?” Revan berteriak kepada Ratu yang sedang menyiapkan sarapan.“Di laci, Mas. Aku baru susun semalam
🏵️🏵️🏵️ Waktu telah menunjukkan pukul 23.31 WIB, Ratu mondar-mandir di ruang tamu rumahnya. Dia masih setia menunggu kedatangan sang suami yang belum kembali hingga larut malam. Wanita berhati lembut itu sangat bingung karena tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya. Biasanya sebelum waktu azan Magrib berkumandang, Revan sudah tiba di rumah. Namun hari ini, laki-laki itu belum juga pulang hingga membuat Ratu khawatir dan juga panik. Dia sudah menghubungi suaminya itu berkali-kali, tetapi tidak ada jawaban. Kegelisahan dan keresahan Ratu akhirnya terjawab, terdengar suara bel yang menandakan ada seseorang di luar rumah. Ratu segera melangkah ke arah pintu bercat cokelat itu. Setelah memastikan siapa yang menekan bel dari balik jendela, dia langsung membukakan pintu tersebut. “Astagfirullah. Kamu kenapa seperti ini, Mas?” Ratu sangat terkejut melihat keadaan suaminya. Ternyata seseorang yang menekan bel di depan pintu rumah Ratu mengaku sebagai salah satu karyawan di kantor Revan
🏵️🏵️🏵️ Kejadian malam itu masih tidak dapat Revan percaya. Minuman memabukkan yang ia tenggak telah membuatnya tidak sadarkan diri hingga melakukan hubungan yang sebelumnya tidak pernah ia inginkan sama sekali. Bagi Revan, semua itu terjadi karena unsur ketidaksengajaan. Revan masih sangat ingat kenapa dirinya harus berada di bar malam itu. Ia tidak terima kalau Lani—sang mantan kekasih, benar-benar telah jatuh dalam pelukan laki-laki lain hingga mengandung. Dirinya merasa tidak memiliki harapan lagi untuk memperjuangkan wanita tersebut. Kini, Revan hanya ingin mencoba untuk melupakan wanita yang dulu selalu mengisi hari-harinya. Cinta mereka tidak dapat bersatu karena takdir tidak mempertemukannya dalam ikatan sakral. Kini, Lani sudah hidup bahagia bersama laki-laki pilihannya. Bayangan Lani kembali memasuki pikiran Revan saat mereka masih berstatus sebagai sepasang kekasih. Hubungan kala itu masih sangat harmonis dan penuh dengan kebahagiaan, juga keromantisan. Dua insan yang
🏵️🏵️🏵️ Hari ini, Ratu tidak dapat mengikuti mata kuliah di kampus, sebab mual yang ia rasakan justru makin membuatnya tidak berdaya. Ratu kembali ke kamar mandi dan berusaha mengeluarkan apa yang akan keluar dari perutnya, tetapi tidak berhasil karena hanya air liur saja. Bi Inah merasa kasihan menyaksikan majikannya. Ia yang sudah berpengalaman mencoba menjelaskan apa yang terjadi terhadap Ratu. Asisten rumah tangga tersebut ingin berbagi pengalaman kepada wanita yang telah mempekerjakan dirinya. “Sepertinya mual Ibu makin sering, ya,” ucap Bi Inah kepada Ratu. “Iya, Bik. Saya capek dan semakin lemas.” “Saya boleh kasih minyak angin di leher Ibu?” “Boleh, deh, Bik.” Ratu beranjak dari kamar mandi lalu mereka menuju ruang TV. “Kalau menurut pengalaman saya, sepertinya ini bukan mual biasa, Bu.” Bi Inah mulai berbicara pada topik yang sesuai dengan pengalamannya, sambil memberikan pijatan di leher sang majikan. “Maksudnya apa, Bik?” tanya Ratu penasaran. “Menurut pengalaman
🏵️🏵️🏵️ Menyadari waktu yang makin sore, Revan mencoba membangunkan Ratu. Ia ingin mengetahui keadaannya. Laki-laki itu tidak pernah melihat pendamping hidupnya tidur saat ia pulangkantor. Revan tersenyum memandang wajah cantik wanita yang dulu paling ia benci. “Ratu ... bangun. Ini udah sore.” Revan menggoyang-goyang pelan tubuh istrinya. Ratu langsung terbangun setelah mendengar suara suaminya. “Maaf, Mas … aku ketiduran. Ternyata kamu udah pulang.” Ia pun duduk. “Kenapa tidurnya di sini?” tanya Revan kepada istrinya. “Tadi rencana mau istirahat sebentar aja, Mas. Ternyata malah kebablasan sampai sore.” “Gimana perasaan kamu hari ini? Masih mual?” Ratu makin terharu dengan perhatian yang Revan tunjukkan. “Masih, Mas. Aku sengaja bawa tidur supaya mualnya hilang.” “Oh. Btw, kamu udah makan?” Ratu makin terpesona melihat suaminya. “Nggak selera, Mas. Nanti aja kalau udah lapar.” “Walaupun hanya sedikit harus tetap makan. Nanti masuk angin dan makin mual.” “Terima kasih ata
🏵️🏵️🏵️ Waktu menunjukkan pukul 04.46 WIB, dan ini waktu yang Ratu tunggu-tunggu. Ia terbangun lebih awal karena tidak sabar untuk mengetahui apa hasil dari mual yang ia rasakan akhir-akhir ini. Ia melihat Revan masih terlelap di sampingnya. Dirinya menggunakan kesempatan itu untuk keluar kamar. Ratu sangat bersyukur karena tubuhnya hari ini lebih kuat dibandingkan kemarin. Ratu melangkah menuju ruang TV untuk mengambil alat tes kehamilan yang sengaja ia simpan dalam laci lemari televisi. Sekilas, ia melihat map berwarna kuning, berisi surat perjanjian yang Revan berikan beberapa bulan lalu. Ratu sedih membaca isi dan syarat dalam surat itu. Di sana juga terdapat tanda tangannya yang menyatakan telah menyetujui perjanjian yang Revan berikan. Ratu kembali tersadar dan mengingat tujuannya untuk menggunakan benda yang kini dalam genggamannya. Ia kembali menyimpan surat perjanjian yang membuat hati dan perasaanya sangat sakit. Ratu berjalan memasuki kamar mandi. Setelah mengunci pin
🏵️🏵️🏵️ “Aku sehat-sehat aja, kok, Mas. Mungkin kemarin-kemarin kecapekan ngerjain tugas kampus.” Ia tetap berusaha memberikan alasan kepada suaminya. “Udah seminggu kamu nggak ngampus. Coba dokter memeriksa keadaan kamu, jadi tahu apa penyebab mual yang kamu rasakan. Apa kamu nggak merasa capek dengan kondisi seperti ini?” Ratu makin bingung dengan pertanyaan Revan. “Aku nggak apa-apa, Mas. Santai aja. Sekarang kamu berangkat aja ke kantor, sarapannya juga udah kelar.” Wanita itu berusaha mengalihkan pembicaraan. “Ya, udah. Aku berangkat, ya. Kalau ada apa-apa, langsung telpon.” Revan meraih tasnya yang telah dipersiapkan di kursi meja makan. Sebelum berangkat, Ratu mencium punggung tangan Revan. Sekarang, laki-laki tersebut tidak merasa keberatan jika sang istri melakukan hal itu. Hatinya makin terbuka untuk menerima keberadaan Ratu sebagai pendamping hidup. Saat melangkah dan akan meninggalkan meja makan, perut Ratu tiba-tiba sakit. Ia tidak mengerti dengan keadaannya semenj