Dalam 3 hari perjalanan, mereka sampai di kota Tho Hoa. Selama perjalanan, Cio San membantu memulihkan keadaan Suma Sun. Si Dewa Pedang ini pulih dengan cepat. Mungkin karena tenaga sakti dari Cio San, dan tenaga dalamnya sendiri. Ia kini sudah dapat berjalan sendiri dan pendengarannya berangsur-angsur membaik. Menurut perhitungan Cio San, dalam 1 bulan saja, Suma Sun mungkin sudah akan pulih seperti sediakala.Begitu memasuki gerbang kota Tho Hoa, sudah ada orang yang menyambut mereka. Cio San masih mengingat orang ini. Dia adalah Huan Biau. Orang yang dulu datang ke kedai Lai Lai, untuk memperbaiki bangunan Lai Lai yang hancur akibat pertempuran.“Selamat datang, para hoohan. Nama cayhe adalah Huan Biau. Orang suruhan Khu-hujin. Beliau mengundang hoohan sekalian untuk sudi mampir ke kediaman beliau,” kata orang itu sambil menjura.“Salam hormat kepada Kauwcu dan Seng Koh (Perawan Suci)!” tiba-tiba hadir pula beberapa orang memberi hormat kepada Cio San. Ia masih ingat, orang-orang i
Paginya Cio San sudah rapi.Ia keluar untuk melihat-lihat keadaan di sekitar kota. Kota yang sangat indah, megah, dan maju sekali. Rupanya perdagangan Khu-hujin yang sukses, turut mengangkat maju kotanya ini. Dalam hati ia bertanya-tanya, apakah ini juga adalah kota gurunya, Kam Ki Hiang?Berpikir bahwa dulu gurunya dan Khu-hujin pernah memadu kasih di kota ini, menimbulkan perasaan haru dalam hatinya.Sambil jalan-jalan, ia bertemu dengan banyak anggota Kay Pang dan Ma Kauw. Cio San berbincang-bincang dengan mereka. Bertanya-tanya banyak hal. Bahkan juga mentraktir mereka minum arak.Kaum laki-laki memang jika sudah berkumpul, terlihat sangat menikmati waktu mereka.Cio San serta puluhan anggota Ma Kauw dan Kay Pang itu pesta arak sampai mabuk. Bahkan mereka mampir juga ke rumah judi untuk sedikit bersenang-senang. Ini untuk pertama kalinya Cio San bermain judi. Rasanya menyenangkan!Entah karena beruntung, atau karena otaknya yang cerdas, Cio San menang banyak hari itu. Uang hasil k
Sesuatu yang berbeda.Kenapa senyumnya terasa pahit? Kenapa ia tidak segera lari memelukku? Apakah karena aku kotor dan berbau arak?“Kau.. Kau ada apa ke kota ini?” tanya Mey Lan. Ia tidak melangkah maju ke depan, tapi agak mundur sedikit ke belakang.“Eh.. Aku berkelana saja. Sebenarnya aku dalam perjalanan pulang ke Lai Lai.”“Oh...” Mey Lan hanya mengangguk-angguk.Mengapa semua ini terasa aneh?“Lan-mey, siapa ini?” tiba-tiba ada suara yang keluar dari toko di sebelah Cio San.“Eh, Bun-ko (Kakak Bun).” Mey Lan terlihat kaget. “Perkenalkan, ini A San. Dulu pernah bekerja sebagai pegawai ayah. Dia tukang masak kami,” katanya.“Salam kenal,” kata orang yang dipanggil Bun-ko oleh Mey Lan ini.“Salam kenal,” kata Cio San menjura. Padahal lelaki di depannya ini tidak menjura kepadanya.“A San, ini suamiku, namanya Lim Gak Bun. Dia pendekar dari Kun Lun-pay,” kata Mey Lan kepadanya.“Ah, pendekar dari Kun Lun-pay? Sungguh gagah,” puji Cio San tulus sambil menjura lagi.Lim Gak Bun hanya
Jika perempuan yang kau cintai sudah tidak mencintaimu, maka adalah hal yang paling memalukan untuk memaksanya kembali mencintaimu. Karena cinta, adalah hal yang paling tidak bisa dipaksakan di muka bumi ini.Hal terbaik yang bisa kau lakukan adalah, merelakannya pergi, sambil menyimpan baik-baik kenangan yang tersisa.Hal terbaik yang bisa kau harapkan adalah, mengharapkannya bahagia bersama siapapun yang kini ia cintai.Yang paling terhormat adalah, mundur sejauh-jauhnya dan mengakui kekalahanmu. Bahwa kau tak mampu mempertahankan hal paling penting dalam hidupmu.Jika kau memaksakannya untuk kembali kepadamu, bukankah itu berarti kau tak cinta kepadanya? Jika kau cinta, maka kau akan ikut bahagia melihatnya bahagia.Kau boleh menangis atau meratap. Tapi kau pun tak boleh menipu dirimu sendiri, dengan berharap, bahwa masih ada sedikit sisa-sisa cinta di hatinya untukmu.Karena jika wanita sudah pergi, maka ia akan pergi selamanya. Ia tak akan meninggalkan sisa-sisa cintanya kepadamu
Sekejap saja, Cio San sudah berada di hadapan wanita itu.“Ada apa?”“Anakku tercebur selokan. Air menyeretnya… tolong, Tuan.., tolong….”Dengan pandangannya yang tajam, Cio San sudah berhasil melihat anak itu. Dengan sekali gerakan, ia sudah melompat dan menangkap anak itu sambil bersalto.“Oh, terima kasih… Terima kasih….,” kata ibu itu sambil menangis.Cio San memeriksa anak itu, untunglah belum ‘terlambat’. Dengan sekali menekan sebuah titik di dadanya, anak itu sudah memuntahkan air yang tadi ditelannya.“Terima kasih, Tuan… Terima kasih..”Cio San mengangguk, dan beranjak pergi.Ada kebahagiaan di hatinya, saat menolong orang.Memang kebahagiaan terbaik adalah, saat engkau dapat berguna bagi orang lain.Jika di dunia ini pilihanmu cuma bahagia dan kecewa, mengapa kau pilih kecewa?Ia berjalan lagi. Tubuhnya kini bau comberan, setelah tadi menolong dan menggendong anak kecil yang terjatuh itu.Tiba-tiba ia teringat sesuatu.“Ah, bukankah undangan Khu-hujin itu saat ini ya?” katan
Sajian dari Khu-hujin sungguh nikmat. Seperti tak ada habis-habisnya dikeluarkan dari dapur. Segala jenis makanan dan arak yang paling enak di seluruh Tionggoan, sepertinya disajikan di sini.Cio San yang memang kesukaannya adalah makanan enak, tentu saja menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya. Ia tidak peduli jika ada orang yang menganggapnya rakus. Makanan disajikan untuk dimakan, bukan?Kerlingan mata gadis-gadis dan para lie-hiap (Pendekar Wanita) kepadanya, bukan tidak ia sadari. Ia tahu, dirinya dan Beng Liong, menjadi pusat perhatian sekarang ini. Sepak-terjang Beng Liong yang gagah dan mengagumkan, menjadi daya tarik tersendiri, selain ketampanan dan keharuman tubuhnya yang tersohor.Jika orang memperhatikan, betapa miripnya Beng Liong dan Cio San, tetapi juga terasa mereka sungguh jauh berbeda. Kedua-duanya sama-sama tampan dan gagah. Muda dan terkenal pula. Siapa juga yang menyangsikan kehebatan ilmu silat mereka?Tapi Beng Liong halus tutur-kata dan gerak-geriknya, sedan
“Cayhe tidak membawa lari apa-apa, Tayhiap. Sungguh cayhe tidak berbohong,” jawab Cio San jujur.“Tidak mungkin ilmumu meningkat begitu cepat tanpa guru yang mengajari. Tentunya pasti karena cin-keng (kitab sakti),” tukas salah seorang.“Benar! Kami saja bisa ia kalahkan dalam satu jurus! Jika bukan karena kitab sakti, tidak mungkin ada orang yang sanggup berbuat demikian.”“Kembalikan kitab itu!” semua orang kini sudah berdiri.“Pertanggungjawabkan perbuatanmu!”“Pengkhianat harus dihukum!”“Saudara-saudara, harap tenang! Mari kita bicarakan baik-baik,” Khu-hujin mencoba menenangkan mereka, tetapi suasana sudah terlanjur memanas.“Dengar!” teriak Cio San.Kegagahan dan wibawanya kini tampak.“Aku sudah bilang jika aku tidak mencuri kitab apapun. Siapapun yang tidak percaya, silahkan lakukan apa yang ingin dilakukannya terhadapku!”“San-ji. Tenanglah,” Khu-hujin menyentuh punggung Cio San mencoba untuk menenangkannya.“Semua sudah seperti ini, Hujin. Mungkin ini yang harus terjadi, ag
Jurus pertama!Tinju Besi Meraih Awan.Jurus ini terlihat lamban, tetapi menyimpan kekuatan dan tipu daya yang hebat. Tinju itu mengarah ke kepala Cio San. Anak muda ini mencoba menangkisnya, tetapi entah bagaimana, tinju itu terbuka dan jari-jarinya sudah mengincar mata Cio San!Ia hanya memundurkan badannya. Kakinya tetap ‘tertancap’ di tanah. Jari-jari ganas itu tetap mengincar matanya.Kepalan tangan Su Kong Beng yang satunya lagi, sudah menuju ke dada Cio San pula. Sangat cepat dan berat.Dengan tangan kanannya, Cio San hanya ‘menyentuh’ kepalan yang menyerang dadanya itu. Tapi kepalan itu malah meluncur deras ke arah kepala si pemukul sendiri.Begitu derasnya, sampai ia tak bisa menghentikan tangannya sendiri.Dengan tangan satunya, ia terpaksa menangkis serangan tangannya sendiri!Beng Liong dan Lima Pedang Bu Tong-pay yang merupakan murid-murid utama Bu Tong-pay saja, belum pernah melihat Thay Kek Kun yang seperti itu. Mampu membelokkan tinju penyerang, untuk menyerang si peny