Share

Bertemu Mantan Kekasih

🏵️🏵️🏵️

Cuaca hari ini sangat cerah, tetapi tidak dengan hati seorang wanita yang selalu mendapatkan perlakuan kasar dari suaminya.

Usia pernikahan yang kini memasuki bulan ketiga, belum mampu mengusir bayangan wanita masa lalu Revan. Kenangan tersebut telah membuat laki-laki itu lupa akan tanggung jawab sebagai seorang suami yang harus melindungi sang istri.

Sesuatu yang keluar dari mulut Revan tidak pernah dipikirkan terlebih dahulu. Ia dengan mudah selalu melemparkan kesalahan kepada Ratu. Namun, wanita itu berusaha untuk tetap kuat dan bersabar dalam mengahadapi perlakuan sang yang kian hari makin melampaui batas kesabaran.

Seperti kejadian pagi ini, tiada angin dan hujan, tiba-tiba Revan dengan sengaja selalu berusaha membuat sang istri tetap bersalah. Sepertinya tujuannya menyetujui menikah dengan Ratu hanya untuk memberikan penderitaan dan kepedihan semata.

“Kaus kakiku di mana?” Revan berteriak kepada Ratu yang sedang menyiapkan sarapan.

“Di laci, Mas. Aku baru susun semalam.” Ratu dengan lembut menjawab suaminya.

“Tapi nggak ada!”

“Ya, udah. Aku ambilin sebentar, kamu sarapan dulu.”

“Aku malas mau sarapan, udah keburu kenyang!”

“Jangan gitu, dong, Mas. Nanti kerjanya nggak konsen.”

“Banyak ngomong dari tadi! Sana, ambilin kaus kakinya!”

Ratu akhirnya menuju kamar untuk mengambil benda yang diinginkan sang suami. Walaupun hatinya terasa perih karena pagi-pagi sudah mendapatkan perlakuan kasar dari Revan, tidak membuat Ratu menjadi lemah dan menyerah. Niatnya tetap ingin berusaha mengubah hati suaminya yang sangat membeku.

Tidak menunggu lama, Ratu kembali menuju meja makan dan memberikan kaus kaki yang diinginkan suaminya. Ia melihat menu sarapan yang sudah dihidangkan di atas meja makan, tidak tersentuh sama sekali. Ternyata Revan hanya minum teh saja.

“Kamu nggak sarapan, Mas? Nasi kamu masih utuh.” Ratu ingin tahu apa alasan yang akan diberikan suaminya.

“Aku udah bilang dari tadi nggak mau sarapan. Kamu susah banget, ya, dibilangin! Aku hanya butuh kaus kakiku. Sini!” Revan mengambil benda yang ia butuhkan dari tangan istrinya.

“Aku siapin bekal, ya, Mas. Kamu bisa sarapan di kantor.”

“Nggak perlu! Aku nggak butuh. Oh, ya, jangan sampai kamu datang ke kantor untuk nganterin bekal yang tidak kuharapkan. Ngerti!”

“Iya, Mas. Aku ngerti.”

Setelah selesai memakai kaus kaki dan sepatu, Revan melangkah. Namun, Ratu meraih tangan suaminya, ia berusaha untuk mencium punggung tangannya, tetapi dengan kasar laki-laki bertubuh tegap tersebut menepiskan tangan wanita yang berstatus sebagai pendamping hidupnya.

“Aku mau cium tangan kamu, Mas,” ucap Ratu penuh harap.

“Nggak perlu!” bentak Revan lalu meninggalkan wanita itu.

Ratu hanya mampu mengusap dada atas perlakuan suaminya. Kian hari, wanita itu makin kebal menghadapi perlakuan Revan. Ia masih tetap berusaha dan yakin bahwa suatu saat nanti, hati keras milik sang suami pasti akan lembut dan bersedia menerima kenyataan bahwa mereka sepasang suami istri.

🏵️🏵️🏵️

Kampus merupakan rumah kedua bagi Ratu. Di tempat itu, ia mendapatkan ketenangan dan kedamaian karena memiliki dua sahabat yang sangat baik dan penuh pengertian. Cinta selalu mengeluarkan cerita-cerita lucu yang mampu mengocok perut Ratu dan Bimo. Sangat berbeda dengan Bimo yang terkesan lebih pendiam, tetapi penuh perhatian.

Ratu tidak pernah mengetahui sikap pendiam Bimo yang sebenarnya. Ia menjadi seperti itu karena masih tetap menyimpan rasa kepada wanita yang sudah lama ia kagumi. Besarnya cinta Ratu kepada Revan hingga mampu menutupi perasaan yang sangat mendalam dari Bimo untuknya.

Saat ini, Bimo hanya terus berusaha agar mampu membuang perasaan yang sangat susah ia keluarkan dari lubuk hati yang paling dalam. Ia selalu berharap agar Ratu menemukan kebahagiaan bersama laki-laki yang telah mempersunting dirinya.

Akan tetapi, akhir-akhir ini Bimo sangat heran melihat sikap Ratu yang kadang menunjukkan wajah sedih. Ia tidak ingin berprasangka buruk atas apa yang ditunjukkan oleh wanita pemilik senyum manis itu. Bimo juga merasa tidak kuasa menanyakan apa penyebab Ratu seperti itu.

“Cin … kamu merasa, nggak, kalau akhir-akhir ini Ratu sedikit berubah?” Bimo akhirnya menyampaikan kekhawatirannya terhadap Ratu kepada Cinta.

“Iya. Tapi kemarin aku pernah nanya, katanya dia baik-baik aja.” Cinta memberikan jawaban yang membuat hati Bimo merasa lega.

“Oh … bagus, deh. Aku takut dia kenapa-kenapa.”

“Cie, perhatian banget, sih. Ingat, Bim … sekarang dia udah milik orang lain. Kamu udah telat.”

“Iya, Cin, semua sudah terlambat.”

“Makanya kalau memang suka jangan dipendam, ngomong langsung. Sekarang kamu hanya bisa melihat dia yang akhirnya menikah dengan orang lain.”

“Anggap aja nggak jodoh.”

Cinta masih terus berusaha menggoda Bimo karena sahabatnya tersebut tidak berani mengungkapkan perasaannya sejak dulu kepada Ratu. Sekarang penyesalan itu datang menghantui. Bimo hanya berusaha ikhlas demi kebahagiaan sang pujaan hati.

Setelah mata kuliah usai, Ratu seperti biasa mengantarkan Cinta pulang ke rumahnya. Akhirnya, Cinta sampai di depan rumah lalu turun, kemudian Ratu kembali meluncurkan mobilnya menyusuri jalan. Hari ini sebelum pulang, wanita itu ingin mampir ke supermarket untuk membeli persediaan kebutuhan yang diperlukan.

Saat Ratu hampir tiba di supermarket yang ia tuju, tiba-tiba dirinya melihat pemandangan yang tidak diharapkan sama sekali. Dari jauh, berdiri laki-laki dan perempuan di samping mobil. Pria itu tidak lain adalah Revan.

Ternyata Revan dan Lani hari ini berjanji untuk bertemu. Tujuan pertemuan itu untuk menyelesaikan masalah yang pernah ada di antara mereka. Mantan kekasih Revan ingin memberikan penjelasan kepada laki-laki itu agar tidak memikirkan dirinya lagi.

“Please, Van. Tolong ikhlas dengan kehidupan yang sudah kita jalani. Kita ditakdirkan tidak untuk berjodoh.” Lani mencoba memberikan pengertian kepada Revan.

“Semudah itu kamu melupakan cinta kita, Lan? Apa kamu tidak ingat dengan semua yang pernah kita jalani?” Revan tetap tidak mengerti dengan kenyataan yang sebenarnya.

“Kamu harus ingat, Van. Cinta kita tidak akan mungkin bisa bersatu, selamanya akan tetap menjadi masa lalu. Sekarang kamu harus terima kenyataan itu.”

“Kamu tega, Lan. Aku tidak mampu mengeluarkan bayanganmu dari lubuk hatiku yang paling dalam, sedangkan kamu dengan mudahnya melupakan semua yang pernah ada di antara kita.”

“Kamu harus bangkit, Van. Berbahagialah bersama istrimu. Kamu harus tahu bahwa saat ini aku sedang mengandung anak suamiku. Dan itu sudah menjadi bukti nyata bahwa aku tercipta hanya untuknya.”

“Kamu kejam, Lani. Aku membencimu!”

“Mungkin itu lebih baik jika kamu harus membenciku.”

Revan merasa kesal dan kecewa atas apa yang telah Lani sampaikan. Ia segera memasuki mobil lalu meninggalkan sang mantan kekasih. Wanita itu sungguh tidak mengerti dengan jalan pikiran laki-laki yang pernah mengisi hati dan hari-harinya.

Sementara itu, Ratu yang menyaksikan Revan bersama Lani dari kejauhan tidak mengerti kenapa suaminya terlihat emosi setelah bertemu dengan wanita itu. Sekarang Ratu hanya bisa menebak-nebak bahwa perempuan itu merupakan masa lalu yang tidak mampu keluar dari pikiran Revan.

Akan tetapi, Ratu tidak terlalu memikirkan apa yang telah ia lihat. Ratu tetap merasa yakin bahwa dirinya sudah terpilih menjadi pemenang. Kenyataan sekarang, ia yang telah berhasil menjadi istri Revan, bukan orang lain, walaupun sampai sekarang, sang suami belum menganggapnya sebagai pendamping hidup yang diinginkan.

================

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status