"Aku orang yang sangat mencintaimu."
"Suatu saat kamu akan tahu siapa aku sebenarnya." "I Love You Vorefer" Begitulah jawaban chat WA dari nomor asing. Nomor asing itu belum mengakui siapa sebenarnya dia. Yang membuat Aisyah semakin penasaran. 'Siapa sih. Bikin penasaran saja. Hati lagi sakit gini kok dikerjain orang. Aku biarkan saja deh. Pusing,' batin Aisyah yang pusing dengan chat yang baru saja masuk. Mama Linda terlihat tidur. Hanya Devan dan dirinya yang tak bisa tidur. Sesekali Devan yang berada di depan, menatap kaca spion mobil untuk melihat Aisyah. Devan menatap tajam ke arah Aisyah hingga Aisyah merasa bergetar hatinya. 'Mas Devan kok lihatin aku seperti itu sih? Ada apa dengannya? Tuhan, berikan hamba petunjuk,' batin Aisyah kembali. Aisyah yang lagi ada masalah dengan Denis ditambah bertemu dengan Devan yang bersikap aneh pada dirinya membuat hatinya semakin gundah. "Syah, kita sudah sampai belum? Mamah ketiduran ya? Sudah malam juga sih." Tidak lama, Mama Linda terbangun dari tidurnya. Ternyata beliau masih di mobil dan belum sampai rumahnya. "Belum sampai Mah. Mungkin bentar lagi," jawab Aisyah sambil tersenyum. Sepuluh menit kemudian, mereka sudah sampai rumah. Setelah mobil terparkir, mereka segera ke dalam rumah dan tidur di ruangan masing-masing. *** Pagi pun tiba. Aisyah sudah bangun sedari pagi dan sudah sibuk di dapur untuk memberi kejutan pada mertua dan keluarganya. Ia sudah memasak nasi goreng terasi dan soto seger. Nanti mereka bisa memilih menu masakan yang diminati. Sesekali ia melihat gawainya yang sedari tadi ditelepon oleh Zaki. Aisyah tidak menjawab telepon dari Zaki karena ia ingin memberi pelajaran kepada suaminya itu. "Syah, kamu sudah bangun? Kamu lagi masak? Baunya harum banget." Tidak lama setelah Aisyah mengintip gawainya, muncul Mama Linda yang baru saja bangun. "Aisyah masak nasi goreng terasi sama soto. Mamah suka nggak? Mamah dan Mas Devan pasti lapar. Aisyah sengaja memasak untuk kalian," jawab Aisyah yang telah selesai memasak. "Wah, nasi goreng terasi masakan favorit Devan dan Denis lho. Apalagi soto. Pasti kamu sering masak itu di rumah ya?" Mama Linda sangat senang memiliki mantu pengertian seperti Aisyah. Mama Linda mengacungkan dua jempol kepada Aisyah. "Iya Mah, Mas Denis suka banget sama masakan ini," jawab Aisyah yang terlihat lesu ketika ia mengucapkan kata Denis. Sebenarnya ia malas membicarakan tentang Denis. Kepergiannya ke rumah sang mertua agar ia melupakan Denis dan rasa sakitnya bisa terobati. "Yasudah, ayo kita sarapan. Tuh Devan sudah ada di ruang makan." Mama Linda mengajak Aisyah untuk segera sarapan karena Devan juga sudah berada di ruang makan. Tidak lama, mereka bertiga sudah berada di ruang makan. "Devan, ini masakan Aisyah lho. Dimakan yuk? Kasihan dia lelah, tapi sudah memasak untuk kita." Mama Linda mulai mengambil piring dan sendok yang sudah disiapkan oleh Aiyah. Beliau menyuruh Devan memakan hasil jerih payah Aisyah. Tidak lama, mereka bertiga menikmati sarapan. "Huem. Enak banget nasi gorengnya. Jika ini dijual di Restoran London, pasti laku. Suer." Devan memuji masakan Aisyah yang ternyata sangat lezat. Masakan Aisyah layak menjadi masakan yang berkelas. "Masa sih, Kak? Masakan orang kampung gini kok dijual di Luar Negeri. Hehe. Pastinya ya kalah jauh." Aisyah merendahkan diri walau dipuji. Ia tak ingin menjadi wanita yang suka dipuji. "Serius lah, Syah. Apa perlu bukti? Aku punya teman asli orang London yang tinggal tidak jauh di sini. Tes rasa ke dia? Mau gak?" Devan tidak hanya memuji. Ia ingin membuktikan bahwa masakan Aisyah seperti masakan para Chef terkenal di London. Ada-ada saja. "Hahaha. Sudah-sudah. Dihabisin dulu sarapannya. Memang kalian kalau mengobrol itu bikin Mamah sakit perut. Kalian itu sama-sama lucu. Lapar seperti ini, kita habiskan dulu, oke?" Mama Linda tertawa mendengar perdebatan antara Devan dan Aisyah. "Oke Mah. Semua nasi itu, Devan habiskan ya? Mamah kalau nambah pakai sotonya saja. Nasi gorengnya khusus buat Devan," tutur Devan sambil menambah nasi goreng yang berada di bakul nasi. Semua sisa nasi goreng yang masih tersedia, akan dihabiskan oleh Devan karena pria itu sepertinya sangat lapar dan lebih suka nasi gorengnya dari pada soto. Di depan Devan, ada Aisyah yang mengamati Devan sambil tertawa. Pipi Devan terlihat gembul saat memakan nasi goreng terlalu banyak. "Iya. Habiskan saja. Mamah nanti ambil soto ayamnya. Mamah suka kalau nasi gorengnya cepat habis karena keburu dingin. Oh, iya, stok bahan masakan Mamah habis, Mamah sebenarnya mau ke kantor papa ada urusan. Mama bingung ini." Mama Linda menginginkan Devan berbelanja di Super Market memberi kebutuhan pokok yang telah habis. Beliau memancing agar Devan mau membeli. "Aisyah saja Mah, yang belikan Mamah keperluan bahan pokok. Sekalian Aisyah beli beras. Kebetulan stok beras di rumah menipis." Aisyah bersedia membelikan mama mertuanya membelikan bahan pokok karena sekalian beli beras. Hitung-hitung meringankan beban mertua. "Loh, apa kamu tidak dicari Si Denis? Terus orderan menjahit kamu gimana?" Mamah Linda khawatir jika Aisyah dimarahi oleh Denis jika lama pergi. "Aisyah sudah pamit kok Mah. Tenang saja. Soal menjahit, bisa diatur," jawab Aisyah berbohong. Hari ini adalah hari Senin di mana Denis masuk kerja pagi sekali. Yang biasanya Aisyah selalu menyediakan keperluan sang suami, tapi hari ini Aisyah malah pergi. Aisyah ingin memberi pelajaran kepada sang suami bahwa tanpa dirinya pasti Denis kesusahan. "Mah, Aisyah, saya antar ya? Biar cepat. Kasihan kalau Aisyah menyetir sendiri." Setelah Devan selesai sarapan, ia menawarkan diri untuk mengantar Aisyah ke Super Market karena toko tersebut letaknya lumayan jauh dari komplek perumahan tersebut. "Bagaimana, Aisyah. Apa kamu mau diantar oleh Devan?" Mama Linda setuju saja jika Aisyah diantar oleh Devan dengan syarat, Aisyah menyetujuinya. "Boleh. Yasudah, kita pergi sekarang ya Kak. Tapi saya nunggu Mamah mencatat bahan apa saja yang dibeli." Waktu itu juga, Aisyah ingin segera berbelanja dan akan diantar oleh Devan. "Ini, Syah. Sudah Mamah catat dari kemarin kebutuhan yang menipis. Kalian hati-hati ya? Mamah keburu pergi ini." Setelah Mama Linda memberikan catatan belanja dan uang, beliau segera pergi ke kantor suaminya. Sementara Aisyah dan Devan juga segera menuju mobil untuk pergi ke Super Market. Tidak lama, Aisyah dan Devan sudah di mobil dan mulai perjalanan. Dua puluh menit kemudian, mereka sampai di Super Market. "Syah, aku ikut kamu ya? Saya takut kamu diculik Ondel-Ondel," kata Devan yang mulai berkelakar kembali. "Hehe, Kak Devan lucu banget sih. Terserah Kakak saja," jawab Aisyah sambil menoleh ke arah Devan sambil tersenyum manis kepadanya. "Serius. Aku takut adekku yang imut ini diculik Ondel-Ondel. Bisa saja 'kan, Ondel-Ondelnya naksir kamu terus diculik?" Devan memang pandai berbicara sampai Aisyah tertawa. Pria itu ingin menghibur Aisyah agar tidak sedih lagi. "Aisyah! Mas Devan! Kamu ada di sini!" Ketika Aisyah memilih belanjaan bersama Devan, ada seseorang yang memanggil mereka. Devan dan Aisyah kemudian menoleh ke sumber suara. Mereka sangat terkejut kala melihat siapa yang memanggil mereka.Dek, Mas mau bicara padamu. Hentikan pekerjaan menjahitmu sebentar saja!" Pada siang hari, Aisyah menghentikan pekerjaannya karena sang suami tiba-tiba memanggilnya. Tidak lama Aisyah berjalan ke arah ruang TV di mana suaminya berada. Menjahit adalah pekerjaan yang digeluti oleh seorang Aisyah sejak sebelum menikah hingga kini. Ia sangat pandai membuat pakaian apa saja. "Ada apa Mas? Apa Mas menyuruh saya untuk membuatkan kopi? Perasaan baru saja tadi saya buatkan," tanya Aisyah sambil meletakkan bobot bokong di sofa. Hari ini suami Aisyah yang bernama Denis libur bekerja di kantor sehingga mereka leluasa untuk mengobrol. "Eng—enggak Dek. Mas mau memberi tahu hal penting. Tapi kamu jangan marah ya?" Dengan gugup Denis menyampaikan maksudnya kepada sang istri. "Hal apa Mas yang mau kamu bicarakan? Cepat katakan!" Hati Aisyah berubah panik. Hatinya tak karuan kala suaminya gugup mengatakan sesuatu hingga membuat pikirannya menerawang ke mana-mana. "Anu, Dek. Mas sudah
'Keterlaluan kalian. Di belakangku yang sedang nestapa ini, kalian masih bisa berpelukan mesra. Awas kamu Mas! Tapi sabar. Aku harus elegan dan nggak boleh kalah dari maduku. Tak akan kubiarkan rumah ini menjadi milik mawar. Yang merintis pengorbanan aku, yang menuai dia!' batin Aisyah yang masih berdiri di balik pintu. Aisyah mulai menghapus netranya yang basah. Ia mulai balik ke kamarnya kembali untuk menata hati dan pikirannya yang terkoyak. Tok tok tok! "Dek, tolong dibuka pintunya. Kamu belum makan 'kan? Ada seseorang yang mau memberi makanan enak ke kamu." Menginjak Maghrib, Aisyah yang masih berada di kamarnya, mendengar suara suaminya sedang memanggil dan mengetuk pintu. Denis mencoba merayu Aisyah dengan memberikan makanan. Ceklek! Pintu pun segera terbuka. Kemudian Aisyah keluar dan menutupi rasa sedihnya. "Ada apa Mas?" tanya Aisyah dengan mata nanar menatap ke arah Denis. Aisyah berada di depan Denis yang sedang membawa bok makanan berisi nasi uduk dengan
Mas, itu suara Ibuku. Kenapa sih Ibu teriak-teriak bikin repot saja. Yuk, kita lihat ke sana!" kata Mawar dengan perasaan panik. Ia tahu betul dengan siapa suara orang yang sedang berteriak. Suara teriakan yang memanggil Denis ternyata adalah ibunya Mawar. Tidak lama mawar dan Denis menuju pintu depan untuk menemui mertua barunya. Sangat kesal sebenarnya Denis harus bertemu dengan mertua rewel. "Ada apa Bu?" tanya Mawar kepada sang ibu setelah sampai di depan pintu. "Ibu minta uang tiga juta ya buat melunasi bayar cicilan beli kulkas? Kalau tidak bisa lunas hari ini, rumah Ibu yang kecil itu mau di sita, Mawar. Kalau kamu tidak punya. Pinjam dulu sama Denis. Dia 'kan kaya." Baru beberapa hari menjadi keluarga Denis, keluarganya Mawar sudah meminta uang jutaan. "Banyak banget sih, Bu? Bikin Mawar malu saja." Mawar merasa malu dengan Denis karena sang Ibu meminta uang pada Denis yang belum lama menikah dengannya. "Namanya juga kredit kepada Rentenir. Cepetan, ada uangnya
Malam itu Aisyah masih dalam mobil. Ia masih memikirkan siapa nomor asing yang ada di WA-nya. Dia bingung, akan mengirim pesan atau tidak soalnya dia belum kenal apakah pemilik nomor asing itu orang baik atau orang jahat. "Syah, kamu bengong? Kamu lagi mikir apa sih? Bentar lagi kita sampai lho?" tanya mama Linda yang memperhatikan tingkah Aisyah yang aneh. "Enggak kok Mah. Aisyah hanya sedikit lelah," jawab Aisyah sekenanya. Dia bingung mau jawab apa. Ia tak mau jika mertuanya tahu tentang pesan dari nomor tak dikenal tersebut. "Kalau kamu nggak enak badan bilang ya? Nanti setelah ketemu Devan, Mama mau beli madu stamina untuk kamu. Sepertinya kamu kurang sehat." Bu Linda memperhatikan Aisyah sepertinya sedang kurang enak badan. Ia berencana untuk membelikan madu agar Aisyah sehat kembali "Terserah Mama saja. Makasih ya Ma. Mama baik banget sama aku." Ketahuilah, kenapa Aisyah datang ke rumah mama Linda bukan orang tuanya, karena orang tua Aisyah sudah tiada. Terjadi kece
"Itu lho Ma, teman aku SMA dulu. Dia selalu ngejar aku terus Mah. Padahal, akunya nggak suka," jawab Devan ketika ia dan Aisyah kepergok membicarakan sesuatu. Devan tidak terlalu jujur dengan wanita yang dibicarakan yang ternyata Mawar. Mawar yang kini telah menjadi istri keduanya Denis. "Yang benar? Terus kapan kamu mau menikah? Kalau dah punya cewek, kenalin ke Mamah ya?" Bu Linda meledek Devan karena beliau menginginkan anaknya segera menikah. "Uhuk uhuk uhuk!" Devan malah tersedak karena wanita yang sangat dia cintai berada di sampingnya. Ia tak mungkin mencari wanita lain karena hatinya masih belum bisa move on. "Kok malah tersedak? Ini ada air mineral cepat diminum. Oh, ya, mie ayamnya kita makan yuk? Keburu medok." Mengetahui Devan tersedak, Mama Linda menyodorkan air mineral. Ia khawatir dengan anaknya yang tiba-tiba tersedak. Akhirnya, Aisyah bersama Mama, Devan dan pak sopir makan mie ayam dan camilan bersama. Hati Aisyah yang lara sedikit terobati kala ia bersama den
"Aku orang yang sangat mencintaimu." "Suatu saat kamu akan tahu siapa aku sebenarnya." "I Love You Vorefer" Begitulah jawaban chat WA dari nomor asing. Nomor asing itu belum mengakui siapa sebenarnya dia. Yang membuat Aisyah semakin penasaran. 'Siapa sih. Bikin penasaran saja. Hati lagi sakit gini kok dikerjain orang. Aku biarkan saja deh. Pusing,' batin Aisyah yang pusing dengan chat yang baru saja masuk. Mama Linda terlihat tidur. Hanya Devan dan dirinya yang tak bisa tidur. Sesekali Devan yang berada di depan, menatap kaca spion mobil untuk melihat Aisyah. Devan menatap tajam ke arah Aisyah hingga Aisyah merasa bergetar hatinya. 'Mas Devan kok lihatin aku seperti itu sih? Ada apa dengannya? Tuhan, berikan hamba petunjuk,' batin Aisyah kembali. Aisyah yang lagi ada masalah dengan Denis ditambah bertemu dengan Devan yang bersikap aneh pada dirinya membuat hatinya semakin gundah. "Syah, kita sudah sampai belum? Mamah ketiduran ya? Sudah malam juga sih." Tidak lama, Mama Linda
"Itu lho Ma, teman aku SMA dulu. Dia selalu ngejar aku terus Mah. Padahal, akunya nggak suka," jawab Devan ketika ia dan Aisyah kepergok membicarakan sesuatu. Devan tidak terlalu jujur dengan wanita yang dibicarakan yang ternyata Mawar. Mawar yang kini telah menjadi istri keduanya Denis. "Yang benar? Terus kapan kamu mau menikah? Kalau dah punya cewek, kenalin ke Mamah ya?" Bu Linda meledek Devan karena beliau menginginkan anaknya segera menikah. "Uhuk uhuk uhuk!" Devan malah tersedak karena wanita yang sangat dia cintai berada di sampingnya. Ia tak mungkin mencari wanita lain karena hatinya masih belum bisa move on. "Kok malah tersedak? Ini ada air mineral cepat diminum. Oh, ya, mie ayamnya kita makan yuk? Keburu medok." Mengetahui Devan tersedak, Mama Linda menyodorkan air mineral. Ia khawatir dengan anaknya yang tiba-tiba tersedak. Akhirnya, Aisyah bersama Mama, Devan dan pak sopir makan mie ayam dan camilan bersama. Hati Aisyah yang lara sedikit terobati kala ia bersama den
Malam itu Aisyah masih dalam mobil. Ia masih memikirkan siapa nomor asing yang ada di WA-nya. Dia bingung, akan mengirim pesan atau tidak soalnya dia belum kenal apakah pemilik nomor asing itu orang baik atau orang jahat. "Syah, kamu bengong? Kamu lagi mikir apa sih? Bentar lagi kita sampai lho?" tanya mama Linda yang memperhatikan tingkah Aisyah yang aneh. "Enggak kok Mah. Aisyah hanya sedikit lelah," jawab Aisyah sekenanya. Dia bingung mau jawab apa. Ia tak mau jika mertuanya tahu tentang pesan dari nomor tak dikenal tersebut. "Kalau kamu nggak enak badan bilang ya? Nanti setelah ketemu Devan, Mama mau beli madu stamina untuk kamu. Sepertinya kamu kurang sehat." Bu Linda memperhatikan Aisyah sepertinya sedang kurang enak badan. Ia berencana untuk membelikan madu agar Aisyah sehat kembali "Terserah Mama saja. Makasih ya Ma. Mama baik banget sama aku." Ketahuilah, kenapa Aisyah datang ke rumah mama Linda bukan orang tuanya, karena orang tua Aisyah sudah tiada. Terjadi kece
Mas, itu suara Ibuku. Kenapa sih Ibu teriak-teriak bikin repot saja. Yuk, kita lihat ke sana!" kata Mawar dengan perasaan panik. Ia tahu betul dengan siapa suara orang yang sedang berteriak. Suara teriakan yang memanggil Denis ternyata adalah ibunya Mawar. Tidak lama mawar dan Denis menuju pintu depan untuk menemui mertua barunya. Sangat kesal sebenarnya Denis harus bertemu dengan mertua rewel. "Ada apa Bu?" tanya Mawar kepada sang ibu setelah sampai di depan pintu. "Ibu minta uang tiga juta ya buat melunasi bayar cicilan beli kulkas? Kalau tidak bisa lunas hari ini, rumah Ibu yang kecil itu mau di sita, Mawar. Kalau kamu tidak punya. Pinjam dulu sama Denis. Dia 'kan kaya." Baru beberapa hari menjadi keluarga Denis, keluarganya Mawar sudah meminta uang jutaan. "Banyak banget sih, Bu? Bikin Mawar malu saja." Mawar merasa malu dengan Denis karena sang Ibu meminta uang pada Denis yang belum lama menikah dengannya. "Namanya juga kredit kepada Rentenir. Cepetan, ada uangnya
'Keterlaluan kalian. Di belakangku yang sedang nestapa ini, kalian masih bisa berpelukan mesra. Awas kamu Mas! Tapi sabar. Aku harus elegan dan nggak boleh kalah dari maduku. Tak akan kubiarkan rumah ini menjadi milik mawar. Yang merintis pengorbanan aku, yang menuai dia!' batin Aisyah yang masih berdiri di balik pintu. Aisyah mulai menghapus netranya yang basah. Ia mulai balik ke kamarnya kembali untuk menata hati dan pikirannya yang terkoyak. Tok tok tok! "Dek, tolong dibuka pintunya. Kamu belum makan 'kan? Ada seseorang yang mau memberi makanan enak ke kamu." Menginjak Maghrib, Aisyah yang masih berada di kamarnya, mendengar suara suaminya sedang memanggil dan mengetuk pintu. Denis mencoba merayu Aisyah dengan memberikan makanan. Ceklek! Pintu pun segera terbuka. Kemudian Aisyah keluar dan menutupi rasa sedihnya. "Ada apa Mas?" tanya Aisyah dengan mata nanar menatap ke arah Denis. Aisyah berada di depan Denis yang sedang membawa bok makanan berisi nasi uduk dengan
Dek, Mas mau bicara padamu. Hentikan pekerjaan menjahitmu sebentar saja!" Pada siang hari, Aisyah menghentikan pekerjaannya karena sang suami tiba-tiba memanggilnya. Tidak lama Aisyah berjalan ke arah ruang TV di mana suaminya berada. Menjahit adalah pekerjaan yang digeluti oleh seorang Aisyah sejak sebelum menikah hingga kini. Ia sangat pandai membuat pakaian apa saja. "Ada apa Mas? Apa Mas menyuruh saya untuk membuatkan kopi? Perasaan baru saja tadi saya buatkan," tanya Aisyah sambil meletakkan bobot bokong di sofa. Hari ini suami Aisyah yang bernama Denis libur bekerja di kantor sehingga mereka leluasa untuk mengobrol. "Eng—enggak Dek. Mas mau memberi tahu hal penting. Tapi kamu jangan marah ya?" Dengan gugup Denis menyampaikan maksudnya kepada sang istri. "Hal apa Mas yang mau kamu bicarakan? Cepat katakan!" Hati Aisyah berubah panik. Hatinya tak karuan kala suaminya gugup mengatakan sesuatu hingga membuat pikirannya menerawang ke mana-mana. "Anu, Dek. Mas sudah