Share

Ketemu Musuh Lama

Dua kelompok geng sudah berkumpul di taman yang sepi saat malam hari, diselimuti suasana yang tegang. Di satu sisi, Alexa dan anggota The Thunder Crew berdiri tegak, siap menghadapi apa pun yang akan terjadi. Di sisi lain, pemimpin SMA 32, seorang lelaki dengan tubuh besar dan wajah yang sangar bernama Darko, membawa seluruh anggotanya untuk berhadapan dengan mereka. 

Saat Darko melihat Alexa, ekspresi terkejut jelas terpancar di wajahnya. Dia tidak menyangka bahwa gadis secantik dan kelihatan lemah itu adalah pemimpin geng yang selama ini ditakuti anak-anak sekolah di kota ini. Pikirannya berkelana, mengingat reputasi geng The Thunder Crew yang melampaui batas sekolah mereka, dan betapa cerobohnya dia menantang gengnya.

"Jadi, ini dia bos The Thunder Crew," ucapnya, penuh sinis. "Aku tidak percaya seorang gadis bisa memimpin geng. Harusnya kau lebih baik di rumah, menyiapkan makanan atau semacamnya."

Alexa tidak terpengaruh oleh ejekan itu. Dia tetap berdiri dengan penuh percaya diri.

"Aku di sini bukan untuk bermain-main. Jika kalian terus mengganggu teman-teman kami lagi, kalian akan merasakan akibatnya."

Anggota The Thunder Crew bersiap-siap, merapatkan barisan di belakang Alexa, siap untuk bertindak jika situasi memanas. Ketegangan malam itu semakin terasa, dan semua orang tahu bahwa ini adalah momen yang menentukan bagi kedua geng.

Pemimpin geng SMA 32 mendekati Alexa dengan langkah sombong, senyum sinis terlukis di wajahnya. Dia tampak yakin bahwa intimidasi adalah cara terbaik untuk menundukkan lawan-lawannya. Beni bersiap untuk menghajar lelaki itu, ia merasakan kemarahan menggelegak di dalam dirinya. Namun, gerakan tangan Alexa menahannya untuk tidak ikut campur. 

"Aku bisa menanganinya.", ucap Alexa dengan nada tegas, menatap Beni dengan penuh keyakinan. Suaranya tidak menunjukkan sedikit pun keraguan, membuat Beni terpaksa menahan marahnya.

Darko terus melangkah lebih dekat, wajahnya kini hanya beberapa inci dari wajah Alexa. Dengan sikap merendahkan, dia menyentuh wajah Alexa, jari-jarinya menyentuh pipi cantiknya dengan lembut.

"Kau memang cantik, tetapi ini adalah dunia yang keras. Kau tidak akan bertahan lama di sini."

"Kalau begitu, mari kita buktikan. Aku tidak takut pada siapa pun, termasuk kau.", jawabnya, suaranya mantap dan jelas.

Dengan gerakan cepat, Alexa mencengkeram jari-jari pria itu, memutarnya dengan kekuatan yang mengejutkan. Jeritan kesakitan langsung meluncur dari mulutnya, menggema di seluruh taman. Alexa tidak memberi kesempatan musuh untuk membalas, dia melanjutkan aksinya dengan tendangan keras yang membuat pria itu terjatuh ke tanah dengan suara yang membentur permukaan keras.

Kekuatan dan keterampilan yang ditunjukkan Alexa membuat anggota geng SMA 32 tertegun, tidak menyangka bahwa seorang gadis bisa begitu tangguh. Dalam sekejap, suasana di sekitar mereka berubah, kekaguman sekaligus ketakutan terlihat di wajah mereka. 

"Kau kira bisa mengganggu siswa sekolah ku tanpa konsekuensi, hah?! Sekarang kau tahu siapa yang seharusnya kau hadapi!" kata Alexa.

Matanya seakan menantang siapa pun yang berani melangkah maju. Anggota The Thunder Crew di belakangnya saling berbisik, merasakan energi kemarahan yang mengalir dari pemimpin mereka. Alexa menunjukkan bahwa ia tidak hanya ingin membela teman-temannya, tetapi juga membuktikan pada orang lain bahwa dia patut diperhitungkan di dunia ini.

Melihat ketua geng mereka terjatuh di tanah, anggota SMA 32 segera bergerak untuk menyerang Alexa sebagai balasan. Namun, sebelum mereka bisa mendekat, Jodi dan Beni melangkah maju, menghadang serangan dengan sigap. Dengan kecepatan yang dimiliki, mereka melancarkan serangan lebih dulu, memukul dan menendang lawan mereka dengan keterampilan yang telah diasah selama bertahun-tahun bersama Alexa.

Suasana di taman yang sepi itu seketika berubah menjadi arena pertempuran. Suara tinju yang menghantam tubuh, teriakan, dan raungan penuh semangat menggema di udara malam. Alexa, tidak mau ketinggalan, langsung bergabung dalam pertempuran, memanfaatkan momen kekalutan yang melanda geng SMA 32.

"Jangan biarkan mereka mengalahkan kita!" teriak salah satu anggota SMA 32, berusaha membangkitkan semangat teman-temannya. Tetapi Jodi dan Beni terus menggempur dengan cepat, tidak memberikan kesempatan kepada lawan untuk mengatur strategi.

Gadis itu meluncur dengan gesit, menghindari pukulan dan membalas dengan gerakan presisi yang membuat lawan-lawan terdesak. Satu persatu, anggota SMA 32 berusaha untuk menguasai situasi, tetapi kekuatan Alexa dan keahlian timnya membuat mereka terpaksa mundur.

Pertarungan semakin intens, dengan setiap gerakan menunjukkan kekuatan dan ketangguhan The Thunder Crew. Alexa, yang menjadi pusat perhatian, menunjukkan kehebatan dan keberaniannya, semakin memperkuat posisinya sebagai pemimpin yang ditakuti di sekolah ini.

Geng SMA 32 akhirnya mengakui kekalahan, terlihat dengan wajah-wajah mereka yang babak belur dan penuh luka. Alexa mendekati mereka, menarik kerah baju ketua geng yang tergeletak di tanah, mengangkatnya sedikit agar wajahnya berada lebih dekat.

"Jika anggotamu berani mengganggu anak-anak SMA Tunas Muda, aku pastikan kalian akan berakhir di rumah sakit selama sebulan!" ancam Alexa, tatapannya tajam menunjukkan bahwa dia serius.

The Thunder Crew telah mengalahkan hampir semua ketua geng sekolah di kota itu. Nama mereka semakin terkenal sebagai geng yang kuat, yang dipimpin oleh gadis cantik, namun berbahaya. 

Di SMA Tunas Muda, suasana pagi itu dipenuhi dengan bisik-bisik dan gossip yang berkeliaran di antara para siswa. Dari koridor hingga ruang kelas, semua orang membicarakan pertarungan yang terjadi semalam antara The Thunder Crew dan anggota dari SMA 32. Kemenangan Alexa dan anak buahnya menjadi topik utama, seolah-olah itu adalah berita hangat yang tak boleh dilewatkan.

"Jadi, mereka benar-benar mengalahkan geng SMA 32?!" seru seorang siswa bersama kelompoknya. 

"Benar! Aku tidak percaya Alexa sekuat itu. Kita semua tahu dia jago taekwondo, tapi melawan seluruh geng di kota ini? Itu luar biasa!"

"Dan aku dengar saat perkelahian one on one, Alexa menang telak melawan ketua geng SMA 32. Lihat, bahkan wajahnya nggak terluka sedikit pun."

Di sudut kelas, sekelompok gadis berbisik-bisik sambil melirik ke arah Alexa yang sedang duduk santai di mejanya, mengunyah roti lapis dengan tenang.

"Dia terlihat biasa saja. Seakan nggak ada yang terjadi." Salah satu dari mereka berkomentar, masih terkesima dengan aksi heroiknya.

Sementara itu, Beni dan Jodi terlihat dengan jelas memar di beberapa bagian wajahnya, mencerminkan betapa brutalnya pertarungan semalam. Meski begitu, Alexa bahkan tidak mendapat satu pukulan pun dari musuh, dan itu semakin menambah aura kehebatannya. Mereka berdua duduk di dekatnya, mencoba menyembunyikan rasa sakit sambil sesekali melirik ke arah teman-teman sekelas mereka yang membicarakan kejadian itu.

Beni yang memegang pipinya yang bengkak berbisik kepada Jodi.

"Setidaknya kita berada di pihak yang benar. Dan kita punya Alexa di sisi kita."

Jodi mengangguk setuju, meskipun wajahnya juga terlihat memar.

"Ya, tapi rasanya kita harus lebih berhati-hati. Mereka pasti tidak akan membiarkan ini begitu saja.", jawabnya, khawatir dengan kemungkinan balas dendam dari SMA 32.

Saat semua mata terfokus pada Alexa, dia hanya mengangkat bahu dan melanjutkan makannya, tidak terlalu peduli dengan keributan yang terjadi di sekitarnya. Dia tahu kekuatannya dan lebih dari siap untuk menghadapi apa pun yang datang ke arahnya. 

Suasana di kelas mulai tenang saat bel berbunyi, menandakan pelajaran akan segera dimulai. Para siswa yang sebelumnya asyik membicarakan kejadian semalam segera kembali ke tempat duduk mereka, menyiapkan buku dan alat tulis. Pintu kelas terbuka, dan guru mereka, Pak Surya, masuk dengan ekspresi serius di wajahnya.

"Selamat pagi, semua," sapanya sambil menempatkan tasnya di meja. "Sebelum kita mulai pelajaran hari ini, saya punya berita baru."

Semua mata tertuju pada Pak Surya, rasa penasaran mulai menggelora di antara para siswa. "Sekolah kita kedatangan seorang siswa pindahan dari luar kota yang akan belajar di sini. ", lanjut Pak Surya.

"Siapa dia?" bisik salah seorang siswa di barisan belakang, tampak bersemangat.

"Dia akan bergabung dengan kelas kita," ujar Pak Surya, sambil memandang ke arah pintu kelas. "Mari kita sambut dia."

Di saat yang sama, seorang siswa baru melangkah masuk. Seorang remaja dengan penampilan menarik, mengenakan seragam SMA Tunas Muda yang masih baru. Dia tampak sedikit canggung dan takut. Beberapa siswa berbisik satu sama lain, membicarakan siapa dia dan bagaimana dia akan beradaptasi dengan lingkungan baru ini. 

Siswi-siswi di kelas itu mulai ribut melihat anak pindahan itu. "Lihat, dia tampan sekali!" bisik seorang siswi bernama Mia, dengan wajah bersemu merah.

"Hidungnya sangat indah, matanya juga!” seru gadis yang lain, sambil menatap Rafael yang berdiri di depan kelas. 

"Ini adalah... Rafael.", kata Pak Surya memperkenalkan siswa baru tersebut. "Silakan, Rafael, perkenalkan dirimu."

"R-rafael Pradana," ucapnya dengan gugup, raut wajahnya memperlihatkan ketakutan saat semua bertatap muka dengan siswa lain. Ia menunduk, berharap mereka tidak mengoloknya. 

"Bahkan namanya pun sangat keren. Dia pasti bisa membuat siapa pun jatuh hati.", timpal ketua Geng Tiga Mawar, Erika, matanya tidak bisa lepas dari sosok Rafael yang tampan. 

Alexa yang tadinya tak peduli dengan kedatangan anak baru itu langsung terkejut. "Rafael Pradana? Rafa?" gumamnya pelan, mengingat nama itu dari masa lalu yang kelam.

Dia adalah Rafael atau biasa dipaggil Rafa, cowok yang tinggal bertetangga dengannya saat ia berumur tujuh tahun. Alexa sangat membenci Rafa karena Rafa sering memukul dan membulinya saat mereka bermain bersama teman-teman. Kenangan itu kembali mengingatkannya, membangkitkan perasaan marah yang sudah lama terpendam.

Karena Rafa lah ia belajar taekwondo mati-matian agar tidak diganggu oleh orang seperti Rafa lagi. Namun, sebelum Alexa bisa membalas perlakuannya, Rafa sudah terlebih dahulu pindah rumah, tak tahu ke mana. Sejak saat itu, dia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak membiarkan siapa pun, merendahkan dan menyakitinya lagi.

Sekarang, melihat Rafa berdiri di depannya, rasa benci dan dendam itu muncul kembali.

"Aku akan menghajarnya. Sekarang, aku lebih kuat, dia nggak akan bisa menggangguku lagi," ucap Alexa pelan, suaranya tegas meski hanya untuk dirinya sendiri.

Dengan setiap detakan jantungnya, Alexa merasakan dorongan untuk mengambil tindakan. Dia tahu bahwa ini bukan sekadar tentang balas dendam, ini tentang membuktikan kepada dirinya sendiri bahwa dia telah berubah dan tidak akan pernah lagi menjadi mangsa orang-orang jahat.

Rafa duduk di barisan depan, menundukkan kepala, mencoba menghindari pandangan orang-orang yang terus memperhatikannya. Hatinya berdebar, perasaan cemas dan takut menguasainya. Meski begitu, dia belum menyadari bahwa di sekolah yang sama, seseorang dari masa lalunya juga berada di sana.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status