'Keterlaluan kalian. Di belakangku yang sedang nestapa ini, kalian masih bisa berpelukan mesra. Awas kamu Mas! Tapi sabar. Aku harus elegan dan nggak boleh kalah dari maduku. Tak akan kubiarkan rumah ini menjadi milik mawar. Yang merintis pengorbanan aku, yang menuai dia!' batin Aisyah yang masih berdiri di balik pintu.
Aisyah mulai menghapus netranya yang basah. Ia mulai balik ke kamarnya kembali untuk menata hati dan pikirannya yang terkoyak. Tok tok tok! "Dek, tolong dibuka pintunya. Kamu belum makan 'kan? Ada seseorang yang mau memberi makanan enak ke kamu." Menginjak Maghrib, Aisyah yang masih berada di kamarnya, mendengar suara suaminya sedang memanggil dan mengetuk pintu. Denis mencoba merayu Aisyah dengan memberikan makanan. Ceklek! Pintu pun segera terbuka. Kemudian Aisyah keluar dan menutupi rasa sedihnya. "Ada apa Mas?" tanya Aisyah dengan mata nanar menatap ke arah Denis. Aisyah berada di depan Denis yang sedang membawa bok makanan berisi nasi uduk dengan lauk ayam bakar. Terlihat sangat menggoda makanan tersebut. Denis gugup. "Dek, ayo kita makan di ruang makan. Di sana sudah ada mawar. Pun kalau kamu masih belum menerima Mawar, Mawar boleh ke kamar sebelah kita dulu ya?" Denis mengajak Aisyah ke ruang makan karena pria itu mengkhawatirkan kondisi Aisyah. Tidak lama Aisyah menuruti perintah sang suami. Setelah sampai, di ruang itu sudah duduklah Mawar dengan kalem. "Dek, ini Mawar sudah mempersiapkan makanan untukmu. Dan mulai hari ini dia akan tinggal di rumah kita. Iya 'kan Mawar?" Denis dan Aisyah sudah duduk di ruang makan. Denis mulai membuka pembicaraan antara Aisyah dan Mawar agar tidak kaku. "Em. I—iya Syah. Aku boleh 'kan tinggal di sini? Em, kalaupun tidak boleh saya akan pulang kembali. Toh rumahku tidak jauh dari sini. Sebelumnya saya dan Mas Denis meminta maaf jika kamu tidak kami beri tahu terlebih dahulu. Kami sangat tidak mau jika kamu tersakiti." Mawar berusaha berbicara sebaik-baiknya di depan Denis agar Denis semakin menyayangi dia. "Tersakiti kata kamu, Mawar? Lebih sakit lagi jika kalian tiba-tiba datang dan sudah berstatus suami istri. Apa kalian tidak berfikir jika itu akan lebih menyakitkan? Saya nggak masalah jika kalian dulu seenggaknya meminta izin kepada saya. Saya ini berhak untuk tahu. Kalian sama saja selingkuh!" jawab Aisyah dengan tegas. Aisyah tak mau menjadi wanita munafik dan berkata apa adanya namun tetap mengontrol emosinya. Walau saat ini ia merasakan remuk redam yang tak bisa dilukiskan dalam sebuah sketsa. "Aisyah. Maafkan kami. Itu kekhilafan kami. Yang sudah biarlah sudah. Yuk, kita rukun. Toh adanya Mawar agar kamu tak kesepian. Kita makan yuk? Jangan cemberut gitu dong?" Denis berusaha merayu Aisyah agar mau makan. Jika Aisyah marah, terlihat pipinya yang merona hingga terlihat lebih cantik yang membuat Denis masih mempertahankan dirinya. "Nggak mood Mas. Sudah ya, Aisyah mau ke rumah Mama Linda. Mama Linda sudah tahu belum kalau kalian menikah?Selamat menikmati hari bahagia kalian!" Aisyah mencoba bersikap cuek di depan Denis. Ia juga sangat muak duduk bersama dengan Pelakor seperti Mawar. Ia memutuskan akan ke rumah mertuanya yang bernama Linda. Linda sangat menyayangi Aisyah seperti anaknya sendiri. "Dek, jangan buru-buru ke rumah Mama. Pasti Mama akan marah sama Mas. Mas belum siap menyampaikan hal ini kepada Papa dan Mamaku. Plis Dek, jangan membuat keluarga ini menjadi runyam," jawab Denis dengan wajah panik kala Aisyah menyebut nama mamanya. "Orang tua Mas belum tahu soal pernikahan ini? Apa Mas tidak takut mereka marah? Sudahlah Mas, saya harus ke sana. Saya butuh waktu untuk menerima semua ini!" Aisyah mulai berdiri dan bersiap-siap ke rumah mertuanya yang berada tidak jauh dari kotanya. "Kamu nekat, Dek? Apa kamu tidak kasihan sama Mas? Kalau bisa urungkan niat kamu itu!" Denis berdiri dan mencoba menghalangi Aisyah untuk pergi ke rumah orang tuanya. "Mas Denis biarkan Aisyah pergi. Jika dengan ke rumah Mama kamu lebih baik. Biarkanlah. Kasihan Aisyah." Mawar bangkit dari ruang makannya dan cemburu karena sedari tadi Denis fokus pada Aisyah. Mawar merasa diabaikan. Hatinya panas sehingga ia sangat dendam dengan Aisyah. Timbul hati Mawar ingin menguasai diri Denis dan harta seutuhnya. "Tuh, dengarkan istri barumu! Dahlah Mas, Aisyah pergi dulu!" Aisyah tetaplah Aisyah. Rencananya tidak bisa diganggu gugat. Lawan kata cemburu dalam hatinya karena itu akan membuat dirinya lemah. Ia mencoba untuk kuat dan elegan. "Sejak kapan kamu berani sama Mas, Aisyah! Syah! Kamu jangan keras kepala. Sialan!" ujar Denis kepada Aisyah yang nyelonong pergi begitu saja tanpa mengindahkan perkataannya. Aisyah menjadi pembakang kepada Denis karena ia sudah dikhianatinya. Sulit menerima hati yang sudah tersakiti. Apalagi madunya adalah tetangganya sendiri. Itu sangat menyakitkan. Denis menyugar rambutnya karena kesal. Mempunyai dua istri yang dikira membuat dirinya bahagia. Pada kenyataannya malah membuat pikiran menjadi kacau dan penuh masalah. Kesalahan Denis tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya kepada mawar hingga mengakibatkan hamil di luar nikah. Pada akhirnya Denis nikah secara diam-diam tanpa memberi tahu kedua orang tuanya. Ia sangat takut kepada orang tuanya yang memang kaya raya. Kecelakaan perselingkuhan antara Denis dan Mawar membuahkan anak yang kini masih berada di kandungan. Mau tak mau Denis harus bertanggung jawab. *** Waktu sudah petang, terpaksa Aisyah melajukan mobilnya menuju rumah mertuanya. Kini di rumah, tinggal Mawar dan Denis yang sedang dalam pikirannya masing-masing. Mereka masih di ruang makan. Makanan buatan Mawar utuh belum di makan. "Mas Denis, Sayang. Kok aku dicuekin mulu. Makan yuk. Sayang ini makanannya keburu dingin? Biarkan Aisyah menenangkan hatinya. Mas harus punya ruang untuk dia. Nanti kamu sakit loh? Atau mau Mawar suapin?" Mawar mendekat ke arah Denis dan merangkul bahu Denis yang kokoh. Ia mengeluarkan jurus mautnya agar pria tampan itu luluh. Ia sangat senang jika Aisyah pergi. Itu artinya ia berpeluang untuk bisa berlama-lama dengan Denis. "Lepaskan Mawar! Mas masih memikirkan hati Aisyah yang mungkin sangat sakit. Ini kesalahan Mas. Sialan! Dan jika Mama sama Papa tahu dalam waktu dekat ini, bisa habis aku!" Denis mencoba menolak rayuan Mawar yang agresif. Pikirannya saat ini hanya ada Aisyah. Hati Denis memang suka berubah-ubah. "Mas Denis kok kasar sama aku. Aku ini sekarang sudah sah menjadi istri kamu. Kamu sekarang hanya peduli sama Aisyah. Kalau Mama dan Mama kamu marah, bisa kan kita beli rumah baru di luar kota. Dan hubungan kita bisa tenang," ungkap Mawar yang mulai emosi. Mawar sangat cemburu ketika Denis mulai kasar pada dirinya. Dan selalu menyebut nama 'Aisyah. "Maafkan aku Mawar. Mas tidak bermaksud kasar padamu. Mas sama-sama mencintai kalian. Jadi jangan anggap Mas berat sebelah. Kata kamu, kamu menyuruh saya untuk beli rumah baru? Nggak! Kita harus hidup satu atap dengan Aisyah. Aisyah itu adalah istri yang membawaku pada kesuksesan. Aku tak mau menyakitinya," jawab Denis secara tegas. Ia tak mau mempunyai rumah lain untuk memisahkan kedua istrinya. Ia ingin kedua istrinya rukun. Tok tok tok! "Denis! Buka pintunya cepat!" Saat Denis sedang beradu pendapat dengan Mawar, tetiba terdengar suara wanita mengetuk pintu dan berteriak pada dirinya.Mas, itu suara Ibuku. Kenapa sih Ibu teriak-teriak bikin repot saja. Yuk, kita lihat ke sana!" kata Mawar dengan perasaan panik. Ia tahu betul dengan siapa suara orang yang sedang berteriak. Suara teriakan yang memanggil Denis ternyata adalah ibunya Mawar. Tidak lama mawar dan Denis menuju pintu depan untuk menemui mertua barunya. Sangat kesal sebenarnya Denis harus bertemu dengan mertua rewel. "Ada apa Bu?" tanya Mawar kepada sang ibu setelah sampai di depan pintu. "Ibu minta uang tiga juta ya buat melunasi bayar cicilan beli kulkas? Kalau tidak bisa lunas hari ini, rumah Ibu yang kecil itu mau di sita, Mawar. Kalau kamu tidak punya. Pinjam dulu sama Denis. Dia 'kan kaya." Baru beberapa hari menjadi keluarga Denis, keluarganya Mawar sudah meminta uang jutaan. "Banyak banget sih, Bu? Bikin Mawar malu saja." Mawar merasa malu dengan Denis karena sang Ibu meminta uang pada Denis yang belum lama menikah dengannya. "Namanya juga kredit kepada Rentenir. Cepetan, ada uangnya
Malam itu Aisyah masih dalam mobil. Ia masih memikirkan siapa nomor asing yang ada di WA-nya. Dia bingung, akan mengirim pesan atau tidak soalnya dia belum kenal apakah pemilik nomor asing itu orang baik atau orang jahat. "Syah, kamu bengong? Kamu lagi mikir apa sih? Bentar lagi kita sampai lho?" tanya mama Linda yang memperhatikan tingkah Aisyah yang aneh. "Enggak kok Mah. Aisyah hanya sedikit lelah," jawab Aisyah sekenanya. Dia bingung mau jawab apa. Ia tak mau jika mertuanya tahu tentang pesan dari nomor tak dikenal tersebut. "Kalau kamu nggak enak badan bilang ya? Nanti setelah ketemu Devan, Mama mau beli madu stamina untuk kamu. Sepertinya kamu kurang sehat." Bu Linda memperhatikan Aisyah sepertinya sedang kurang enak badan. Ia berencana untuk membelikan madu agar Aisyah sehat kembali "Terserah Mama saja. Makasih ya Ma. Mama baik banget sama aku." Ketahuilah, kenapa Aisyah datang ke rumah mama Linda bukan orang tuanya, karena orang tua Aisyah sudah tiada. Terjadi kece
"Itu lho Ma, teman aku SMA dulu. Dia selalu ngejar aku terus Mah. Padahal, akunya nggak suka," jawab Devan ketika ia dan Aisyah kepergok membicarakan sesuatu. Devan tidak terlalu jujur dengan wanita yang dibicarakan yang ternyata Mawar. Mawar yang kini telah menjadi istri keduanya Denis. "Yang benar? Terus kapan kamu mau menikah? Kalau dah punya cewek, kenalin ke Mamah ya?" Bu Linda meledek Devan karena beliau menginginkan anaknya segera menikah. "Uhuk uhuk uhuk!" Devan malah tersedak karena wanita yang sangat dia cintai berada di sampingnya. Ia tak mungkin mencari wanita lain karena hatinya masih belum bisa move on. "Kok malah tersedak? Ini ada air mineral cepat diminum. Oh, ya, mie ayamnya kita makan yuk? Keburu medok." Mengetahui Devan tersedak, Mama Linda menyodorkan air mineral. Ia khawatir dengan anaknya yang tiba-tiba tersedak. Akhirnya, Aisyah bersama Mama, Devan dan pak sopir makan mie ayam dan camilan bersama. Hati Aisyah yang lara sedikit terobati kala ia bersama den
"Aku orang yang sangat mencintaimu." "Suatu saat kamu akan tahu siapa aku sebenarnya." "I Love You Vorefer" Begitulah jawaban chat WA dari nomor asing. Nomor asing itu belum mengakui siapa sebenarnya dia. Yang membuat Aisyah semakin penasaran. 'Siapa sih. Bikin penasaran saja. Hati lagi sakit gini kok dikerjain orang. Aku biarkan saja deh. Pusing,' batin Aisyah yang pusing dengan chat yang baru saja masuk. Mama Linda terlihat tidur. Hanya Devan dan dirinya yang tak bisa tidur. Sesekali Devan yang berada di depan, menatap kaca spion mobil untuk melihat Aisyah. Devan menatap tajam ke arah Aisyah hingga Aisyah merasa bergetar hatinya. 'Mas Devan kok lihatin aku seperti itu sih? Ada apa dengannya? Tuhan, berikan hamba petunjuk,' batin Aisyah kembali. Aisyah yang lagi ada masalah dengan Denis ditambah bertemu dengan Devan yang bersikap aneh pada dirinya membuat hatinya semakin gundah. "Syah, kita sudah sampai belum? Mamah ketiduran ya? Sudah malam juga sih." Tidak lama, Mama Linda
Dek, Mas mau bicara padamu. Hentikan pekerjaan menjahitmu sebentar saja!" Pada siang hari, Aisyah menghentikan pekerjaannya karena sang suami tiba-tiba memanggilnya. Tidak lama Aisyah berjalan ke arah ruang TV di mana suaminya berada. Menjahit adalah pekerjaan yang digeluti oleh seorang Aisyah sejak sebelum menikah hingga kini. Ia sangat pandai membuat pakaian apa saja. "Ada apa Mas? Apa Mas menyuruh saya untuk membuatkan kopi? Perasaan baru saja tadi saya buatkan," tanya Aisyah sambil meletakkan bobot bokong di sofa. Hari ini suami Aisyah yang bernama Denis libur bekerja di kantor sehingga mereka leluasa untuk mengobrol. "Eng—enggak Dek. Mas mau memberi tahu hal penting. Tapi kamu jangan marah ya?" Dengan gugup Denis menyampaikan maksudnya kepada sang istri. "Hal apa Mas yang mau kamu bicarakan? Cepat katakan!" Hati Aisyah berubah panik. Hatinya tak karuan kala suaminya gugup mengatakan sesuatu hingga membuat pikirannya menerawang ke mana-mana. "Anu, Dek. Mas sudah
"Aku orang yang sangat mencintaimu." "Suatu saat kamu akan tahu siapa aku sebenarnya." "I Love You Vorefer" Begitulah jawaban chat WA dari nomor asing. Nomor asing itu belum mengakui siapa sebenarnya dia. Yang membuat Aisyah semakin penasaran. 'Siapa sih. Bikin penasaran saja. Hati lagi sakit gini kok dikerjain orang. Aku biarkan saja deh. Pusing,' batin Aisyah yang pusing dengan chat yang baru saja masuk. Mama Linda terlihat tidur. Hanya Devan dan dirinya yang tak bisa tidur. Sesekali Devan yang berada di depan, menatap kaca spion mobil untuk melihat Aisyah. Devan menatap tajam ke arah Aisyah hingga Aisyah merasa bergetar hatinya. 'Mas Devan kok lihatin aku seperti itu sih? Ada apa dengannya? Tuhan, berikan hamba petunjuk,' batin Aisyah kembali. Aisyah yang lagi ada masalah dengan Denis ditambah bertemu dengan Devan yang bersikap aneh pada dirinya membuat hatinya semakin gundah. "Syah, kita sudah sampai belum? Mamah ketiduran ya? Sudah malam juga sih." Tidak lama, Mama Linda
"Itu lho Ma, teman aku SMA dulu. Dia selalu ngejar aku terus Mah. Padahal, akunya nggak suka," jawab Devan ketika ia dan Aisyah kepergok membicarakan sesuatu. Devan tidak terlalu jujur dengan wanita yang dibicarakan yang ternyata Mawar. Mawar yang kini telah menjadi istri keduanya Denis. "Yang benar? Terus kapan kamu mau menikah? Kalau dah punya cewek, kenalin ke Mamah ya?" Bu Linda meledek Devan karena beliau menginginkan anaknya segera menikah. "Uhuk uhuk uhuk!" Devan malah tersedak karena wanita yang sangat dia cintai berada di sampingnya. Ia tak mungkin mencari wanita lain karena hatinya masih belum bisa move on. "Kok malah tersedak? Ini ada air mineral cepat diminum. Oh, ya, mie ayamnya kita makan yuk? Keburu medok." Mengetahui Devan tersedak, Mama Linda menyodorkan air mineral. Ia khawatir dengan anaknya yang tiba-tiba tersedak. Akhirnya, Aisyah bersama Mama, Devan dan pak sopir makan mie ayam dan camilan bersama. Hati Aisyah yang lara sedikit terobati kala ia bersama den
Malam itu Aisyah masih dalam mobil. Ia masih memikirkan siapa nomor asing yang ada di WA-nya. Dia bingung, akan mengirim pesan atau tidak soalnya dia belum kenal apakah pemilik nomor asing itu orang baik atau orang jahat. "Syah, kamu bengong? Kamu lagi mikir apa sih? Bentar lagi kita sampai lho?" tanya mama Linda yang memperhatikan tingkah Aisyah yang aneh. "Enggak kok Mah. Aisyah hanya sedikit lelah," jawab Aisyah sekenanya. Dia bingung mau jawab apa. Ia tak mau jika mertuanya tahu tentang pesan dari nomor tak dikenal tersebut. "Kalau kamu nggak enak badan bilang ya? Nanti setelah ketemu Devan, Mama mau beli madu stamina untuk kamu. Sepertinya kamu kurang sehat." Bu Linda memperhatikan Aisyah sepertinya sedang kurang enak badan. Ia berencana untuk membelikan madu agar Aisyah sehat kembali "Terserah Mama saja. Makasih ya Ma. Mama baik banget sama aku." Ketahuilah, kenapa Aisyah datang ke rumah mama Linda bukan orang tuanya, karena orang tua Aisyah sudah tiada. Terjadi kece
Mas, itu suara Ibuku. Kenapa sih Ibu teriak-teriak bikin repot saja. Yuk, kita lihat ke sana!" kata Mawar dengan perasaan panik. Ia tahu betul dengan siapa suara orang yang sedang berteriak. Suara teriakan yang memanggil Denis ternyata adalah ibunya Mawar. Tidak lama mawar dan Denis menuju pintu depan untuk menemui mertua barunya. Sangat kesal sebenarnya Denis harus bertemu dengan mertua rewel. "Ada apa Bu?" tanya Mawar kepada sang ibu setelah sampai di depan pintu. "Ibu minta uang tiga juta ya buat melunasi bayar cicilan beli kulkas? Kalau tidak bisa lunas hari ini, rumah Ibu yang kecil itu mau di sita, Mawar. Kalau kamu tidak punya. Pinjam dulu sama Denis. Dia 'kan kaya." Baru beberapa hari menjadi keluarga Denis, keluarganya Mawar sudah meminta uang jutaan. "Banyak banget sih, Bu? Bikin Mawar malu saja." Mawar merasa malu dengan Denis karena sang Ibu meminta uang pada Denis yang belum lama menikah dengannya. "Namanya juga kredit kepada Rentenir. Cepetan, ada uangnya
'Keterlaluan kalian. Di belakangku yang sedang nestapa ini, kalian masih bisa berpelukan mesra. Awas kamu Mas! Tapi sabar. Aku harus elegan dan nggak boleh kalah dari maduku. Tak akan kubiarkan rumah ini menjadi milik mawar. Yang merintis pengorbanan aku, yang menuai dia!' batin Aisyah yang masih berdiri di balik pintu. Aisyah mulai menghapus netranya yang basah. Ia mulai balik ke kamarnya kembali untuk menata hati dan pikirannya yang terkoyak. Tok tok tok! "Dek, tolong dibuka pintunya. Kamu belum makan 'kan? Ada seseorang yang mau memberi makanan enak ke kamu." Menginjak Maghrib, Aisyah yang masih berada di kamarnya, mendengar suara suaminya sedang memanggil dan mengetuk pintu. Denis mencoba merayu Aisyah dengan memberikan makanan. Ceklek! Pintu pun segera terbuka. Kemudian Aisyah keluar dan menutupi rasa sedihnya. "Ada apa Mas?" tanya Aisyah dengan mata nanar menatap ke arah Denis. Aisyah berada di depan Denis yang sedang membawa bok makanan berisi nasi uduk dengan
Dek, Mas mau bicara padamu. Hentikan pekerjaan menjahitmu sebentar saja!" Pada siang hari, Aisyah menghentikan pekerjaannya karena sang suami tiba-tiba memanggilnya. Tidak lama Aisyah berjalan ke arah ruang TV di mana suaminya berada. Menjahit adalah pekerjaan yang digeluti oleh seorang Aisyah sejak sebelum menikah hingga kini. Ia sangat pandai membuat pakaian apa saja. "Ada apa Mas? Apa Mas menyuruh saya untuk membuatkan kopi? Perasaan baru saja tadi saya buatkan," tanya Aisyah sambil meletakkan bobot bokong di sofa. Hari ini suami Aisyah yang bernama Denis libur bekerja di kantor sehingga mereka leluasa untuk mengobrol. "Eng—enggak Dek. Mas mau memberi tahu hal penting. Tapi kamu jangan marah ya?" Dengan gugup Denis menyampaikan maksudnya kepada sang istri. "Hal apa Mas yang mau kamu bicarakan? Cepat katakan!" Hati Aisyah berubah panik. Hatinya tak karuan kala suaminya gugup mengatakan sesuatu hingga membuat pikirannya menerawang ke mana-mana. "Anu, Dek. Mas sudah