🏵️🏵️🏵️
Hari ini, Ratu tidak dapat mengikuti mata kuliah di kampus, sebab mual yang ia rasakan justru makin membuatnya tidak berdaya. Ratu kembali ke kamar mandi dan berusaha mengeluarkan apa yang akan keluar dari perutnya, tetapi tidak berhasil karena hanya air liur saja.
Bi Inah merasa kasihan menyaksikan majikannya. Ia yang sudah berpengalaman mencoba menjelaskan apa yang terjadi terhadap Ratu. Asisten rumah tangga tersebut ingin berbagi pengalaman kepada wanita yang telah mempekerjakan dirinya.
“Sepertinya mual Ibu makin sering, ya,” ucap Bi Inah kepada Ratu.
“Iya, Bik. Saya capek dan semakin lemas.”
“Saya boleh kasih minyak angin di leher Ibu?”
“Boleh, deh, Bik.” Ratu beranjak dari kamar mandi lalu mereka menuju ruang TV.
“Kalau menurut pengalaman saya, sepertinya ini bukan mual biasa, Bu.” Bi Inah mulai berbicara pada topik yang sesuai dengan pengalamannya, sambil memberikan pijatan di leher sang majikan.
“Maksudnya apa, Bik?” tanya Ratu penasaran.
“Menurut pengalaman yang sudah beberapa kali saya rasakan waktu masih muda, sepertinya Ibu sedang hamil.” Bi Inah berhasil mengutarakan apa yang ada dalam pikirannya.
“Yang benar, Bik?” Ratu terlihat bahagia mendengar penjelasan asisten rumah tangganya itu.
“Iya, Bu. Untuk lebih memastikan benar tidaknya, Ibu coba cek menggunakan alat tes kehamilan. Nanti saya bantu beli di apotek terdekat.” Bi Inah memberikan penawaran kepada majikannya.
“Mau, deh, Bik. Kalau dipikir-pikir mungkin ada benarnya, Bik, karena sudah dua bulan lamanya saya tidak datang bulan.”
“Menurut saya ini sudah pasti, Bu.”
“Semoga, ya, Bik. Saya minta doanya.”
“Iya, Bu, pasti saya doakan yang terbaik.”
“Terima kasih, Bik. Pijatannya enak, rasa mualnya mulai reda. Saya istirahat dulu, ya, Bik. Coba bawa tiduran supaya nggak mual lagi.”
Ratu menikmati pijatan yang Bi Inah berikan.
“Baik, Bu. Saya juga masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan.” Bi Inah menghentikan pijatan pada majikannya lalu beranjak meninggalkan ruang TV dan kembali melakukan tugasnya sebagai asisten rumah tangga.
Kini Ratu rebahan di sofa ruang TV, ia mencoba memejamkan mata agar lupa dari mual yang ia rasakan. Senyum kebahagiaan mengembang di sudut bibir itu. Ratu sangat berharap bahwa apa yang Bi Inah katakan akan menjadi kenyataan.
Ratu berpikir, jika memang benar dirinya kini sedang mengandung, tidak menutup kemungkinan kalau Revan akan membatalkan perjanjian yang telah ia berikan. Ratu berharap adanya sebuah keajaiban dalam rumah tangga mereka.
Belum berhasil memejamkan mata, tiba-tiba terdengar nada panggilan masuk dari ponsel dalam saku baju yang Ratu kenakan. Ia melihat nama Cinta di layar. Tanpa berpikir panjang, ia langsung menerima telepon dari sahabatnya tersebut.
“Assalamualaikum, Cin.” Ratu mengucapkan salam kepada Cinta.
“Waalaikumsalam, Rat.” Balasan salam dari seberang.
“Ada apa?” tanya Ratu.
“Suara kamu lemas banget, Rat. Kamu kenapa? Sakit?” Cinta menyadari perubahan suara sahabatnya.
“Aku nggak enak badan, nih, makanya nggak berangkat ke kampus.” Ratu memberikan alasan.
“Pantes aku tunggu-tunggu dari tadi nggak muncul-muncul. Kamu sakit apa?”
“Aku lemas dan mual-mual.”
“Jangan-jangan ….” Cinta menjeda kalimat yang ingin ia ucapkan.
“Jangan-jangan apa?” Ratu ingin mendengar jawaban sahabatnya.
“Kamu hamil,” tebak Cinta dengan yakin.
“Aamiin. Semoga beneran, ya, Cin. Aku minta doanya.”
“Aku akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu. Ya, udah, kamu istirahat aja. Assalamualaikum.” Cinta mengakhiri pembicaraan.
“Waalaikumsalam.” Ratu pun menutup telepon.
Hari ini, Ratu mendengar dua pendapat dan tebakan yang sama dari orang-orang terdekatnya. Ia sangat berharap agar apa yang Bi Inah dan Cinta katakan menjadi kenyataan. Ratu tidak sabar untuk mengetahui jawaban sebenarnya dari apa yang ia rasakan saat ini.
🏵️🏵️🏵️
Tidak terasa waktu terus berlalu dan kini menunjukkan pukul 13.05 WIB. Ratu sangat terkejut karena sudah beberapa jam memejamkan mata di ruang TV. Ia memanggil Bi Inah karena ingin meminta bantuan untuk membelikan alat tes kehamilan.
“Bik Inah.” Ratu memanggil nama asisten rumah tangga tersebut, tetapi tidak ada jawaban. Ia mencoba memanggil dengan suara lebih keras. “Bi Inah!”
“Iya, Bu.” Terdengar sahutan Bi Inah lalu segera menghampiri sang majikan.
“Dari mana, Bik?” tanya Ratu setelah Bi Inah di ruang TV.
“Maaf, Bu, tadi saya lagi di taman belakang.”
“Oh, pantes Bibik nggak dengar.”
“Iya, Bu ... maaf. Ibu butuh sesuatu?” tanya Bi Inah kepada Ratu.
“Saya minta tolong Bibik belikan alat tes kehamilan sekarang. Tapi kalau Bibik masih sibuk, nanti aja nggak apa-apa.”
“Itu udah saya beli, Bu. Tadi nggak enak mau bangunin karena Ibu tidur nyenyak banget.”
“Kapan belinya, Bik?”
“Tadi setelah kerjaan saya selesai. Saya ambilin sebentar, ya.” Bi Inah segera mengambil benda tersebut dari kamarnya.
Tidak sampai dua menit, asisten rumah tangga tersebut kembali melangkah ke ruang TV dengan membawa alat tes kehamilan yang sudah ia beli dari apotek terdekat. Ratu sangat bahagia menerima benda tersebut dari tangan Bi Inah.
“Kapan alat ini bisa digunakan, Bik?” tanya Ratu penasaran.
“Sebaiknya besok pagi aja saat buang air kecil setelah bangun tidur.” Ratu mendengarkan penjelasan Bi Inah.
“Terima kasih, Bik. Saya simpan, ya.”
“Baik, Bu, semoga hasilnya positif. Aamiin.”
“Aamiin. Terima kasih doanya, Bik.”
“Oh, ya … Ibu mau makan apa?” tanya Bi Inah kepada sang majikan.
“Saya lagi nggak selera makan, Bik. Pengennya tidur aja, bawaannya ngantuk.”
“Ya, udah … nanti kalau Ibu butuh sesuatu, langsung panggil aja. Silakan istirahatnya dilanjutkan. Saya permisi ke belakang.”
“Iya, Bik.”
Bi Inah melangkah dari ruang TV lalu menuju arah belakang. Ratu sangat bersyukur memiliki asisten rumah tangga seperti Bi Inah. Baginya, wanita paruh baya tersebut sudah dianggap seperti keluarga sendiri.
Ratu merasa bahwa Bi Inah seseorang yang pantas disayangi karena selalu menunjukkan sikap baik kepada dirinya dan sang suami. Pekerjaannya juga sangat pantas diacungi jempol karena telaten dan cekatan.
Sekarang Ratu kembali memejamkan mata karena rasa kantuk yang tidak tertahankan. Menurut wanita cantik itu, tidur merupakan salah satu cara agar dirinya tidak merasakan mual yang kini membuatnya makin lemas. Akhirnya, Ratu kembali menjelajahi alam mimpi hingga menjelang sore hari.
Ratu tidak menyadari kalau sang suami telah kembali dari kantor dan mendapati dirinya yang masih terlelap di ruang TV. Revan menghampiri istrinya. Ia tidak tahu kenapa perasaan yang ia miliki terhadap Ratu akhir-akhir ini berbeda dari sebelumnya. Revan duduk di samping sang istri yang sedang tidur terlelap.
==========
Apakah Revan akan membalas cinta Ratu?
🏵️🏵️🏵️ Menyadari waktu yang makin sore, Revan mencoba membangunkan Ratu. Ia ingin mengetahui keadaannya. Laki-laki itu tidak pernah melihat pendamping hidupnya tidur saat ia pulangkantor. Revan tersenyum memandang wajah cantik wanita yang dulu paling ia benci. “Ratu ... bangun. Ini udah sore.” Revan menggoyang-goyang pelan tubuh istrinya. Ratu langsung terbangun setelah mendengar suara suaminya. “Maaf, Mas … aku ketiduran. Ternyata kamu udah pulang.” Ia pun duduk. “Kenapa tidurnya di sini?” tanya Revan kepada istrinya. “Tadi rencana mau istirahat sebentar aja, Mas. Ternyata malah kebablasan sampai sore.” “Gimana perasaan kamu hari ini? Masih mual?” Ratu makin terharu dengan perhatian yang Revan tunjukkan. “Masih, Mas. Aku sengaja bawa tidur supaya mualnya hilang.” “Oh. Btw, kamu udah makan?” Ratu makin terpesona melihat suaminya. “Nggak selera, Mas. Nanti aja kalau udah lapar.” “Walaupun hanya sedikit harus tetap makan. Nanti masuk angin dan makin mual.” “Terima kasih ata
🏵️🏵️🏵️ Waktu menunjukkan pukul 04.46 WIB, dan ini waktu yang Ratu tunggu-tunggu. Ia terbangun lebih awal karena tidak sabar untuk mengetahui apa hasil dari mual yang ia rasakan akhir-akhir ini. Ia melihat Revan masih terlelap di sampingnya. Dirinya menggunakan kesempatan itu untuk keluar kamar. Ratu sangat bersyukur karena tubuhnya hari ini lebih kuat dibandingkan kemarin. Ratu melangkah menuju ruang TV untuk mengambil alat tes kehamilan yang sengaja ia simpan dalam laci lemari televisi. Sekilas, ia melihat map berwarna kuning, berisi surat perjanjian yang Revan berikan beberapa bulan lalu. Ratu sedih membaca isi dan syarat dalam surat itu. Di sana juga terdapat tanda tangannya yang menyatakan telah menyetujui perjanjian yang Revan berikan. Ratu kembali tersadar dan mengingat tujuannya untuk menggunakan benda yang kini dalam genggamannya. Ia kembali menyimpan surat perjanjian yang membuat hati dan perasaanya sangat sakit. Ratu berjalan memasuki kamar mandi. Setelah mengunci pin
🏵️🏵️🏵️ “Aku sehat-sehat aja, kok, Mas. Mungkin kemarin-kemarin kecapekan ngerjain tugas kampus.” Ia tetap berusaha memberikan alasan kepada suaminya. “Udah seminggu kamu nggak ngampus. Coba dokter memeriksa keadaan kamu, jadi tahu apa penyebab mual yang kamu rasakan. Apa kamu nggak merasa capek dengan kondisi seperti ini?” Ratu makin bingung dengan pertanyaan Revan. “Aku nggak apa-apa, Mas. Santai aja. Sekarang kamu berangkat aja ke kantor, sarapannya juga udah kelar.” Wanita itu berusaha mengalihkan pembicaraan. “Ya, udah. Aku berangkat, ya. Kalau ada apa-apa, langsung telpon.” Revan meraih tasnya yang telah dipersiapkan di kursi meja makan. Sebelum berangkat, Ratu mencium punggung tangan Revan. Sekarang, laki-laki tersebut tidak merasa keberatan jika sang istri melakukan hal itu. Hatinya makin terbuka untuk menerima keberadaan Ratu sebagai pendamping hidup. Saat melangkah dan akan meninggalkan meja makan, perut Ratu tiba-tiba sakit. Ia tidak mengerti dengan keadaannya semenj
🏵️🏵️🏵️ Bu Bella tidak pernah menyangka kalau putri yang sangat ia sayangi telah mendapatkan perlakuan yang sulit diterima akal. Revan dengan tega mempermainkan hati seorang istri yang sangat mencintainya. Bu Bella sangat terharu melihat pengorbanan anak tersayangnya. Sekarang Ratu harus mengikuti kemauan sang ibu untuk meninggalkan rumah tanpa sepengetahuan suaminya. Bu Bella telah memaksa dirinya agar pergi dari istana cinta yang sangat ia dambakan selama ini. Ratu tidak dapat menolak keputusan Bu Bella sekarang. Sementara itu, Revan sengaja meminta pada ayahnya agar pulang lebih awal dari kantor karena masih memikirkan kondisi Ratu tadi pagi. Ia tidak fokus melakukan pekerjaan, sebab yang ada dalam pikirannya hanya Ratu. Sebelum istirahat makan siang, Revan segera bergegas agar segera tiba di rumah. Setelah Revan sampai di istana cinta miliknya dan Ratu, ia tidak mendapati Ratu di ruang TV. Revan mencoba mencari ke kamar, terapi tetap tidak menemukan wanita yang ia pikirkan it
🏵️🏵️🏵️ Tidak sampai dua puluh menit, Dokter Aliyah akhirnya tiba. Ia merupakan dokter keluarga Bu Bella telah bertahun-tahun lamanya. Wanita cantik itu sudah dianggap seperti keluarga oleh orang tua Ratu. “Apa kabar, Dok?” Bu Bella dan Dokter Aliyah saling merangkul. “Alhamdulillah baik, Bu.” Mereka pun melepas rangkulan. “Ternyata Ratu juga di sini.” Dokter Aliyah menyalami Ratu yang sedang berbaring. “Iya, Dok,” jawab Ratu kemudian melepaskan jabatan tangan. “Karena dia di sini, makanya saya menghubungi Dokter. Dia terlihat lemah, wajah pucat, juga mual. Coba periksa kondisinya, Dok.” Dokter Aliyah segera memeriksa keadaan Ratu. Ia melihat ke arah wanita itu dengan wajah berseri-seri lalu mengembangkan senyum. Bu Bella yang melihat reaksi Dokter Aliyah merasa sangat heran. “Ratu baik-baik aja, kok,” ujar Dokter Aliyah sambil tersenyum, setelah selesai memeriksa keadaan Ratu. “Kenapa Dokter tersenyum?” Bu Bella penasaran. “Ratu, kapan terakhir datang bulan?” tanya Dokter
🏵️🏵️🏵️ Bu Bella terkejut mendengar nama Revan, sedangkan Ratu tersenyum bahagia karena suaminya akhirnya datang. “Bibik udah buka pintunya?” tanya Bu Bella kepada Bi Ijah. “Belum, Bu. Saya baru melihat dari jendela.” “Bibik buka pintunya dan minta Revan menunggu di ruang tamu,” perintah Bu Bella kepada asisten rumah tangganya itu. “Baik, Bu,” jawab Bi Ijah lalu kembali menuju ruang tamu. “Ratu mau ketemu Mas Revan, Mah,” ucap Ratu tiba-tiba lalu memilih duduk dari rebahan. “Nggak boleh. Sekarang kamu harus masuk kamar, Mama yang akan menjumpai suamimu.” Bu Bella membantu Ratu berdiri lalu memapahnya berjalan menuju kamar. “Izinkan Ratu menjumpai Mas Revan, Mah,” pinta Ratu setelah duduk di tempat tidur miliknya. “Mama nggak akan mengizinkan kamu bertemu dia.” Bu Bella tetap dengan keputusannya. “Tapi dia suami Ratu, Mah.” “Suami yang tidak pernah mengharapkan keberadaanmu.” “Sekarang Mas Revan udah berubah.” “Mama nggak peduli, kamu tetap di sini. Ini demi kebaikan kamu.
🏵️🏵️🏵️ Revan sangat sedih karena sekarang dirinya tidak bebas berhubungan dengan Ratu. Perbincangan mereka sekarang seolah-olah seperti kesalahan besar yang harus dihentikan. Ia tidak dapat memberikan perhatian penuh kepada Ratu dan anak yang dikandungnya. Sekarang Revan merasakan sakit yang luar biasa dibandingkan saat berpisah dengan Lani. Kali ini ia tidak mampu menjaga dua orang yang ia cintai, istri dan darah dagingnya. Perpisahan ini sungguh sangat menyesakkan baginya. Ia merasa tidak sanggup menjalani hidup seperti ini. Revan berjanji pada dirinya sendiri akan mengatakan kebenaran kepada kedua orang tuanya. Ia sangat berharap agar Ratu segera kembali pulang ke rumah menjadi istri yang ia cintai dan sayangi. Revan ingin menjaga dan memanjakan wanita itu. Revan tiba-tiba ingat apa yang pernah ibunya katakan. Bu Sandra sangat ingin menimang cucu darinya. Ia yakin kalau sang ibu akan membantu agar dirinya kembali bersatu dengan Ratu. Perasaan Revan sedikit lega mengingat har
🏵️🏵️🏵️ Waktu menunjukkan pukul 05.20 WIB, Ratu terkejut mendengar nada video call dari ponselnya. Setelah tadi melakukan salat Subuh, ia berbaring hingga tertidur. Suara nada benda pipih tersebut membuatnya terbangun. Ia melihat layar dengan penuh semangat dan bahagia karena Revan yang menghubunginya. Tanpa menunggu lama, wanita pemilik mata indah itu segera menerima panggilan tersebut. “Assalamualaikum, Mas.” Sapaan salam dari Ratu untuk suaminya. “Waalaikumsalam, Sayang,” balas Revan dengan lembut kepada sang istri. “Kamu udah bangun, Mas?" “Udah, dong. Aku tadi udah salat. Sekarang, aku ingin menyapa istriku. Kamu baru bangun?” “Iya, Mas. Tadi setelah salat, aku ketiduran lagi.” “Ooo. Gimana perasaan kamu hari ini?” “Lemas banget. Tapi setelah melihat kamu, aku merasa lebih kuat.” “Anak kita gimana?” “Alhamdulillah semoga tetap baik-baik aja, Mas.” Ratu mendekatkan ponselnya ke arah perut. Revan pun mengusap layar seolah-olah menyentuh anaknya. “Alhamdulillah. Oh, ya,