"Wa'alaikumsalam, Ya, sebentar!" seruku sambil berjalan cepat ke arah depan. Kuputar anak kunci dan membukanya, aku sudah biasa mengunci pintu dari dalam, karena aku tinggal hanya berdua dengan Rizki jadi untuk jaga-jaga, pintu selalu aku kunci. Sekitar jam tiga sore Ayah tiba di rumah.Tampak lelaki yang mulai menua, berdiri gagah diambang pintu, senyum hangat mengulas di bibirnya, tatapan teduh yang selalu kurindukan."Ayah!" Aku mengambil dan meraih tangannya yang mulai keriput, kemudian menciumnya dengan takzim."Gimana kabar kamu, Nduk? Cucu Ayah mana?" tanyanya sambil mengelus punggungku."Alhamdulillah, Sintya dan Rizki sehat, Ayah. Rizki masih tidur siang, mungkin sebentar lagi bangun." Terlihat Nuri sedang menutup kembali pagar rumahku, usai membayar taksi online. Aku menghampirinya. Kami saling memeluk."Kamu sehat, Nur?" "Iya, Mbak, Alhamdulillah sehat, Mbak Sintya sama Rizki, sehat? Mana Rizki Mbak?" tanyanya, sambil celingukan."Alhamdulillah sehat, Rizki masih tidur,
Tak terasa waktu sepekan berjalan begitu cepat, sudah satu Minggu Ayah dan Nuri di sini menemani hari-hariku dan Rizki, jika boleh memilih aku ingin terus seperti ini, berada di tengah kehangatan orang-orang yang sangat kucinta. Berada dekat dengan keluarga, membuatku tenang.Dhani semakin intens mencoba mendekatiku, meski aku sering mengabaikan dan cenderung bersikap cuek padanya.Hari ini hari Minggu, seperti biasa jadwal kunjungan Mas Yudi untuk menjenguk Rizki, hari Sabtu kemarin dia mengatakan tak bisa berkunjung karena ada urusan, dan mengusahakan untuk datang berkunjung di hari Minggu, aku hanya mengiyakan saja ucapannya melalui pesan WhatsApp.Namun hingga sore menjelang, sepertinya Mas Yudi sibuk dan tak dapat mengunjungi Rizki, aku pun tak mempermasalahkannya, mungkin memang ia sibuk.Sore ini aku bersama Nuri sedang membuat camilan pisang coklat di dapur, pisang yang Ayah bawa dari kampung baru matang, setelah di diamkan beberapa hari.Kami sibuk di dapur sambil berceloteh
"Maksudnya?""Mbak, dia itu tau alamat rumah ini dari Ayah. Beberapa bulan setelah Mbak berangkat lagi ke sini, Dhani sempat pulang ke kampung dan dia datang menemui Ayah, Dia berbicara langsung dengan Bapak jika Dia ingin serius membina rumah tangga dengan Mbak Sintya.""Hah?! Kamu serius Nur?!" Perkataan Nuri barusan sontak membuatku terkejut, bersamaan dengan terdengarnya teko siul yang sedang kugunakan untuk merebus air. Segera kumatikan kompor.Nuri hanya mengangguk. Sambil tersenyum ke arahku."Kok Ayah nggak ada cerita apa-apa ke Mbak?" Nuri mengambil teko kecil dan menuangkan setengah bungkus teh serbuk ke dalamnya, kemudian menuangkan air panas ke dalamnya.Aku yang masih terkejut hanya berdiri melihat adikku yang mengambil alih kegiatanku tadi."Nuri sempat dengar Ayah bilang begini, Ayah setuju kalau Mbak sama Mas Dhani, tapi bagaimanapun semua keputusan ada di tangan Mbak Sintya, Ayah paham Mbak pasti masih trauma dengan pernikahan, jadi ayah bilang, jika Mas Dhani berhas
Mas Yudi masih mematung melihat ke arah kami, aku yakin, Mas Yudi juga melihat Eva, apa sebelumnya dia tidak tau keadaan Eva sekarang, sehingga ia terlihat begitu kaget.Perlahan, Mas Yudi berjalan ke arah kami, melihat kami berjabat tangan.Setelah menyalamiku, Eva menoleh ke arah Mas Yudi, mungkin ia tadi sempat tak mendengar aku menyebut nama Mas Yudi, karena ia masih berada di dalam mobil."Mas Yudi." Eva berbisik pelan, saat yakin yang di lihat adalah Mas Yudi. Tatapannya sendu menatap ke arah Mas yang berjalan pelan mendekat."Eva." Mas Yudi terlihat berusaha tenang melihat kondisi Eva yang kini tak seperti dulu."Akhirnya aku bisa bertemu lagi denganmu, Mas. Ada yang ingin aku sampaikan," ucapnya pelan, dengan tatapan nanar ke arah mantan suamiku yang juga mantan suaminya.Hening."Ehmm!" Aku berdehem memecah keheningan, karena beberapa detik berlalu Mas Yudi tak bergeming."Mas, kenapa kamu tadi terlihat seperti balik lagi? Aku tadi sempat melihatmu sudah hampir sampai di depa
Aku dan Ayah masuk ke ruang tamu kami duduk memenuhi bangku ruang tamu."Rizki Sayang, ke dalam dulu ya, main sama Bulek Nuri. Ayah sama Mamah dan Tante mau bicara sebentar," bisikku pelan pada telinga kiri anak lelakiku, tanganku mengelus lembut belakang kepalanya.Ia pun mengangguk pelan mengikuti titahku."Mbak Sintya, seperti janjiku beberapa hari lalu, aku datang kembali mengharap kata maaf darimu, Mbak. Aku mohon maaf, sungguh hati ini rasanya tak tenang jika belum mendapatkan kata maaf darimu. Aku sungguh menyesal." Eva menunduk dalam dengan suara parau menahan sesak.Aku terdiam, berusaha tenang, dalam hati aku terus beristighfar agar aku benar-benar bisa memaafkannya dengan tulus."Aku tau, kesalahanku sangat sulit di maafkan bahkan mungkin tak bisa di maafkan, tapi .... Sungguh aku menyesali semuanya Mbak." Ia terisak menunduk dalam.Hening, semua larut dalam pikiran masing-masing.Aku menarik napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya."Aku sudah memaafkanmu, Va. Berjanjil
POV 3.Satu tahun kemudian ...Setelah hari itu, Sintya menjalani hari-harinya lebih tenang dan penuh semangat, rasa sakit yang dulu menyayat hatinya, sebisa mungkin di tepisnya, melihat perkembangan Rizki yang tumbuh menjadi anak yang sehat dan cerdas membuatnya lebih cepat bisa berdamai dengan masa lalu.Hubungannya dengan Dhani masih terjalin dengan baik, beberapa kali Dhani mengungkapkan keseriusan ingin membina rumah tangga bersamanya, tapi Sintya masih saja mengatakan belum siap untuk membina rumah tangga baru.Jadi mereka hanya dekat sebatas teman, Dhani pun mengerti, dirinya tak ingin memaksakan kehendaknya, ia memilih sabar menunggu waktu itu tiba, entah mengapa hatinya yakin jika suatu saat nanti Sintya akan luluh dan membuka ruang hatinya, untuk dirinya melabuhkan cinta.Yudi setiap seminggu atau dua Minggu sekali masih tetap rutin mengunjungi Rizki, tak ada obrolan serius di antara mereka, Yudi cukup tau diri atas kesalahannya dulu, yang begitu menyakiti wanita istimewanya
"Nay, menikahlah dengan Miko, aku mohon. Hanya kamu yang ia butuhkan. Aku tau kau menolak menikah dengan Miko karena aku kan? Sekarang ini, aku yang memintamu untuk bersatu dengan Miko," ucapanya dengan penuh harap.'Aku tau betul pancaran cinta dari sudut matamu, pun dengan Miko, betapa hancurnya dia saat kehilanganmu dulu.' batinya berbisik.Hening.Sejenak kedua wanita itu saling diam, hati Naya membenarkan perkataan Eva, memang rasa cintanya pada Miko, di hatinya tetap utuh sejak dulu. Walaupun ia sempat merasakan patah hati saat mendengar kabar Miko telah menikah, tapi sebagai seorang muslimah ia tak ingin berlama-lama larut dalam kesedihan, segala aktivitas kesibukannya dalam menimba ilmu dan bekerja, mampu mengurangi dan mengesampingkan perasaannya. Selain kuliah, Naya juga bekerja di sana, sebagai mahasiswa cerdas dan berprestasi, tentu banyak tawaran pekerjaan menghampirinya, sehingga ia bisa bekerja sambil kuliah, pekerjaannya pada perusahaan asing dengan gaji yang cukup b
POV 3Langit pagi ini tampak cerah, sang sinar orange dengan gagahnya muncul dari peraduan, menyinari jagat yang fana ini. Tetesan embun pagi masih belum kering dari sisa hujan semalam. Begitu terasa hangat saat sang Surya kini terbit menggantikan malam yang dingin karena guyuran hujan.Hampir dua tahun sudah Sintya menjalani hidupnya sendiri memeluk luka atas Penghianatan yang di lakukan sang suami dulu, meski berusaha ikhlas rasa sakit itu masih ada, bahkan ia merasa begitu sulit melupakan semua itu. Hingga menjelang siang, wanita 37 tahun itu masih berkutat dengan layar laptop di meja kerjanya.Dering ponselnya mengagetkan dirinya yang sedang duduk termenung di meja kerjanya, ia hanya melirik sekilas ke lapar pipih yang tergeletak di sampingnya. Dhani. Seperti biasa Dhani selalu mengirim chat sebatas mengingatkan makan atau istirahat, ia tak ingin pujaan hatinya itu terus menerus terbelenggu dalam sebuah jerat masa lalu. Rasa cinta yang membumbung tinggi di dalam hatinya, segala