🏵️🏵️🏵️
Waktu telah menunjukkan pukul 23.31 WIB, Ratu mondar-mandir di ruang tamu rumahnya. Dia masih setia menunggu kedatangan sang suami yang belum kembali hingga larut malam. Wanita berhati lembut itu sangat bingung karena tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya.
Biasanya sebelum waktu azan Magrib berkumandang, Revan sudah tiba di rumah. Namun hari ini, laki-laki itu belum juga pulang hingga membuat Ratu khawatir dan juga panik. Dia sudah menghubungi suaminya itu berkali-kali, tetapi tidak ada jawaban.
Kegelisahan dan keresahan Ratu akhirnya terjawab, terdengar suara bel yang menandakan ada seseorang di luar rumah. Ratu segera melangkah ke arah pintu bercat cokelat itu. Setelah memastikan siapa yang menekan bel dari balik jendela, dia langsung membukakan pintu tersebut.
“Astagfirullah. Kamu kenapa seperti ini, Mas?” Ratu sangat terkejut melihat keadaan suaminya.
Ternyata seseorang yang menekan bel di depan pintu rumah Ratu mengaku sebagai salah satu karyawan di kantor Revan. Ratu tidak pernah menyangka akan menyaksikan kondisi sang suami yang sedang mabuk berat dan dalam keadaan tidak sadar dengan berjalan sempoyongan dibantu oleh laki-laki yang memapahnya.
“Maaf, Bu, tadi Pak Revan ngajak saya ke salah satu bar. Saya sebagai karyawan bersedia menemani beliau, tapi tidak menyangka jadi seperti ini.” Karyawan tersebut memberikan penjelasan kepada Ratu.
“Tapi sebelumnya Pak Revan tidak pernah seperti ini,” ujar Ratu masih tidak percaya dengan apa yang dia saksikan.
“Saya juga heran, Bu.”
“Ya, udah, tolong bawa Pak Revan masuk, ya. Kamu papah sampai ke sofa aja,” pinta Ratu kepada laki-laki tersebut.
“Baik, Bu,” ucapnya lalu membawa Revan masuk dan membantu merebahkan ke sofa.
“Terima kasih banyak, ya, karena sudah bersedia mengantarkan Pak Revan pulang.”
“Sama-sama, Bu. Oh, ya … ini kunci mobil Pak Revan, saya pulang naik taksi online aja.” Karyawan itu menyerahkan kunci mobil kepada Ratu.
“Terima kasih.”
“Iya, Bu. Saya permisi.” Laki-laki tersebut melangkah lalu beranjak meninggalkan rumah Ratu dan Revan.
Ratu segera menutup pintu lalu kembali menghampiri Revan. Dia memandangi wajah tampan laki-laki itu, hati Ratu terasa pilu melihat keadaan Revan. Dia berusaha menuntun suaminya itu ke kamar.
Walaupun terasa berat, Ratu tetap berusaha memapah Revan hingga tiba di kamar. Ratu segera membuka baju dan sepatu suaminya. Dia dengan penuh cinta dan sadar sebagai seorang istri, langsung menyelimuti Revan.
Saat akan melangkah dan ingin keluar dari kamar, tiba-tiba masih dengan mata tertutup, Revan meraih tangan Ratu. Jantung wanita itu berdetak lebih kencang dari biasanya. Langkahnya terhenti karena Revan menarik tangannya hingga terbaring di samping laki-laki itu.
“Jangan tinggalin aku, kamu harus tetap di sini. Aku sangat mencintaimu dan tidak ingin kehilangan dirimu.” Kalimat itu keluar dari mulut Revan dengan mata masih tertutup.
Ratu yang sedang menghadapi situasi tersebut sangat heran dan tidak percaya. Dia berharap bahwa apa yang telah diucapkan suaminya benar hanya untuk dirinya. Namun, Ratu ingat kalau Revan dalam keadaan sadar, hanya kekasaran yang selalu dia tunjukkan kepada sang istri.
🏵️🏵️🏵️
“Kamu kenapa di sini?” Revan terkejut menyaksikan dirinya tidur di ranjang yang sama dengan Ratu.
“Maaf, aku kesiangan. Aku harus nyiapin sarapan untuk kamu, Mas.” Ratu tidak sadar kalau saat ini dirinya sedang berada dalam selimut yang sama dengan suaminya tanpa sehelai kain. Polos.
“Apa yang sudah kita lakukan, Ratu?” tanya Revan sambil berusaha duduk.
“Mas … aku ….” Ratu menjeda dan berusaha mengingat apa yang terjadi tadi malam.
“Kamu sengaja menjebakku?”
“Aku sudah ingat, Mas. Semalam kamu yang memintaku menemanimu.” Akhirnya, Ratu berhasil mengingat kejadian malam tadi lalu dia pun duduk.
“Aku tidak percaya! Bagaimana mungkin aku melakukan hal itu bersamamu?” Revan masih tidak dapat mempercayai apa yang dia lihat pagi ini.
“Aku berani sumpah, Mas. Saat aku mau keluar dari kamar ini semalam, kamu melarangku agar tidak pergi. Kamu juga memintaku melayanimu.”
“Kamu bohong! Itu tidak masuk akal!”
“Tapi kenyataannya kamu semalam menuntut hakmu sebagai suami, Mas, dan aku memberikannya.”
“Itu tidak mungkin! Itu keinginanmu!”
“Aku hanya menjalankan tugasku sebagai istri.”
“Aku muak mendengar alasanmu. Kelemahanku kamu manfaatin. Saat aku tidak sadar, dengan beraninya kamu tidur bersamaku.”
“Aku minta maaf, Mas.” Ratu meraih tangan suaminya.
“Sudah terlambat! Semuanya udah terjadi!” Revan menepiskan tangan sang istri.
Di satu sisi, Ratu sangat sedih melihat sikap Revan yang menunjukkan penyesalan karena telah melaksanakan hasrat suami istri bersamanya. Namun di sisi lain, Ratu merasakan kebanggaan tersendiri karena telah berhasil menjadi istri seutuhnya.
Saat ini, Revan hanya bisa pasrah menerima kenyataan bahwa dia telah melakukan hubungan yang seharusnya sudah terjadi saat malam pertama pernikahan mereka. Dia tidak pernah menyangka bahwa dirinya telah memadu kasih dengan wanita yang tidak pernah dia cintai.
Revan segera beranjak dari tempat tidur setelah mengenakan kembali pakaiannya, begitu juga dengan Ratu. Revan menuju kamar mandi yang berada di kamar, sedangkan Ratu keluar dari ruangan tersebut.
Ratu membasahi rambut sambil mengingat kejadian yang dia alami tadi malam. Walaupun Revan meminta haknya dalam keadaan tidak sadar, dia sebagai istri tidak dapat menolak permintaan sang suami. Ratu ikhlas menjalankan kewajibannya.
“Jangan pergi dariku, aku mencintaimu.” Itu kalimat yang Revan lontarkan tadi malam.
“Iya, Mas. Aku juga sangat mencintaimu.” Ratu membalas ucapan cinta suaminya.
“Aku ingin melakukannya bersamamu. Kamu milikku.”
“Aku bersedia melayanimu, Mas. Aku istrimu.”
Revan akhirnya melepaskan semua yang melekat pada tubuh Ratu. Walaupun dalam keadaan tidak sadar, akhirnya Revan melakukan hasrat sebagai suami kepada sang istri yang tulus mencintainya.
Tidak ada penyesalan sedikit pun terpancar di wajah Ratu. Dia merasa menjadi wanita paling beruntung karena telah berhasil menjadi istri seutuhnya. Ratu sukses melaksanakan kewajibannya dan memberikan hak suami.
Akan tetapi, sangat berbeda dengan apa yang Revan rasakan. Dia masih tidak sanggup menerima kenyataan kalau dirinya telah melakukan hasrat suami istri bersama wanita yang sangat dia benci. Revan yakin bahwa dia telah melakukan sebuah kesalahan dan kekhilafan.
“Kenapa semua ini bisa terjadi?” Dia berteriak di kamar mandi.
“Apakah aku harus menerima kenyataan bahwa Ratu pendamping hidupku?” Revan mulai menyadari statusnya sebagai suami.
“Aku bingung!” Revan belum terlalu yakin dengan apa yang dia rasakan.
Setelah selesai membersihkan diri, Ratu sebagai istri tetap menjalankan kewajibannya, menyiapkan sarapan untuk Revan. Kejadian tadi malam membuat Ratu merasa canggung melihat suaminya di meja makan, tetapi dia berusaha menepiskan rasa itu.
“Sarapan dulu, Mas.” Ratu mengisi piring Revan dengan nasi goreng yang telah Bi Inah masak.
“Iya,” jawab Revan dengan singkat, tetapi tidak kasar seperti biasanya.
Revan sangat membenci Ratu, tetapi dia merasa heran kenapa pagi ini tidak sanggup bersikap kasar kepada wanita itu. Revan masih ingat apa yang dia lihat tadi di tempat tidur, noktah merah yang dia yakini milik sang istri.
Revan merasa terharu kerena wanita yang selama ini paling dia benci telah memberikan sesuatu yang amat berharga kepada dirinya. Revan memandang wajah Ratu yang saat ini sedang menikmati sarapan. Sangat jelas terlihat adanya kebahagiaan terpancar di wajah wanita itu.
=============
Apakah Revan akan membuka diri untuk Ratu?
🏵️🏵️🏵️ Kejadian malam itu masih tidak dapat Revan percaya. Minuman memabukkan yang ia tenggak telah membuatnya tidak sadarkan diri hingga melakukan hubungan yang sebelumnya tidak pernah ia inginkan sama sekali. Bagi Revan, semua itu terjadi karena unsur ketidaksengajaan. Revan masih sangat ingat kenapa dirinya harus berada di bar malam itu. Ia tidak terima kalau Lani—sang mantan kekasih, benar-benar telah jatuh dalam pelukan laki-laki lain hingga mengandung. Dirinya merasa tidak memiliki harapan lagi untuk memperjuangkan wanita tersebut. Kini, Revan hanya ingin mencoba untuk melupakan wanita yang dulu selalu mengisi hari-harinya. Cinta mereka tidak dapat bersatu karena takdir tidak mempertemukannya dalam ikatan sakral. Kini, Lani sudah hidup bahagia bersama laki-laki pilihannya. Bayangan Lani kembali memasuki pikiran Revan saat mereka masih berstatus sebagai sepasang kekasih. Hubungan kala itu masih sangat harmonis dan penuh dengan kebahagiaan, juga keromantisan. Dua insan yang
🏵️🏵️🏵️ Hari ini, Ratu tidak dapat mengikuti mata kuliah di kampus, sebab mual yang ia rasakan justru makin membuatnya tidak berdaya. Ratu kembali ke kamar mandi dan berusaha mengeluarkan apa yang akan keluar dari perutnya, tetapi tidak berhasil karena hanya air liur saja. Bi Inah merasa kasihan menyaksikan majikannya. Ia yang sudah berpengalaman mencoba menjelaskan apa yang terjadi terhadap Ratu. Asisten rumah tangga tersebut ingin berbagi pengalaman kepada wanita yang telah mempekerjakan dirinya. “Sepertinya mual Ibu makin sering, ya,” ucap Bi Inah kepada Ratu. “Iya, Bik. Saya capek dan semakin lemas.” “Saya boleh kasih minyak angin di leher Ibu?” “Boleh, deh, Bik.” Ratu beranjak dari kamar mandi lalu mereka menuju ruang TV. “Kalau menurut pengalaman saya, sepertinya ini bukan mual biasa, Bu.” Bi Inah mulai berbicara pada topik yang sesuai dengan pengalamannya, sambil memberikan pijatan di leher sang majikan. “Maksudnya apa, Bik?” tanya Ratu penasaran. “Menurut pengalaman
🏵️🏵️🏵️ Menyadari waktu yang makin sore, Revan mencoba membangunkan Ratu. Ia ingin mengetahui keadaannya. Laki-laki itu tidak pernah melihat pendamping hidupnya tidur saat ia pulangkantor. Revan tersenyum memandang wajah cantik wanita yang dulu paling ia benci. “Ratu ... bangun. Ini udah sore.” Revan menggoyang-goyang pelan tubuh istrinya. Ratu langsung terbangun setelah mendengar suara suaminya. “Maaf, Mas … aku ketiduran. Ternyata kamu udah pulang.” Ia pun duduk. “Kenapa tidurnya di sini?” tanya Revan kepada istrinya. “Tadi rencana mau istirahat sebentar aja, Mas. Ternyata malah kebablasan sampai sore.” “Gimana perasaan kamu hari ini? Masih mual?” Ratu makin terharu dengan perhatian yang Revan tunjukkan. “Masih, Mas. Aku sengaja bawa tidur supaya mualnya hilang.” “Oh. Btw, kamu udah makan?” Ratu makin terpesona melihat suaminya. “Nggak selera, Mas. Nanti aja kalau udah lapar.” “Walaupun hanya sedikit harus tetap makan. Nanti masuk angin dan makin mual.” “Terima kasih ata
🏵️🏵️🏵️ Waktu menunjukkan pukul 04.46 WIB, dan ini waktu yang Ratu tunggu-tunggu. Ia terbangun lebih awal karena tidak sabar untuk mengetahui apa hasil dari mual yang ia rasakan akhir-akhir ini. Ia melihat Revan masih terlelap di sampingnya. Dirinya menggunakan kesempatan itu untuk keluar kamar. Ratu sangat bersyukur karena tubuhnya hari ini lebih kuat dibandingkan kemarin. Ratu melangkah menuju ruang TV untuk mengambil alat tes kehamilan yang sengaja ia simpan dalam laci lemari televisi. Sekilas, ia melihat map berwarna kuning, berisi surat perjanjian yang Revan berikan beberapa bulan lalu. Ratu sedih membaca isi dan syarat dalam surat itu. Di sana juga terdapat tanda tangannya yang menyatakan telah menyetujui perjanjian yang Revan berikan. Ratu kembali tersadar dan mengingat tujuannya untuk menggunakan benda yang kini dalam genggamannya. Ia kembali menyimpan surat perjanjian yang membuat hati dan perasaanya sangat sakit. Ratu berjalan memasuki kamar mandi. Setelah mengunci pin
🏵️🏵️🏵️ “Aku sehat-sehat aja, kok, Mas. Mungkin kemarin-kemarin kecapekan ngerjain tugas kampus.” Ia tetap berusaha memberikan alasan kepada suaminya. “Udah seminggu kamu nggak ngampus. Coba dokter memeriksa keadaan kamu, jadi tahu apa penyebab mual yang kamu rasakan. Apa kamu nggak merasa capek dengan kondisi seperti ini?” Ratu makin bingung dengan pertanyaan Revan. “Aku nggak apa-apa, Mas. Santai aja. Sekarang kamu berangkat aja ke kantor, sarapannya juga udah kelar.” Wanita itu berusaha mengalihkan pembicaraan. “Ya, udah. Aku berangkat, ya. Kalau ada apa-apa, langsung telpon.” Revan meraih tasnya yang telah dipersiapkan di kursi meja makan. Sebelum berangkat, Ratu mencium punggung tangan Revan. Sekarang, laki-laki tersebut tidak merasa keberatan jika sang istri melakukan hal itu. Hatinya makin terbuka untuk menerima keberadaan Ratu sebagai pendamping hidup. Saat melangkah dan akan meninggalkan meja makan, perut Ratu tiba-tiba sakit. Ia tidak mengerti dengan keadaannya semenj
🏵️🏵️🏵️ Bu Bella tidak pernah menyangka kalau putri yang sangat ia sayangi telah mendapatkan perlakuan yang sulit diterima akal. Revan dengan tega mempermainkan hati seorang istri yang sangat mencintainya. Bu Bella sangat terharu melihat pengorbanan anak tersayangnya. Sekarang Ratu harus mengikuti kemauan sang ibu untuk meninggalkan rumah tanpa sepengetahuan suaminya. Bu Bella telah memaksa dirinya agar pergi dari istana cinta yang sangat ia dambakan selama ini. Ratu tidak dapat menolak keputusan Bu Bella sekarang. Sementara itu, Revan sengaja meminta pada ayahnya agar pulang lebih awal dari kantor karena masih memikirkan kondisi Ratu tadi pagi. Ia tidak fokus melakukan pekerjaan, sebab yang ada dalam pikirannya hanya Ratu. Sebelum istirahat makan siang, Revan segera bergegas agar segera tiba di rumah. Setelah Revan sampai di istana cinta miliknya dan Ratu, ia tidak mendapati Ratu di ruang TV. Revan mencoba mencari ke kamar, terapi tetap tidak menemukan wanita yang ia pikirkan it
🏵️🏵️🏵️ Tidak sampai dua puluh menit, Dokter Aliyah akhirnya tiba. Ia merupakan dokter keluarga Bu Bella telah bertahun-tahun lamanya. Wanita cantik itu sudah dianggap seperti keluarga oleh orang tua Ratu. “Apa kabar, Dok?” Bu Bella dan Dokter Aliyah saling merangkul. “Alhamdulillah baik, Bu.” Mereka pun melepas rangkulan. “Ternyata Ratu juga di sini.” Dokter Aliyah menyalami Ratu yang sedang berbaring. “Iya, Dok,” jawab Ratu kemudian melepaskan jabatan tangan. “Karena dia di sini, makanya saya menghubungi Dokter. Dia terlihat lemah, wajah pucat, juga mual. Coba periksa kondisinya, Dok.” Dokter Aliyah segera memeriksa keadaan Ratu. Ia melihat ke arah wanita itu dengan wajah berseri-seri lalu mengembangkan senyum. Bu Bella yang melihat reaksi Dokter Aliyah merasa sangat heran. “Ratu baik-baik aja, kok,” ujar Dokter Aliyah sambil tersenyum, setelah selesai memeriksa keadaan Ratu. “Kenapa Dokter tersenyum?” Bu Bella penasaran. “Ratu, kapan terakhir datang bulan?” tanya Dokter
🏵️🏵️🏵️ Bu Bella terkejut mendengar nama Revan, sedangkan Ratu tersenyum bahagia karena suaminya akhirnya datang. “Bibik udah buka pintunya?” tanya Bu Bella kepada Bi Ijah. “Belum, Bu. Saya baru melihat dari jendela.” “Bibik buka pintunya dan minta Revan menunggu di ruang tamu,” perintah Bu Bella kepada asisten rumah tangganya itu. “Baik, Bu,” jawab Bi Ijah lalu kembali menuju ruang tamu. “Ratu mau ketemu Mas Revan, Mah,” ucap Ratu tiba-tiba lalu memilih duduk dari rebahan. “Nggak boleh. Sekarang kamu harus masuk kamar, Mama yang akan menjumpai suamimu.” Bu Bella membantu Ratu berdiri lalu memapahnya berjalan menuju kamar. “Izinkan Ratu menjumpai Mas Revan, Mah,” pinta Ratu setelah duduk di tempat tidur miliknya. “Mama nggak akan mengizinkan kamu bertemu dia.” Bu Bella tetap dengan keputusannya. “Tapi dia suami Ratu, Mah.” “Suami yang tidak pernah mengharapkan keberadaanmu.” “Sekarang Mas Revan udah berubah.” “Mama nggak peduli, kamu tetap di sini. Ini demi kebaikan kamu.