“Aku hanya menyelamatkanmu dari si ‘otak besar’.”“Hah?”“Tentunya, jika aku tidak ada di sana, pemberontakan akan segera terjadi. Orang-orang si ‘otak besar’ yang ia susupkan kesana, pasti akan membunuhmu jika mereka tahu engkau berpihak kepadaku.”Pengemis Cun mengangguk-angguk.“Jika kau mengangapku sebagai Pangcumu, aku ingin memberi perintah kepadamu.”“Hamba siap terima perintah,” katanya sambil berlutut.“Kau harus ‘menghilang’ untuk sementara. Atur langkah baik-baik. Cari anggota-anggota Kay Pang yang sekiranya setia dan percaya kepadamu. Kalian harus bersiap-siap, karena mulai saat ini, aku yakin Kay Pang akan dikuasai oleh antek-antek si ‘otak besar’. Selain itu, aku memintamu untuk pergi ke kotaraja. Selidikilah pergerakan Kay Pang di sana. Segera laporkan kepadaku jika ada perkembangan.”“Baik, Pangcu. Eh, tapi bagaimana hamba harus mencari Pangcu?”“Pergilah ke Khu-hujin. Kau tahu siapa dia, bukan? Nah, katakan bahwa engkau punya pesan untukku. Biar Khu-hujin yang akan me
“Ada kau dan aku.”Ini bukan kesombongan. Jika ia tidak yakin benar, sudah pasti ia tak akan mau bertempur.“Mari kita lanjutkan perjalanan.”Mereka pun berangkat. Sampai sore hari, tibalah mereka di sebuah lembah yang indah. Begitu banyak bunga dan kupu-kupu, membuat tempat ini menjadi sangat indah. Cio San jadi teringat Mey Lan. Biasanya, Mey Lan paling suka tempat seperti ini.“Tempat seindah ini, siapa yang menyangka menyimpan kematian?”“Belum pernah ada kematian di sini,” sahut Suma Sun.“Oh.” Jika Suma Sun yang bicara, Cio San menurut saja.Manusia-manusia yang bernaluri tinggi seperti Suma Sun memang pendapatnya lebih bisa dipegang. Ini karena mereka lebih mengandalkan perasaan mereka. Suma Sun yang mengalami kebutaan mungkin sejak lahir, telah terbiasa mengasah perasaannya ini sehingga menjadi sangat tajam.Posisi tubuh Suma Sun tiba-tiba menegak. Gerakannya menjadi lamban. Jalannya menjadi perlahan. Ia telah merasakan bahaya di depan!Telinga Cio San sendiri belum mendenar a
“Cayhe bukan pesilat. Tapi siapapun yang mengganggu ketenangan istri cayhe, akan cayhe hadapi.”“Majulah,” kata Suma Sun tenang.Cio San bingung harus berkata apa. Dalam hatinya, tentu saja ia percaya Suma Sun.Man-wangwe membuat kuda-kuda.Suma Sun berdiri tegak. Ia telah menyelipkan pedang di pinggangnya.Man-wangwe bergerak!Gerakannya sungguh cepat sekali. Untuk ukuran orang segemuk dia, gerakannya bahkan sama lincahnya dengan Ji Hau Leng! Cio San saja hampir tak percaya.Pukulannya sederhana.Suma Sun telah menggenggam pedangnya.Begitu jarak keduanya semakin dekat, tiba-tiba dari mulut Man-wangwe terdengar teriakan yang sangat dahsyat!Teriakan itu menghancurkan seluruh isi ruangan yang ada. Perabotan pecah, pintu-pintu jebol, bahkan dinding tebal pun retak-retak.“Auman Singa!” bisik Cio San dalam hati. Ia telah mengeluarkan tenaga dalamnya, dan menutup jalan pendengarannya. Tapi tetap saja ia terlambat sedikit. Kecepatan suara, jauh lebih cepat dari kecepatan gerakan manusia.
Man-wangwe kembali melancarkan jurus-jurusnya yang ganas. Pukulannya datang bagai air bah. Tendangannya datang menghunjam bagai badai. Semua coba ditangkis dan dihindari oleh Suma Sun. Tapi berkali-kali juga, pukulan dan tendangan itu ada yang lolos dan mengenai tubuhnya.Suma Sun terjatuh berlutut. Serangan-serangan ini terlalu dahsyat baginya.Ia jatuh, dan kedua tangannya kini menahan tubuhnya agar tidak jatuh tertelungkup.Satu lagi serangan, dan Suma Sun akan habis riwayatnya!Serangan itu pun tiba. Man-wangwe mengatupkan kedua telapak tangannya membentuk sebuah tinju yang sangat mengerikan. Inilah ilmu andalannya, ‘Tinju Palu Besi Menghunjam Sukma’. Cio San tercekat!Sudah tak ada harapan lagi baginya untuk menolong Suma Sun!Gerakan tinju itu sangat dahsyat, sangat cepat, sangat ganas. Menghunjam ke batok kepala bagian belakang Suma Sun.Jleb!Ia pun roboh!Roboh kehilangan nyawanya!Tapi bukan Suma Sun.Man-wangwe lah yang roboh.Sebuah luka di dahinya.Tak ada darah.Hanya ad
“Sebenarnya, yang bernama asli Bwee Hua Sian adalah ibuku ini. Beliaulah yang dijuluki wanita paling cantik dan paling kaya sedunia. Dahulu, beliau lah yang memungutku dari jalan, saat keluargaku dibunuh orang. Beliau yang mendidikku silat. Mengajarkanku banyak hal, termasuk merawat tubuh hingga tetap terjaga seperti ini.”“Ah, aku tahu umurmu belum 80 tahun. Mungkin baru sekitar 30-35 tahun. Tapi harus kuakui, wajah dan perawakanmu seperti anak perempuan berumur 17,” tukas Cio San sambil tersenyum.“Haha... Memang benar kata orang, kau tak dapat menipu Cio San. Beng Liong salah mengambil kesimpulan. Karena memang selama ini, aku selalu menyamar menjadi ibuku. Menggunakan namanya dalam setiap aksi-aksiku.”“Ibuku lah yang berumur 80 tahun. Dan kecantikannya memang benar-benar terjaga. Kau pasti heran, mengapa ibuku terlihat menderita seperti ini ‘kan? Itu karena bajingan Man-wangwe!” Ada kemarahan terlihat di matanya.“Kau tahu kenapa bajingan itu bisa menjadi orang terkaya di dunia?
Ketika ia kembali lagi, teman-temannya masih menunggunya di tempat yang sama.“Terlambat,” kata Cio San. “Mari kita lanjutkan saja perjalanannya.”Mereka pun berangkat.Di jalan Cio San bertanya, “Bagaimana kalian bisa sampai tertangkap?”“Seseorang menaruh racun ke dalam makanan kami. Untunglah racun itu bukan racun yang berbahaya. Hanya untuk membius. Setelah bangun, tahu-tahu kami sudah tertotok,” jelas Cukat Tong.“Kalian makan di mana?” tanya Cio San lagi.“Saat itu, kami berhenti di sebuah warung pinggir jalan di dekat hutan. Warung biasa yang memang buka di tempat seperti itu, khusus bagi pelancong-pelancong yang melintas antar kota,” kata Cukat Tong.“Oh..,” kata Cio San sambil mengangguk-angguk.“Kau sendiri, apa saja yang kau alami?” Cukat Tong balas bertanya.Cio San menjelaskan kejadian di bukit bunga Bwee, pertemuan dan perkelahiannya dengan Ji Hau Leng, serta kejadian di Kay Pang.“Jadi kau sekarang Kay Pang-pangcu?”“Secara tidak resmi. Haha…,” kata Cio San sambil terta
Dalam 3 hari perjalanan, mereka sampai di kota Tho Hoa. Selama perjalanan, Cio San membantu memulihkan keadaan Suma Sun. Si Dewa Pedang ini pulih dengan cepat. Mungkin karena tenaga sakti dari Cio San, dan tenaga dalamnya sendiri. Ia kini sudah dapat berjalan sendiri dan pendengarannya berangsur-angsur membaik. Menurut perhitungan Cio San, dalam 1 bulan saja, Suma Sun mungkin sudah akan pulih seperti sediakala.Begitu memasuki gerbang kota Tho Hoa, sudah ada orang yang menyambut mereka. Cio San masih mengingat orang ini. Dia adalah Huan Biau. Orang yang dulu datang ke kedai Lai Lai, untuk memperbaiki bangunan Lai Lai yang hancur akibat pertempuran.“Selamat datang, para hoohan. Nama cayhe adalah Huan Biau. Orang suruhan Khu-hujin. Beliau mengundang hoohan sekalian untuk sudi mampir ke kediaman beliau,” kata orang itu sambil menjura.“Salam hormat kepada Kauwcu dan Seng Koh (Perawan Suci)!” tiba-tiba hadir pula beberapa orang memberi hormat kepada Cio San. Ia masih ingat, orang-orang i
Paginya Cio San sudah rapi.Ia keluar untuk melihat-lihat keadaan di sekitar kota. Kota yang sangat indah, megah, dan maju sekali. Rupanya perdagangan Khu-hujin yang sukses, turut mengangkat maju kotanya ini. Dalam hati ia bertanya-tanya, apakah ini juga adalah kota gurunya, Kam Ki Hiang?Berpikir bahwa dulu gurunya dan Khu-hujin pernah memadu kasih di kota ini, menimbulkan perasaan haru dalam hatinya.Sambil jalan-jalan, ia bertemu dengan banyak anggota Kay Pang dan Ma Kauw. Cio San berbincang-bincang dengan mereka. Bertanya-tanya banyak hal. Bahkan juga mentraktir mereka minum arak.Kaum laki-laki memang jika sudah berkumpul, terlihat sangat menikmati waktu mereka.Cio San serta puluhan anggota Ma Kauw dan Kay Pang itu pesta arak sampai mabuk. Bahkan mereka mampir juga ke rumah judi untuk sedikit bersenang-senang. Ini untuk pertama kalinya Cio San bermain judi. Rasanya menyenangkan!Entah karena beruntung, atau karena otaknya yang cerdas, Cio San menang banyak hari itu. Uang hasil k