"Mas Denis?" Kamu mau belanja juga?"
Aisyah dan Devan terkejut kala melihat Denis dan Mawar juga berada di Super Market. Mawar dan Denis pun juga sangat terkejut melihat Aisyah belanja dengan Devan. "Mas Devan! Ka—kamu bisa sama istriku?" Denis sangat malu sekali ketika Devan melihat Mawar bergandengan tangan dengannya. Yang seharusnya kakaknya tersebut jangan sampai tahu dalam waktu yang secepat ini. Namun, takdir berkata lain. "Yang mana istrimu? Yang kau gandeng siapa?" tanya Devan dengan pertanyaan cerdasnya. Devan sangat geram melihat sang adik berjalan mesra dengan Mawar. Padahal istri pertamanya sedang bersedih hati. "Dia temanku, Mas. Mas Devan kapan datang? Aisyah, kenapa kamu nggak balas telepon dari saya?" Denis berbohong dan tidak mengakui Mawar sebagai istri keduanya karena ada Devan. Ia mengalihkan pembicaraan dengan bertanya kepada Aisyah. "Jangan berbohong, kamu memang brengsek! Plak! Plak!" Karena Devan sangat emosi, dia menampar adiknya sendiri. Dia tidak peduli Denis itu siapa, karena Denis sudah mengkhianati Aisyah, orang yang sangat dia cintai. "Mas Devan. Hentikan. Kasihan Mas Denis. Mas Denis itu tidak bersalah. Mempunyai dua istri itu boleh lho? Kenapa kamu tampar, Mas Denis? Mas Denis itu baik. Nggak seperti kamu, sombong!" Mawar mengelus pipi Denis yang kesakitan karena ditampar oleh Devan. Wanita itu membela Denis di depan Devan dan Aisyah. Ia ingin dilihat baik oleh Denis. "Murahan kamu Mawar! Perebut istri orang! Jangan sok suci, saya sudah tahu sifat asli kamu!" Devan adalah pria bar-bar ketika dia sudah merasa terdzolimi. Dengan mudah tangannya mendarat ke pipi orang lain. "Maaf, Mas dan Mbak, jika bertengkar, jangan di area ini. Tempat ini khusus untuk berbelanja saja." Salah satu kasir super market memberi peringatan kepada Devan yang sedang bertikai dengan Mawar dan Denis. Akhirnya pertikaian itu berhenti. "Maaf, Mbak. Saya emosi. Karena mereka berdua selingkuh! Aisyah, kamu sudah belanja? Kalau sudah, ayo kita segera pulang!" Devan menanyakan Aisyah agar Aisyah cepat pulang ke rumah Mama Linda. Devan sudah muak melihat wajah Denis dan Mawar. "Belum, Kak. Bentar lagi!" Aisyah juga muak melihat Denis yang bermesraan dengan Mawar. Ia berusaha menahan emosinya dan melanjutkan berbelanja. "Syah! Cepat kamu pulang! Ada yang saya jelaskan ke kamu! Aku ini masih suami kamu! Tolong hargai aku!" Aisyah yang sibuk mengambil barang belanjaan, dikejutkan dengan suara Denis yang terlihat memelas. Hal ini membuat Mawar cemburu. "Mas, tolong jangan ganggu aku! Aku sedang sibuk! Uruslah istri kedua yang bucin sama kamu itu!" Aisyah berkata sangat cuek kepada Denis. Salah sendiri, nikah lagi. Aisyah sudah tidak mempedulikan rayuan gombal seorang Denis. "Ta—tapi Syah. Orderan menjahit kamu belum selesai 'kan? Tadi ada Ibu yang mau ambil orderan? Malah saya yang dimarahin! Plis, kamu pulang ya, Sayang?" Denis masih memelas agar Aisyah pulang. Sementara Devan berdiri sambil mengawasi Denis yang bersikap memalukan. "Bodo amat! Dah lah, Mas Devan, sudah nih, ke kasir yuk?" Aisyah tidak mempedulikan perkataan Denis. Ia malah membuat Denis semakin cemburu karena Aisyah mengajak Devan. Akhirnya, Aisyah dan Devan berjalan bareng menuju kasir untuk membayar barang belanjaannya. "Mas Denis! Biarkan Aisyah sama Devan! Kamu serius ngantar aku belanja nggak sih? Dari tadi ngurusin Aisyah yang jelas sudah bosan dengan kamu, Mas!" Mawar memanggil Denis sambil marah karena Denis malah memperhatikan Aisyah. Mawar tak akan membiarkan, Denis bersama dengan Aisyah kembali. Dari dulu, Mawar sangat iri kepasa Aisyah. Karena Aisyah punya segalanya. "Tapi Aisyah juga istriku, Mawar. Cepat, kamu belanja! Mas sebenarnya masih ada urusan dengan Aisyah." Denis ingin mengejar Aisyah tapi Mawar berusaha menghalanginya. Denis tak mau, Aisyah jatuh cinta dengan Devan. Pikirannya kini diliputi kecemburuan kepada Aisyah. Padahal, Aisyah dan Devan sudah keluar dari Super Market sedari tadi. "Bentar, Mas. Ini juga sudah mau kelar belanjanya." Mawar sengaja belanja banyak untuk mengulur waktu agar Denis tidak jadi bertemu dengan Aisyah. "Lama banget sih, Mawar. Belanja apa saja sih?" Terpaksa Denis menunggu Mawar selesai memilih barang belanjaan. Denislah yang berjanji akan membayar semua belanjaan dari Mawar. Karena hari itu adalah hari ulang tahun Mawar, sehingga Denis memberi hadiah berupa barang yang disukai Mawar. "Mas, sudah nih. Ini belanjaannya. Jangan lupa dibayar ya?" Mawar menyodorkan 'troly yang berisi barang belanjaannya kepada Denis. Tidak lama Denis segera ke kasir. Ia sudah tidak sabar ingin menyusul Aisyah ke rumah orang tuanya. "Mbak, tolong ditotal berapa harga belanjaannya." Setelah sampai di tempat pembayaran, Denis mulai memberikan 'troly berisi belanjaan Mawar kepada kasir untuk proses transaksi. "Totalnya lima juta Rupiah, Kak." Kasir sudah menghitung seluruh belanjaan Mawar. Kemudian Denis mulai menyodorkan kartu ATM kepada kasir. "Pakai kartu nggak papa 'kan?" Denis menyodorkan kartu ATM karena ia tidak membawa uang tunai sebesar itu. "Iya nggak papa Kak. Saya cek dulu." Kemudian, petugas kasir mulai melihat saldo ATM milik Denis. "Maaf, Kak. Sisa saldo Kakak, saat ini dua ratus ribu rupiah. Apa ada kartu lain, mungkin?" Petugas kasir terkejut karena saldo dalam kartu transaksi tersebut kurang. "Waduh, ATM yang satunya dibawa Aisyah. Gimana ini?" Denis sangat sial pada hari itu karena ATM yang berisi jutaan ada di tangan Aisyah. Ia lupa, hanya membawa ATM yang saldonya sedikit. "Bagaimana Kak, apa bisa dibayar sekarang? Karena ada yang mengantri juga?" Petugas kasir mendesak Denis untuk segera membayar belanjaan dari Mawar. "Mas, sudah belum? Kok lama banget?" Mawar panik karena Denis masih di kasir sambil mengacak rambutnya karena ia bingung harus membayar pakai apa. "Duitnya kurang banyak, Mawar. Kamu ada uang lima juta nggak? Nanti kalau dah gajian, aku ganti." Denis malah meminta Mawar untuk membayar totalan belanja hadiah ulang tahunnya. "Apa Mas? Kurang? Suruh bayar aku? Mas mau bikin malu akau? Tuh, antrian sudah banyak lho? Mas Denis ini gimana sih? Bikin kecewa aku saja?" Bukannya memberi solusi, tetapi Mawar malah menyalahkan Denis yang sedang tidak punya uang. Ia malah kecewa dan egois. "Bagaimana Kak ini. Kalau Kakak tidak bisa membayar semua totalan ini, terpaksa saya harus melaporkan pada pihak kepolisian!" Petugas kasir sangat geram karena Denis tidak bisa membayar belanjaan yang bernilai jutaan. "Sebentar Kak. Saya menelepon teman saya dulu. Barang kali ada yang mau transfer." Denis mencoba menelepon temannya agar ditransferkan uang lima juta ke ATM-nya. Tidak lama, ia mulai menelepon temannya. "Sialan! Teman nggak berguna! Parasit semua!" Ketika Denis menelepon temannya ternyata tidak diangkat. Denis marah-marah sendiri. Ia bingung mau mencari uang ke mana."Aku akan mencoba menelepon mamaku dulu."Pada siang itu, Denis dan Mawar masih terjebak di Super Market karena belum bisa membayar barang belanjaan mereka.Solusi terakhir, Denis akan menelepon mamanya. Ia tidak mau kalau dilaporkan kepada pihak kepolisian. Tidak lama, Denis segera menghubungi mamanya.Ternyata sang mama mengangkat telepon dari Denis."Ada apa Denis?" tanya Mama Linda yang ada di seberang sana."Mah, Denis minta bantuan boleh gak? Denis dalam keadaan darurat nih?"Denis mencoba mengawali pembicaraan telepon kepada sang mama dengan nada panik."Ada apa Denis? Kamu di mana?" tanya Mama Linda dengan rasa penasaran."Mah, nomor rekening aku, tolong, ditransfer uang lima juta bisa nggak? Nanti kalau sudah gajian, Denis ganti. Aku ada di Super Market dan kebetulan ATM-nya dibawa Aisyah. Plis Mah, Denis nggak mau masuk penjara," tutur Denis yang menelepon mamanya dengan nada memelas."Kamu belanja di Super Market habis lima juta? Buat beli apa aja, Denis? Tumben kamu belan
Aisyah memberontak. "Mas Denis, lepaskan! Nanti sore saya itu mau pulang! Mobil aku masih di rumah Mamah. Jangan seperti anak kecil kenapa? Tolong lepaskan tangan saya!"Di siang itu Aisyah berteriak. Ia meminta agar dilepaskan tangannya yang dipegang erat oleh Denis. Ia malu dilihat orang banyak di dalam Kafe tersebut."Mobilnya diambil nanti saja! Sekarang pulang pakai mobil saya!" jawab Denis dengan nada tegas.Denis tidak mau jika Aisyah dekat dengan Devan. Pria itu sangat takut kehilangan Aisyah. Denis tetap keras kepala tidak mau melepaskan tangan istrinya. Denis sadar, Aisyah adalah berlian baginya.Devan mendekati Denis dengan geram. "Lepaskan tangan Aisyah, atau kamu akan berduel dengan kakakmu ini! Kau jangan suka paksa wanita yang tak berdaya! mentang-mentang dirimu kuat!"Devan berdiri untuk melepaskan tangan Aisyah yang dipegang oleh Denis dengan kuat. Susah payah Devan melepas tangan Denis yang teramat kuat dan akhirnya, Devan berhasil melepas tangan Aisyah. Aisyah lega
Saat sore hari Aisyah telah selesai membuat nasi goreng. Bangunlah Denis dan Mawar yang sedang bersenang-senang di kamar pribadi milik Aisyah. Denis dan Mawar juga sangat lapar sehingga kedua parasit itu meminta nasi goreng buatan Aisyah. Denis dan Mawar pergi ke ruang makan dan meminta nasi goreng ke Aisyah. Saat Denis menyapa Aisyah, Aisyah langsung menoleh ke belakang mengarah ke ruang makan. "Buat sendiri lah Mas. Dari pagi aku tuh nggak makan. Mawar 'kan pandai membuat nasi uduk." Aisyah sengaja tidak mau berbagi nasi goreng dengan suami dan madunya karena ia melihat Denis malah enak-enakan di kamar bersama Mawar. Wajah Denis memerah. "Pelit amat sih, Syah. Aku ini lagi kehabisan uang. Dikala susah, kamu nggak mau berbagi. Kasihan Mawar juga!" Denis berdiri dan mendesak Aisyah untuk membagi nasi goreng. Ia sangat lapar. Aisyah geram. "Lah, dari tadi pagi kalian nggak masak? Ditinggal sehari saja, rumah berantakan. Mawar ngapain saja?" tanya Aisyah sambil meletakkan nasi gor
Denis yang seharusnya mengajak Mawar untuk beli bakso, tiba-tiba ia mendengar suara rintihan dari Aisyah yang ternyata salah satu jari tangan milik Aisyah terkena jarum jahit. Melihat hal tersebut, Denis berlari untuk membantu Aisyah mengobati luka dengan betadin yang sudah ia siapkan. "Syah, luka ini harus diperban sementara biar cepat sembuh ya? Kamu jangan menjahit dulu kalau tangan kamu lagi sakit!" Saking cemasnya, Denis sampai lupa dengan Mawar yang masih berdiri di balik pintu sambil menyobek-nyobek uang kertasnya. "Mas, biarkan luka ini yang perban aku saja. Kamu mau pergi cari makan dengan Mawar 'kan?" tanya Aisyah yang merasa iba jika Mawar belum makan. Denis menepuk jidat. "Benar juga. Mawar belum makan. Aku sampai lupa. Yasudah, Mas tinggal dulu ya? Kamu istirahat dulu saja," kata Denis yang sok manis di depan Aisyah. Denis kemudian menemui yang ternyata Mawar berdiri di balik pintu sambil menundukkan kepala. " Mawar, kita jadi makan 'kan?" tanya Denis yang juga m
Malam itu, Mama Linda mendengar ada suara yang terjatuh. "Pasti itu Mawar! Aku harus ke kamarnya sekarang!" Denis khawatir jika Mawar terjadi sesuatu padanya sehingga ia segera ke kamar milik Mawar. Setelah samapi di kamar di mana Mawar berada, ternyata Mawar pingsan. Dan lemari dalam keadaan terbuka lebar. Astaghfirullah, pasti ini gara-gara Mawar lapar. Betapa bodohnya aku membuat istriku kelaparan!" Denis menangisi Mawar. Ia langsung membaringkan Mawar di tempat tidur. "Ada apa ini? Apakah dia istri kedua kamu, Denis?" tanya Mama Linda dengan raut wajah panik. "Mawar pingsan Mah. Iya dia istri kedua Denis. Mah, aku sudah tidak ada uang buat beli makan. Mungkin Mawar pingsan gara-gara tidak makan seharian," kata Denis lesu. Mama Linda menggelengkan kepala. "Uang kamu ke mana saja! Kamu bohongi Mama ya. Orang kantor tidak menyuruh kamu membeli peralatan kantor lho. Atau jangan-jangan, uang yang Mama kasih lima juta itu untuk dia! Duit kamu habis gara-gara istri ked
Malam itu, Aisyah masih menguping pembicaraan madu dan sang suami. Ia semakin penasaran dengan sikap Mawar kepada Denis. "Kamu nggak ngantuk Dek? Mas temani bobok ya?" Ketika Mawar sedang mual-mual karena hamil, Denis ingin tidur bersama Mawar. Pria itu sudah kecanduan servis yang dilakukan oleh Mawar. "Ngantuk sih Mas. Ah, geli Mas. Kamu jangan na kal ya? Mas, mas!" Tidak lama, terdengar lenguhan panas di antara keduanya. Mereka saling beradu kasih dan tenggelam dalam kenikmatan surga dunia. 'Mas, kau jahat sekali. Dalam kesedihanku, kamu masih saja bisa bermesraan dengan Mawar,' batin Aisyah yang semakin terkoyak. Ketika Denis dan Mawar sedang melakukan surga dunia, Aisyah mulai meninggalkan tempat itu. Aisyah kembali ke kamarnya. Ia menangis lagi. Melempar bantal, guling dan selimut. Saking sakit hatinya, ia tidak bisa mengontrol emosinya. Tring! Tidak lama, ketika Aisyah hanyut dalam tangisan, Terdengar bunyi notifikasi WA. "Ponsel Mas Denis ada di sini? Tumbe
Pagi itu, ketika Denis menarik tangan secara paksa milik Aisyah, Jiho memarahi Denis agar tidak berbuat kasar kepada istrinya. Denis melebarkan mata melihat ke arah Jiho. "Jangan urusi urusan rumah tangga orang lain. Aisyah itu istriku, aku berhak mengajak dia pulang," jawab Denis dengan ketus. Denis cemburu berat ketika Aisyah membeli bubur ayam di warungnya Hihi yang gantengnya selangit. Jiho mendengus pelan. "Tapi ya jangan kasar sama istri toh Mas Denis, 'kan kasihan, dia itu wanita yang harusnya diperlakukan secara lembut," tutur Jiho yang iba melihat Aisyah ditarik paksa oleh Denis. Denis semakin marah. "Kamu itu belum berumah tangga, jadi nggak tahu gimana rasanya jadi aku, Jiho. Dahlah jangan banyak ceramah di sini. Kalau mau ceramah, di Masjid atau majlis ta'lim sana!" Denis masih membantah ucapan Jiho yang jelas-jelas memberikan arahan baik. Denis tetap saja memaksa Aisyah untuk segera pulang ke rumahnya. Jiho menggelengkan kepala. *** Denis dan Aisyah pun sampai
Pada siang itu, seorang wanita bernama Zola bertamu ke rumah Denis. Kebetulan yang ada dalam rumah tersebut adalah Aisyah. Zola mengaku telah dinodai oleh Denis. Ia meminta pertanggung jawaban kepada Denis. Namun, Aisyah tidak percaya begitu saja. "Benar Kak. Saya telah dinodai oleh Mas Denis. Saya minta Mas Denis tanggung jawab!" kata Zola menunduk sambil memegangi perutnya yang masih rata. Aisyah geleng-geleng kepala. "Apa kamu punya bukti kalau Denis telah menodai kamu?" tanya Aisyah meminta bukti agar ia bisa percaya bahwa Zola benar-benar dinodai oleh Denis. Zola mengeluarkan ponsel dari sakunya. Lalu ia mulai memperlihatkan Video. "Lihat ini Kak." Zola memperlihatkan Video Denis dan Zola yang sedang di suatu kamar dan sedang melakukan itu dengan Zola. Aisyah syok. "Astaghfirullah, Mas Denis! Kau be jat sekali! Tidak saja Mawar yang kau nodai. Tapi ada wanita lain yang juga kau renggut kesuciannya. Tuhan, mimpi apa aku hari ini." Aisyah meremas pakaian gamis bagian atas
Rina menoleh ke belakang karena Aisyah memanggilnya. "Ada apa Aisyah?" "Benarkah kamu benar-benar berubah, Rina?" tanya Aisyah kepada Rina. Aisyah iba melihat sikap Rina yang mulai berubah. Ia tidak curiga sedikitpun meski sudah diperingatkan oleh Devan. "Buat apa berbohong? Aku pun rela dipenjara jika aku bersalah pada kalian. Aku sangat menyesal telah merusak rumah tangga kalian," jawab Rina sembari menunduk. Ia menampakkan wajah sendu dan kalem. Tidak seperti Rina dulu yang angkuh dan cerewet. "Mas? Rina sudah berubah. Kamu jangan kasar sama dia. Biarkan dia bertamu ke rumah kita," ungkap Aisyah sambil menoleh ke arah Devan yang duduk di sampingnya. Devan hanya terdiam. Ia masih mengamati perubahan sikap yang dialami oleh Rina. Ia tidak bisa memutuskan apa-apa karena ia masih trauma. "Aisyah. Mungkin Mas Devan masih belum percaya. Saya pamit pulang saja. Terima kasih, kamu sudah menerima aku dengan baik." "Rina, silakan duduk kembali. Ini acara aqiqah anak kami. Kamu bole
"Aku kecelakaan Mbok Ijah. Untungnya beberapa warga menolongku. Tadi sempat ke klinik untuk memastikan apakah aku masih baik-baik saja," jawab Devan kepada Mbok Ijah sambil masuk ke dalam rumah dengan langkah tertatih. "Ya Alloh Den. Ayo cepat masuk!" Saat siang, Devan masuk menuju ruang tengah dan langsung duduk di sofa karena semua badannya terasa sakit. "Mas Devan kamu sudah pulang? Kenapa dengan wajah kamu? Apa Mas sudah membeli kambing?" Tiba-tiba Aisyah datang ke ruang tersebut. Ia terkejut melihat keadaan Devan yang terluka. "Sudah, Syah. Tadi sempat kecelakaan dengan sesama mobil. Tiba-tiba dari arah belakang, ada mobil yang menabrak mobil aku hingga aku pingsan sebentar. Mobil Mas ada di bengkel. Tadi aku naik Ojol. Bentar lagi kambingnya datang." Devan menceritakan kecelakaan yang baru saja terjadi. "Astaghfirullah, Mas. Untung saja kamu selamat. Yasudah, Mas istirahat dulu. Atau kalau nggak, Mas makan dulu gih?" ujar Aiayah sambil mendekati sang suami untuk memastik
"Itu ada yang ingin melamar pekerjaan menjadi asisten pribadi di kantor," jawab Devan sambil menekan keyboard ponsel untuk menjawab karyawannya yang bernama Joni. "Jadi, Ayah Aslam besok mau bekerja hari ini kah?" Aisyah sedikit penasaran dengan info yang baru saja ia dengar dari suaminya. Devan menggelengkan kepala sambil tersenyum. "Tidak. Biarkan Joni yang mewawancarai. Besok aku ingin memesan dua ekor kambing di salah satu peternak di Kota ini. Nanti ada ART yang ke sini. Bisa saya tinggalkan, Sayang? Ini demi keberkahan rumah tangga kita!"Devan ingin segera pergi untuk memesan dua kambing di salah satu peternak pada keesokan hari. Hari itu sudah larut Devan dan Aisyah mulai beristirahat. **Pagi pun tiba. Aisyah sudah bangun dari tidur. Namun, ia belum sempat menyiapkan sarapan karena Aslam rewel. Sementara Devan baru saja selesai mandi untuk persiapan menuju ke penjual kambing. "Sayang, aku biru-biru berangkat ya? Biar nanti cepat pulng."Devan berpamitan dengan Aisyah u
"Maaf kalau saya punya salah dengan kalian. Jangan diperpanjang masalah ini," pinta Dokter Spesialis Anak tersebut. Dokter itu merasa malu ketika Devan tiba-tiba masuk ke ruangan periksa."Oke, saya maklumi. Terima kasih sudah memeriksa anak saya. Aisyah, ayo kita pulang. Harusnya tadi aku ikut masuk ke dalam ruangan ini!" ujar Devan sambil menarik pelan tangan Aisyah. Ia tidak mau Aisyah mengenal dokter tampan yang bernama Weldan tersebut. Aisyah menuruti perkataan Devan sambil menggendong Aslam yang mulai berhenti menangis. Entah mengapa sesudah diperiksa oleh Dokter Weldan, tiba-tiba tangisan Aslam berhenti. Melihat keajaiban itu, Aiayah menoleh ke arah Dokter Weldan. Dokter itu tersenyum hangat ke arah Aisyah. Aisyah langsung ke posisi semula. Ia takut dosa dengan pandangan yang tidak seharusnya ia berikan. Hatinya berdebar-debar melihat tatapan Dokter Weldan yang tidak biasa. "Kenapa dengan Dokter Weldan ya? Tatapannya aneh?" batin Aisyah. Ia takut akan terjadi apa-apa antar
Pagi itu, Aslam menangis sangat keras. Kebetulan Aiayah sedang di kamar mau memberikan ASI pada Aslam. Namun, Aslam tidak mau minum. Ia malah menangis terus. "Bagaimana ini Mas, Aslam nangis terus?" Aisyah kemudian menggendong Aslam karena tangis sang bayi tak kunjung berhenti juga. "Coba aku cek apa Aslam badannya panas?" Devan mengambil alat pendeteksi demam bayi yang berada di dalam nakas. Setelah dicek hasilnya membuat terkejut. "Sayang, cepet tidur ya. Anak mama jangan nangis lagi," tutur Aisyah sambil menimang-nimang Aslam yang masih menangis. Tidak lama, Devan datang dan memeriksa suhu badan bayi mungil tersebut. "Sayang, suhu badan Aslam tinggi. Ayo kita bawa dia ke Dokter sebelum terlambat," ujar Devan yang cepat-cepat ingin ke dokter karena badan anaknya demam tinggi. "Baiklah. Ayo kita ke dokter! Ini tinggal bawa tas penting dan popok bayi! Bawa susu formula nggak Mas?" tanya Aisyah takut terjadi apa-apa saat berada di dokter nanti. Devan tersenyum sambil mempersiap
Terima kasih, Mas. Kau sangat mencintaiku. Aku juga mencintaimu Mas. Semoga kita diselamatkan dari mara bahaya apa pun. Kita tidur yuk?" ajak Aisyah kepada sang suami denga lembut. Aisyah lelah sekali akibat kejadian yang tidak diinginkan kemarin terjadi. "Iya, Sayang. Kita tidur sekarang juga. Sini aku temenin, biar kamu hangat dan cepat tidur."Malam itu, keluarka kecil mulai tertidur. Alhamdulillah, dedek bayi juga tertidur dan tidak terlalu rewel. ***Pagi pun tiba. Aisyah sudah bangun pada pagi itu. Ia sudah menyiapkan sarapan pagi dan dibantu oleh wanita seumuran Mbok Ghinah. Devan berusaha mencari ART di rumahnya agar pekerjaan Aisyah terasa ringan. Sementara Devan sedang menimang bayi di pagi itu, ketika Aiayah dan ART baru sedang sibuk dengan pekerjaan rumah. "Sayang, kamu tampan sekali seperti ayah. Semoga menjadi anak Sholeh ya? Satu lagi. Kamu harus nurut sama Mama. Mama itu dah berkorban besar mengurus kamu. Sekarang dedek udah mandi, tidur yah?" Devan mengajak berbi
Kalau kamu tidak mau menikah dengan aku, terpaksa aku akan membuang bayi imut kamu ke hutan. Kamu akan merasakan kesedihan yang teramat sangat!"Jiho sudah tidak waras. Cinta buta melupakan segalanya. Yang dulunya dia pria pendiam dan baik, kini berubah jahat dan tidak mempunyai belas kasihan. "Memangnya menikah dengan wanita beristri itu mudah? Malah nanti kamu yang akan masuk penjara karena memaksa menikah denganku? Mana mungkin aku bercerai dengan Mas Devan? Gila kau!" Aisyah geram dengan sikap Jiho yang semakin memaksa. Aisyah diikat di kursi dan tidak bisa gerak sama sekali. Sementara bayi yang masih merah terbaring di bok kecil. Bayi mungil tersebut menangis mencari sang ibu. Jika menangis, Jiho akan melepas Aisyah dan menyuruh untuk memberikan ASI secara eksklusif. "Mudah saja. Asalkan kamu mau bercerai dengan Devan. Atau kalau kamu tidak mau dedek mungil menjadi sasaran! Nih dah aku masukin ke keranjang, tinggal aku buang!" Devan mengancam serius jika Aisyah masih saja
Dua jam kemudian, Devan dan kedua anak buahnya sampai di alamat tujuan. Di mana villa yang diduga milik Jiho. "Bos, mobil kita parkir agak jauh dari vila itu agar kita tidak diketahui bahwa kita sedang ke sana. Tunggu jam delapan malam lalu kita beraksi!" usul Johni sambil memarkir mobil agak jauh di Vila tepatnya di bawah pohon mangga di pelataran luas yang di depannya ada rumah kosong. "Iya. Ini sudah jam 8 malam. Ayo kita beraksi!" ujar Devan sambil turun dari mobil. Diikuti dengan kedua anak buahnya menuju vila. Ketika sampai di villa yang dimaksud, Devan dan kedua anak buahnya berjalan mengendap-endap. Saat di depan pintu gerbang, tiga orang pria berdiri di depan gerbang. "Jon, ternyata rumah ini banyak yang menjaganya. Saya semakin yakin jika Aisyah berada dalam vila asing tersebut." Sebuah bangunan di dekat hutan yang mempunyai gerbang hitam dan dijaga oleh beberapa pengawal. Devan dan teman-temannya berdiri di balik pohon mangga untuk menyusun siasat agar mereka
"Yang benar, Mas Devan? Jika Neng Aisyah sudah pulang? Saya tadi juga ikut mengantar dia ke rumah sakit dengan Mas Jiho. Dia yang menanggung biaya persalinan Neng Aisyah. Saya tadi buru-buru pulang, karena anak saya nangis yang masih kecil," tutur ibu paruh baya yang bernama Bi Munah. Bi Munah terpaksa pulang awal karena kondisi mendesak. Walau sebenarnya beliau ingin menemani Aisyah sampai bisa pulang dengan selamat. "Berarti ini pasti pelakunya Jiho. Dia tega menculik istriku. Terima kasih infonya Bi. Kami akan ke rumah Jiho sekarang. Bi, Devan nitip rumah ini, jika ada orang yang mencurigakan datang ke rumah ini, saya ditelepon atau chat saja. Terima kasih, Ibu sudah berusaha menyelamatkan istri saya. Saya sangat teledor menjadi suami hingga payah seperti ini!" ujar Devan kepada Bi Minah dengan serius. "Siap Mas Devan. Kami tetangga akan menjaga rumah Mas Devan. Nanti saya akan lapor Pak Hansip untuk menjaga rumah ini karena terbukti Neng Aisyah dibawa pergi sama seseorang. Semo