Saat sore hari, Aisyah ingin Denis ke dapur agar Zola bisa melarikan diri dari tempat sembunyinya. Aisyah mengambil dua bungkus mie instan yang ada di kotak dapur yang berisi bahan masakan. "Mas, pijitin saja Si Mawar, biar aku yang buatkan kamu mie instan," kata Aisyah yang mengalah dari Mawar. Aisyah juga ingin segera melihat keadaan Zola di kolong ranjang. Denis berdiri dan siapa-siap merebus air sambil menoleh ke arah Mawar yang berdiri di sampingnya. "Mawar, kamu bisa istirahat sendiri sebentar nggak? Mas mau buatkan mie instan untuk Aisyah. Apa kamu dibuatkan sekalian? Kasihan, Aisyah capek." Denis kasihan dengan Aisyah karena ia mengalah dan tidak manja seperti Mawar. Mawar cemberut. "Ih, jahat banget sih. Lagi hamil dimasakin mie instan, nggak baik buat calon bayi, tahu! Mas Denis kok nggak tahu sih?" gerutu Mawar yang masih saja menuruti kemauan Aisyah. Denis gusar. "Kalau nggak mau mie instan ya jangan makan. Sudah Mas bilang, kamu istirahat dulu! Mas mau masak mie i
Aisyah menahan geli dengan ucapan Denis yang membuatnya nek. ia terus saja memakan mie instan tersebut walau sebenarnya ia sedikit tidak berselera makan. Denis gelisah. "Dek, kamu kok diam gitu? Apa kamu masih marah sama Mas? Biar aku buatkan lagi mie nya mau?" Denis sangat takut jika Aisyah ngambek. Ia terus saja menghujani sejuta kata manis untuk Aisyah agar bisa luluh. "Lagi makan, ya diam dong Mas? Nanti kalau bicara terus, aku bisa tersedak. Mienya sudah saja ya, aku sudah kenyang ini," jawab Aisyah dengan ketus. Rasa sakit hatinya yang mendalam, membuat secara reflek, berkata ketua pada sang suami. Aisyah masih memikirkan betapa jika ia menjadi Zola. Pasti hidupnya malu dan tertekan. Aisyah bersyukur, ia masih dalam hubungan halal dan sah menurut agama. Ia tidak terjerumus dalam lembah kehinaan. Denis menghela nafas. "Iya deh iya. Dek, Mas mau mempertegas jatah malam antara kamu dan Mawar. Mas mau membaginya dengan adil. Malam ini jatah Mas ke kamar kamu. Bolehkah
Saat malam, Mawar ingin selalu ikut dengan Denis ketika akan pergi dengan Aisyah. Padahal besok pagi, Aisyah harus mengirim orderan yang sudah jadi kepada Mama Linda. Mawar yang tadinya berada di kamar, karena Mawar kepo, ia menuju ruang makan di mana Aisyah dan Denis berada. "Sudah, cukup! Jangan ribut terus ya? Besok saya pergi sendiri saja. Mas Denis kerja saja, biar besok pas tanggal gajian ful, nggak kepotong. Sekarang harga bahan pokok itu mahal, jadi, kalau kepotong 'kan sayang," sahut Aisyah yang berusaha meredupkan cekcok antara Mawar dan Denis. "Iya Mas. Aisyah itu sudah biasa sendiri. Jangan diantar terus. Biarkan dia bebas karena ia juga butuh menenangkan diri. Lebih baik, Mas Denis kerja dan beri aku uang banyak. Aku 'kan lagi hamil. Kamu mau 'kan, Dedeknya sehat dan gembul," kata Mawar yang berdiri dari ruangan kamarnya menuju di mana Aisyah dan Denis duduk. Denis memutar bola matanya karena bingung. "Baiklah, tapi setelah selesai mengirim orderan, kamu harus l
Pagi itu, Denis kesal dan lapar akibat Mawar bangunnya kesiangan. Tidak hanya bangun siang, ia juga tidak menyiapkan sarapan kepada Denis.Ia malah manja dan tidak tahu akan kondisi suaminya yang lapar dan hampir telat berangkat kerja."Mas Denis kasar gitu omongannya sama aku. Yasudah, cepetan sana berangkat kerja. Nanti sarapannya di kantor saja. Nih, aku ada uang selembaran merah, buat kamu Mas? Siapa sih yang nggak perhatian sama kamu Mas? Aku tuh hamil, kepalaku terasa pening, jadi wajar dong, kalau aku bangun siangan!" jawab Mawar yang selalu tidak mau disalahkan. Ia terus saja bergelayut manja di lengan kokoh milik Denis.Denis luluh karena ia diberikan uang oleh Mawar. "Maafin aku Dek, makasih uangnya. Aku berangkat kerja dulu yah? Sudah telat ini. Emuach."Denis memeluk dan mengecup pipi Mawar yang tembem kemerah-merahan. Setelah itu ia bergegas untuk bekerja.Mawar menemani sang suami sampai di depan pintu gerbang rumah Denis. Kepergian Denis, mwmbuay Mawar sendiri di rumah.
Bab 21 Denis. "E—enggak Bu. Mawar nggak menyusun rencana kok. Mawar hanya takut salah ngomong sama Ibu. Bu, silakan duduk di ruang tamu. Dari tadi berdiri terus," kata Mawar yang mengalihkan pembicaraan agar tetangganya itu tidak memarahinya. "Yasudah. Saya tidak Sudi mampir dengan wanita yang suka fitnah keluarganya sendiri. Ibu mau pulang saja. Malas bicara sama kamu." Tetangga tersebut tidak lama pulang kembali ke rumahnya karena ia sudah puas memberi peringatan kepada Mawar. "Huft, hampir saja aku kena apes sama Ibu itu. Kirain dia bukan pelanggannya Aisyah. Biarkan sajalah, yang penting, aku sudah menikahi Denis. Aku mau bobok ah. Kepala ini mual. Malas aku ngerjain rumah. Biarkan Aisyah saja yang bereskan jika nanti ia pulang," ujar Mawar pada diri sendiri. Pada pagi itu, ia malah asik tiduran di sofa sambil makan camilan yang ia beli kemarin. **** Kembali ke Aisyah Aisyah pagi itu sudah di rumah Mama Linda. Kebetulan Mama Linda baru saja selesai mandi. Karena Aisyah
"Mama mendambakan cucu dari rahim yang halal Denis. Tidak didapatkan dari rahim yang di luar nikah. Nggak berkah. Mama bersyukur, sudah mempunyai mantu hebat seperti Aisyah. Untuk masalah cucu biarkan Tuhan yang mengatur," kata Mama Linda yang tidak tertarik dengan calon anak yang dikandung istri keduanya Denis, Mawar. Denis pucat. "Mah, walaupun Mawar dan Denis salah, Mama nanti harus adil kepada cucunya. Saya harap Mama tidak mengabaikannya." Denis takut jika anaknya Mawar tidak diakui oleh kedua orang tuanya. Mama Linda tersenyum kecut. "Mama nggak benci sama calon anaknya Mawar. Yang saya benci itu kelakuan be jat kalian. Mama masih syok ini, gara-gara kamu," kata Mama Linda yang tersulit emosi. Denis tercengang dengan sang Mama. "Sekali lagi Denis minta maaf Mah. Denis akan berusaha adil dengan kedua istri yang telah saya nikahi. Ini hanya sebuah kekhilafan. Seandainya Mawar tidak hamil, saya tak akan menikahi Mawar," kata Denis agar mamanya tidak marah lagi. Aisyah diam me
Devan menoleh pada wanita seksi yang tiba-tiba duduk di sampingnya. "Rin, jangan dekat-dekat ah, malu sama tamu. Kamu nggak perlu tahu siapa dia," jawab Devan dengan nada ketus. Wanita itu cemberut dan tetap duduk di samping Devan. "Nggak papa dong. Kamu belum jawab, siapa dia? Sekarang kamu tambah cakep banget. Dulu saat SMA kamu masih culun. Ingat nggak?" Wanita itu mengingat Devan saat kecil dulu. Ternyata wanita tersebut adalah teman SMA-nya dulu. Devan merasa terganggu dengan kedatangan wanita seksi tersebut. "Dia saudara iparku, Rina. Iya memang aku dulu culun. Tapi sekarang beda. Jangan ungkit masa lalu, Oke?" jawab Devan yang masih ketus. Sementara Aisyah menyimak pembicaraan mereka sambil meminum segelas es buah segar penghilang dahaga. Rina tersenyum karena mengetahui wanita yang ada di depan hanyalah kakak iparnya. "Maaf, kirain pacar. Perkenalkan namaku Rina. Nama kamu siapa Kak?" tanya Rina sambil tersenyum masam kepada Aisyah. Aisyah tersenyum hangat. "Aku Aisya
Mama Linda tersenyum senang. "Serius. Ini Devan anak Mama. Dan ini, Aisyah mantu saya, istrinya Denis. Kakaknya Devan," jawab Mama Linda yang menjelaskan siapa Devan dan Aisyah yang sebenarnya. Rina mengangguk. "Oalah. Iya Tante. Sekarang Rina paham. Kita makan bersama yuk?" Rina mengajak Mama Linda untuk bergabung dengan Aisyah dan Devan untuk makan. 'Sialan! Kenapa Mama kenalin segala sama wanita yang menyebalkan ini. Kalau ini bukan pesta dari mamanya Rina, sudah pasti aku akan pergi,' batin Devan dengan hati yang kesal telah bertemu Rina. Wanita bawel dan berisik. "Mah, kita pulang sekarang yuk? Perut Devan mules ini. Ini juga udah malam juga," kata Devan berbohong karena untuk menghindari agar Rina tidak mengejar-ngejar dirinya lagi. Mama Linda geleng kepala. "Ehm. Ke kamar mandi saja Devan. Mama masih mau bertemu kangen dengan Tante Susi kamu malah ganggu," jawab Mama Linda yang sedikit kecewa karena Devan secepat itu mengajak untuk pulang. Aisyah tetap tenang. Ia menikma
"Ada apa dengan Dokter Virginia? Apa ini erat kaitannya dengan racun kue itu? Oke, nanti aku akan ke sana lagi, tapi aku harus izin Aisyah dulu. Kalau perlu Aisyah ikut! Aisyah harus tahu kelicikan Rina!" batin Devan sambil melihat Aisyah yang sudah membayar totalan beberapa buah yang ia beli. "Mas, yuk kita pulang?" Ketika Aisyah sudah membayar seluruh buah yang ia beli, ia berbalik dan menatap Devan dengan wajah yang berbinar. "Sayang, kita jangan pulang dulu! Kita langsung ke Klinik milik Dokter Virginia. Lihat chat ini!" Devan langsung memberikan chat dari Bu Dokter Virginia yang baru saja muncul. Ia tidak mau ada yang ditutupi. Ia ingin selalu terbuka dengan Aisyah. Dengan terbuka, Aisyah akan semakin percaya pada dirinya. Devan tidak mau ia dianggap sebagai pria yang memiliki watak seperti Denis. "Maksud dari beliau apa ya? Yasudah, ayo kita ke Klinik. Mas, coba telepon Mbok Ginah bahwa kita tidak bisa sarapan dengan menu beliau soalnya ada keperluan penting. Kamu punya no
"Neli, kamu ngikutin kita? Kenapa tatapan kamu benci seperti itu kepada kita?" tanya Devan kepada Neli yang sudah ada tepat di belakangnya."Eng—nggak benci, saya hanya kepedasan ini Kak. Ingin beli es jeruk di taman ini," jawab Neli secara berbohong. Padahal Neli ingin mengintai pergerakan Devan dan Aisyah. Diam-diam, Neli menyembunyikan sesuatu dalam hatinya. "Jangan berbohong kamu Neli. Aku tahu kamu itu berbohong. Kamu pulang saja temani Mbok Ginah. Jangan ganggu acara kami!" jawab Devan dengan muka sinis ke arah Neli yang memang berbohong. Devan sudah pengalaman dengan wanita berwatak seperti Neli. Ia mungkin tidak akan terjebak dengan tipu muslihatnya. "Sudah, kalian jangan bertengkar. Neli, kalau kamu mau beli es jeruk lanjutkan. Jangan lupa nanti bayar sendiri, kamu masih pinjam uang aku loh. Hutang harus dibayar!" tegas Aiayah yang masih mengingat jika Neli pinjam uang kepadanya. "Eh, iya Kak, tenang saja. Nanti kalau aku sudah kerja dan gajian, hutang Kak Aisyah akan saya
Malam itu Devan dan Aisyah sedang mengalami puncak kebahagiaan meski salah satu pihak sedang dilanda hamil muda. Devan melakukan hubungan dengan istrinya secara lembut hingga mereka sama-sama merasakan puncak kejayaan yanh memuaskan. Hingga mereka terlelap dalam mimpi. ***Pagi pun tiba. Devan sebelum subuh bangun dan mulai mandi besar. Sementara Aisyah masih saja tertidur pulas mungkin karena kelelahan. "Aisyah, bangun. Mandi besar sana. Nanti kita sholat subuh bareng."Ketika Devan sudah mandi, ia membangunkan sang istri dengan menepuk pundak. Tidak lama, Aisyah mulai terbangun. "Ada apa Mas? Haduh, kok aku belum pakai pakaian sih? Aku belum mandi ya? Ini sudah jam berapa?" Asiyah tidak sadar jika waktu itu sudah subuh karena saking lelapnya dan lelah setelah tadi malam bertempur dengan sang suami. "Sudah mandi besar sana. Nanti sholat bareng sama aku. Kamu lupa dengan pertempuran tadi malam?" Devan tersenyum kecil dan gemas melihat Aiayah yang lupa dan cemas. Seperti boneka B
Dia pinjam tiga ratus ribu, Mas? Tapi aku hanya beri dia dua ratus. Aku bilang, uang yang di dompet hanya sisa segitu," jawab Aisyah yang masih menelepon Devan."Oh, yasudah nanti kita bicarakan lagi empat mata di kamar. Ini mungkin udah satu jam, aku mau lihat uji coba yang dilakukan Dokter Virginia. Kamu tetap waspada dengan Neli!'Tidak lama, sambungan telepon diputus oleh Devan. Devan mulai menemui Dokter Virginia untuk memastikan apakah hasil labnya sudah jadi. Sebelum Devan sempat berdiri dari sofa, Dokter yang dimaksud Devan ternyata mendekatinya. "Mas Devan, ayo ikut saya ke ruangan lab. Ada yang perlu saya bicarakan kepada Mas Devan!" Dengan raut wajah serius, wanita tinggi berseragam khas dokter itu mengajak Devan untuk ke ruangan lab."Bagaimana hasilnya, Dokter?" tanya Devan ketika sudah sampai di ruangan lab. Ia berharap-harap cemas dengan hasil yang akan dijelaskan oleh dokter tersebut."Hasilnya positif mengandung zat beracun. Padahal awalnya roti ini aman dan saya b
Sore itu Pak Ujang sudah membawa Mbok Ginah dan wanita muda yang berpakaian sederhana. Namun, tidak berjilbab. Dari cara berpakaiannya wanita tersebut seperti orang desa. "Mbok Ginah? Pak Ujang? Mari silakan duduk ke sana!"Karena Devan sangat menghormati tamu yang datang, tamunya dipersilakan duduk di ruang tamu. Tidak lama, Aisyah datang menghampiri siapa tamunya tersebut dan sudah membawakan air teh dan beberapa jamuan makanan. Beberapa teko dan gelas, beserta jamuan, ia letakkan di meja tamu. "Ini Neng Aisyah? Istrinya Mas Devan ya? Manis sekali. Kenalin Neng, ini Mbok Ginah dan Ini Neli anak saya yang baru pulang kerja dari Arab. Kebetulan, dia sudah berhenti bekerja. Boleh kah dia sama Mbok bekerja di sini? Sekalian jagain Enang jika Nak Devan pergi. Nak Devan itu sudah saya anggap anak sendiri," tutur Mbok Ginah sambil duduk di samping anaknya berumur sekitar 22 tahun. Aisyah mengamati Neli dan Mbok Ginah. Kemudian ia menoleh kepada Devan. "Bagaimana Mas Devan? Apa mereka b
Sore itu, Devan ingin membawa kue pemberian wanita asing ke Klinik milik Dokter Virginia. Namun, pria itu bingung karena Aisyah tidak mau diajak. Padahal Devan hanya ingin mengungkap keganjilan pada kue tersebut. "Syah, sebelum kue ini basi, ayo kita ke Klinik. Aku nggak mau kamu di rumah sendirian karena nggak ada yang jaga. Plis, ikut yuk? Kita harus tahu siapa wanita asing yang memberi kue pada kita itu!" Devan masih mendesak Aisyah untuk pergi ke Klinik. Baginya, keselamatan Aisyah lebih penting dari segalanya. Sedikit pun Devan nggak mau jika istri tercintanya celaka atau dijahatin orang. Apalagi Aisyah sedang mengandung benihnya. Suatu keluarga kecil yang harus diperjuangkan. "Tapi Mas, aku masih sedikit mual. Aku di rumah sendiri nggak papa. Yang jelas, kamu jangan lama-lama di sana. Aku 'kan bawa ponsel, jadi kamu jangan khawatir. Kita Bisa teleponan." Aisyah masih kelelahan sehingga ia hanya ingin di rumah untuk istirahat. Devan mendengus pelan. "Apa aku panggilkan Mbok
Rina sedang mengintai di balik celah jendela yang terbuka yang ada di samping kamar yang mengarah ke jalanan luar. Karena waktu itu Aisyah ada di kamar dan beristirahat dengan Devan. Wanita itu sedang memastikan apakah kita yang ia bawa benar-benar dimakan oleh Aisyah. "Kalau kamu suka dengan roti ini, saya ambilkan pisau pemotong kue dulu ya? Agar makanannya enak!" Devan mengambil pisau roti yang ada di atas piring kecil dekat dengan nakas. Kebetulan pisau tersebut ada di situ. Devan kemudian memotong-motong kue tersebut menjadi beberapa bagian. "Mas, kalau kamu suka, diicipin dulu ya rotinya. Kelihatannya enak banget! Porsinya juga jumbo. Pasti aku nek, jika makan kue sebanya itu!" Aisyah menyuruh Devan mencicipi kue yang dibawa oleh wanita yang katanya adalah suruhan dari Dokter Virginia. Yang sebenarnya wanita tersebut adalah Rina. "Oke deh, aku makan sepotong dulu!" Lalu Devan memakan sepotong kue berwarna coklat dan putih tersebut sepotong. Ia tergoda dengan ben
"Awas saja, aku tidak akan membiarkan janin yang dikandung Aisyah hidup. Kau telah mengambil Devan dariku. Aku juga bisa mengambil janinmu dan akan melenyapkannya." Siang itu, seorang wanita bergaun pink berdiri di balik pintu sambil menatap sinis ke arah Aisyah. "Ehm. Dek Rina, kenapa kamu di situ? Katanya ingin cepat pulang? Atau masih ingin mampir di sini. Nanti aku nitip uang ini untuk Mama ya?" Dokter Virginia ternyata adalah sepupunya Rina. Kebetulan Rina menjadi asisten baru Virginia saat ini. Jadi kesempatan untuk mencelakai Aisyah lebih besar. *** Pada siang itu, Aisyah sudah berada di rumahnya bersama Devan. Aisyah berbaring di ranjang tidurnya setelah meminum vitamin dari Dokter. "Sayang, kamu istirahat dulu ya? Kamu maunya dipesankan masakan apa agar nggak mual? Aku punya makanan rekomen yang sehat di restoran langgananku. Jadi, selama hamil, kamu nggak perlu repot," kata Devan sambil melihat-lihat layar ponselnya. Karena ia ingin memesan makanan online sehat
"Nggak papa. Terima kasih suamiku, aku menangis hari ini karena bahagia sekali," kata Aisyah yang masih dipeluk oleh Devan. Mereka menikmati pemandangan dari atas kemidi putar. "Udahlah jangan menangis lagi. Nanti kita turun beli es krim ya? Atau kita naik wahana lain?" tanya Devan yang masih di atas kemidi putar. Mereka berbincang saling tertawa dalam kesenangan sampai kemidi putar berhenti. Mereka turun dari kemidi putar menuju kantin yang menyediakan berbagai makanan dan minuman termasuk es krim. Dua wadah es krim coklat vanila sudah ia pesan. Devan dan Aisyah menikmati es krim sambil duduk di taman yang di depannya penuh dengan bunga. "Es krimnya nambah nggak? Kalau nambah, saya pesankan?" Devan menikmati es krim sambil menoleh ke Aisyah yang juka menikmati es krim dengan lahap. Dalam hati ia tertawa sendiri karena istrinya sangat menggemaskan. "Udah. Tapi Mas, perutku mual banget. Aku seperti ingin muntah! Di sini nggak ada kamar mandi ya?" Ketika Aisyah suda