Share

Bab 167

Author: Norman Tjio
last update Last Updated: 2023-01-14 07:24:14

Bagaimana Cio San bisa menjelaskan semua ini? Jika ia benar-benar jujur berkata bahwa Ji Hau Leng bunuh diri karena menyesal telah menjadi kaki tangan si ‘otak besar’, tentu tak ada yang percaya. Walau ada yang percaya pun, Cio San tidak akan menceritakan rahasia itu. Ia ingin menjaga kehormatan dan nama baik Ji Hau Leng.

Maka ia hanya menjawab,

“Benar. Cayhe memang benar bertarung dengan mendiang Ji-pangcu.”

“Kurang ajar! Bunuh si bangsat!” Semua yang ada di sana pun serentak memasang kuda-kuda.

“Tahan..! Tahan sebentar!” kata Pengemis Cun.

Lanjutnya, “Lalu apa maksud surat mendiang Ji-pangcu? Kita semua tahu surat itu adalah tulisan tangan beliau.”

“Surat itu palsu!” sahut Han Siauw. Dia ini kepala rombongan yang tadi datang. “Aku punya surat asli.”

Ia melemparkan sebuah kertas ke arah pengemis Cun. Ia lalu membacanya.

Seorang pengacau telah merusak kehormatan Kay Pang dan telah mencuri kitab sakti 18 Tapak Naga kebanggaan kita. Aku pergi untuk meminta pertanggungjawabannya. Jika ak
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
mantap bah
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 168

    Tak berapa jauh, mereka pun berhenti. Karena Suma Sun berhenti.Serigala memang tak perlu terburu-buru mengejar mangsa. Jika mangsanya kecil, serigala akan segera membunuhnya. Tapi jika musuhnya lebih besar daripada dirinya, maka ia akan menunggu dan menunggu, sampai si musuh lengah dan kehabisan tenaga.Serigala akan semakin tenang jika menghadapi musuhnya.Suma Sun pun seperti itu. Jika kau melihatnya semakin tenang dan lembut, itu berarti ia sedang bersiap-siap bertempur.Cio San paham hal ini. Oleh sebab itu, ia tidak bertanya apa-apa kepada Suma Sun. Mereka berjalan kaki dengan santai tanpa berbicara.Ia memilih bercakap-cakap dengan pengemis Cun.“Kupikir, Tianglo harus mendengar semua ceritaku dari awal. Tapi sebelumnya, aku hanya ingin bertanya. Apakah Tianglo yakin, bahwa di dunia ini ada orang yang tidak pernah melakukan kesalahan?”“Tidak ada orang yang sempurna, Pangcu,” kata pengemis Cun.“Tianglo memanggilku Pangcu. Apakah Tianglo menganggapku tetap sebagai Kay Pang-pang

    Last Updated : 2023-01-14
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 169

    “Aku hanya menyelamatkanmu dari si ‘otak besar’.”“Hah?”“Tentunya, jika aku tidak ada di sana, pemberontakan akan segera terjadi. Orang-orang si ‘otak besar’ yang ia susupkan kesana, pasti akan membunuhmu jika mereka tahu engkau berpihak kepadaku.”Pengemis Cun mengangguk-angguk.“Jika kau mengangapku sebagai Pangcumu, aku ingin memberi perintah kepadamu.”“Hamba siap terima perintah,” katanya sambil berlutut.“Kau harus ‘menghilang’ untuk sementara. Atur langkah baik-baik. Cari anggota-anggota Kay Pang yang sekiranya setia dan percaya kepadamu. Kalian harus bersiap-siap, karena mulai saat ini, aku yakin Kay Pang akan dikuasai oleh antek-antek si ‘otak besar’. Selain itu, aku memintamu untuk pergi ke kotaraja. Selidikilah pergerakan Kay Pang di sana. Segera laporkan kepadaku jika ada perkembangan.”“Baik, Pangcu. Eh, tapi bagaimana hamba harus mencari Pangcu?”“Pergilah ke Khu-hujin. Kau tahu siapa dia, bukan? Nah, katakan bahwa engkau punya pesan untukku. Biar Khu-hujin yang akan me

    Last Updated : 2023-01-14
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 170

    “Ada kau dan aku.”Ini bukan kesombongan. Jika ia tidak yakin benar, sudah pasti ia tak akan mau bertempur.“Mari kita lanjutkan perjalanan.”Mereka pun berangkat. Sampai sore hari, tibalah mereka di sebuah lembah yang indah. Begitu banyak bunga dan kupu-kupu, membuat tempat ini menjadi sangat indah. Cio San jadi teringat Mey Lan. Biasanya, Mey Lan paling suka tempat seperti ini.“Tempat seindah ini, siapa yang menyangka menyimpan kematian?”“Belum pernah ada kematian di sini,” sahut Suma Sun.“Oh.” Jika Suma Sun yang bicara, Cio San menurut saja.Manusia-manusia yang bernaluri tinggi seperti Suma Sun memang pendapatnya lebih bisa dipegang. Ini karena mereka lebih mengandalkan perasaan mereka. Suma Sun yang mengalami kebutaan mungkin sejak lahir, telah terbiasa mengasah perasaannya ini sehingga menjadi sangat tajam.Posisi tubuh Suma Sun tiba-tiba menegak. Gerakannya menjadi lamban. Jalannya menjadi perlahan. Ia telah merasakan bahaya di depan!Telinga Cio San sendiri belum mendenar a

    Last Updated : 2023-01-14
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 171

    “Cayhe bukan pesilat. Tapi siapapun yang mengganggu ketenangan istri cayhe, akan cayhe hadapi.”“Majulah,” kata Suma Sun tenang.Cio San bingung harus berkata apa. Dalam hatinya, tentu saja ia percaya Suma Sun.Man-wangwe membuat kuda-kuda.Suma Sun berdiri tegak. Ia telah menyelipkan pedang di pinggangnya.Man-wangwe bergerak!Gerakannya sungguh cepat sekali. Untuk ukuran orang segemuk dia, gerakannya bahkan sama lincahnya dengan Ji Hau Leng! Cio San saja hampir tak percaya.Pukulannya sederhana.Suma Sun telah menggenggam pedangnya.Begitu jarak keduanya semakin dekat, tiba-tiba dari mulut Man-wangwe terdengar teriakan yang sangat dahsyat!Teriakan itu menghancurkan seluruh isi ruangan yang ada. Perabotan pecah, pintu-pintu jebol, bahkan dinding tebal pun retak-retak.“Auman Singa!” bisik Cio San dalam hati. Ia telah mengeluarkan tenaga dalamnya, dan menutup jalan pendengarannya. Tapi tetap saja ia terlambat sedikit. Kecepatan suara, jauh lebih cepat dari kecepatan gerakan manusia.

    Last Updated : 2023-01-14
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 172

    Man-wangwe kembali melancarkan jurus-jurusnya yang ganas. Pukulannya datang bagai air bah. Tendangannya datang menghunjam bagai badai. Semua coba ditangkis dan dihindari oleh Suma Sun. Tapi berkali-kali juga, pukulan dan tendangan itu ada yang lolos dan mengenai tubuhnya.Suma Sun terjatuh berlutut. Serangan-serangan ini terlalu dahsyat baginya.Ia jatuh, dan kedua tangannya kini menahan tubuhnya agar tidak jatuh tertelungkup.Satu lagi serangan, dan Suma Sun akan habis riwayatnya!Serangan itu pun tiba. Man-wangwe mengatupkan kedua telapak tangannya membentuk sebuah tinju yang sangat mengerikan. Inilah ilmu andalannya, ‘Tinju Palu Besi Menghunjam Sukma’. Cio San tercekat!Sudah tak ada harapan lagi baginya untuk menolong Suma Sun!Gerakan tinju itu sangat dahsyat, sangat cepat, sangat ganas. Menghunjam ke batok kepala bagian belakang Suma Sun.Jleb!Ia pun roboh!Roboh kehilangan nyawanya!Tapi bukan Suma Sun.Man-wangwe lah yang roboh.Sebuah luka di dahinya.Tak ada darah.Hanya ad

    Last Updated : 2023-01-14
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 173

    “Sebenarnya, yang bernama asli Bwee Hua Sian adalah ibuku ini. Beliaulah yang dijuluki wanita paling cantik dan paling kaya sedunia. Dahulu, beliau lah yang memungutku dari jalan, saat keluargaku dibunuh orang. Beliau yang mendidikku silat. Mengajarkanku banyak hal, termasuk merawat tubuh hingga tetap terjaga seperti ini.”“Ah, aku tahu umurmu belum 80 tahun. Mungkin baru sekitar 30-35 tahun. Tapi harus kuakui, wajah dan perawakanmu seperti anak perempuan berumur 17,” tukas Cio San sambil tersenyum.“Haha... Memang benar kata orang, kau tak dapat menipu Cio San. Beng Liong salah mengambil kesimpulan. Karena memang selama ini, aku selalu menyamar menjadi ibuku. Menggunakan namanya dalam setiap aksi-aksiku.”“Ibuku lah yang berumur 80 tahun. Dan kecantikannya memang benar-benar terjaga. Kau pasti heran, mengapa ibuku terlihat menderita seperti ini ‘kan? Itu karena bajingan Man-wangwe!” Ada kemarahan terlihat di matanya.“Kau tahu kenapa bajingan itu bisa menjadi orang terkaya di dunia?

    Last Updated : 2023-01-14
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 174

    Ketika ia kembali lagi, teman-temannya masih menunggunya di tempat yang sama.“Terlambat,” kata Cio San. “Mari kita lanjutkan saja perjalanannya.”Mereka pun berangkat.Di jalan Cio San bertanya, “Bagaimana kalian bisa sampai tertangkap?”“Seseorang menaruh racun ke dalam makanan kami. Untunglah racun itu bukan racun yang berbahaya. Hanya untuk membius. Setelah bangun, tahu-tahu kami sudah tertotok,” jelas Cukat Tong.“Kalian makan di mana?” tanya Cio San lagi.“Saat itu, kami berhenti di sebuah warung pinggir jalan di dekat hutan. Warung biasa yang memang buka di tempat seperti itu, khusus bagi pelancong-pelancong yang melintas antar kota,” kata Cukat Tong.“Oh..,” kata Cio San sambil mengangguk-angguk.“Kau sendiri, apa saja yang kau alami?” Cukat Tong balas bertanya.Cio San menjelaskan kejadian di bukit bunga Bwee, pertemuan dan perkelahiannya dengan Ji Hau Leng, serta kejadian di Kay Pang.“Jadi kau sekarang Kay Pang-pangcu?”“Secara tidak resmi. Haha…,” kata Cio San sambil terta

    Last Updated : 2023-01-14
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 175

    Dalam 3 hari perjalanan, mereka sampai di kota Tho Hoa. Selama perjalanan, Cio San membantu memulihkan keadaan Suma Sun. Si Dewa Pedang ini pulih dengan cepat. Mungkin karena tenaga sakti dari Cio San, dan tenaga dalamnya sendiri. Ia kini sudah dapat berjalan sendiri dan pendengarannya berangsur-angsur membaik. Menurut perhitungan Cio San, dalam 1 bulan saja, Suma Sun mungkin sudah akan pulih seperti sediakala.Begitu memasuki gerbang kota Tho Hoa, sudah ada orang yang menyambut mereka. Cio San masih mengingat orang ini. Dia adalah Huan Biau. Orang yang dulu datang ke kedai Lai Lai, untuk memperbaiki bangunan Lai Lai yang hancur akibat pertempuran.“Selamat datang, para hoohan. Nama cayhe adalah Huan Biau. Orang suruhan Khu-hujin. Beliau mengundang hoohan sekalian untuk sudi mampir ke kediaman beliau,” kata orang itu sambil menjura.“Salam hormat kepada Kauwcu dan Seng Koh (Perawan Suci)!” tiba-tiba hadir pula beberapa orang memberi hormat kepada Cio San. Ia masih ingat, orang-orang i

    Last Updated : 2023-01-14

Latest chapter

  • Kisah Para Penggetar Langit   Penutup Kisah - TAMAT

    PENUTUPCio San telah selesai menjura 3 kali di hadapan makam kedua orangtuanya. Ia lalu membersihkan makam itu. Sekuat mungkin ia menahan air matanya. Tak terasa, segala kejadian yang berlalu di dalam hidupnya ini terkenang kembali. Segala penderitaan, ketakutan, kesepian, dan kepedihan hatinya seakan tertumpahkan di hadapan makam kedua orangtuanya ini. Sejak sekian lama, baru kali ini ia berkunjung kesini.Sore telah datang. Warna lembayung langit mulai menghiasi angkasa.Ketika ia selesai membersihkan makam dan membalikkan tubuhnya, betapa kagetnya ia ketika di hadapannya sudah bediri seorang kakek dan seorang nenek. Sang kakek walaupun sudah tua sekali, namun ketampanannya masih terlihat sangat jelas. Tubuhnya pun masih tegap. Begitu pula dengan sang nenek, terlihat masih sangat cantik.Cio San tidak mengenal mereka. Tapi ia tahu mereka berdua tentu suami-istri. Dan ia paham pula, di dunia ini orang yang bisa menyelinap sedekat ini tanpa suara di belakangnya, kemungkinan belum per

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 253

    Cio San mengangguk membenarkan.“Gila!”“Mengapa Beng Liong ingin menghapus dirinya dari kecurigaan? Bukankah tanpa melakukan itu pun, tak ada orang yang akan curiga kepadanya?” tanya Ang Lin Hua.“Ia orang yang terlalu berhati-hati. Ia ingin semua sesempurna mungkin. Selain itu, dia memang ingin menghancurkan musuh-musuhnya,” jelas Cio San.“Karena ingin sempurna, malah terbongkar seluruhnya,” tukas Kao Ceng Lun.“Lanjutkan, Cio San.”“Nah, setelah aku bisa menemukan kunci rahasia itu, awalnya aku mengira Beng Liong hanyalah anak buah biasa. Mungkin ia terlibat karena terpaksa. Aku berpikir keras apa latar belakang semua ini? Pergerakan mereka terlalu rapi, sangat terencana, dan sukar ditebak. Jika hanya sekedar memperebutkan kitab sakti, aku merasa hal ini terlalu berlebihan. Lalu aku mengambil kesimpulan, mungkin semua ini berhubungan dengan perebutan Bu Lim Bengcu di puncak Thay San.”Ia melanjutkan,“Tapi kemudian aku ragu. Jika hanya memperebutkan Bu Lim Bengcu, mengapa orang-ora

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 252

    Entah sudah berapa lama kejadian itu lewat.Kejadian penuh darah di kotaraja.Tapi juga merupakan kejadian dimana keberanian, kesetiakawanan, dan kekuatan ditunjukkan.Mereka kini sedang duduk dengan tenang di atas menara. Menara tempat di mana Cio San berdiri sepanjang hari menatap pertempuran dahsyat itu. Saat itu, di puncak menara, ia telah mengambil keputusan. Tak ada lagi darah yang tertumpahkan oleh tangannya.Saat semua ini berakhir, ia ingin menghilang sejenak. Entah kemana. Entah berbuat apa. Sejenak menikmati kedamaian dunia.Di menara ini, adalah perjamuan sebelum perpisahan itu.Arak sudah mengalir, berbagai makanan pun sudah terhidang. Ada pula tulusnya persahabatan. Jika kau kebetulan mengalami keadaan seperti ini, kau harus terus bersyukur sepanjang masa.Cio San, Cukat Tong, Suma Sun, Luk Ping Hoo, dan Kao Ceng Lun.“Sebaiknya kau harus menceritakan semua ini dari awal,” kata Cukat Tong.Cio San menatap langit.“Awalnya sendiri aku tidak tahu. Cuma mungkin bisa kucerit

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 251

    Ang Lin Hua pun balas tersenyum.Senyum ini.Cio San baru sadar, betapa indahnya wajah Ang Lin Hua saat tersenyum.Ia juga baru sadar, ternyata ia merindukan senyuman ini.“Nona beristirahatlah.”“Baik, Kauwcu. Kauwcu sendiri mohon segera beristirahat.”“Segera,” jawab Cio San. Ia lalu kembali mengobati para korban.Tak terasa, matahari telah kembali menyapa dunia dengan cahayanya yang perlahan tapi pasti.Cio San akhirnya lega. Semua orang telah ditangani dengan baik. Tabib-tabib istana dan tabib-tabib yang ada di kotaraja semua bekerja keras mengobati para pemberani-pemberani ini.Sekali lagi, orang Han mampu mempertahankan tanah airnya dari penjajah Goan. Kegembiraan ini syahdu, karena diliputi oleh semangat kebangsaan yang tinggi, kebanggaan, dan juga kesedihan atas gugurnya para pahlawan. Semua perasaan ini melebur menjadi satu.Cio San keluar ruangan itu.Walaupun di luar udara masih berbau tak sedap karena bercampur amis mayat dan bakaran, tetap saja terasa lebih segar dibandin

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 250

    Cio San dan kawan-kawannya bergerak keluar tembok istana. Peperangan dahsyat sedang berlangsung. Walaupun berjalan dengan payah, Cio San masih memaksa untuk ikut bertarung. Melihat ia akan bergerak, Cukat Tong segera menahannya.“Kau duduk saja di sini,” kata Cukat Tong.“Benar. Dengan keadaanmu yang sekarang, kau tak akan mampu berbuat apa-apa,” tukas Suma Sun membenarkan.Berpikir sejenak, Cio San lalu berkata, “Baiklah. Tolong bawa aku ke puncak tembok benteng.”Sekali bergerak, mereka bertiga sudah tiba di atas puncaknya yang tinggi itu.Di atas tembok besar yang mengelilingi istana kaisar itu terdapat pasukan pemanah yang sibuk menghalau serangan.“Ah, selamat datang para Tayhiap,” kata seseorang.Cio San tidak mengenal siapa dia, tapi Cukat Tong segera menjawab, “Terima kasih, Goanswe (Jenderal). Hamba ingin menitipkan Cio-tayhiap di sini. Apa boleh?”“Tentu saja, Tayhiap.”Dengan sigap, ia mengeluarkan perintah. Dua orang bawahannya sudah datang memapah Cio San, dan seorang lag

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 249

    Apa yang dituliskan di buku menjadi lebih efektif, karena semua yang tidak diperlukan, tidak perlu dituliskan. Karena itu serangan-serangan Beng Liong terlihat lebih dahsyat dan mengagumkan.Sebaliknya, di dalam pemahaman yang dimiliki Cio San, segala hal menjadi bisa, dan segala hal bisa saja menjadi tidak bisa. Ada proses memilih bisa atau tidak bisa, yang membuat gerakannya menjadi sedikit berkurang kedahsyatannya jika dibanding dengan gerakan Beng Liong.Dari tangan kanannya, Beng Liong mengeluarkan jurus-jurus terakhir 18 Tapak Naga. Dari tangan kirinya, ia mengeluarkan ilmu Inti Es yang membuat siapapun yang terkena pukulan itu menjadi es batu. Langkah kakinya lincah seperti langkah-langkah perawan Go Bi-pay yang gemulai namun tak tertangkap mata.Seolah-olah, segala ilmu di dunia ini telah dipelajarinya dengan sangat baik.Seolah-olah, sejak lahir ia memang telah memahami seluruh ilmu itu satu persatu.Ia menggunakannya dengan luwes dan tanpa kecanggungan.Cio San pun menanding

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 248

    Pedang masih di tangan Bwee Hua. Padahal saat mereka masuk tadi, tak seorang pun yang diperbolehkan membawa senjata.Pedang itu terhunus ke depan.Tapi gadis itu tidak bergerak.Begitu pula ibunya yang berdiri membelakanginya. Di hadapan sang ibu, berdiri seorang laki-laki gagah dengan rambut riap-riap. Tangan laki-laki itu buntung sebelah.“Kau akan melawanku dengan keadaan seperti itu?” tanya perempuan tua itu.“Aku telah menanti sejak puluhan tahun yang lalu,” jawab laki-laki itu.“Bagus. Keturunan Suma memang tidak memalukan.”Lalu perempuan tua itu bergerak.Kecepatan yang tak mungkin diikuti dengan mata manusia biasa.Tapi pemuda bermarga Suma itu bukan manusia biasa. Orang mengenalnya sebagai ‘Dewa Pedang Berambut Merah’, Ang Hoat Kiam Sian.Dan ‘dewa’ adalah ‘dewa’.Ia hanya membutuhkan satu gerakan.Satu gerakan sudah cukup.Jika kau adalah ‘Dewa Pedang’ maka kau hanya membutuhkan satu gerakan.Satu gerakan yang tidak mungkin seorang pun mau percaya jika diceritakan.Tidak ad

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 247

    Apa yang terjadi di puncak Thay San telah tersiar ke seluruh dunia. Beng Liong, pemuda belia dari Bu Tong-pay keluar sebagai pemenangnya. Semua orang mengakui, walaupun masih sangat muda, ia sangat pantas memikul tanggung jawab sebagai Ketua Dunia Persilatan.Selama ini, Bu Lim Bengcu selalu dijabat oleh kalangan sepuh. Baru 2 kali, jabatan ini dipegang oleh anak muda. Pertama kali sekitar 50an tahun yang lalu. Hebatnya lagi, kedua-duanya adalah pemuda Bu Tong-pay.Harapan besar kini berada di pundak Beng Liong. Ia diharapkan mampu menuntaskan tugas-tugas berat yang cukup rumit. Salah satunya adalah tugas melawan gangguan dan serangan tentara Mongol di ujung perbatasan. Belum lagi urusan pembunuhan-pembunuhan yang harus ia selesaikan setuntas-tuntasnya. Orang-orang butuh kejelasan, apakah memang Cio San berada di balik semua ini.Hari ini, tepat 30 hari sejak pertandingan di puncak Thay San. Kotaraja ramai dan penuh sesak manusia. Hari ini adalah hari pelantikan Bu Lim Bengcu. Hampir

  • Kisah Para Penggetar Langit   246

    Segala kemegahan dan keramaian itu pun berangsur-angsur memudar. Bu Lim Beng Cu telah terpilih, banyak orang menunjukan wajah puas. Sebagian lagi belum bisa melupakan kejadian dahsyat saat Cio San menghadapi ribuan orang di atas gunung itu.Masing-masing kemudian kembali pulang. Ada yang bersedih karena kehilangan saudara dan teman di gunung ini. Ada yang bahagia karena hasilnya memuaskan. Ada pula yang semakin bersemangat untuk memperdalam ilmu silatnya. Satu hal yang pasti, tidak ada satu pun yang bisa melupakan kejadian dahsyat di gunung itu.Beng Liong tentu saja tidak lupa. Walaupun hatinya gembira telah menyelesaikan tugas ini, tentu saja ia bersedih pula atas semua kejadian yang telah berlangsung. Segera setelah pertandingan selesai dan ia memulihkan tenaganya, ia bersama rombongan Bu Tong-pay segera mencari jalan menuju ke dasar jurang. Di tengah jalan pun mereka bertemu dengan dengan rombongan Siau Lim-pay dan Go Bi-pay yang rupanya memiliki maksud dan tujuan yang sama: menge

DMCA.com Protection Status