🏵️🏵️🏵️
Ratu menelusuri sepanjang jalan menuju kampus. Pagi ini, matahari telah menunjukkan wajahnya di langit biru yang menandakan cuaca sangat cerah, secerah hati wanita berparas cantik itu. Ratu merasakan kebahagiaan karena telah berusaha melakukan yang terbaik untuk suaminya.
Tidak henti-hentinya Ratu melebarkan senyuman mengingat reaksi laki-laki yang kini telah berstatus sebagai suaminya. Ratu sadar kalau Revan menunjukkan sikap tidak ingin menerima kenyataan bahwa ia telah memiliki istri.
Ratu kembali mengingat kejadian saat mereka melangsungkan acara perjodohan dan pertunangan lima tahun yang lalu. Raru sangat bahagia karena memiliki ikatan yang nyata bersama Revan, laki-laki yang ia cintai.
Akan tetapi, tidak dengan Revan. Pria itu sangat kesal setelah menyematkan cincin di jari manis Ratu. Wajahnya tidak dapat berbohong bahwa ia sangat tidak mengharapkan pertunangan dan perjodohan dengan wanita yang kini sudah resmi mendampingi hidupnya.
“Kamu kenapa, Mas?” tanya Ratu setelah acara pertunangan selesai.
“Kamu udah tahu jawabannya!” jawab Revan dengan nada ketus.
“Maksudnya apa, sih, Mas?”
“Aku benci menghadapi sikap kepura-puraanmu!”
“Kenapa kamu begitu membenciku? Apa salahku?”
“Salahmu karena harus bertunangan denganku!”
“Ini keputusan orang tua kita dan lagi pula aku juga mencintaimu.”
“Aku muak mendengar penjelasanmu!”
Revan tidak pernah menunjukkan sikap baik di depan Ratu. Namun, jika sedang bersama orang tua mereka, laki-laki itu berusaha menunjukkan sikap seolah-olah dirinya tidak menolak perjodohan dengan wanita yang sekarang telah resmi menjadi istrinya.
Ratu saat ini berpikir keras agar dapat meluluhkan hati suaminya. Ia tidak rela jika pernikahan yang dijalani saat ini, akan berakhir dengan perceraian. Ratu tidak ingin mempermainkan janji suci yang telah mereka ucapkan.
Bagi Ratu yang terpenting saat ini adalah terus berusaha melakukan kewajibannya sebagai seorang istri walaupun ia tidak dianggap. Ratu berjanji pada diri sendiri agar menjadi seseorang yang berguna untuk sang suami.
Lima belas menit menempuh perjalanan, akhirnya Ratu tiba di kampus tempat ia menuntut ilmu. Dari kejauhan, berdiri dua orang yang bersedia menjadi sosok yang selalu memberikan dukungan kepadanya. Mereka adalah Bimo dan Cinta, sahabat terbaik Ratu semenjak duduk di bangku SMA.
Ratu segera memarkirkan Toyota Yaris putih miliknya lalu turun, kemudian menghampiri kedua sahabatnya. Bimo sudah lama memendam rasa terhadap Ratu. Namun, perasaan itu ia simpan rapat-rapat karena dirinya bukan pilihan sang pujaan hati.
“Pagi.” Ratu langsung menyapa sahabat-sahabat terbaiknya.
“Pagi, Neng,” balas Bimo dengan panggilan khusus yang sudah lama ia berikan kepada Ratu.
“Tumben datangnya agak siangan.” Cinta sangat hafal kebiasaan sahabatnya.
“Tadi mampir sebentar ke kantor Mas Revan,” ucap Ratu.
“Cie, yang udah jadi istri, perhatian banget sama suami.” Cinta menggoda wanita itu.
Sangat terlihat jelas perubahan di wajah Bimo saat Ratu menyebutkan nama Revan di depannya. Ia belum mampu sepenuhnya menerima kenyataan bahwa wanita yang ia dambakan, kini telah resmi menjadi istri orang lain.
🏵️🏵️🏵️
“Kopinya diminum dulu, Mas.” Ratu menyodorkan segelas kopi di meja ruangan TV kepada Revan.
Malam ini, Revan sedang menikmati waktu istirahat setelah lepas dari banyak kegiatan di kantor. Ia lebih memilih duduk di sofa yang ada di ruang TV sambil menyaksikan acara kesukaan yang selalu ditunggu-tunggu.
“Nggak usah sok perhatian. Kenapa harus kamu yang buatin? Kan, ada Bi Inah.” Revan tetap menunjukkan sikap tidak suka di depan istrinya.
“Aku pengen buatin kopi khusus untuk suamiku.”
“Tapi aku nggak butuh. Kalau aku mau, tinggal minta Bi Inah aja yang buatin.”
“Kamu aneh, Mas. Kamu nggak suka denganku, bukan berarti kamu juga harus membenci kopi buatanku.”
“Apa pun yang berhubungan denganmu pasti aku benci!”
“Iya, deh, aku menjauh. Yang penting kamu minum kopinya.”
Ratu akhirnya beranjak meninggalkan Revan di ruang TV. Ia tetap ingin bersikap sabar di depan suaminya karena telah berjanji akan menjadi istri bisa membuat sang suami bahagia.
Keberadaannya di dekat Revan akan membuat hati laki-laki itu makin membencinya. Ratu menjauh bukan berarti ia menyerah. Semua itu ia lakukan agar tidak terjadi perselisihan yang hampir tiap hari diciptakan oleh suaminya.
Ratu menghempaskan tubuh ke tempat tidur miliknya dan suami, walaupun kenyataan dua insan itu belum pernah merasakan seranjang dan menikmati tidur berdua. Revan selalu menghindar dan memilih tidur di sofa setiap malam.
Pernikahan tanpa adanya cinta di hati Revan telah membuat Ratu menjadi wanita yang belum mampu menjadi seorang istri seutuhnya. Ia hanya berharap dan berusaha agar sang suami membuka diri dan dapat menerima hubungan sakral mereka.
Ratu tidak ingin menunjukkan kelemahannya di depan Revan. Sebenarnya, ia sangat sedih dan terpukul menghadapi sikap sang suami yang tidak pernah mengharapkan pernikahan mereka.
Tanpa ia sadari, bening kristal telah jatuh dari pelupuk mata indahnya. Ratu berusaha kuat di luar, tetapi sangat rapuh di dalam. Saat seperti ini, Ratu merindukan sosok orang tua yang selalu memanjakannya.
Satu jam kemudian, akhirnya Revan memasuki kamar. Ia segera meraih bantal, guling, dan selimut yang ada di tempat tidur. Itu rutinitas yang ia lakukan setiap malam. Dirinya tidak ingin tidur bersama sang istri di ranjang indah mereka.
“Mas ….” Ratu meraih tangan Revan sebelum melangkah sofa.
“Lepasin! Ngapain pegang-pegang.” Sang suami menepiskan tangan Ratu.
“Maaf ….” Ratu melepaskan genggamannya.
“Aku mau tidur.”
“Tunggu, Mas. Kamu tidur di sini aja.”
“Ngarep banget, ya, kamu tidur bareng aku.”
“Maksudnya bukan seperti itu.”
“Terus, maksud kamu apa minta aku tidur di sini?”
“Kamu tidur di sini, aku tidur di kamar tamu. Aku nggak tega lihat kamu tidur tiap malam di sofa, pasti nggak nyaman banget.”
“Bagus, deh, kalau kamu bisa mikir seperti itu. Sana! Keluar dari kamar ini, aku ngantuk.”
“Iya, Mas.” Ratu akhirnya meninggalkan kamar yang seharusnya mereka gunakan untuk memadu kasih layaknya sepasang suami istri.
Ratu tidak peduli jika harus tidur terpisah dengan sang suami. Saat ini yang terpenting bagi Ratu, melihat Revan menikmati mimpi indah tanpa harus memikirkan dirinya yang dianggap sebagai pembawa penderitaan.
Ratu merasa bahagia karena telah mampu berbuat sesuatu yang dapat memberikan kesenangan kepada laki-laki yang telah menikahinya. Ratu ingin tetap menunjukkan kebaikan dan perhatian kepada suami yang ia cintai.
Sekarang Ratu dapat menikmati tidur dengan pulas tanpa harus memikirkan suami yang harus berbaring tidak nyaman di sofa. Ia seketika melupakan sikap kasar Revan. Wanita itu justru mengingat wajah bahagia suaminya saat menaiki ranjang.
Rasa bahagia itu tidak dapat ia ungkapkan dengan kata-kata. Besarnya cinta yang Ratu miliki kepada sang suami hingga mampu mengubah kesedihan menjadi sesuatu yang menyenangkan. Ia ingin membuktikan bahwa dirinya mampu memberikan kebahagiaan kepada Revan.
Revan telah berhasil membuat Ratu menjadi wanita yang lebih sabar dan kuat menerima perlakuannya. Ratu tidak pernah menyesal karena mencintai laki-laki yang tidak pernah menganggap bahkan tidak mengharapkan dirinya.
==============
🏵️🏵️🏵️Hari ini sebulan usia pernikahan Revan dan Ratu, tetapi belum ada perubahan sama sekali dalam rumah tangga pengantin baru tersebut. Hari-hari mereka lalui masih penuh dengan perselisihan walaupun kenyataan bahwa semua itu terjadi karena ketidakikhlasan Revan yang tidak menerima statusnya bersama wanita pilihan orang tuanya.Revan masih tetap dengan keegoisan dan kekasarannya kepada wanita yang sudah hidup bersamanya. Ia belum dapat menerima kebenaran yang jelas-jelas ada di depan mata. Sikap yang ia tunjukkan seolah-olah tidak ingin berdamai dengan keadaan yang telah terjadi. Hati Revan tetap membeku dan terus menyalahkan Ratu.Akan tetapi, sikap yang ditunjukkan oleh perempuan berhati baja itu tetap kuat dan sabar menerima perlakuan laki-laki yang sangat ia cintai. Penuh kelembutan dan berusaha tegar, Ratu dengan ikhlas melakukan yang terbaik sebagai istri. Ia sama sekali tidak pernah membalas keangkuhan suaminya.“Mas, aku berencana ingin mengajukan perusahaan kamu untuk t
🏵️🏵️🏵️“Sekarang Revan belum berpikir untuk memiliki momongan, Mih.” Revan memberikan jawaban penolakan kepada ibunya.“Kenapa, Van? Apa salahnya memiliki momongan sekarang.” Bu Sandra merasa heran mendengar jawaban anaknya.“Masih ingin fokus bantu Papi ngurus perusahaan, lagi pula Ratu juga masih kuliah, Mih.” Revan tetap berusaha memberikan jawaban yang dapat meyakinkan sang ibu.“Kamu tahu sendiri, Van, Kakak kamu anaknya sudah dua. Mereka perempuan semua, Mami ingin punya cucu laki-laki.” Bu Sandra masih tetap bersikeras dengan keinginannya.“Maafin Revan, Mih. Revan belum sanggup memenuhi permintaan Mami.”“Alasan kamu sepele menurut Mami. Jangan bilang kamu lagi ada masalah dengan Ratu.” Bu Sandra sebagai seorang ibu mengetahui apa yang ada dalam pikiran anaknya.“Kok, Mami, ngomongnya gitu? Revan dan Ratu baik-baik aja, Mih.” Revan meraih jemari sang ibu lalu menggenggamnya.“Jangan sampai kamu membuat menantu Mami sedih, dia anak baik. Mami dan Papi sayang banget sama dia.
🏵️🏵️🏵️Cuaca hari ini sangat cerah, tetapi tidak dengan hati seorang wanita yang selalu mendapatkan perlakuan kasar dari suaminya.Usia pernikahan yang kini memasuki bulan ketiga, belum mampu mengusir bayangan wanita masa lalu Revan. Kenangan tersebut telah membuat laki-laki itu lupa akan tanggung jawab sebagai seorang suami yang harus melindungi sang istri.Sesuatu yang keluar dari mulut Revan tidak pernah dipikirkan terlebih dahulu. Ia dengan mudah selalu melemparkan kesalahan kepada Ratu. Namun, wanita itu berusaha untuk tetap kuat dan bersabar dalam mengahadapi perlakuan sang yang kian hari makin melampaui batas kesabaran.Seperti kejadian pagi ini, tiada angin dan hujan, tiba-tiba Revan dengan sengaja selalu berusaha membuat sang istri tetap bersalah. Sepertinya tujuannya menyetujui menikah dengan Ratu hanya untuk memberikan penderitaan dan kepedihan semata.“Kaus kakiku di mana?” Revan berteriak kepada Ratu yang sedang menyiapkan sarapan.“Di laci, Mas. Aku baru susun semalam
🏵️🏵️🏵️ Waktu telah menunjukkan pukul 23.31 WIB, Ratu mondar-mandir di ruang tamu rumahnya. Dia masih setia menunggu kedatangan sang suami yang belum kembali hingga larut malam. Wanita berhati lembut itu sangat bingung karena tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya. Biasanya sebelum waktu azan Magrib berkumandang, Revan sudah tiba di rumah. Namun hari ini, laki-laki itu belum juga pulang hingga membuat Ratu khawatir dan juga panik. Dia sudah menghubungi suaminya itu berkali-kali, tetapi tidak ada jawaban. Kegelisahan dan keresahan Ratu akhirnya terjawab, terdengar suara bel yang menandakan ada seseorang di luar rumah. Ratu segera melangkah ke arah pintu bercat cokelat itu. Setelah memastikan siapa yang menekan bel dari balik jendela, dia langsung membukakan pintu tersebut. “Astagfirullah. Kamu kenapa seperti ini, Mas?” Ratu sangat terkejut melihat keadaan suaminya. Ternyata seseorang yang menekan bel di depan pintu rumah Ratu mengaku sebagai salah satu karyawan di kantor Revan
🏵️🏵️🏵️ Kejadian malam itu masih tidak dapat Revan percaya. Minuman memabukkan yang ia tenggak telah membuatnya tidak sadarkan diri hingga melakukan hubungan yang sebelumnya tidak pernah ia inginkan sama sekali. Bagi Revan, semua itu terjadi karena unsur ketidaksengajaan. Revan masih sangat ingat kenapa dirinya harus berada di bar malam itu. Ia tidak terima kalau Lani—sang mantan kekasih, benar-benar telah jatuh dalam pelukan laki-laki lain hingga mengandung. Dirinya merasa tidak memiliki harapan lagi untuk memperjuangkan wanita tersebut. Kini, Revan hanya ingin mencoba untuk melupakan wanita yang dulu selalu mengisi hari-harinya. Cinta mereka tidak dapat bersatu karena takdir tidak mempertemukannya dalam ikatan sakral. Kini, Lani sudah hidup bahagia bersama laki-laki pilihannya. Bayangan Lani kembali memasuki pikiran Revan saat mereka masih berstatus sebagai sepasang kekasih. Hubungan kala itu masih sangat harmonis dan penuh dengan kebahagiaan, juga keromantisan. Dua insan yang
🏵️🏵️🏵️ Hari ini, Ratu tidak dapat mengikuti mata kuliah di kampus, sebab mual yang ia rasakan justru makin membuatnya tidak berdaya. Ratu kembali ke kamar mandi dan berusaha mengeluarkan apa yang akan keluar dari perutnya, tetapi tidak berhasil karena hanya air liur saja. Bi Inah merasa kasihan menyaksikan majikannya. Ia yang sudah berpengalaman mencoba menjelaskan apa yang terjadi terhadap Ratu. Asisten rumah tangga tersebut ingin berbagi pengalaman kepada wanita yang telah mempekerjakan dirinya. “Sepertinya mual Ibu makin sering, ya,” ucap Bi Inah kepada Ratu. “Iya, Bik. Saya capek dan semakin lemas.” “Saya boleh kasih minyak angin di leher Ibu?” “Boleh, deh, Bik.” Ratu beranjak dari kamar mandi lalu mereka menuju ruang TV. “Kalau menurut pengalaman saya, sepertinya ini bukan mual biasa, Bu.” Bi Inah mulai berbicara pada topik yang sesuai dengan pengalamannya, sambil memberikan pijatan di leher sang majikan. “Maksudnya apa, Bik?” tanya Ratu penasaran. “Menurut pengalaman
🏵️🏵️🏵️ Menyadari waktu yang makin sore, Revan mencoba membangunkan Ratu. Ia ingin mengetahui keadaannya. Laki-laki itu tidak pernah melihat pendamping hidupnya tidur saat ia pulangkantor. Revan tersenyum memandang wajah cantik wanita yang dulu paling ia benci. “Ratu ... bangun. Ini udah sore.” Revan menggoyang-goyang pelan tubuh istrinya. Ratu langsung terbangun setelah mendengar suara suaminya. “Maaf, Mas … aku ketiduran. Ternyata kamu udah pulang.” Ia pun duduk. “Kenapa tidurnya di sini?” tanya Revan kepada istrinya. “Tadi rencana mau istirahat sebentar aja, Mas. Ternyata malah kebablasan sampai sore.” “Gimana perasaan kamu hari ini? Masih mual?” Ratu makin terharu dengan perhatian yang Revan tunjukkan. “Masih, Mas. Aku sengaja bawa tidur supaya mualnya hilang.” “Oh. Btw, kamu udah makan?” Ratu makin terpesona melihat suaminya. “Nggak selera, Mas. Nanti aja kalau udah lapar.” “Walaupun hanya sedikit harus tetap makan. Nanti masuk angin dan makin mual.” “Terima kasih ata
🏵️🏵️🏵️ Waktu menunjukkan pukul 04.46 WIB, dan ini waktu yang Ratu tunggu-tunggu. Ia terbangun lebih awal karena tidak sabar untuk mengetahui apa hasil dari mual yang ia rasakan akhir-akhir ini. Ia melihat Revan masih terlelap di sampingnya. Dirinya menggunakan kesempatan itu untuk keluar kamar. Ratu sangat bersyukur karena tubuhnya hari ini lebih kuat dibandingkan kemarin. Ratu melangkah menuju ruang TV untuk mengambil alat tes kehamilan yang sengaja ia simpan dalam laci lemari televisi. Sekilas, ia melihat map berwarna kuning, berisi surat perjanjian yang Revan berikan beberapa bulan lalu. Ratu sedih membaca isi dan syarat dalam surat itu. Di sana juga terdapat tanda tangannya yang menyatakan telah menyetujui perjanjian yang Revan berikan. Ratu kembali tersadar dan mengingat tujuannya untuk menggunakan benda yang kini dalam genggamannya. Ia kembali menyimpan surat perjanjian yang membuat hati dan perasaanya sangat sakit. Ratu berjalan memasuki kamar mandi. Setelah mengunci pin