"Nay, menikahlah dengan Miko, aku mohon. Hanya kamu yang ia butuhkan. Aku tau kau menolak menikah dengan Miko karena aku kan? Sekarang ini, aku yang memintamu untuk bersatu dengan Miko," ucapanya dengan penuh harap.'Aku tau betul pancaran cinta dari sudut matamu, pun dengan Miko, betapa hancurnya dia saat kehilanganmu dulu.' batinya berbisik.Hening.Sejenak kedua wanita itu saling diam, hati Naya membenarkan perkataan Eva, memang rasa cintanya pada Miko, di hatinya tetap utuh sejak dulu. Walaupun ia sempat merasakan patah hati saat mendengar kabar Miko telah menikah, tapi sebagai seorang muslimah ia tak ingin berlama-lama larut dalam kesedihan, segala aktivitas kesibukannya dalam menimba ilmu dan bekerja, mampu mengurangi dan mengesampingkan perasaannya. Selain kuliah, Naya juga bekerja di sana, sebagai mahasiswa cerdas dan berprestasi, tentu banyak tawaran pekerjaan menghampirinya, sehingga ia bisa bekerja sambil kuliah, pekerjaannya pada perusahaan asing dengan gaji yang cukup b
POV 3Langit pagi ini tampak cerah, sang sinar orange dengan gagahnya muncul dari peraduan, menyinari jagat yang fana ini. Tetesan embun pagi masih belum kering dari sisa hujan semalam. Begitu terasa hangat saat sang Surya kini terbit menggantikan malam yang dingin karena guyuran hujan.Hampir dua tahun sudah Sintya menjalani hidupnya sendiri memeluk luka atas Penghianatan yang di lakukan sang suami dulu, meski berusaha ikhlas rasa sakit itu masih ada, bahkan ia merasa begitu sulit melupakan semua itu. Hingga menjelang siang, wanita 37 tahun itu masih berkutat dengan layar laptop di meja kerjanya.Dering ponselnya mengagetkan dirinya yang sedang duduk termenung di meja kerjanya, ia hanya melirik sekilas ke lapar pipih yang tergeletak di sampingnya. Dhani. Seperti biasa Dhani selalu mengirim chat sebatas mengingatkan makan atau istirahat, ia tak ingin pujaan hatinya itu terus menerus terbelenggu dalam sebuah jerat masa lalu. Rasa cinta yang membumbung tinggi di dalam hatinya, segala
"Rizki mau ngucapin makasih sama Om Dhani. Dia baik banget ya Mah. Ini kan salah satu menu makanan di restorannya Om Dhani Mah." Sintya mengerutkan keningnya. Anak laki-lakinya itu memang sudah sangat dekat dengan Dhani, dan Rizki juga pernah di ajak Dhani jalan-jalan dan kemudian mampir ke restoran Dhani."Boleh Sayang, sebentar Mamah telpon Om Dhani ya." Sintya kemudian merogoh ponselnya yang tersemat di sakunya, kemudian memenuhi permintaan anak semata wayangnya.Tak berapa lama telepon panggilannya pun tersambung, terdengar suara laki-laki yang selalu menunggu hatinya, di seberang sana."Assalamualaikum, selamat siang, Dhan.""Wa'alaikumsalam, Sintya.""Terimakasih atas makanannya, ya. Ehm, ini Rizki ingin bicara denganmu."Sintya menekan tombol loud speaker pada ponselnya, sebelum memberikannya pada Rizki."Halo jagoan, lagi ngapain?""Lagi maem, Om. Om makasih ya, makanannya enak banget, Rizki suka," ucap bocah tujuh tahun itu dengan sumringah.Sesungguhnya di lubuk hati Sintya
Sudah beberapa hari ini Sintya melakukan salat istikharah, dan hatinya seakan yakin dengan keputusan yang akan diambilnya.Tiga hari berturut-turut ia bermimpi tengah melaksanakan salat dengan seorang laki-laki berdiri di hadapannya sebagai imam, saat laki-laki itu menoleh ia bisa melihatnya wajahnya, Dhani.Mungkin ini jawaban dari Allah atas istikharahnya. Sintya mulai mantapkan hati untuk menerima Dhani, tapi tak mungkin juga jika tiba-tiba ia menelepon laki-laki itu dan mengutarakan menerimanya. Sintya akhirnya memilih menunggu saat Dhani kembali mengungkapkan isi hatinya, kemudian saat itu ia akan mengatakan keputusan itu.Hari ini seperti biasa ia akan sibuk di galeri saat Rizki belajar di sekolah.Ting. Sudah seperti candu bagi Dhani di saat jam makan siang ia akan mengirimkan sebuah pesan untuk Sintya, walau hanya sekedar mengingatkan makan siang, atau bertanya sedang ingin makan apa, karena khawatir Sintya bosan dengan menu makanan yang ia kirim setiap hari, walau menu maka
Beliau selalu mendoakan semoga pernikahannya kali ini, menjadi pernikahan terakhirnya. Pun dengan kedua mempelai memiliki doa dan harapan yang sama.Acara sederhana yang di gelar di kampung halaman mereka, di rumah Pak Imran. Hanya mengundang kerabat dekat dan beberapa tetangga yang hadir.Sintya memang menginginkan acara yang sederhana saja, mengingat dirinya hanya seorang janda, rasanya ia tak perlu menggelar pesta mewah cukup baginya dengan acara sederhana yang penting sah di mata agama dan negara.Usai acara ijab qobul, keluarga Sintya menggelar acara walimah. Alhamdulillah semua sudah berjalan lancar. Hingga malam hari rumah mereka masih rame dengan saudara yang masih sekedar duduk dan ngobrol bersama."Mah, Rizki udah ngantuk, Mah." Rizki terlihat beberapa kali menguap, saat Sintya melirik jam, jarum pendeknya telah menunjuk ke arah angka sepuluh."Rizki sudah ngantuk ya, kita bobok Yuk. Dhan, aku antar Rizki tidur dulu ya."Dhani hanya mengangguk karena ia juga masih mengobrol
Kemudian mereka berwudlu dan melaksanakan salat Isya berjamaah. Sintya mengamini setiap doa yang di lantunkan sang suami.Tok. Tok. Tok."Mbak Sintya!" Terdengar ketukan halus pada pintu kamarnya, saat ia tengah melipat mukenanya. Itu suara Nuri adiknya."Iya, Nur," sahutnya pelan, ia masih memakai mukena bagian atasnya dan membuka pintu kamar, suaminya masih duduk di atas sajadahnya menghadap kiblat yang membelakangi pintu."Ada apa Nur?" tanyanya saat pintu dibukanya."Hehe, maaf ganggu, Rizki di mana? Sini biar tidur sama aku aja," ucapnya pelan."Tuh Rizki udah pulas dari tadi, udah biarin aja tidur di sini, ribet harus gendong pindah kamar." Sintya menunjuk Rizki yang tengah terlelap di kasur."Apa tidak mengganggu, Mbak?" tanya Nuri nyengir."Nggak kamu tenang aja. Udah kamu istirahat sekarang udah malam, Mbak juga mau istirahat.""Oh, baiklah. Selamat bersenang-senang." godanya sambil berlalu."Ada apa Sayang?" Dhani yang baru saja bangkit dan melepas kopyahnya."Itu Nuri, nany
Wajah tampan seakan terpahat sempurna dengan rahang kokoh dengan jambang halus di sekitar pipinya, hidung mancung dengan manik hitam tajam pada tatapan matanya, sempurna dengan bentuk alis tebal yang hampir menyatu. Semua seakan perpaduan yang pas, begitu indah ciptaan Tuhan yang kini berada di hadapan wanita itu.Berlahan ia memejamkan mata, menikmati semua sentuhan lembut dari suami tampannya. "Kamu cantik, Sayang" bisiknya pelan, saat sentuhannya kini merambah di dekat telinganya. Membuat wajahnya merona, dengan lembut tubuhnya direbahkan di pembaringan, hingga sesuatu yang lembut dan hangat kini menyentuh bibirnya.Ia masih memejamkan mata menikmati setiap sentuhan lembut dari kekasih halalnya. Meski ini bukan kali pertama ia merasakan ini, tapi entahlah yang ia rasakan ini begitu membuatnya terbuai. Sintya mencoba membuka matanya saat ia rasakan suaminya terdiam, setelah mencumbunya dengan sedemikian memabukkan.Dilihatnya sang suami tengah tersenyum menatap wajahnya yang kian
POV YudiSaat tiba di depan rumah, aku sedikit heran mengapa banyak lalu lalang para tetangga yang datang ke rumah ini, hingga di teras rumah juga ada karpet yang di gelar, ada acara apa ini sebenarnya, kemarin Sintya mengirim pesan padaku, mengundangku untuk datang ke rumah juga memintaku mengajak serta Kakak perempuanku Mbak Siska.Hubunganku dengan Sintya sudah lebih baik, meskipun Sintya tidak pernah lagi berbasa-basi dengan kata-kata manis seperti saat kami masih bersama dulu, tapi setidaknya ia tak lagi bersikap ketus saat bicara denganku, sepertinya hatinya sudah mulai melunak dan benar-benar telah memaafkanku.Sejujurnya dari dalam lubuk hatiku paling dalam, sungguh aku ingin Sintya mau kembali dan membuka lembaran baru di kehidupan rumah tangga ini, aku ingin kami bisa bersama lagi, walaupun beberapa kali Sintya berkata sudah tak ada lagi rasa, tapi demi Rizki aku yakin cinta yang dulu pernah bersemi dan mengakar di dalam sana, akan bisa kembali tumbuh.Akan aku beri pupuk un