Pagi itu, Aslam menangis sangat keras. Kebetulan Aiayah sedang di kamar mau memberikan ASI pada Aslam. Namun, Aslam tidak mau minum. Ia malah menangis terus. "Bagaimana ini Mas, Aslam nangis terus?" Aisyah kemudian menggendong Aslam karena tangis sang bayi tak kunjung berhenti juga. "Coba aku cek apa Aslam badannya panas?" Devan mengambil alat pendeteksi demam bayi yang berada di dalam nakas. Setelah dicek hasilnya membuat terkejut. "Sayang, cepet tidur ya. Anak mama jangan nangis lagi," tutur Aisyah sambil menimang-nimang Aslam yang masih menangis. Tidak lama, Devan datang dan memeriksa suhu badan bayi mungil tersebut. "Sayang, suhu badan Aslam tinggi. Ayo kita bawa dia ke Dokter sebelum terlambat," ujar Devan yang cepat-cepat ingin ke dokter karena badan anaknya demam tinggi. "Baiklah. Ayo kita ke dokter! Ini tinggal bawa tas penting dan popok bayi! Bawa susu formula nggak Mas?" tanya Aisyah takut terjadi apa-apa saat berada di dokter nanti. Devan tersenyum sambil mempersiap
"Maaf kalau saya punya salah dengan kalian. Jangan diperpanjang masalah ini," pinta Dokter Spesialis Anak tersebut. Dokter itu merasa malu ketika Devan tiba-tiba masuk ke ruangan periksa."Oke, saya maklumi. Terima kasih sudah memeriksa anak saya. Aisyah, ayo kita pulang. Harusnya tadi aku ikut masuk ke dalam ruangan ini!" ujar Devan sambil menarik pelan tangan Aisyah. Ia tidak mau Aisyah mengenal dokter tampan yang bernama Weldan tersebut. Aisyah menuruti perkataan Devan sambil menggendong Aslam yang mulai berhenti menangis. Entah mengapa sesudah diperiksa oleh Dokter Weldan, tiba-tiba tangisan Aslam berhenti. Melihat keajaiban itu, Aiayah menoleh ke arah Dokter Weldan. Dokter itu tersenyum hangat ke arah Aisyah. Aisyah langsung ke posisi semula. Ia takut dosa dengan pandangan yang tidak seharusnya ia berikan. Hatinya berdebar-debar melihat tatapan Dokter Weldan yang tidak biasa. "Kenapa dengan Dokter Weldan ya? Tatapannya aneh?" batin Aisyah. Ia takut akan terjadi apa-apa antar
"Itu ada yang ingin melamar pekerjaan menjadi asisten pribadi di kantor," jawab Devan sambil menekan keyboard ponsel untuk menjawab karyawannya yang bernama Joni. "Jadi, Ayah Aslam besok mau bekerja hari ini kah?" Aisyah sedikit penasaran dengan info yang baru saja ia dengar dari suaminya. Devan menggelengkan kepala sambil tersenyum. "Tidak. Biarkan Joni yang mewawancarai. Besok aku ingin memesan dua ekor kambing di salah satu peternak di Kota ini. Nanti ada ART yang ke sini. Bisa saya tinggalkan, Sayang? Ini demi keberkahan rumah tangga kita!"Devan ingin segera pergi untuk memesan dua kambing di salah satu peternak pada keesokan hari. Hari itu sudah larut Devan dan Aisyah mulai beristirahat. **Pagi pun tiba. Aisyah sudah bangun dari tidur. Namun, ia belum sempat menyiapkan sarapan karena Aslam rewel. Sementara Devan baru saja selesai mandi untuk persiapan menuju ke penjual kambing. "Sayang, aku biru-biru berangkat ya? Biar nanti cepat pulng."Devan berpamitan dengan Aisyah u
"Aku kecelakaan Mbok Ijah. Untungnya beberapa warga menolongku. Tadi sempat ke klinik untuk memastikan apakah aku masih baik-baik saja," jawab Devan kepada Mbok Ijah sambil masuk ke dalam rumah dengan langkah tertatih. "Ya Alloh Den. Ayo cepat masuk!" Saat siang, Devan masuk menuju ruang tengah dan langsung duduk di sofa karena semua badannya terasa sakit. "Mas Devan kamu sudah pulang? Kenapa dengan wajah kamu? Apa Mas sudah membeli kambing?" Tiba-tiba Aisyah datang ke ruang tersebut. Ia terkejut melihat keadaan Devan yang terluka. "Sudah, Syah. Tadi sempat kecelakaan dengan sesama mobil. Tiba-tiba dari arah belakang, ada mobil yang menabrak mobil aku hingga aku pingsan sebentar. Mobil Mas ada di bengkel. Tadi aku naik Ojol. Bentar lagi kambingnya datang." Devan menceritakan kecelakaan yang baru saja terjadi. "Astaghfirullah, Mas. Untung saja kamu selamat. Yasudah, Mas istirahat dulu. Atau kalau nggak, Mas makan dulu gih?" ujar Aiayah sambil mendekati sang suami untuk memastik
Rina menoleh ke belakang karena Aisyah memanggilnya. "Ada apa Aisyah?" "Benarkah kamu benar-benar berubah, Rina?" tanya Aisyah kepada Rina. Aisyah iba melihat sikap Rina yang mulai berubah. Ia tidak curiga sedikitpun meski sudah diperingatkan oleh Devan. "Buat apa berbohong? Aku pun rela dipenjara jika aku bersalah pada kalian. Aku sangat menyesal telah merusak rumah tangga kalian," jawab Rina sembari menunduk. Ia menampakkan wajah sendu dan kalem. Tidak seperti Rina dulu yang angkuh dan cerewet. "Mas? Rina sudah berubah. Kamu jangan kasar sama dia. Biarkan dia bertamu ke rumah kita," ungkap Aisyah sambil menoleh ke arah Devan yang duduk di sampingnya. Devan hanya terdiam. Ia masih mengamati perubahan sikap yang dialami oleh Rina. Ia tidak bisa memutuskan apa-apa karena ia masih trauma. "Aisyah. Mungkin Mas Devan masih belum percaya. Saya pamit pulang saja. Terima kasih, kamu sudah menerima aku dengan baik." "Rina, silakan duduk kembali. Ini acara aqiqah anak kami. Kamu bole
"Dek, mas mau bicara padamu. Hentikan pekerjaan menjahitmu sebentar saja!" Pada siang hari, Aisyah menghentikan pekerjaannya karena sang suami tiba-tiba memanggilnya. Tidak lama Aisyah berjalan ke arah ruang TV di mana suaminya berada. Menjahit adalah pekerjaan yang digeluti oleh seorang Aisyah sejak sebelum menikah hingga kini. Ia sangat pandai membuat pakaian apa saja. "Ada apa Mas? Apa Mas menyuruh saya untuk membuatkan kopi? Perasaan baru saja tadi saya buatkan," tanya Aisyah sambil meletakkan bobot bokong di sofa. Hari ini suami Aisyah yang bernama Denis libur bekerja di kantor sehingga mereka leluasa untuk mengobrol. "Eng—enggak Dek. Mas mau memberi tahu hal penting. Tapi kamu jangan marah ya?" Dengan gugup Denis menyampaikan maksudnya kepada sang istri. "Hal apa yang mau kamu bicarakan, Mas? Cepat katakan!" Hati Aisyah berubah panik. Hatinya tak karuan kala suaminya gugup mengatakan sesuatu hingga membuat pikirannya menerawang ke mana-mana. "Anu, Dek. Mas sudah
'Keterlaluan kalian. Di belakangku yang sedang nestapa ini, kalian masih bisa berpelukan mesra. Awas kamu Mas! Tapi sabar. Aku harus elegan dan nggak boleh kalah dari maduku. Tak akan kubiarkan rumah ini menjadi milik mawar. Yang merintis pengorbanan aku, yang menuai dia!' batin Aisyah yang masih berdiri di balik pintu. Aisyah mulai menghapus netranya yang basah. Ia mulai balik ke kamarnya kembali untuk menata hati dan pikirannya yang terkoyak. Tok tok tok! "Dek, tolong dibuka pintunya. Kamu belum makan 'kan? Ada seseorang yang mau memberi makanan enak ke kamu." Menginjak Maghrib, Aisyah yang masih berada di kamarnya, mendengar suara suaminya sedang memanggil dan mengetuk pintu. Denis mencoba merayu Aisyah dengan memberikan makanan. Ceklek! Pintu pun segera terbuka. Kemudian Aisyah keluar dan menutupi rasa sedihnya. "Ada apa Mas?" tanya Aisyah dengan mata nanar menatap ke arah Denis. Aisyah berada di depan Denis yang sedang membawa bok makanan berisi nasi uduk dengan
"Mas, itu suara Ibuku. Kenapa sih Ibu teriak-teriak bikin repot saja. Yuk, kita lihat ke sana!" kata Mawar dengan perasaan panik. Ia tahu betul dengan siapa suara orang yang sedang berteriak. Suara teriakan yang memanggil Denis ternyata adalah ibunya Mawar. Tidak lama mawar dan Denis menuju pintu depan untuk menemui mertua barunya. Sangat kesal sebenarnya Denis harus bertemu dengan mertua rewel. "Ada apa Bu?" tanya Mawar kepada sang ibu setelah sampai di depan pintu. "Ibu minta uang tiga juta ya buat melunasi bayar cicilan beli kulkas? Kalau tidak bisa lunas hari ini, rumah Ibu yang kecil itu mau di sita, Mawar. Kalau kamu tidak punya. Pinjam dulu sama Denis. Dia 'kan kaya." Baru beberapa hari menjadi keluarga Denis, keluarganya Mawar sudah meminta uang jutaan. "Banyak banget sih, Bu? Bikin Mawar malu saja." Mawar merasa malu dengan Denis karena sang Ibu meminta uang pada Denis yang belum lama menikah dengannya. "Namanya juga kredit kepada Rentenir. Cepetan, ada uangnya
Rina menoleh ke belakang karena Aisyah memanggilnya. "Ada apa Aisyah?" "Benarkah kamu benar-benar berubah, Rina?" tanya Aisyah kepada Rina. Aisyah iba melihat sikap Rina yang mulai berubah. Ia tidak curiga sedikitpun meski sudah diperingatkan oleh Devan. "Buat apa berbohong? Aku pun rela dipenjara jika aku bersalah pada kalian. Aku sangat menyesal telah merusak rumah tangga kalian," jawab Rina sembari menunduk. Ia menampakkan wajah sendu dan kalem. Tidak seperti Rina dulu yang angkuh dan cerewet. "Mas? Rina sudah berubah. Kamu jangan kasar sama dia. Biarkan dia bertamu ke rumah kita," ungkap Aisyah sambil menoleh ke arah Devan yang duduk di sampingnya. Devan hanya terdiam. Ia masih mengamati perubahan sikap yang dialami oleh Rina. Ia tidak bisa memutuskan apa-apa karena ia masih trauma. "Aisyah. Mungkin Mas Devan masih belum percaya. Saya pamit pulang saja. Terima kasih, kamu sudah menerima aku dengan baik." "Rina, silakan duduk kembali. Ini acara aqiqah anak kami. Kamu bole
"Aku kecelakaan Mbok Ijah. Untungnya beberapa warga menolongku. Tadi sempat ke klinik untuk memastikan apakah aku masih baik-baik saja," jawab Devan kepada Mbok Ijah sambil masuk ke dalam rumah dengan langkah tertatih. "Ya Alloh Den. Ayo cepat masuk!" Saat siang, Devan masuk menuju ruang tengah dan langsung duduk di sofa karena semua badannya terasa sakit. "Mas Devan kamu sudah pulang? Kenapa dengan wajah kamu? Apa Mas sudah membeli kambing?" Tiba-tiba Aisyah datang ke ruang tersebut. Ia terkejut melihat keadaan Devan yang terluka. "Sudah, Syah. Tadi sempat kecelakaan dengan sesama mobil. Tiba-tiba dari arah belakang, ada mobil yang menabrak mobil aku hingga aku pingsan sebentar. Mobil Mas ada di bengkel. Tadi aku naik Ojol. Bentar lagi kambingnya datang." Devan menceritakan kecelakaan yang baru saja terjadi. "Astaghfirullah, Mas. Untung saja kamu selamat. Yasudah, Mas istirahat dulu. Atau kalau nggak, Mas makan dulu gih?" ujar Aiayah sambil mendekati sang suami untuk memastik
"Itu ada yang ingin melamar pekerjaan menjadi asisten pribadi di kantor," jawab Devan sambil menekan keyboard ponsel untuk menjawab karyawannya yang bernama Joni. "Jadi, Ayah Aslam besok mau bekerja hari ini kah?" Aisyah sedikit penasaran dengan info yang baru saja ia dengar dari suaminya. Devan menggelengkan kepala sambil tersenyum. "Tidak. Biarkan Joni yang mewawancarai. Besok aku ingin memesan dua ekor kambing di salah satu peternak di Kota ini. Nanti ada ART yang ke sini. Bisa saya tinggalkan, Sayang? Ini demi keberkahan rumah tangga kita!"Devan ingin segera pergi untuk memesan dua kambing di salah satu peternak pada keesokan hari. Hari itu sudah larut Devan dan Aisyah mulai beristirahat. **Pagi pun tiba. Aisyah sudah bangun dari tidur. Namun, ia belum sempat menyiapkan sarapan karena Aslam rewel. Sementara Devan baru saja selesai mandi untuk persiapan menuju ke penjual kambing. "Sayang, aku biru-biru berangkat ya? Biar nanti cepat pulng."Devan berpamitan dengan Aisyah u
"Maaf kalau saya punya salah dengan kalian. Jangan diperpanjang masalah ini," pinta Dokter Spesialis Anak tersebut. Dokter itu merasa malu ketika Devan tiba-tiba masuk ke ruangan periksa."Oke, saya maklumi. Terima kasih sudah memeriksa anak saya. Aisyah, ayo kita pulang. Harusnya tadi aku ikut masuk ke dalam ruangan ini!" ujar Devan sambil menarik pelan tangan Aisyah. Ia tidak mau Aisyah mengenal dokter tampan yang bernama Weldan tersebut. Aisyah menuruti perkataan Devan sambil menggendong Aslam yang mulai berhenti menangis. Entah mengapa sesudah diperiksa oleh Dokter Weldan, tiba-tiba tangisan Aslam berhenti. Melihat keajaiban itu, Aiayah menoleh ke arah Dokter Weldan. Dokter itu tersenyum hangat ke arah Aisyah. Aisyah langsung ke posisi semula. Ia takut dosa dengan pandangan yang tidak seharusnya ia berikan. Hatinya berdebar-debar melihat tatapan Dokter Weldan yang tidak biasa. "Kenapa dengan Dokter Weldan ya? Tatapannya aneh?" batin Aisyah. Ia takut akan terjadi apa-apa antar
Pagi itu, Aslam menangis sangat keras. Kebetulan Aiayah sedang di kamar mau memberikan ASI pada Aslam. Namun, Aslam tidak mau minum. Ia malah menangis terus. "Bagaimana ini Mas, Aslam nangis terus?" Aisyah kemudian menggendong Aslam karena tangis sang bayi tak kunjung berhenti juga. "Coba aku cek apa Aslam badannya panas?" Devan mengambil alat pendeteksi demam bayi yang berada di dalam nakas. Setelah dicek hasilnya membuat terkejut. "Sayang, cepet tidur ya. Anak mama jangan nangis lagi," tutur Aisyah sambil menimang-nimang Aslam yang masih menangis. Tidak lama, Devan datang dan memeriksa suhu badan bayi mungil tersebut. "Sayang, suhu badan Aslam tinggi. Ayo kita bawa dia ke Dokter sebelum terlambat," ujar Devan yang cepat-cepat ingin ke dokter karena badan anaknya demam tinggi. "Baiklah. Ayo kita ke dokter! Ini tinggal bawa tas penting dan popok bayi! Bawa susu formula nggak Mas?" tanya Aisyah takut terjadi apa-apa saat berada di dokter nanti. Devan tersenyum sambil mempersiap
Terima kasih, Mas. Kau sangat mencintaiku. Aku juga mencintaimu Mas. Semoga kita diselamatkan dari mara bahaya apa pun. Kita tidur yuk?" ajak Aisyah kepada sang suami denga lembut. Aisyah lelah sekali akibat kejadian yang tidak diinginkan kemarin terjadi. "Iya, Sayang. Kita tidur sekarang juga. Sini aku temenin, biar kamu hangat dan cepat tidur."Malam itu, keluarka kecil mulai tertidur. Alhamdulillah, dedek bayi juga tertidur dan tidak terlalu rewel. ***Pagi pun tiba. Aisyah sudah bangun pada pagi itu. Ia sudah menyiapkan sarapan pagi dan dibantu oleh wanita seumuran Mbok Ghinah. Devan berusaha mencari ART di rumahnya agar pekerjaan Aisyah terasa ringan. Sementara Devan sedang menimang bayi di pagi itu, ketika Aiayah dan ART baru sedang sibuk dengan pekerjaan rumah. "Sayang, kamu tampan sekali seperti ayah. Semoga menjadi anak Sholeh ya? Satu lagi. Kamu harus nurut sama Mama. Mama itu dah berkorban besar mengurus kamu. Sekarang dedek udah mandi, tidur yah?" Devan mengajak berbi
Kalau kamu tidak mau menikah dengan aku, terpaksa aku akan membuang bayi imut kamu ke hutan. Kamu akan merasakan kesedihan yang teramat sangat!"Jiho sudah tidak waras. Cinta buta melupakan segalanya. Yang dulunya dia pria pendiam dan baik, kini berubah jahat dan tidak mempunyai belas kasihan. "Memangnya menikah dengan wanita beristri itu mudah? Malah nanti kamu yang akan masuk penjara karena memaksa menikah denganku? Mana mungkin aku bercerai dengan Mas Devan? Gila kau!" Aisyah geram dengan sikap Jiho yang semakin memaksa. Aisyah diikat di kursi dan tidak bisa gerak sama sekali. Sementara bayi yang masih merah terbaring di bok kecil. Bayi mungil tersebut menangis mencari sang ibu. Jika menangis, Jiho akan melepas Aisyah dan menyuruh untuk memberikan ASI secara eksklusif. "Mudah saja. Asalkan kamu mau bercerai dengan Devan. Atau kalau kamu tidak mau dedek mungil menjadi sasaran! Nih dah aku masukin ke keranjang, tinggal aku buang!" Devan mengancam serius jika Aisyah masih saja
Dua jam kemudian, Devan dan kedua anak buahnya sampai di alamat tujuan. Di mana villa yang diduga milik Jiho. "Bos, mobil kita parkir agak jauh dari vila itu agar kita tidak diketahui bahwa kita sedang ke sana. Tunggu jam delapan malam lalu kita beraksi!" usul Johni sambil memarkir mobil agak jauh di Vila tepatnya di bawah pohon mangga di pelataran luas yang di depannya ada rumah kosong. "Iya. Ini sudah jam 8 malam. Ayo kita beraksi!" ujar Devan sambil turun dari mobil. Diikuti dengan kedua anak buahnya menuju vila. Ketika sampai di villa yang dimaksud, Devan dan kedua anak buahnya berjalan mengendap-endap. Saat di depan pintu gerbang, tiga orang pria berdiri di depan gerbang. "Jon, ternyata rumah ini banyak yang menjaganya. Saya semakin yakin jika Aisyah berada dalam vila asing tersebut." Sebuah bangunan di dekat hutan yang mempunyai gerbang hitam dan dijaga oleh beberapa pengawal. Devan dan teman-temannya berdiri di balik pohon mangga untuk menyusun siasat agar mereka
"Yang benar, Mas Devan? Jika Neng Aisyah sudah pulang? Saya tadi juga ikut mengantar dia ke rumah sakit dengan Mas Jiho. Dia yang menanggung biaya persalinan Neng Aisyah. Saya tadi buru-buru pulang, karena anak saya nangis yang masih kecil," tutur ibu paruh baya yang bernama Bi Munah. Bi Munah terpaksa pulang awal karena kondisi mendesak. Walau sebenarnya beliau ingin menemani Aisyah sampai bisa pulang dengan selamat. "Berarti ini pasti pelakunya Jiho. Dia tega menculik istriku. Terima kasih infonya Bi. Kami akan ke rumah Jiho sekarang. Bi, Devan nitip rumah ini, jika ada orang yang mencurigakan datang ke rumah ini, saya ditelepon atau chat saja. Terima kasih, Ibu sudah berusaha menyelamatkan istri saya. Saya sangat teledor menjadi suami hingga payah seperti ini!" ujar Devan kepada Bi Minah dengan serius. "Siap Mas Devan. Kami tetangga akan menjaga rumah Mas Devan. Nanti saya akan lapor Pak Hansip untuk menjaga rumah ini karena terbukti Neng Aisyah dibawa pergi sama seseorang. Semo