Share

Ketua Geng VS Mantan Musuh
Ketua Geng VS Mantan Musuh
Penulis: Alissandra

Pemimpin The Thunder Crew

Di dalam kelas 11.3, suasana masih riuh meskipun bel berbunyi sebentar lagi. Siswa siswi asyik bercakap-cakap tentang berita terbaru dari dunia olahraga sekolah. Di salah satu kelompok, pembicaraan hangat terjadi.

“Dia memenangkan pertandingan lagi? Gila!” seru seorang siswa dengan antusias.

“Ya, dan meskipun dia sering berantem dengan siswa sekolah lain, pihak sekolah nggak bisa mengeluarkannya karena dia berprestasi.”, jawab temannya yang lain sambil terkekeh.

Tiba-tiba, percakapan mereka terhenti sejenak ketika Alexa Quinn, ketua geng The Thunder Crew, memasuki kelas. Wajahnya terlihat kacau, rambutnya berantakan, seolah baru bangun tidur, namun tetap terlihat menawan.

“Selamat pagi, Bos!” teriak beberapa siswa dengan nada cemas. Semua murid di kelas segera berdiri, terkesima oleh aura ketegasan yang dimiliki Alexa.

“Pagi semua!” Jawab Alexa, dengan sikap santai dan sedikit senyuman, melangkah ke mejanya.

Kegembiraan di wajahnya masih samar, mungkin karena euforia kemenangan di pertandingan taekwondo antar kota kemarin. Dia baru saja membawa pulang medali emas yang diimpikan banyak orang.

Salah satu anak buahnya, Beni, melangkah maju dengan ragu. Wajahnya terlihat tegang, dan dia menyesuaikan diri dengan aura menakutkan yang dipancarkan oleh Alexa.

“Selamat atas kemenangan Anda, Bos.”, ucapnya, suaranya bergetar namun berusaha terdengar mantap. Dia menundukkan kepala, tidak berani menatap langsung ke mata Alexa, khawatir bahwa setiap kesalahan kecil dapat menimbulkan kemarahan.

“Ya, ya, terima kasih. Aku mau tidur, jangan ganggu aku,” jawab Alexa sambil melirik ke arah Beni dengan ekspresi lelah. Suaranya terdengar datar, menunjukkan betapa sedikitnya energi yang tersisa di dalam dirinya setelah pertandingan yang melelahkan.

Alexa mengambil beberapa buku tebal dari meja, lalu menumpuknya menjadi bantal seadanya. Dengan gerakan santai namun penuh kelelahan, dia merebahkan kepalanya di atas tumpukan buku itu, memejamkan mata seakan tak peduli dengan lingkungan sekitar.

Semua yang ada di kelas langsung saling pandang, berbisik-bisik dengan hati-hati. Mereka melanjutkan obrolan dengan suara yang nyaris tak terdengar, khawatir kalau Alexa terbangun dan murka. Tidak ada yang berani mengusik tidur pemimpin The Thunder Crew, bahkan sekadar mengeluarkan suara lebih keras pun rasanya sudah cukup membuat mereka tegang.

“Padahal dia perempuan, kenapa lelaki sejati sepertiku takut dengannya.”, bisik salah seorang siswa kepada teman di sebelahnya, sambil menunduk frustasi dan meratapi nasib. Wajahnya penuh penyesalan karena menyadari bahwa bahkan keberaniannya tak ada apa-apanya di hadapan Alexa.

“Kamu benar, kawan.”

Temannya mengangguk setuju, suaranya juga bergetar rendah.

“Waktu pertama kali melihatnya di sekolah ini, aku kira dia hanya gadis cantik yang polos. Sekarang, aku nggak nyangka dia bisa menguasai seluruh sekolah dengan kekuatannya. Benar-benar di luar dugaan.”

Mereka berdua menggeleng pelan, masih terkejut dengan betapa besar pengaruh yang dimiliki Alexa, tak hanya di antara siswa, tapi juga di hadapan guru-guru dan seluruh lingkungan sekolah.

Bel berbunyi, menandakan pelajaran akan segera dimulai. Suasana kelas langsung berubah, obrolan bisik-bisik pun terhenti. Pintu kelas terbuka, dan guru masuk dengan langkah tegas. Dia memandang ke seluruh ruangan, lalu melihat Alexa yang masih terlelap di atas tumpukan bukunya.

“Siapa yang tidur itu?” tanya sang guru dengan nada tak senang, tatapannya tertuju pada Alexa yang tak bergerak. "Bangunkan dia!" ucapnya lagi, kini dengan suara yang lebih tegas, menuntut agar salah satu siswa bertindak.

Seluruh kelas terdiam. Tak ada yang berani mengambil inisiatif untuk membangunkan Alexa, bahkan hanya untuk menyentuh mejanya pun terasa seperti melanggar batas yang tak terlihat.

Ketua kelas menelan ludah, lalu dengan suara nyaris tak terdengar, berbisik pelan, “Dia... Alexa, Bu.”

Guru itu sejenak terdiam, matanya memandang Alexa yang masih tertidur dengan santai. Seketika, wajahnya yang awalnya penuh ketegasan berubah. Semua orang tahu siapa Alexa, dan bahkan guru-guru pun lebih memilih untuk tidak memancing keributan dengannya.

Guru itu menarik napas dalam, lalu mengangguk pelan, seolah-olah sudah memahami situasinya.

“Baiklah, kita mulai pelajaran hari ini.”, ucapnya sambil mengalihkan perhatian dari Alexa, melanjutkan kelas seperti tak ada yang terjadi.

Para siswa lainnya saling melirik, merasa lega namun tetap berhati-hati. Suasana kelas kembali tenang, meskipun ada satu sosok yang masih terlelap di tengah semua itu.

Alexa menguap panjang, membangunkan dirinya dengan malas dari tumpukan buku yang menjadi bantalnya. Matanya sedikit menyipit saat menatap sekeliling, lalu dengan suara serak, dia bertanya.

“Hoaam! Apa sekarang sudah waktunya makan siang?”

Semua orang di kelas langsung menoleh ke arahnya, ketegangan terasa di udara. Beni, yang duduk tak jauh dari Alexa, dengan cepat menjawab.

“Ya, Bos.”Jodi, yang duduk di sebelah Beni, juga ikut mengangguk cepat, tak ingin terlihat lambat dalam merespons.

Alexa meregangkan tubuhnya, tidak memedulikan pandangan cemas dari teman-temannya. Mereka tahu, ketika Alexa bangun, suasana sekolah bisa berubah kapan saja, entah menjadi lebih kacau atau lebih tegang.

Alexa melangkah keluar kelas, dengan langkah tenang namun penuh kendali, menuju kantin. Semua mata mengikutinya hingga dia benar-benar hilang dari pandangan. Kelas yang tadi terasa sesak dan hening tiba-tiba meledak dengan obrolan dan bisikan yang tertahan.

“Wah, aku lega. Akhirnya dia pergi,” seru seorang siswa, suaranya terdengar jelas di tengah keributan yang mulai pecah.

Beberapa temannya tertawa kecil, seolah-olah mereka baru saja lolos dari tekanan yang tak terlihat.

“Serius, setiap kali dia ada di sini, rasanya aku nggak bisa bernapas.” Seru siswa lainnya, mengusap keningnya yang berkeringat. Suasana kelas pun mulai kembali ribut.

Pemimpin Geng The Thunder Crew, Alexa Quinn, berjalan dengan langkah mantap melewati kerumunan siswa di lorong. Tanpa sepatah kata pun, siswa-siswa yang berada di jalannya segera memberi ruang, seperti ombak yang terbelah di hadapan kapal besar. Tak satu pun dari mereka yang berani menatap matanya, semua lebih memilih menunduk atau memalingkan wajah, takut memancing perhatiannya.

Di belakangnya, Beni dan Jodi setia mengikuti Alexa, wajah mereka penuh keseriusan. Keduanya seperti bayangan yang selalu berada di dekat pemimpin mereka, tidak ada yang berani memisahkan mereka dari Alexa. Aura ketegangan dan kekuasaan yang dibawa Alexa menguasai suasana, membuat siapa pun di sekitarnya merasa kecil.

Saat Alexa tiba di kantin, suasana yang awalnya ramai langsung berubah hening. Bisikan-bisikan pelan berhenti, dan tatapan cemas menyebar di antara siswa-siswa yang sedang makan. Tanpa perlu aba-aba, mereka segera memberikan jalan, membiarkan Alexa mengambil makan siangnya terlebih dahulu. Tak ada yang berani mendekat atau berdiri di jalurnya.

“Itu Alexa, minggir. Kalau kamu nggak mau cari masalah dengannya,” bisik seorang murid kepada temannya dengan nada serius, matanya waspada, memastikan tidak ada gerakan yang bisa dianggap menantang oleh Alexa.

Alexa mengambil makanannya dengan tenang, tanpa memedulikan reaksi di sekelilingnya. Di belakangnya, Beni dan Jodi terus mengikuti dengan tatapan siaga, seolah menjaga agar tak seorang pun mengganggu pemimpin mereka.

“Anda mau duduk di mana, Bos?” tanya Jodi, suaranya terdengar penuh kehati-hatian.

Alexa menatap sekeliling kantin dengan sedikit rasa jengah. “Apa nggak ada kursi yang kosong?”

Seolah mendengar perintah tak terucap, dalam hitungan detik, kursi yang tadinya penuh langsung kosong. Para siswa yang tadinya duduk di sana buru-buru bangkit, membawa makanan mereka sambil menunduk, tak berani memprotes. Mereka menyingkir begitu cepat, seakan takut berada di jalur Alexa lebih lama dari yang diperlukan.

Alexa hanya mendengus ringan, lalu berjalan menuju meja yang kini tersedia dengan sempurna.

“Kenapa kalian berdiri saja? Apa kalian nggak mau makan siang?” tanya Alexa dengan nada yang santai, tetapi ada ketegangan di dalam suaranya.

Dia memandang sekeliling dengan tatapan tajam, dan seketika semua siswa yang tadinya ragu untuk duduk segera menemukan tempat di kursi mereka, berusaha menjaga jarak dari meja Alexa.

Mereka duduk dengan hati-hati, seperti anak kecil yang takut melanggar aturan. Suasana menjadi hening kembali, dan suara sendok atau garpu yang jatuh di meja lain terdengar sangat jelas. Tak satu pun berani melirik ke arah Alexa, yang sedang menikmati makan siangnya dengan santai, seolah-olah dia tak menyadari efek kehadirannya yang sangat mendominasi.

Beni dan Jodi saling bertukar pandang, merasakan ketegangan di antara mereka dan siswa lainnya, tetapi tetap merasa tenang di sisi Alexa, tempat di mana mereka tahu mereka dilindungi.

Tiga orang siswa ragu-ragu menghampiri Alexa, terlihat jelas bahwa mereka takut mengganggu acara makan siang pemimpin geng The Thunder Crew. Wajah mereka tampak cemas, dan tangan mereka bergetar saat salah satu dari mereka memberanikan diri untuk berbicara.

“B-Bos...” suara siswa itu hampir tidak terdengar, seperti bisikan yang terjebak di tenggorokannya.

Alexa menatap mereka dengan tajam, memberi sinyal bahwa dia mengharapkan penjelasan lebih lanjut.

“Ada apa?” tanyanya, suaranya tenang tetapi penuh otoritas.

Siswa yang lain, melihat temannya yang gugup, berusaha menambah keberanian.

“Kami... Kami butuh bantuan. Kelompok geng dari SMA 32 mengganggu kami dan mengambil uang kami, Bos.”

Kata-kata itu membuat Alexa terdiam sejenak, menghentikan makan siangnya. Dia mengamati ketiga siswa itu dengan cermat, merasakan ketakutan yang jelas terpancar dari mereka.

“Jadi, mereka berani mengganggu kalian? Baiklah, ceritakan lebih banyak,” perintahnya, siap untuk mengambil tindakan.

Ketiga siswa itu saling bertukar pandang sejenak sebelum salah satu dari mereka mengambil napas dalam-dalam dan mulai menjelaskan.

“Saat itu, kami baru saja pulang dari bermain di game zone,” katanya, suaranya bergetar. “Tapi di jalan, kami dihentikan oleh sekelompok siswa. Mereka mengenakan seragam sekolah SMA 32, dan jumlah mereka banyak.”

Siswa itu melanjutkan, terlihat semakin gelisah. “Mereka mengambil paksa uang kami. Jika kami tidak memberi mereka uang, mereka memukul kami. Ini sudah berlangsung selama lima hari, Bos. Kami tidak tahu harus berbuat apa lagi.”

Temannya yang disebelah mengangguk, menambahkan. “Kami takut mereka akan lebih jauh lagi jika kami tidak membayar. Kami hanya ingin bisa pulang dengan aman.”

Alexa mendengarkan dengan seksama, wajahnya berubah serius.

“Jadi, kalian terus-menerus menjadi target mereka tanpa bisa berbuat apa-apa?” tanyanya, suaranya tenang tetapi ada ketegangan yang jelas di dalamnya.

Ketiga siswa itu mengangguk, menundukkan kepala, merasa cemas dengan reaksi yang mungkin akan diberikan oleh Alexa.

Alexa menarik napas dalam, meneguhkan tekadnya. “Baiklah, Jodi, Beni, kumpulkan anggota kita dan beri tahu pemimpin SMA 32. Aku menantangnya.”

Beni dan Jodi saling memandang, terkejut namun terinspirasi oleh keberanian Alexa. Mereka tahu betul bahwa tantangan dari Alexa bukanlah hal yang bisa dianggap enteng, dan siap untuk mengambil risiko demi membela teman-teman mereka.

“Siap, Bos!” jawab Jodi penuh semangat. "Kita akan segera mengumpulkan mereka."

Sementara itu, Alexa memandang ketiga siswa yang masih tampak cemas. “Kalian tenang saja. Kami akan menyelesaikan ini. The Thunder Crew tidak akan membiarkan siapapun mengganggu siswa sekolah kita.”

Dengan pernyataan itu, aura percaya diri Alexa mengalir, dan ketiga siswa itu merasa sedikit lega. Mereka tahu bahwa dengan Alexa di pihak mereka, mereka memiliki harapan untuk mengatasi masalah ini.

Seluruh sekolah pun ribut mendengar kabar bahwa Alexa akan menantang ketua geng SMA 32. Bisikan dan desas-desus menyebar dengan cepat di antara para siswa.

“Apakah Alex akan berantem lagi?”

“Dengar-dengar, SMA 32 memang sering mengganggu siswa-siswa di sekolah kita.”

“Mereka pasti akan mendapatkan balasan yang pantas!”

Para siswa saling menukarkan cerita, menciptakan ketegangan di udara. Meskipun Alexa adalah pemimpin The Thunder Crew, dia dikenal memiliki kode etik yang ketat. Dia sama sekali tidak pernah mengganggu siswa yang lemah atau yang tidak bersalah.

“Dia mungkin terlihat menakutkan, tapi dia tidak pernah sembarangan berkelahi. Dia melindungi yang lemah. Itu yang membuatnya berbeda dari pemimpin geng lainnya.”

Semangat dan rasa hormat mengalir di antara siswa-siswa, banyak yang berusaha membayangkan bagaimana pertarungan ini akan berlangsung. Pertarungan ini bukan hanya sekadar urusan geng, ini adalah pertarungan untuk kehormatan sekolah mereka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status