Share

Salam dari Author

Author: Norman Tjio
last update Last Updated: 2023-01-07 12:06:31

Halo Good Readers,

Selamat mengikuti petualangan Cio San dan teman-temannya yah. Cerita ini aku tulis berdasarkan pengalaman hidup sendiri, tapi aku yakin banyak readers di sini yang punya pengalaman yang hampir sama. 

Kita pernah jatuh cinta, pernah merasakan perih, pernah dikhianati orang terdekat, macem-macem lah. 

Tapi kita juga pasti pernah merasakan manisnya persahabatan, kesetiakawanan, bahkan juga cinta. 

Aku pengen cerita KPPL ini bisa menjadi sekedar pengingat jalan hidup kita semua. Bisa jadi cerita yang hidup di dalam kenangan. Bukan cuma sekedar mengisi kekosongan waktu.  Karena itu aku menulis KPPL dengan sepenuh hati, karena aku tahu para Readers pun membacanya dengan sepenuh hati. 

Nah, sebagai ucapan terima kasih telah setia mengikuti cerita ini, aku mau ngasih sebuah cerpen untuk readers sekalian. 

Sekedar kado supaya hubungan kita lebih dekat lagi. Hehehe. Jangan follow I* ku yaa @normadman

Selamat menikmati yaa

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
mantap bah
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kisah Para Penggetar Langit   Asmara Pedang (Cerpen Gratis)

    ASMARA PEDANG Norman Tjio Pedang hampir menembus tenggorokannya. Feng Ling menutup mata. Sehebat apapun ilmunya, ia tidak dapat menandingi si Pedang Tanpa Batas, kekasihnya sendiri. Segala kenangan masa lalu bersamanya terbayang di depan mata. Konon katanya, saat seseorang akan mati, maka segala kilasan perjalanan hidupnya akan muncul di depan mata. Tetapi yang lewat kini hanyalah kenangan dan perasaan cintanya kepada si Pedang Tanpa Batas. Feng Ling telah pasrah dengan kematiannya. Tetapi ternyata kematian itu datang begitu lama. Saat Feng Ling membuka mata, dilihatnya pedang sang kekasih telah terhenti hanya seujung kuku dari tenggorokannya. Di dunia ini, hanya sang Pedang Tanpa Batas yang mampu menghentikan serangan sendiri seperti itu. Sekejap pedang bergerak, sekejap juga pedang itu terhenti. Itulah kenapa lelaki itu dijuluki Pedang Tanpa Batas. Karena kemampuan pedangnya seolah tanpa batas. Pedang telah kembali ke sarungnya. Lelaki itu berbalik badan, lalu pergi tanpa berka

    Last Updated : 2023-01-07
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 147

    Cio San telah jauh meninggalkan bukit itu. Dari tempat ia kini duduk, terlihat asap membumbung tinggi dari bukit itu. Ia yakin orang-orang di sana pasti akan dapat menyelamatkan diri. Mereka orang-orang yang perlu dikasihani. Tapi Cio San tahu, ia tidak perlu melakukan apa-apa di sana.Kini ia duduk di sebuah pavilliun kecil di pinggir telaga. Telaga ini tidak seindah telaga tempat tadi ia mandi. Tetapi lumayan sepi dan tenang. Ia bersandar di kursinya, dan menikmati seguci arak yang tadi sempat ia beli sebelum sampai di telaga itu.Ia menikmatinya perlahan-lahan. Pelan-pelan. Cara minum arak seperti ini ia lakukan jika sedang berpikir keras. Arak memang kadang-kadang membantu pikiran menjadi lebih jernih.Dari jauh, Cio San mendengar derap kaki kuda berlari kencang. Orang yang mengendarainya sepertiterburu-buru. Tak berapa lama, Cio San bisa mengenal penunggang kuda itu. Dia adalah Beng Liong!Sedang apa dia hingga terburu-buru?“Liong-ko!” Cio San berkata pelan. Tapi suaranya telah

    Last Updated : 2023-01-09
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 148

    “Semuanya cocok. Ketika ada kejadian peracunan di markas Ma Kauw, ia ada di sana. Walaupun aku sempat menyelamatkan mereka, tapi pengobatanku sendiri hanya untuk sementara. Mungkin saja ia punya tenaga dalam yang sangat tinggi untuk membantunya melawan atau setidaknya menjinakkan racun itu. Tapi entahlah. Jika ia selamat dari racun itu, tentu karena sebelumnya ia telah memiliki penawarnya.”Lanjut Cio San,“Ia juga adalah satu-satunya orang yang selamat dari kejadian pembakaran kapal di dermaga. Ia adalah Raja Maling! Dengan mudah, ia bisa mencuri rahasia-rahasia, kitab-kitab sakti, dan berbagai macam hal yang tidak bisa kita bayangkan!”“Betul juga,” kata Beng Liong, “Lalu sekarang pikiranmu berubah?”“Iya. Bwee Hua Sian jauh lebih berbahaya daripada Cukat Tong. Jauh lebih masuk akal, jika ia pelakunya,” kata Cio San. “Eh, Liong-ko, sebenarnya, manusia macam apa sih Bwee Hua Sian itu?”“Dari hasil penyelidikanku, ia tinggal di ujung utara Tionggoan, dekat daerah bersalju. Selama ini,

    Last Updated : 2023-01-09
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 149

    Cio San berjalan pelan-pelan saja. Kini hari sudah mulai sore. Matahari yang perlahan menuju barat, seperti mengiringi langkahnya. Langkah yang perlahan, namun tegap dan pasti. Ia melangkah seolah-olah tidak ada satu pun hal yang dapat menghentikan langkahnya.Guguran bunga kadang-kadang jatuh di kepalanya. “Bunga Bwee lagi.”“Kenapa hari ini aku selalu berurusan dengan bunga Bwee?”Urusan hari ini memang besar. Tapi ia malah tambah bersemangat. Karena di dalam kepalanya, ia mulai melihat titik cerah dalam urusan ini.Ia melangkah sambil tersenyum. Sambil sesekali melompat tinggi, memetik buah-buahan untuk dinikmatinya.Hidup sebebas ini, hidup senyaman ini, hidup senikmat ini. Bahkan Kaisar pun tidak pernah menikmatinya.Kadang-kadang, Cio San heran dengan orang-orang yang hidupnya mereka habiskan untuk mengejar harta dan kehormatan belaka. Apakah mereka yakin, mereka akan hidup sampai esok hari? Jika hidup dihabiskan mengejar hal-hal semu seperti itu, lalu kapan mereka menikmati hid

    Last Updated : 2023-01-09
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 150

    Kebiasaan minum Ma Kauw-kauwcu yang baru ini, rupanya sudah terdengar ke mana-mana. Baru sekarang Cio San paham, rupanya partai-partai besar semuanya sudah menaruh perhatian kepadanya.“Jika cayhe bertanya apa nama arak ini kepada Cio-kauwcu, tentunya adalah suatu kekurangajaran. Tapi cayhe sendiri memang tidak terlalu paham arak. Arak apa saja cayhe minum sampai habis. Hahahahah…”“Arak bukankah harus diminum, Pangcu? Membahas arak hanya akan membuat mulut kita berbusa. Hahaha….”“Ah, benar… benar... Untuk kebodohan ini, cayhe pantas dihukum 3 cangkir arak.” Ia berkata begitu sambil benar-benar melakukannya. Minum tiga cawan.“Kalau tuan rumah saja menghukum dirinya dengan 3 cangkir, masa tamu hanya boleh memandang dan minum seteguk?” Cio San sendiri lalu minum 4 cawan.“Hahaha, cayhe yang bodoh ini malah tidak menawarkan. Kesalahan ini harusnya dihukum setidaknya 5 cawan.”Mereka melakukannya terus-menerus. Para peminum memang selalu mencari alasan untuk minum lebih banyak. Bahkan,

    Last Updated : 2023-01-09
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 151

    Tio-ciangkun mengelurkan sebuah surat perintah, dan membacakannya dengan suara lantang.Aku Kaisar Yong Lu.Memohon bantuan kepada Kay Pang-pangcu, untuk turut terlibat langsung dengan pasukan kerajaan menghadapi serangan pasukan Mongol di perbatasan barat. Bantuan tenaga dan pikiran dari Ji-tayhiap akan dihitung sebagai jasa besar terhadap negara. Dan akan dihargai sebesar-besarnya.Sebuah surat perintah yang singkat dan tanpa basa basi.“Titah Kaisar selesai!”“Ji Hau Leng terima titah Kaisar!” kata Ji Hau Leng.Ia lalu berdiri. Semua orang lantas berdiri.“Selamat datang, Ciangkun. Mari, silahkan masuk ke dalam,” kata Ji Hau Leng sambil menjura.Sang Jenderal dan beberapa pengawalnya masuk ke dalam ruangan. Cio San sendiri sudah berbaur dengan para pengemis. Dia tidak ingin keberadaannya membuat Ji Hau Leng bingung harus menjamu siapa.“Maaf cayhe datang malam-malam buta seperti ini mengganggu ketentraman Pangcu. Tapi situasi di garis perbatasan sudah mulai genting. Pasukan kita su

    Last Updated : 2023-01-09
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 152

    Karena Cio San melakukan perjalanannya dengan santai, malam mulai menjelang dan ia memutuskan untuk beristirahat saja di sebuah reruntuhan kuil. Ia tadi telah menangkap seekor kelinci. Setelah membuat api unggun, kelinci itu kemudian dipanggangnya. Baunya harum. Saat itu hujan turun rintik-rintik. Menikmati makanan apapun, jadi terasa enak saat hujan turun.Tak lama kemudian, terdengar langkah kaki. Cio San diam saja mendengar langkah kaki ini. Langkah itu berjalan perlahan. Walaupun di luar hujan, langkah orang itu tetap saja perlahan. Seperti tak ada satu pun di dunia ini yang membuatnya ingin berlari.Ia melewati pintu depan yang daun pintunya telah hilang entah kemana. Nyala api unggun telah mengantarkan bayangannya kepada dinding-dinding tua. Cio San tahu bayangan siapa itu. Di dunia ini, yang punya bayangan seperti ini memang hanya dia. ‘Dia’.Ia berhenti di depan Cio San. Tak berkata apa-apa. Hanya menatap penuh kesenduan. Cio San pun hanya memandangnya.Jika ada perempuan yang

    Last Updated : 2023-01-09
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 153

    “Aku.. aku… tak akan memaksamu untuk mengerti aku. Tak akan menahanmu jika kau membunuhku. Aku…aku hanya ingin kau tahu, dari semua laki-laki yang pernah memelukku, hanya pelukanmu lah yang paling nyaman dan membuatku tenang.”“Malam ini, apapun yang kau minta dariku, akan kuberikan semuanya. Kau hanya tinggal meminta saja.” Ia menyandarkan kepala di dada Cio San.Jika perempuan berkata akan memberikan segalanya, itu berarti ia memberikan tubuhnya.Hujan. Bajunya yang tadi basah, kini hangat kembali karena kehangatan tubuh Cio San.Sedekat ini. Semesra ini.Lelaki setampan ini, dan perempuan secantik ini. Kadang-kadang, walaupun dengan sedikit iri, kau tetap berharap mereka terus menjadi kekasih sampai akhir nanti.“Bolehkah aku tidur di sini? Hanya semalam saja. Sebelum besok. Karena besok, kau akan kembali memusuhiku.”Cio San mengangguk lagi.Ia hanya memeluk wanita itu lebih erat. Mendekatkannya pada dadanya. Dan menghangatkan hatinya. Wanita hanya perlu ini dari lelaki. Tetapi me

    Last Updated : 2023-01-09

Latest chapter

  • Kisah Para Penggetar Langit   Penutup Kisah - TAMAT

    PENUTUPCio San telah selesai menjura 3 kali di hadapan makam kedua orangtuanya. Ia lalu membersihkan makam itu. Sekuat mungkin ia menahan air matanya. Tak terasa, segala kejadian yang berlalu di dalam hidupnya ini terkenang kembali. Segala penderitaan, ketakutan, kesepian, dan kepedihan hatinya seakan tertumpahkan di hadapan makam kedua orangtuanya ini. Sejak sekian lama, baru kali ini ia berkunjung kesini.Sore telah datang. Warna lembayung langit mulai menghiasi angkasa.Ketika ia selesai membersihkan makam dan membalikkan tubuhnya, betapa kagetnya ia ketika di hadapannya sudah bediri seorang kakek dan seorang nenek. Sang kakek walaupun sudah tua sekali, namun ketampanannya masih terlihat sangat jelas. Tubuhnya pun masih tegap. Begitu pula dengan sang nenek, terlihat masih sangat cantik.Cio San tidak mengenal mereka. Tapi ia tahu mereka berdua tentu suami-istri. Dan ia paham pula, di dunia ini orang yang bisa menyelinap sedekat ini tanpa suara di belakangnya, kemungkinan belum per

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 253

    Cio San mengangguk membenarkan.“Gila!”“Mengapa Beng Liong ingin menghapus dirinya dari kecurigaan? Bukankah tanpa melakukan itu pun, tak ada orang yang akan curiga kepadanya?” tanya Ang Lin Hua.“Ia orang yang terlalu berhati-hati. Ia ingin semua sesempurna mungkin. Selain itu, dia memang ingin menghancurkan musuh-musuhnya,” jelas Cio San.“Karena ingin sempurna, malah terbongkar seluruhnya,” tukas Kao Ceng Lun.“Lanjutkan, Cio San.”“Nah, setelah aku bisa menemukan kunci rahasia itu, awalnya aku mengira Beng Liong hanyalah anak buah biasa. Mungkin ia terlibat karena terpaksa. Aku berpikir keras apa latar belakang semua ini? Pergerakan mereka terlalu rapi, sangat terencana, dan sukar ditebak. Jika hanya sekedar memperebutkan kitab sakti, aku merasa hal ini terlalu berlebihan. Lalu aku mengambil kesimpulan, mungkin semua ini berhubungan dengan perebutan Bu Lim Bengcu di puncak Thay San.”Ia melanjutkan,“Tapi kemudian aku ragu. Jika hanya memperebutkan Bu Lim Bengcu, mengapa orang-ora

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 252

    Entah sudah berapa lama kejadian itu lewat.Kejadian penuh darah di kotaraja.Tapi juga merupakan kejadian dimana keberanian, kesetiakawanan, dan kekuatan ditunjukkan.Mereka kini sedang duduk dengan tenang di atas menara. Menara tempat di mana Cio San berdiri sepanjang hari menatap pertempuran dahsyat itu. Saat itu, di puncak menara, ia telah mengambil keputusan. Tak ada lagi darah yang tertumpahkan oleh tangannya.Saat semua ini berakhir, ia ingin menghilang sejenak. Entah kemana. Entah berbuat apa. Sejenak menikmati kedamaian dunia.Di menara ini, adalah perjamuan sebelum perpisahan itu.Arak sudah mengalir, berbagai makanan pun sudah terhidang. Ada pula tulusnya persahabatan. Jika kau kebetulan mengalami keadaan seperti ini, kau harus terus bersyukur sepanjang masa.Cio San, Cukat Tong, Suma Sun, Luk Ping Hoo, dan Kao Ceng Lun.“Sebaiknya kau harus menceritakan semua ini dari awal,” kata Cukat Tong.Cio San menatap langit.“Awalnya sendiri aku tidak tahu. Cuma mungkin bisa kucerit

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 251

    Ang Lin Hua pun balas tersenyum.Senyum ini.Cio San baru sadar, betapa indahnya wajah Ang Lin Hua saat tersenyum.Ia juga baru sadar, ternyata ia merindukan senyuman ini.“Nona beristirahatlah.”“Baik, Kauwcu. Kauwcu sendiri mohon segera beristirahat.”“Segera,” jawab Cio San. Ia lalu kembali mengobati para korban.Tak terasa, matahari telah kembali menyapa dunia dengan cahayanya yang perlahan tapi pasti.Cio San akhirnya lega. Semua orang telah ditangani dengan baik. Tabib-tabib istana dan tabib-tabib yang ada di kotaraja semua bekerja keras mengobati para pemberani-pemberani ini.Sekali lagi, orang Han mampu mempertahankan tanah airnya dari penjajah Goan. Kegembiraan ini syahdu, karena diliputi oleh semangat kebangsaan yang tinggi, kebanggaan, dan juga kesedihan atas gugurnya para pahlawan. Semua perasaan ini melebur menjadi satu.Cio San keluar ruangan itu.Walaupun di luar udara masih berbau tak sedap karena bercampur amis mayat dan bakaran, tetap saja terasa lebih segar dibandin

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 250

    Cio San dan kawan-kawannya bergerak keluar tembok istana. Peperangan dahsyat sedang berlangsung. Walaupun berjalan dengan payah, Cio San masih memaksa untuk ikut bertarung. Melihat ia akan bergerak, Cukat Tong segera menahannya.“Kau duduk saja di sini,” kata Cukat Tong.“Benar. Dengan keadaanmu yang sekarang, kau tak akan mampu berbuat apa-apa,” tukas Suma Sun membenarkan.Berpikir sejenak, Cio San lalu berkata, “Baiklah. Tolong bawa aku ke puncak tembok benteng.”Sekali bergerak, mereka bertiga sudah tiba di atas puncaknya yang tinggi itu.Di atas tembok besar yang mengelilingi istana kaisar itu terdapat pasukan pemanah yang sibuk menghalau serangan.“Ah, selamat datang para Tayhiap,” kata seseorang.Cio San tidak mengenal siapa dia, tapi Cukat Tong segera menjawab, “Terima kasih, Goanswe (Jenderal). Hamba ingin menitipkan Cio-tayhiap di sini. Apa boleh?”“Tentu saja, Tayhiap.”Dengan sigap, ia mengeluarkan perintah. Dua orang bawahannya sudah datang memapah Cio San, dan seorang lag

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 249

    Apa yang dituliskan di buku menjadi lebih efektif, karena semua yang tidak diperlukan, tidak perlu dituliskan. Karena itu serangan-serangan Beng Liong terlihat lebih dahsyat dan mengagumkan.Sebaliknya, di dalam pemahaman yang dimiliki Cio San, segala hal menjadi bisa, dan segala hal bisa saja menjadi tidak bisa. Ada proses memilih bisa atau tidak bisa, yang membuat gerakannya menjadi sedikit berkurang kedahsyatannya jika dibanding dengan gerakan Beng Liong.Dari tangan kanannya, Beng Liong mengeluarkan jurus-jurus terakhir 18 Tapak Naga. Dari tangan kirinya, ia mengeluarkan ilmu Inti Es yang membuat siapapun yang terkena pukulan itu menjadi es batu. Langkah kakinya lincah seperti langkah-langkah perawan Go Bi-pay yang gemulai namun tak tertangkap mata.Seolah-olah, segala ilmu di dunia ini telah dipelajarinya dengan sangat baik.Seolah-olah, sejak lahir ia memang telah memahami seluruh ilmu itu satu persatu.Ia menggunakannya dengan luwes dan tanpa kecanggungan.Cio San pun menanding

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 248

    Pedang masih di tangan Bwee Hua. Padahal saat mereka masuk tadi, tak seorang pun yang diperbolehkan membawa senjata.Pedang itu terhunus ke depan.Tapi gadis itu tidak bergerak.Begitu pula ibunya yang berdiri membelakanginya. Di hadapan sang ibu, berdiri seorang laki-laki gagah dengan rambut riap-riap. Tangan laki-laki itu buntung sebelah.“Kau akan melawanku dengan keadaan seperti itu?” tanya perempuan tua itu.“Aku telah menanti sejak puluhan tahun yang lalu,” jawab laki-laki itu.“Bagus. Keturunan Suma memang tidak memalukan.”Lalu perempuan tua itu bergerak.Kecepatan yang tak mungkin diikuti dengan mata manusia biasa.Tapi pemuda bermarga Suma itu bukan manusia biasa. Orang mengenalnya sebagai ‘Dewa Pedang Berambut Merah’, Ang Hoat Kiam Sian.Dan ‘dewa’ adalah ‘dewa’.Ia hanya membutuhkan satu gerakan.Satu gerakan sudah cukup.Jika kau adalah ‘Dewa Pedang’ maka kau hanya membutuhkan satu gerakan.Satu gerakan yang tidak mungkin seorang pun mau percaya jika diceritakan.Tidak ad

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 247

    Apa yang terjadi di puncak Thay San telah tersiar ke seluruh dunia. Beng Liong, pemuda belia dari Bu Tong-pay keluar sebagai pemenangnya. Semua orang mengakui, walaupun masih sangat muda, ia sangat pantas memikul tanggung jawab sebagai Ketua Dunia Persilatan.Selama ini, Bu Lim Bengcu selalu dijabat oleh kalangan sepuh. Baru 2 kali, jabatan ini dipegang oleh anak muda. Pertama kali sekitar 50an tahun yang lalu. Hebatnya lagi, kedua-duanya adalah pemuda Bu Tong-pay.Harapan besar kini berada di pundak Beng Liong. Ia diharapkan mampu menuntaskan tugas-tugas berat yang cukup rumit. Salah satunya adalah tugas melawan gangguan dan serangan tentara Mongol di ujung perbatasan. Belum lagi urusan pembunuhan-pembunuhan yang harus ia selesaikan setuntas-tuntasnya. Orang-orang butuh kejelasan, apakah memang Cio San berada di balik semua ini.Hari ini, tepat 30 hari sejak pertandingan di puncak Thay San. Kotaraja ramai dan penuh sesak manusia. Hari ini adalah hari pelantikan Bu Lim Bengcu. Hampir

  • Kisah Para Penggetar Langit   246

    Segala kemegahan dan keramaian itu pun berangsur-angsur memudar. Bu Lim Beng Cu telah terpilih, banyak orang menunjukan wajah puas. Sebagian lagi belum bisa melupakan kejadian dahsyat saat Cio San menghadapi ribuan orang di atas gunung itu.Masing-masing kemudian kembali pulang. Ada yang bersedih karena kehilangan saudara dan teman di gunung ini. Ada yang bahagia karena hasilnya memuaskan. Ada pula yang semakin bersemangat untuk memperdalam ilmu silatnya. Satu hal yang pasti, tidak ada satu pun yang bisa melupakan kejadian dahsyat di gunung itu.Beng Liong tentu saja tidak lupa. Walaupun hatinya gembira telah menyelesaikan tugas ini, tentu saja ia bersedih pula atas semua kejadian yang telah berlangsung. Segera setelah pertandingan selesai dan ia memulihkan tenaganya, ia bersama rombongan Bu Tong-pay segera mencari jalan menuju ke dasar jurang. Di tengah jalan pun mereka bertemu dengan dengan rombongan Siau Lim-pay dan Go Bi-pay yang rupanya memiliki maksud dan tujuan yang sama: menge

DMCA.com Protection Status