'Keterlaluan kalian. Di belakangku yang sedang nestapa ini, kalian masih bisa berpelukan mesra. Awas kamu Mas! Tapi sabar. Aku harus elegan dan nggak boleh kalah dari maduku. Tak akan kubiarkan rumah ini menjadi milik mawar. Yang merintis pengorbanan aku, yang menuai dia!' batin Aisyah yang masih berdiri di balik pintu.
Aisyah mulai menghapus netranya yang basah. Ia mulai balik ke kamarnya kembali untuk menata hati dan pikirannya yang terkoyak. Tok tok tok! "Dek, tolong dibuka pintunya. Kamu belum makan 'kan? Ada seseorang yang mau memberi makanan enak ke kamu." Menginjak Maghrib, Aisyah yang masih berada di kamarnya, mendengar suara suaminya sedang memanggil dan mengetuk pintu. Denis mencoba merayu Aisyah dengan memberikan makanan. Ceklek! Pintu pun segera terbuka. Kemudian Aisyah keluar dan menutupi rasa sedihnya. "Ada apa Mas?" tanya Aisyah dengan mata nanar menatap ke arah Denis. Aisyah berada di depan Denis yang sedang membawa bok makanan berisi nasi uduk dengan lauk ayam bakar. Terlihat sangat menggoda makanan tersebut. Denis gugup. "Dek, ayo kita makan di ruang makan. Di sana sudah ada mawar. Pun kalau kamu masih belum menerima Mawar, Mawar boleh ke kamar sebelah kita dulu ya?" Denis mengajak Aisyah ke ruang makan karena pria itu mengkhawatirkan kondisi Aisyah. Tidak lama Aisyah menuruti perintah sang suami. Setelah sampai, di ruang itu sudah duduklah Mawar dengan kalem. "Dek, ini Mawar sudah mempersiapkan makanan untukmu. Dan mulai hari ini dia akan tinggal di rumah kita. Iya 'kan Mawar?" Denis dan Aisyah sudah duduk di ruang makan. Denis mulai membuka pembicaraan antara Aisyah dan Mawar agar tidak kaku. "Em. I—iya Syah. Aku boleh 'kan tinggal di sini? Em, kalaupun tidak boleh saya akan pulang kembali. Toh rumahku tidak jauh dari sini. Sebelumnya saya dan Mas Denis meminta maaf jika kamu tidak kami beri tahu terlebih dahulu. Kami sangat tidak mau jika kamu tersakiti." Mawar berusaha berbicara sebaik-baiknya di depan Denis agar Denis semakin menyayangi dia. "Tersakiti kata kamu, Mawar? Lebih sakit lagi jika kalian tiba-tiba datang dan sudah berstatus suami istri. Apa kalian tidak berfikir jika itu akan lebih menyakitkan? Saya nggak masalah jika kalian dulu seenggaknya meminta izin kepada saya. Saya ini berhak untuk tahu. Kalian sama saja selingkuh!" jawab Aisyah dengan tegas. Aisyah tak mau menjadi wanita munafik dan berkata apa adanya namun tetap mengontrol emosinya. Walau saat ini ia merasakan remuk redam yang tak bisa dilukiskan dalam sebuah sketsa. "Aisyah. Maafkan kami. Itu kekhilafan kami. Yang sudah biarlah sudah. Yuk, kita rukun. Toh adanya Mawar agar kamu tak kesepian. Kita makan yuk? Jangan cemberut gitu dong?" Denis berusaha merayu Aisyah agar mau makan. Jika Aisyah marah, terlihat pipinya yang merona hingga terlihat lebih cantik yang membuat Denis masih mempertahankan dirinya. "Nggak mood Mas. Sudah ya, Aisyah mau ke rumah Mama Linda. Mama Linda sudah tahu belum kalau kalian menikah?Selamat menikmati hari bahagia kalian!" Aisyah mencoba bersikap cuek di depan Denis. Ia juga sangat muak duduk bersama dengan Pelakor seperti Mawar. Ia memutuskan akan ke rumah mertuanya yang bernama Linda. Linda sangat menyayangi Aisyah seperti anaknya sendiri. "Dek, jangan buru-buru ke rumah Mama. Pasti Mama akan marah sama Mas. Mas belum siap menyampaikan hal ini kepada Papa dan Mamaku. Plis Dek, jangan membuat keluarga ini menjadi runyam," jawab Denis dengan wajah panik kala Aisyah menyebut nama mamanya. "Orang tua Mas belum tahu soal pernikahan ini? Apa Mas tidak takut mereka marah? Sudahlah Mas, saya harus ke sana. Saya butuh waktu untuk menerima semua ini!" Aisyah mulai berdiri dan bersiap-siap ke rumah mertuanya yang berada tidak jauh dari kotanya. "Kamu nekat, Dek? Apa kamu tidak kasihan sama Mas? Kalau bisa urungkan niat kamu itu!" Denis berdiri dan mencoba menghalangi Aisyah untuk pergi ke rumah orang tuanya. "Mas Denis biarkan Aisyah pergi. Jika dengan ke rumah Mama kamu lebih baik. Biarkanlah. Kasihan Aisyah." Mawar bangkit dari ruang makannya dan cemburu karena sedari tadi Denis fokus pada Aisyah. Mawar merasa diabaikan. Hatinya panas sehingga ia sangat dendam dengan Aisyah. Timbul hati Mawar ingin menguasai diri Denis dan harta seutuhnya. "Tuh, dengarkan istri barumu! Dahlah Mas, Aisyah pergi dulu!" Aisyah tetaplah Aisyah. Rencananya tidak bisa diganggu gugat. Lawan kata cemburu dalam hatinya karena itu akan membuat dirinya lemah. Ia mencoba untuk kuat dan elegan. "Sejak kapan kamu berani sama Mas, Aisyah! Syah! Kamu jangan keras kepala. Sialan!" ujar Denis kepada Aisyah yang nyelonong pergi begitu saja tanpa mengindahkan perkataannya. Aisyah menjadi pembakang kepada Denis karena ia sudah dikhianatinya. Sulit menerima hati yang sudah tersakiti. Apalagi madunya adalah tetangganya sendiri. Itu sangat menyakitkan. Denis menyugar rambutnya karena kesal. Mempunyai dua istri yang dikira membuat dirinya bahagia. Pada kenyataannya malah membuat pikiran menjadi kacau dan penuh masalah. Kesalahan Denis tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya kepada mawar hingga mengakibatkan hamil di luar nikah. Pada akhirnya Denis nikah secara diam-diam tanpa memberi tahu kedua orang tuanya. Ia sangat takut kepada orang tuanya yang memang kaya raya. Kecelakaan perselingkuhan antara Denis dan Mawar membuahkan anak yang kini masih berada di kandungan. Mau tak mau Denis harus bertanggung jawab. *** Waktu sudah petang, terpaksa Aisyah melajukan mobilnya menuju rumah mertuanya. Kini di rumah, tinggal Mawar dan Denis yang sedang dalam pikirannya masing-masing. Mereka masih di ruang makan. Makanan buatan Mawar utuh belum di makan. "Mas Denis, Sayang. Kok aku dicuekin mulu. Makan yuk. Sayang ini makanannya keburu dingin? Biarkan Aisyah menenangkan hatinya. Mas harus punya ruang untuk dia. Nanti kamu sakit loh? Atau mau Mawar suapin?" Mawar mendekat ke arah Denis dan merangkul bahu Denis yang kokoh. Ia mengeluarkan jurus mautnya agar pria tampan itu luluh. Ia sangat senang jika Aisyah pergi. Itu artinya ia berpeluang untuk bisa berlama-lama dengan Denis. "Lepaskan Mawar! Mas masih memikirkan hati Aisyah yang mungkin sangat sakit. Ini kesalahan Mas. Sialan! Dan jika Mama sama Papa tahu dalam waktu dekat ini, bisa habis aku!" Denis mencoba menolak rayuan Mawar yang agresif. Pikirannya saat ini hanya ada Aisyah. Hati Denis memang suka berubah-ubah. "Mas Denis kok kasar sama aku. Aku ini sekarang sudah sah menjadi istri kamu. Kamu sekarang hanya peduli sama Aisyah. Kalau Mama dan Mama kamu marah, bisa kan kita beli rumah baru di luar kota. Dan hubungan kita bisa tenang," ungkap Mawar yang mulai emosi. Mawar sangat cemburu ketika Denis mulai kasar pada dirinya. Dan selalu menyebut nama 'Aisyah. "Maafkan aku Mawar. Mas tidak bermaksud kasar padamu. Mas sama-sama mencintai kalian. Jadi jangan anggap Mas berat sebelah. Kata kamu, kamu menyuruh saya untuk beli rumah baru? Nggak! Kita harus hidup satu atap dengan Aisyah. Aisyah itu adalah istri yang membawaku pada kesuksesan. Aku tak mau menyakitinya," jawab Denis secara tegas. Ia tak mau mempunyai rumah lain untuk memisahkan kedua istrinya. Ia ingin kedua istrinya rukun. Tok tok tok! "Denis! Buka pintunya cepat!" Saat Denis sedang beradu pendapat dengan Mawar, tetiba terdengar suara wanita mengetuk pintu dan berteriak pada dirinya."Mas, itu suara Ibuku. Kenapa sih Ibu teriak-teriak bikin repot saja. Yuk, kita lihat ke sana!" kata Mawar dengan perasaan panik. Ia tahu betul dengan siapa suara orang yang sedang berteriak. Suara teriakan yang memanggil Denis ternyata adalah ibunya Mawar. Tidak lama mawar dan Denis menuju pintu depan untuk menemui mertua barunya. Sangat kesal sebenarnya Denis harus bertemu dengan mertua rewel. "Ada apa Bu?" tanya Mawar kepada sang ibu setelah sampai di depan pintu. "Ibu minta uang tiga juta ya buat melunasi bayar cicilan beli kulkas? Kalau tidak bisa lunas hari ini, rumah Ibu yang kecil itu mau di sita, Mawar. Kalau kamu tidak punya. Pinjam dulu sama Denis. Dia 'kan kaya." Baru beberapa hari menjadi keluarga Denis, keluarganya Mawar sudah meminta uang jutaan. "Banyak banget sih, Bu? Bikin Mawar malu saja." Mawar merasa malu dengan Denis karena sang Ibu meminta uang pada Denis yang belum lama menikah dengannya. "Namanya juga kredit kepada Rentenir. Cepetan, ada uangnya
Malam itu Aisyah masih dalam mobil. Ia masih memikirkan siapa nomor asing yang ada di WA-nya. Dia bingung, akan mengirim pesan atau tidak soalnya dia belum kenal apakah pemilik nomor asing itu orang baik atau orang jahat. "Syah, kamu bengong? Kamu lagi mikir apa sih? Bentar lagi kita sampai lho?" tanya mama Linda yang memperhatikan tingkah Aisyah yang aneh. "Enggak kok Mah. Aisyah hanya sedikit lelah," jawab Aisyah sekenanya. Dia bingung mau jawab apa. Ia tak mau jika mertuanya tahu tentang pesan dari nomor tak dikenal tersebut. "Kalau kamu nggak enak badan bilang ya? Nanti setelah ketemu Devan, Mama mau beli madu stamina untuk kamu. Sepertinya kamu kurang sehat." Bu Linda memperhatikan Aisyah sepertinya sedang kurang enak badan. Ia berencana untuk membelikan madu agar Aisyah sehat kembali "Terserah Mama saja. Makasih ya Ma. Mama baik banget sama aku." Ketahuilah, kenapa Aisyah datang ke rumah mama Linda bukan orang tuanya, karena orang tua Aisyah sudah tiada. Terjadi kece
"Itu lho Ma, teman aku SMA dulu. Dia selalu ngejar aku terus Mah. Padahal, akunya nggak suka," jawab Devan ketika ia dan Aisyah kepergok membicarakan sesuatu. Devan tidak terlalu jujur dengan wanita yang dibicarakan yang ternyata Mawar. Mawar yang kini telah menjadi istri keduanya Denis. "Yang benar? Terus kapan kamu mau menikah? Kalau dah punya cewek, kenalin ke Mamah ya?" Bu Linda meledek Devan karena beliau menginginkan anaknya segera menikah. "Uhuk uhuk uhuk!" Devan malah tersedak karena wanita yang sangat dia cintai berada di sampingnya. Ia tak mungkin mencari wanita lain karena hatinya masih belum bisa move on. "Kok malah tersedak? Ini ada air mineral cepat diminum. Oh, ya, mie ayamnya kita makan yuk? Keburu medok." Mengetahui Devan tersedak, Mama Linda menyodorkan air mineral. Ia khawatir dengan anaknya yang tiba-tiba tersedak. Akhirnya, Aisyah bersama Mama, Devan dan pak sopir makan mie ayam dan camilan bersama. Hati Aisyah yang lara sedikit terobati kala ia bersama den
"Aku orang yang sangat mencintaimu." "Suatu saat kamu akan tahu siapa aku sebenarnya." "I Love You Vorefer" Begitulah jawaban chat WA dari nomor asing. Nomor asing itu belum mengakui siapa sebenarnya dia. Yang membuat Aisyah semakin penasaran. 'Siapa sih. Bikin penasaran saja. Hati lagi sakit gini kok dikerjain orang. Aku biarkan saja deh. Pusing,' batin Aisyah yang pusing dengan chat yang baru saja masuk. Mama Linda terlihat tidur. Hanya Devan dan dirinya yang tak bisa tidur. Sesekali Devan yang berada di depan, menatap kaca spion mobil untuk melihat Aisyah. Devan menatap tajam ke arah Aisyah hingga Aisyah merasa bergetar hatinya. 'Mas Devan kok lihatin aku seperti itu sih? Ada apa dengannya? Tuhan, berikan hamba petunjuk,' batin Aisyah kembali. Aisyah yang lagi ada masalah dengan Denis ditambah bertemu dengan Devan yang bersikap aneh pada dirinya membuat hatinya semakin gundah. "Syah, kita sudah sampai belum? Mamah ketiduran ya? Sudah malam juga sih." Tidak lama, Mama Linda
"Mas Denis?" Kamu mau belanja juga?"Aisyah dan Devan terkejut kala melihat Denis dan Mawar juga berada di Super Market. Mawar dan Denis pun juga sangat terkejut melihat Aisyah belanja dengan Devan."Mas Devan! Ka—kamu bisa sama istriku?"Denis sangat malu sekali ketika Devan melihat Mawar bergandengan tangan dengannya. Yang seharusnya kakaknya tersebut jangan sampai tahu dalam waktu yang secepat ini. Namun, takdir berkata lain."Yang mana istrimu? Yang kau gandeng siapa?" tanya Devan dengan pertanyaan cerdasnya. Devan sangat geram melihat sang adik berjalan mesra dengan Mawar. Padahal istri pertamanya sedang bersedih hati."Dia temanku, Mas. Mas Devan kapan datang? Aisyah, kenapa kamu nggak balas telepon dari saya?"Denis berbohong dan tidak mengakui Mawar sebagai istri keduanya karena ada Devan. Ia mengalihkan pembicaraan dengan bertanya kepada Aisyah."Jangan berbohong, kamu memang brengsek! Plak! Plak!"Karena Devan sangat emosi, dia menampar adiknya sendiri. Dia tidak peduli Deni
"Aku akan mencoba menelepon mamaku dulu."Pada siang itu, Denis dan Mawar masih terjebak di Super Market karena belum bisa membayar barang belanjaan mereka.Solusi terakhir, Denis akan menelepon mamanya. Ia tidak mau kalau dilaporkan kepada pihak kepolisian. Tidak lama, Denis segera menghubungi mamanya.Ternyata sang mama mengangkat telepon dari Denis."Ada apa Denis?" tanya Mama Linda yang ada di seberang sana."Mah, Denis minta bantuan boleh gak? Denis dalam keadaan darurat nih?"Denis mencoba mengawali pembicaraan telepon kepada sang mama dengan nada panik."Ada apa Denis? Kamu di mana?" tanya Mama Linda dengan rasa penasaran."Mah, nomor rekening aku, tolong, ditransfer uang lima juta bisa nggak? Nanti kalau sudah gajian, Denis ganti. Aku ada di Super Market dan kebetulan ATM-nya dibawa Aisyah. Plis Mah, Denis nggak mau masuk penjara," tutur Denis yang menelepon mamanya dengan nada memelas."Kamu belanja di Super Market habis lima juta? Buat beli apa aja, Denis? Tumben kamu belan
Aisyah memberontak. "Mas Denis, lepaskan! Nanti sore saya itu mau pulang! Mobil aku masih di rumah Mamah. Jangan seperti anak kecil kenapa? Tolong lepaskan tangan saya!"Di siang itu Aisyah berteriak. Ia meminta agar dilepaskan tangannya yang dipegang erat oleh Denis. Ia malu dilihat orang banyak di dalam Kafe tersebut."Mobilnya diambil nanti saja! Sekarang pulang pakai mobil saya!" jawab Denis dengan nada tegas.Denis tidak mau jika Aisyah dekat dengan Devan. Pria itu sangat takut kehilangan Aisyah. Denis tetap keras kepala tidak mau melepaskan tangan istrinya. Denis sadar, Aisyah adalah berlian baginya.Devan mendekati Denis dengan geram. "Lepaskan tangan Aisyah, atau kamu akan berduel dengan kakakmu ini! Kau jangan suka paksa wanita yang tak berdaya! mentang-mentang dirimu kuat!"Devan berdiri untuk melepaskan tangan Aisyah yang dipegang oleh Denis dengan kuat. Susah payah Devan melepas tangan Denis yang teramat kuat dan akhirnya, Devan berhasil melepas tangan Aisyah. Aisyah lega
Saat sore hari Aisyah telah selesai membuat nasi goreng. Bangunlah Denis dan Mawar yang sedang bersenang-senang di kamar pribadi milik Aisyah. Denis dan Mawar juga sangat lapar sehingga kedua parasit itu meminta nasi goreng buatan Aisyah. Denis dan Mawar pergi ke ruang makan dan meminta nasi goreng ke Aisyah. Saat Denis menyapa Aisyah, Aisyah langsung menoleh ke belakang mengarah ke ruang makan. "Buat sendiri lah Mas. Dari pagi aku tuh nggak makan. Mawar 'kan pandai membuat nasi uduk." Aisyah sengaja tidak mau berbagi nasi goreng dengan suami dan madunya karena ia melihat Denis malah enak-enakan di kamar bersama Mawar. Wajah Denis memerah. "Pelit amat sih, Syah. Aku ini lagi kehabisan uang. Dikala susah, kamu nggak mau berbagi. Kasihan Mawar juga!" Denis berdiri dan mendesak Aisyah untuk membagi nasi goreng. Ia sangat lapar. Aisyah geram. "Lah, dari tadi pagi kalian nggak masak? Ditinggal sehari saja, rumah berantakan. Mawar ngapain saja?" tanya Aisyah sambil meletakkan nasi gor
"Neli, kamu ngikutin kita? Kenapa tatapan kamu benci seperti itu kepada kita?" tanya Devan kepada Neli yang sudah ada tepat di belakangnya."Eng—nggak benci, saya hanya kepedasan ini Kak. Ingin beli es jeruk di taman ini," jawab Neli secara berbohong. Padahal Neli ingin mengintai pergerakan Devan dan Aisyah. Diam-diam, Neli menyembunyikan sesuatu dalam hatinya. "Jangan berbohong kamu Neli. Aku tahu kamu itu berbohong. Kamu pulang saja temani Mbok Ginah. Jangan ganggu acara kami!" jawab Devan dengan muka sinis ke arah Neli yang memang berbohong. Devan sudah pengalaman dengan wanita berwatak seperti Neli. Ia mungkin tidak akan terjebak dengan tipu muslihatnya. "Sudah, kalian jangan bertengkar. Neli, kalau kamu mau beli es jeruk lanjutkan. Jangan lupa nanti bayar sendiri, kamu masih pinjam uang aku loh. Hutang harus dibayar!" tegas Aiayah yang masih mengingat jika Neli pinjam uang kepadanya. "Eh, iya Kak, tenang saja. Nanti kalau aku sudah kerja dan gajian, hutang Kak Aisyah akan saya
Malam itu Devan dan Aisyah sedang mengalami puncak kebahagiaan meski salah satu pihak sedang dilanda hamil muda. Devan melakukan hubungan dengan istrinya secara lembut hingga mereka sama-sama merasakan puncak kejayaan yanh memuaskan. Hingga mereka terlelap dalam mimpi. ***Pagi pun tiba. Devan sebelum subuh bangun dan mulai mandi besar. Sementara Aisyah masih saja tertidur pulas mungkin karena kelelahan. "Aisyah, bangun. Mandi besar sana. Nanti kita sholat subuh bareng."Ketika Devan sudah mandi, ia membangunkan sang istri dengan menepuk pundak. Tidak lama, Aisyah mulai terbangun. "Ada apa Mas? Haduh, kok aku belum pakai pakaian sih? Aku belum mandi ya? Ini sudah jam berapa?" Asiyah tidak sadar jika waktu itu sudah subuh karena saking lelapnya dan lelah setelah tadi malam bertempur dengan sang suami. "Sudah mandi besar sana. Nanti sholat bareng sama aku. Kamu lupa dengan pertempuran tadi malam?" Devan tersenyum kecil dan gemas melihat Aiayah yang lupa dan cemas. Seperti boneka B
Dia pinjam tiga ratus ribu, Mas? Tapi aku hanya beri dia dua ratus. Aku bilang, uang yang di dompet hanya sisa segitu," jawab Aisyah yang masih menelepon Devan."Oh, yasudah nanti kita bicarakan lagi empat mata di kamar. Ini mungkin udah satu jam, aku mau lihat uji coba yang dilakukan Dokter Virginia. Kamu tetap waspada dengan Neli!'Tidak lama, sambungan telepon diputus oleh Devan. Devan mulai menemui Dokter Virginia untuk memastikan apakah hasil labnya sudah jadi. Sebelum Devan sempat berdiri dari sofa, Dokter yang dimaksud Devan ternyata mendekatinya. "Mas Devan, ayo ikut saya ke ruangan lab. Ada yang perlu saya bicarakan kepada Mas Devan!" Dengan raut wajah serius, wanita tinggi berseragam khas dokter itu mengajak Devan untuk ke ruangan lab."Bagaimana hasilnya, Dokter?" tanya Devan ketika sudah sampai di ruangan lab. Ia berharap-harap cemas dengan hasil yang akan dijelaskan oleh dokter tersebut."Hasilnya positif mengandung zat beracun. Padahal awalnya roti ini aman dan saya b
Sore itu Pak Ujang sudah membawa Mbok Ginah dan wanita muda yang berpakaian sederhana. Namun, tidak berjilbab. Dari cara berpakaiannya wanita tersebut seperti orang desa. "Mbok Ginah? Pak Ujang? Mari silakan duduk ke sana!"Karena Devan sangat menghormati tamu yang datang, tamunya dipersilakan duduk di ruang tamu. Tidak lama, Aisyah datang menghampiri siapa tamunya tersebut dan sudah membawakan air teh dan beberapa jamuan makanan. Beberapa teko dan gelas, beserta jamuan, ia letakkan di meja tamu. "Ini Neng Aisyah? Istrinya Mas Devan ya? Manis sekali. Kenalin Neng, ini Mbok Ginah dan Ini Neli anak saya yang baru pulang kerja dari Arab. Kebetulan, dia sudah berhenti bekerja. Boleh kah dia sama Mbok bekerja di sini? Sekalian jagain Enang jika Nak Devan pergi. Nak Devan itu sudah saya anggap anak sendiri," tutur Mbok Ginah sambil duduk di samping anaknya berumur sekitar 22 tahun. Aisyah mengamati Neli dan Mbok Ginah. Kemudian ia menoleh kepada Devan. "Bagaimana Mas Devan? Apa mereka b
Sore itu, Devan ingin membawa kue pemberian wanita asing ke Klinik milik Dokter Virginia. Namun, pria itu bingung karena Aisyah tidak mau diajak. Padahal Devan hanya ingin mengungkap keganjilan pada kue tersebut. "Syah, sebelum kue ini basi, ayo kita ke Klinik. Aku nggak mau kamu di rumah sendirian karena nggak ada yang jaga. Plis, ikut yuk? Kita harus tahu siapa wanita asing yang memberi kue pada kita itu!" Devan masih mendesak Aisyah untuk pergi ke Klinik. Baginya, keselamatan Aisyah lebih penting dari segalanya. Sedikit pun Devan nggak mau jika istri tercintanya celaka atau dijahatin orang. Apalagi Aisyah sedang mengandung benihnya. Suatu keluarga kecil yang harus diperjuangkan. "Tapi Mas, aku masih sedikit mual. Aku di rumah sendiri nggak papa. Yang jelas, kamu jangan lama-lama di sana. Aku 'kan bawa ponsel, jadi kamu jangan khawatir. Kita Bisa teleponan." Aisyah masih kelelahan sehingga ia hanya ingin di rumah untuk istirahat. Devan mendengus pelan. "Apa aku panggilkan Mbok
Rina sedang mengintai di balik celah jendela yang terbuka yang ada di samping kamar yang mengarah ke jalanan luar. Karena waktu itu Aisyah ada di kamar dan beristirahat dengan Devan. Wanita itu sedang memastikan apakah kita yang ia bawa benar-benar dimakan oleh Aisyah. "Kalau kamu suka dengan roti ini, saya ambilkan pisau pemotong kue dulu ya? Agar makanannya enak!" Devan mengambil pisau roti yang ada di atas piring kecil dekat dengan nakas. Kebetulan pisau tersebut ada di situ. Devan kemudian memotong-motong kue tersebut menjadi beberapa bagian. "Mas, kalau kamu suka, diicipin dulu ya rotinya. Kelihatannya enak banget! Porsinya juga jumbo. Pasti aku nek, jika makan kue sebanya itu!" Aisyah menyuruh Devan mencicipi kue yang dibawa oleh wanita yang katanya adalah suruhan dari Dokter Virginia. Yang sebenarnya wanita tersebut adalah Rina. "Oke deh, aku makan sepotong dulu!" Lalu Devan memakan sepotong kue berwarna coklat dan putih tersebut sepotong. Ia tergoda dengan ben
"Awas saja, aku tidak akan membiarkan janin yang dikandung Aisyah hidup. Kau telah mengambil Devan dariku. Aku juga bisa mengambil janinmu dan akan melenyapkannya." Siang itu, seorang wanita bergaun pink berdiri di balik pintu sambil menatap sinis ke arah Aisyah. "Ehm. Dek Rina, kenapa kamu di situ? Katanya ingin cepat pulang? Atau masih ingin mampir di sini. Nanti aku nitip uang ini untuk Mama ya?" Dokter Virginia ternyata adalah sepupunya Rina. Kebetulan Rina menjadi asisten baru Virginia saat ini. Jadi kesempatan untuk mencelakai Aisyah lebih besar. *** Pada siang itu, Aisyah sudah berada di rumahnya bersama Devan. Aisyah berbaring di ranjang tidurnya setelah meminum vitamin dari Dokter. "Sayang, kamu istirahat dulu ya? Kamu maunya dipesankan masakan apa agar nggak mual? Aku punya makanan rekomen yang sehat di restoran langgananku. Jadi, selama hamil, kamu nggak perlu repot," kata Devan sambil melihat-lihat layar ponselnya. Karena ia ingin memesan makanan online sehat
"Nggak papa. Terima kasih suamiku, aku menangis hari ini karena bahagia sekali," kata Aisyah yang masih dipeluk oleh Devan. Mereka menikmati pemandangan dari atas kemidi putar. "Udahlah jangan menangis lagi. Nanti kita turun beli es krim ya? Atau kita naik wahana lain?" tanya Devan yang masih di atas kemidi putar. Mereka berbincang saling tertawa dalam kesenangan sampai kemidi putar berhenti. Mereka turun dari kemidi putar menuju kantin yang menyediakan berbagai makanan dan minuman termasuk es krim. Dua wadah es krim coklat vanila sudah ia pesan. Devan dan Aisyah menikmati es krim sambil duduk di taman yang di depannya penuh dengan bunga. "Es krimnya nambah nggak? Kalau nambah, saya pesankan?" Devan menikmati es krim sambil menoleh ke Aisyah yang juka menikmati es krim dengan lahap. Dalam hati ia tertawa sendiri karena istrinya sangat menggemaskan. "Udah. Tapi Mas, perutku mual banget. Aku seperti ingin muntah! Di sini nggak ada kamar mandi ya?" Ketika Aisyah suda
"Nggak perlu ditanggepin saja. Aku sudah sakit hati dengan Jiho. Kirain dia tulis bekerja sama denganku. Nyatanya enggak. Yuk, kita bobok. Jangan berpikir yang macam-macam ya?" Aisyah sudah tidak peduli dengan Jiho meski uangnya ada di perusahaannya Jiho yang berkisar puluhan rupiah. Itu tidak mengapa asal tidak mengganggu rumah tangga Aisyah. Akhirnya pasangan suami istri tersebut mulai tertidur. Kecurangan yang dilakukan Nilam diketahui oleh Joni, orang andalan suruhan Devan yang sukses memberikan bukti kecurangan. Sementara Bu Menik tidak terlibat dalam kasus tersebut. Yang curang Pak Karjo dan Nilam. Kini kabarnya, Nilam pergi ke kota untuk mencari pekerjaan karena hutangnya banyak, semua perhiasan yang ia pakai dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hanya ada Bu Menik yang masih sehat dan bekerja sebagai buruh tani biasa di ladangnya Aisyah. Sementara Bu Menik tidak terlibat dalam kasus tersebut. Yang curang Pak Karjo dan Nilam. *** Satu bulan kemudian, sawah