Aisyah memberontak. "Mas Denis, lepaskan! Nanti sore saya itu mau pulang! Mobil aku masih di rumah Mamah. Jangan seperti anak kecil kenapa? Tolong lepaskan tangan saya!"Di siang itu Aisyah berteriak. Ia meminta agar dilepaskan tangannya yang dipegang erat oleh Denis. Ia malu dilihat orang banyak di dalam Kafe tersebut."Mobilnya diambil nanti saja! Sekarang pulang pakai mobil saya!" jawab Denis dengan nada tegas.Denis tidak mau jika Aisyah dekat dengan Devan. Pria itu sangat takut kehilangan Aisyah. Denis tetap keras kepala tidak mau melepaskan tangan istrinya. Denis sadar, Aisyah adalah berlian baginya.Devan mendekati Denis dengan geram. "Lepaskan tangan Aisyah, atau kamu akan berduel dengan kakakmu ini! Kau jangan suka paksa wanita yang tak berdaya! mentang-mentang dirimu kuat!"Devan berdiri untuk melepaskan tangan Aisyah yang dipegang oleh Denis dengan kuat. Susah payah Devan melepas tangan Denis yang teramat kuat dan akhirnya, Devan berhasil melepas tangan Aisyah. Aisyah lega
Saat sore hari Aisyah telah selesai membuat nasi goreng. Bangunlah Denis dan Mawar yang sedang bersenang-senang di kamar pribadi milik Aisyah. Denis dan Mawar juga sangat lapar sehingga kedua parasit itu meminta nasi goreng buatan Aisyah. Denis dan Mawar pergi ke ruang makan dan meminta nasi goreng ke Aisyah. Saat Denis menyapa Aisyah, Aisyah langsung menoleh ke belakang mengarah ke ruang makan. "Buat sendiri lah Mas. Dari pagi aku tuh nggak makan. Mawar 'kan pandai membuat nasi uduk." Aisyah sengaja tidak mau berbagi nasi goreng dengan suami dan madunya karena ia melihat Denis malah enak-enakan di kamar bersama Mawar. Wajah Denis memerah. "Pelit amat sih, Syah. Aku ini lagi kehabisan uang. Dikala susah, kamu nggak mau berbagi. Kasihan Mawar juga!" Denis berdiri dan mendesak Aisyah untuk membagi nasi goreng. Ia sangat lapar. Aisyah geram. "Lah, dari tadi pagi kalian nggak masak? Ditinggal sehari saja, rumah berantakan. Mawar ngapain saja?" tanya Aisyah sambil meletakkan nasi gor
Denis yang seharusnya mengajak Mawar untuk beli bakso, tiba-tiba ia mendengar suara rintihan dari Aisyah yang ternyata salah satu jari tangan milik Aisyah terkena jarum jahit. Melihat hal tersebut, Denis berlari untuk membantu Aisyah mengobati luka dengan betadin yang sudah ia siapkan. "Syah, luka ini harus diperban sementara biar cepat sembuh ya? Kamu jangan menjahit dulu kalau tangan kamu lagi sakit!" Saking cemasnya, Denis sampai lupa dengan Mawar yang masih berdiri di balik pintu sambil menyobek-nyobek uang kertasnya. "Mas, biarkan luka ini yang perban aku saja. Kamu mau pergi cari makan dengan Mawar 'kan?" tanya Aisyah yang merasa iba jika Mawar belum makan. Denis menepuk jidat. "Benar juga. Mawar belum makan. Aku sampai lupa. Yasudah, Mas tinggal dulu ya? Kamu istirahat dulu saja," kata Denis yang sok manis di depan Aisyah. Denis kemudian menemui yang ternyata Mawar berdiri di balik pintu sambil menundukkan kepala. " Mawar, kita jadi makan 'kan?" tanya Denis yang juga m
Malam itu, Mama Linda mendengar ada suara yang terjatuh. "Pasti itu Mawar! Aku harus ke kamarnya sekarang!" Denis khawatir jika Mawar terjadi sesuatu padanya sehingga ia segera ke kamar milik Mawar. Setelah samapi di kamar di mana Mawar berada, ternyata Mawar pingsan. Dan lemari dalam keadaan terbuka lebar. Astaghfirullah, pasti ini gara-gara Mawar lapar. Betapa bodohnya aku membuat istriku kelaparan!" Denis menangisi Mawar. Ia langsung membaringkan Mawar di tempat tidur. "Ada apa ini? Apakah dia istri kedua kamu, Denis?" tanya Mama Linda dengan raut wajah panik. "Mawar pingsan Mah. Iya dia istri kedua Denis. Mah, aku sudah tidak ada uang buat beli makan. Mungkin Mawar pingsan gara-gara tidak makan seharian," kata Denis lesu. Mama Linda menggelengkan kepala. "Uang kamu ke mana saja! Kamu bohongi Mama ya. Orang kantor tidak menyuruh kamu membeli peralatan kantor lho. Atau jangan-jangan, uang yang Mama kasih lima juta itu untuk dia! Duit kamu habis gara-gara istri ked
Malam itu, Aisyah masih menguping pembicaraan madu dan sang suami. Ia semakin penasaran dengan sikap Mawar kepada Denis. "Kamu nggak ngantuk Dek? Mas temani bobok ya?" Ketika Mawar sedang mual-mual karena hamil, Denis ingin tidur bersama Mawar. Pria itu sudah kecanduan servis yang dilakukan oleh Mawar. "Ngantuk sih Mas. Ah, geli Mas. Kamu jangan na kal ya? Mas, mas!" Tidak lama, terdengar lenguhan panas di antara keduanya. Mereka saling beradu kasih dan tenggelam dalam kenikmatan surga dunia. 'Mas, kau jahat sekali. Dalam kesedihanku, kamu masih saja bisa bermesraan dengan Mawar,' batin Aisyah yang semakin terkoyak. Ketika Denis dan Mawar sedang melakukan surga dunia, Aisyah mulai meninggalkan tempat itu. Aisyah kembali ke kamarnya. Ia menangis lagi. Melempar bantal, guling dan selimut. Saking sakit hatinya, ia tidak bisa mengontrol emosinya. Tring! Tidak lama, ketika Aisyah hanyut dalam tangisan, Terdengar bunyi notifikasi WA. "Ponsel Mas Denis ada di sini? Tumbe
Pagi itu, ketika Denis menarik tangan secara paksa milik Aisyah, Jiho memarahi Denis agar tidak berbuat kasar kepada istrinya. Denis melebarkan mata melihat ke arah Jiho. "Jangan urusi urusan rumah tangga orang lain. Aisyah itu istriku, aku berhak mengajak dia pulang," jawab Denis dengan ketus. Denis cemburu berat ketika Aisyah membeli bubur ayam di warungnya Hihi yang gantengnya selangit. Jiho mendengus pelan. "Tapi ya jangan kasar sama istri toh Mas Denis, 'kan kasihan, dia itu wanita yang harusnya diperlakukan secara lembut," tutur Jiho yang iba melihat Aisyah ditarik paksa oleh Denis. Denis semakin marah. "Kamu itu belum berumah tangga, jadi nggak tahu gimana rasanya jadi aku, Jiho. Dahlah jangan banyak ceramah di sini. Kalau mau ceramah, di Masjid atau majlis ta'lim sana!" Denis masih membantah ucapan Jiho yang jelas-jelas memberikan arahan baik. Denis tetap saja memaksa Aisyah untuk segera pulang ke rumahnya. Jiho menggelengkan kepala. *** Denis dan Aisyah pun sampai
Pada siang itu, seorang wanita bernama Zola bertamu ke rumah Denis. Kebetulan yang ada dalam rumah tersebut adalah Aisyah. Zola mengaku telah dinodai oleh Denis. Ia meminta pertanggung jawaban kepada Denis. Namun, Aisyah tidak percaya begitu saja. "Benar Kak. Saya telah dinodai oleh Mas Denis. Saya minta Mas Denis tanggung jawab!" kata Zola menunduk sambil memegangi perutnya yang masih rata. Aisyah geleng-geleng kepala. "Apa kamu punya bukti kalau Denis telah menodai kamu?" tanya Aisyah meminta bukti agar ia bisa percaya bahwa Zola benar-benar dinodai oleh Denis. Zola mengeluarkan ponsel dari sakunya. Lalu ia mulai memperlihatkan Video. "Lihat ini Kak." Zola memperlihatkan Video Denis dan Zola yang sedang di suatu kamar dan sedang melakukan itu dengan Zola. Aisyah syok. "Astaghfirullah, Mas Denis! Kau be jat sekali! Tidak saja Mawar yang kau nodai. Tapi ada wanita lain yang juga kau renggut kesuciannya. Tuhan, mimpi apa aku hari ini." Aisyah meremas pakaian gamis bagian atas
Pada sore hari, terdengar derap langkah yang diduga adalah sepatunya Denis. Aisyah dan Zola sangat syok mendengar hal itu. Aisyah gugup. "Zola, kamu ngumpet dulu di kolong ranjang yang ada di kamarku. Sebelum Denis mengetahui keberadaan kamu!" Aisyah menyuruh Zola untuk bersembunyi di kolong ranjang yang ada di kamarnya. Tidak lama, dengan langkah cepat, Aisyah mengarahkan Zola untuk bersembunyi di kolong ranjang. Setelah semuanya aman, Aisyah ingin memastikan siapa yang datang. Ia mengintip di balik pintu, dan ternyata adalah Mawar yang bergelayut manja di pundaknya Denis. "Mas, aku mual sekali makan-makanan berdaging, aku maunya yang manis-manis terus. Nanti aku dibuatin salad buah ya? Nih aku dah belanja banyak buah untuk makan kita bersama!" Terdengar suara Mawar yang man ja dan ia terlihat membawa beberapa kantong kresek. Mawar berjalan menuju kulkas untuk menaruh barang belanjaan di tempat tersebut. Ada buah, mie instan dan beberapa bahan masakan lain kecuali daging. Mawar
"Maaf kalau saya punya salah dengan kalian. Jangan diperpanjang masalah ini," pinta Dokter Spesialis Anak tersebut. Dokter itu merasa malu ketika Devan tiba-tiba masuk ke ruangan periksa."Oke, saya maklumi. Terima kasih sudah memeriksa anak saya. Aisyah, ayo kita pulang. Harusnya tadi aku ikut masuk ke dalam ruangan ini!" ujar Devan sambil menarik pelan tangan Aisyah. Ia tidak mau Aisyah mengenal dokter tampan yang bernama Weldan tersebut. Aisyah menuruti perkataan Devan sambil menggendong Aslam yang mulai berhenti menangis. Entah mengapa sesudah diperiksa oleh Dokter Weldan, tiba-tiba tangisan Aslam berhenti. Melihat keajaiban itu, Aiayah menoleh ke arah Dokter Weldan. Dokter itu tersenyum hangat ke arah Aisyah. Aisyah langsung ke posisi semula. Ia takut dosa dengan pandangan yang tidak seharusnya ia berikan. Hatinya berdebar-debar melihat tatapan Dokter Weldan yang tidak biasa. "Kenapa dengan Dokter Weldan ya? Tatapannya aneh?" batin Aisyah. Ia takut akan terjadi apa-apa antar
Pagi itu, Aslam menangis sangat keras. Kebetulan Aiayah sedang di kamar mau memberikan ASI pada Aslam. Namun, Aslam tidak mau minum. Ia malah menangis terus. "Bagaimana ini Mas, Aslam nangis terus?" Aisyah kemudian menggendong Aslam karena tangis sang bayi tak kunjung berhenti juga. "Coba aku cek apa Aslam badannya panas?" Devan mengambil alat pendeteksi demam bayi yang berada di dalam nakas. Setelah dicek hasilnya membuat terkejut. "Sayang, cepet tidur ya. Anak mama jangan nangis lagi," tutur Aisyah sambil menimang-nimang Aslam yang masih menangis. Tidak lama, Devan datang dan memeriksa suhu badan bayi mungil tersebut. "Sayang, suhu badan Aslam tinggi. Ayo kita bawa dia ke Dokter sebelum terlambat," ujar Devan yang cepat-cepat ingin ke dokter karena badan anaknya demam tinggi. "Baiklah. Ayo kita ke dokter! Ini tinggal bawa tas penting dan popok bayi! Bawa susu formula nggak Mas?" tanya Aisyah takut terjadi apa-apa saat berada di dokter nanti. Devan tersenyum sambil mempersiap
Terima kasih, Mas. Kau sangat mencintaiku. Aku juga mencintaimu Mas. Semoga kita diselamatkan dari mara bahaya apa pun. Kita tidur yuk?" ajak Aisyah kepada sang suami denga lembut. Aisyah lelah sekali akibat kejadian yang tidak diinginkan kemarin terjadi. "Iya, Sayang. Kita tidur sekarang juga. Sini aku temenin, biar kamu hangat dan cepat tidur."Malam itu, keluarka kecil mulai tertidur. Alhamdulillah, dedek bayi juga tertidur dan tidak terlalu rewel. ***Pagi pun tiba. Aisyah sudah bangun pada pagi itu. Ia sudah menyiapkan sarapan pagi dan dibantu oleh wanita seumuran Mbok Ghinah. Devan berusaha mencari ART di rumahnya agar pekerjaan Aisyah terasa ringan. Sementara Devan sedang menimang bayi di pagi itu, ketika Aiayah dan ART baru sedang sibuk dengan pekerjaan rumah. "Sayang, kamu tampan sekali seperti ayah. Semoga menjadi anak Sholeh ya? Satu lagi. Kamu harus nurut sama Mama. Mama itu dah berkorban besar mengurus kamu. Sekarang dedek udah mandi, tidur yah?" Devan mengajak berbi
Kalau kamu tidak mau menikah dengan aku, terpaksa aku akan membuang bayi imut kamu ke hutan. Kamu akan merasakan kesedihan yang teramat sangat!"Jiho sudah tidak waras. Cinta buta melupakan segalanya. Yang dulunya dia pria pendiam dan baik, kini berubah jahat dan tidak mempunyai belas kasihan. "Memangnya menikah dengan wanita beristri itu mudah? Malah nanti kamu yang akan masuk penjara karena memaksa menikah denganku? Mana mungkin aku bercerai dengan Mas Devan? Gila kau!" Aisyah geram dengan sikap Jiho yang semakin memaksa. Aisyah diikat di kursi dan tidak bisa gerak sama sekali. Sementara bayi yang masih merah terbaring di bok kecil. Bayi mungil tersebut menangis mencari sang ibu. Jika menangis, Jiho akan melepas Aisyah dan menyuruh untuk memberikan ASI secara eksklusif. "Mudah saja. Asalkan kamu mau bercerai dengan Devan. Atau kalau kamu tidak mau dedek mungil menjadi sasaran! Nih dah aku masukin ke keranjang, tinggal aku buang!" Devan mengancam serius jika Aisyah masih saja
Dua jam kemudian, Devan dan kedua anak buahnya sampai di alamat tujuan. Di mana villa yang diduga milik Jiho. "Bos, mobil kita parkir agak jauh dari vila itu agar kita tidak diketahui bahwa kita sedang ke sana. Tunggu jam delapan malam lalu kita beraksi!" usul Johni sambil memarkir mobil agak jauh di Vila tepatnya di bawah pohon mangga di pelataran luas yang di depannya ada rumah kosong. "Iya. Ini sudah jam 8 malam. Ayo kita beraksi!" ujar Devan sambil turun dari mobil. Diikuti dengan kedua anak buahnya menuju vila. Ketika sampai di villa yang dimaksud, Devan dan kedua anak buahnya berjalan mengendap-endap. Saat di depan pintu gerbang, tiga orang pria berdiri di depan gerbang. "Jon, ternyata rumah ini banyak yang menjaganya. Saya semakin yakin jika Aisyah berada dalam vila asing tersebut." Sebuah bangunan di dekat hutan yang mempunyai gerbang hitam dan dijaga oleh beberapa pengawal. Devan dan teman-temannya berdiri di balik pohon mangga untuk menyusun siasat agar mereka
"Yang benar, Mas Devan? Jika Neng Aisyah sudah pulang? Saya tadi juga ikut mengantar dia ke rumah sakit dengan Mas Jiho. Dia yang menanggung biaya persalinan Neng Aisyah. Saya tadi buru-buru pulang, karena anak saya nangis yang masih kecil," tutur ibu paruh baya yang bernama Bi Munah. Bi Munah terpaksa pulang awal karena kondisi mendesak. Walau sebenarnya beliau ingin menemani Aisyah sampai bisa pulang dengan selamat. "Berarti ini pasti pelakunya Jiho. Dia tega menculik istriku. Terima kasih infonya Bi. Kami akan ke rumah Jiho sekarang. Bi, Devan nitip rumah ini, jika ada orang yang mencurigakan datang ke rumah ini, saya ditelepon atau chat saja. Terima kasih, Ibu sudah berusaha menyelamatkan istri saya. Saya sangat teledor menjadi suami hingga payah seperti ini!" ujar Devan kepada Bi Minah dengan serius. "Siap Mas Devan. Kami tetangga akan menjaga rumah Mas Devan. Nanti saya akan lapor Pak Hansip untuk menjaga rumah ini karena terbukti Neng Aisyah dibawa pergi sama seseorang. Semo
Devan sangat panas hati ketika yang mengangkat telepon adalah suara pria di saat istrinya sedang melahirkan. Ia merasa sangat bersalah saat itu. Ia memutuskan sambungan telepon kemudian ia mulai menuju ke Rumah Sakit Medika bersama dua orang anak buahnya yang selalu setia. Setengah jam kemudian, mereka sampai di rumah sakit Medika. Devan menanyakan di mana istrinya berada kepada salah satu perawat. "Kak, maaf, di sini ada yang bernama pasien Aisyah Humairah? Dikabarkan dia sedang melahirkan!" tanya Devan dengan penuh kecemasan. Perawat tersebut terkejut. "Oh, yang penanggung jawabnya atas nama Jiho?" tanya Suster tersebut memastikan. Devan mengangguk cepat. "Benar, Sus. Sekarang dia ada di ruang apa?" tanya Devan kembali. Ia sudah tidak sabar ingin bertemu istri dan anak tercintanya. "Maaf, Pasien Nona Aisyah Humairah sudah pulang bersama Tuan Jiho. Kandungan Nona tersebut sangat sehat beserta sang Ibu. Jadi, mereka sudah diperbolehkan pulang. Kalau mau menengok merek
Malam itu, Mbok Ginah merasakan kesedihan karena anak semata wayangnya dikabarkan akan pergi ke kota. Aisyah dan Devan menenangkan hati beliau agar tidak ngedrop. "Terima kasih Neng Aisyah dan Den Devan. Kalian itu baik, dan sudah Simbok anggap menjadi keluarga sendiri. Anak simbok malah bandel dan tidak pernah pengertian." Mbok Ginah masih berada di ruang tamu bersama Aisyah dan Devan. Mereka masih hanyut dalam kesedihan karena Neli nekat pergi. "Simbok istirahat dulu saja ya? Ini juga sudah petang. Mari kita sholat dan berdoa agar Neli baik-baik saja. Saya yakin, jika Neli niatnya tulus ingin mencari nafkah, pasti dia akan sukses. Mbok, jangan bersedih lagi ya?" tutur Aisyah sambil memegangi pundak Mbok Ginah yang merasa nelangsa. "Baik, Neng. Kepala saya memang dari tadi sakit. Jika Neng Aisyah dan Devan butuh makan, sudah tersedia di dapur. Saya pamit dulu." Mbok Ginah izin istirahat untuk mendinginkan pikiran dan menjaga kewarasannya karena hatinya kini tengah bersedi
"Ya Alloh Neli, berikan amplop berisi uang itu kepada Den Devan. Ibu malu, kamu bersikap seperti itu. Kalau nanti Ibu dipecat, Ibu kerja di mana? Sudah kubilang, kalau Ibu akan memberi kamu uang saat gajian!" kata Mbok Ginah dengan memelas. Sebelum Devan marah besar, Mbok Ginah memperingatkan Neli terlebih dahulu. "Sudah, sudah. Begini saja Neli. Jika kamu tidak mau memberikan amplop itu kepada saya, jalur hukum solusinya!"Devan mulai tegas kepada Neli karena sudah mengambil barang yang bukan menjadi haknya. "Laporkan saja aku pada polisi, aku tidak takut! Aku bosan dengan kemiskinan ini. Lebih baik aku di sel penjara, dari pada bebas tapi tidak punya uang!" Neli sudah frustasi dengan hidup. Dia tidak pernah bersyukur dengan uang hasil pemberian Mbok Ginah. Padahal Mbok Ginah selalu menghemat pengeluaran."Oke, ayo ikut saya ke kantor kepolisian. Kamu itu sudah merampas uangnya Aisyah. Sama saja kamu mencuri! Jika kamu memberikan amplop beserta uang itu kepadaku, aku juga akan me