Halo Good Readers,
Selamat mengikuti petualangan Cio San dan teman-temannya yah. Cerita ini aku tulis berdasarkan pengalaman hidup sendiri, tapi aku yakin banyak readers di sini yang punya pengalaman yang hampir sama. Kita pernah jatuh cinta, pernah merasakan perih, pernah dikhianati orang terdekat, macem-macem lah. Tapi kita juga pasti pernah merasakan manisnya persahabatan, kesetiakawanan, bahkan juga cinta. Aku pengen cerita KPPL ini bisa menjadi sekedar pengingat jalan hidup kita semua. Bisa jadi cerita yang hidup di dalam kenangan. Bukan cuma sekedar mengisi kekosongan waktu. Karena itu aku menulis KPPL dengan sepenuh hati, karena aku tahu para Readers pun membacanya dengan sepenuh hati.Nah, sebagai ucapan terima kasih telah setia mengikuti cerita ini, aku mau ngasih sebuah cerpen untuk readers sekalian.
Sekedar kado supaya hubungan kita lebih dekat lagi. Hehehe. Jangan follow I* ku yaa @normadman
Selamat menikmati yaa
ASMARA PEDANG Norman Tjio Pedang hampir menembus tenggorokannya. Feng Ling menutup mata. Sehebat apapun ilmunya, ia tidak dapat menandingi si Pedang Tanpa Batas, kekasihnya sendiri. Segala kenangan masa lalu bersamanya terbayang di depan mata. Konon katanya, saat seseorang akan mati, maka segala kilasan perjalanan hidupnya akan muncul di depan mata. Tetapi yang lewat kini hanyalah kenangan dan perasaan cintanya kepada si Pedang Tanpa Batas. Feng Ling telah pasrah dengan kematiannya. Tetapi ternyata kematian itu datang begitu lama. Saat Feng Ling membuka mata, dilihatnya pedang sang kekasih telah terhenti hanya seujung kuku dari tenggorokannya. Di dunia ini, hanya sang Pedang Tanpa Batas yang mampu menghentikan serangan sendiri seperti itu. Sekejap pedang bergerak, sekejap juga pedang itu terhenti. Itulah kenapa lelaki itu dijuluki Pedang Tanpa Batas. Karena kemampuan pedangnya seolah tanpa batas. Pedang telah kembali ke sarungnya. Lelaki itu berbalik badan, lalu pergi tanpa berka
Cio San telah jauh meninggalkan bukit itu. Dari tempat ia kini duduk, terlihat asap membumbung tinggi dari bukit itu. Ia yakin orang-orang di sana pasti akan dapat menyelamatkan diri. Mereka orang-orang yang perlu dikasihani. Tapi Cio San tahu, ia tidak perlu melakukan apa-apa di sana.Kini ia duduk di sebuah pavilliun kecil di pinggir telaga. Telaga ini tidak seindah telaga tempat tadi ia mandi. Tetapi lumayan sepi dan tenang. Ia bersandar di kursinya, dan menikmati seguci arak yang tadi sempat ia beli sebelum sampai di telaga itu.Ia menikmatinya perlahan-lahan. Pelan-pelan. Cara minum arak seperti ini ia lakukan jika sedang berpikir keras. Arak memang kadang-kadang membantu pikiran menjadi lebih jernih.Dari jauh, Cio San mendengar derap kaki kuda berlari kencang. Orang yang mengendarainya sepertiterburu-buru. Tak berapa lama, Cio San bisa mengenal penunggang kuda itu. Dia adalah Beng Liong!Sedang apa dia hingga terburu-buru?“Liong-ko!” Cio San berkata pelan. Tapi suaranya telah
“Semuanya cocok. Ketika ada kejadian peracunan di markas Ma Kauw, ia ada di sana. Walaupun aku sempat menyelamatkan mereka, tapi pengobatanku sendiri hanya untuk sementara. Mungkin saja ia punya tenaga dalam yang sangat tinggi untuk membantunya melawan atau setidaknya menjinakkan racun itu. Tapi entahlah. Jika ia selamat dari racun itu, tentu karena sebelumnya ia telah memiliki penawarnya.”Lanjut Cio San,“Ia juga adalah satu-satunya orang yang selamat dari kejadian pembakaran kapal di dermaga. Ia adalah Raja Maling! Dengan mudah, ia bisa mencuri rahasia-rahasia, kitab-kitab sakti, dan berbagai macam hal yang tidak bisa kita bayangkan!”“Betul juga,” kata Beng Liong, “Lalu sekarang pikiranmu berubah?”“Iya. Bwee Hua Sian jauh lebih berbahaya daripada Cukat Tong. Jauh lebih masuk akal, jika ia pelakunya,” kata Cio San. “Eh, Liong-ko, sebenarnya, manusia macam apa sih Bwee Hua Sian itu?”“Dari hasil penyelidikanku, ia tinggal di ujung utara Tionggoan, dekat daerah bersalju. Selama ini,
Cio San berjalan pelan-pelan saja. Kini hari sudah mulai sore. Matahari yang perlahan menuju barat, seperti mengiringi langkahnya. Langkah yang perlahan, namun tegap dan pasti. Ia melangkah seolah-olah tidak ada satu pun hal yang dapat menghentikan langkahnya.Guguran bunga kadang-kadang jatuh di kepalanya. “Bunga Bwee lagi.”“Kenapa hari ini aku selalu berurusan dengan bunga Bwee?”Urusan hari ini memang besar. Tapi ia malah tambah bersemangat. Karena di dalam kepalanya, ia mulai melihat titik cerah dalam urusan ini.Ia melangkah sambil tersenyum. Sambil sesekali melompat tinggi, memetik buah-buahan untuk dinikmatinya.Hidup sebebas ini, hidup senyaman ini, hidup senikmat ini. Bahkan Kaisar pun tidak pernah menikmatinya.Kadang-kadang, Cio San heran dengan orang-orang yang hidupnya mereka habiskan untuk mengejar harta dan kehormatan belaka. Apakah mereka yakin, mereka akan hidup sampai esok hari? Jika hidup dihabiskan mengejar hal-hal semu seperti itu, lalu kapan mereka menikmati hid
Kebiasaan minum Ma Kauw-kauwcu yang baru ini, rupanya sudah terdengar ke mana-mana. Baru sekarang Cio San paham, rupanya partai-partai besar semuanya sudah menaruh perhatian kepadanya.“Jika cayhe bertanya apa nama arak ini kepada Cio-kauwcu, tentunya adalah suatu kekurangajaran. Tapi cayhe sendiri memang tidak terlalu paham arak. Arak apa saja cayhe minum sampai habis. Hahahahah…”“Arak bukankah harus diminum, Pangcu? Membahas arak hanya akan membuat mulut kita berbusa. Hahaha….”“Ah, benar… benar... Untuk kebodohan ini, cayhe pantas dihukum 3 cangkir arak.” Ia berkata begitu sambil benar-benar melakukannya. Minum tiga cawan.“Kalau tuan rumah saja menghukum dirinya dengan 3 cangkir, masa tamu hanya boleh memandang dan minum seteguk?” Cio San sendiri lalu minum 4 cawan.“Hahaha, cayhe yang bodoh ini malah tidak menawarkan. Kesalahan ini harusnya dihukum setidaknya 5 cawan.”Mereka melakukannya terus-menerus. Para peminum memang selalu mencari alasan untuk minum lebih banyak. Bahkan,
Tio-ciangkun mengelurkan sebuah surat perintah, dan membacakannya dengan suara lantang.Aku Kaisar Yong Lu.Memohon bantuan kepada Kay Pang-pangcu, untuk turut terlibat langsung dengan pasukan kerajaan menghadapi serangan pasukan Mongol di perbatasan barat. Bantuan tenaga dan pikiran dari Ji-tayhiap akan dihitung sebagai jasa besar terhadap negara. Dan akan dihargai sebesar-besarnya.Sebuah surat perintah yang singkat dan tanpa basa basi.“Titah Kaisar selesai!”“Ji Hau Leng terima titah Kaisar!” kata Ji Hau Leng.Ia lalu berdiri. Semua orang lantas berdiri.“Selamat datang, Ciangkun. Mari, silahkan masuk ke dalam,” kata Ji Hau Leng sambil menjura.Sang Jenderal dan beberapa pengawalnya masuk ke dalam ruangan. Cio San sendiri sudah berbaur dengan para pengemis. Dia tidak ingin keberadaannya membuat Ji Hau Leng bingung harus menjamu siapa.“Maaf cayhe datang malam-malam buta seperti ini mengganggu ketentraman Pangcu. Tapi situasi di garis perbatasan sudah mulai genting. Pasukan kita su
Karena Cio San melakukan perjalanannya dengan santai, malam mulai menjelang dan ia memutuskan untuk beristirahat saja di sebuah reruntuhan kuil. Ia tadi telah menangkap seekor kelinci. Setelah membuat api unggun, kelinci itu kemudian dipanggangnya. Baunya harum. Saat itu hujan turun rintik-rintik. Menikmati makanan apapun, jadi terasa enak saat hujan turun.Tak lama kemudian, terdengar langkah kaki. Cio San diam saja mendengar langkah kaki ini. Langkah itu berjalan perlahan. Walaupun di luar hujan, langkah orang itu tetap saja perlahan. Seperti tak ada satu pun di dunia ini yang membuatnya ingin berlari.Ia melewati pintu depan yang daun pintunya telah hilang entah kemana. Nyala api unggun telah mengantarkan bayangannya kepada dinding-dinding tua. Cio San tahu bayangan siapa itu. Di dunia ini, yang punya bayangan seperti ini memang hanya dia. ‘Dia’.Ia berhenti di depan Cio San. Tak berkata apa-apa. Hanya menatap penuh kesenduan. Cio San pun hanya memandangnya.Jika ada perempuan yang
“Aku.. aku… tak akan memaksamu untuk mengerti aku. Tak akan menahanmu jika kau membunuhku. Aku…aku hanya ingin kau tahu, dari semua laki-laki yang pernah memelukku, hanya pelukanmu lah yang paling nyaman dan membuatku tenang.”“Malam ini, apapun yang kau minta dariku, akan kuberikan semuanya. Kau hanya tinggal meminta saja.” Ia menyandarkan kepala di dada Cio San.Jika perempuan berkata akan memberikan segalanya, itu berarti ia memberikan tubuhnya.Hujan. Bajunya yang tadi basah, kini hangat kembali karena kehangatan tubuh Cio San.Sedekat ini. Semesra ini.Lelaki setampan ini, dan perempuan secantik ini. Kadang-kadang, walaupun dengan sedikit iri, kau tetap berharap mereka terus menjadi kekasih sampai akhir nanti.“Bolehkah aku tidur di sini? Hanya semalam saja. Sebelum besok. Karena besok, kau akan kembali memusuhiku.”Cio San mengangguk lagi.Ia hanya memeluk wanita itu lebih erat. Mendekatkannya pada dadanya. Dan menghangatkan hatinya. Wanita hanya perlu ini dari lelaki. Tetapi me