Pada siang itu, seorang wanita bernama Zola bertamu ke rumah Denis. Kebetulan yang ada dalam rumah tersebut adalah Aisyah. Zola mengaku telah dinodai oleh Denis. Ia meminta pertanggung jawaban kepada Denis. Namun, Aisyah tidak percaya begitu saja. "Benar Kak. Saya telah dinodai oleh Mas Denis. Saya minta Mas Denis tanggung jawab!" kata Zola menunduk sambil memegangi perutnya yang masih rata. Aisyah geleng-geleng kepala. "Apa kamu punya bukti kalau Denis telah menodai kamu?" tanya Aisyah meminta bukti agar ia bisa percaya bahwa Zola benar-benar dinodai oleh Denis. Zola mengeluarkan ponsel dari sakunya. Lalu ia mulai memperlihatkan Video. "Lihat ini Kak." Zola memperlihatkan Video Denis dan Zola yang sedang di suatu kamar dan sedang melakukan itu dengan Zola. Aisyah syok. "Astaghfirullah, Mas Denis! Kau be jat sekali! Tidak saja Mawar yang kau nodai. Tapi ada wanita lain yang juga kau renggut kesuciannya. Tuhan, mimpi apa aku hari ini." Aisyah meremas pakaian gamis bagian atas
Pada sore hari, terdengar derap langkah yang diduga adalah sepatunya Denis. Aisyah dan Zola sangat syok mendengar hal itu. Aisyah gugup. "Zola, kamu ngumpet dulu di kolong ranjang yang ada di kamarku. Sebelum Denis mengetahui keberadaan kamu!" Aisyah menyuruh Zola untuk bersembunyi di kolong ranjang yang ada di kamarnya. Tidak lama, dengan langkah cepat, Aisyah mengarahkan Zola untuk bersembunyi di kolong ranjang. Setelah semuanya aman, Aisyah ingin memastikan siapa yang datang. Ia mengintip di balik pintu, dan ternyata adalah Mawar yang bergelayut manja di pundaknya Denis. "Mas, aku mual sekali makan-makanan berdaging, aku maunya yang manis-manis terus. Nanti aku dibuatin salad buah ya? Nih aku dah belanja banyak buah untuk makan kita bersama!" Terdengar suara Mawar yang man ja dan ia terlihat membawa beberapa kantong kresek. Mawar berjalan menuju kulkas untuk menaruh barang belanjaan di tempat tersebut. Ada buah, mie instan dan beberapa bahan masakan lain kecuali daging. Mawar
Saat sore hari, Aisyah ingin Denis ke dapur agar Zola bisa melarikan diri dari tempat sembunyinya. Aisyah mengambil dua bungkus mie instan yang ada di kotak dapur yang berisi bahan masakan. "Mas, pijitin saja Si Mawar, biar aku yang buatkan kamu mie instan," kata Aisyah yang mengalah dari Mawar. Aisyah juga ingin segera melihat keadaan Zola di kolong ranjang. Denis berdiri dan siapa-siap merebus air sambil menoleh ke arah Mawar yang berdiri di sampingnya. "Mawar, kamu bisa istirahat sendiri sebentar nggak? Mas mau buatkan mie instan untuk Aisyah. Apa kamu dibuatkan sekalian? Kasihan, Aisyah capek." Denis kasihan dengan Aisyah karena ia mengalah dan tidak manja seperti Mawar. Mawar cemberut. "Ih, jahat banget sih. Lagi hamil dimasakin mie instan, nggak baik buat calon bayi, tahu! Mas Denis kok nggak tahu sih?" gerutu Mawar yang masih saja menuruti kemauan Aisyah. Denis gusar. "Kalau nggak mau mie instan ya jangan makan. Sudah Mas bilang, kamu istirahat dulu! Mas mau masak mie i
Aisyah menahan geli dengan ucapan Denis yang membuatnya nek. ia terus saja memakan mie instan tersebut walau sebenarnya ia sedikit tidak berselera makan. Denis gelisah. "Dek, kamu kok diam gitu? Apa kamu masih marah sama Mas? Biar aku buatkan lagi mie nya mau?" Denis sangat takut jika Aisyah ngambek. Ia terus saja menghujani sejuta kata manis untuk Aisyah agar bisa luluh. "Lagi makan, ya diam dong Mas? Nanti kalau bicara terus, aku bisa tersedak. Mienya sudah saja ya, aku sudah kenyang ini," jawab Aisyah dengan ketus. Rasa sakit hatinya yang mendalam, membuat secara reflek, berkata ketua pada sang suami. Aisyah masih memikirkan betapa jika ia menjadi Zola. Pasti hidupnya malu dan tertekan. Aisyah bersyukur, ia masih dalam hubungan halal dan sah menurut agama. Ia tidak terjerumus dalam lembah kehinaan. Denis menghela nafas. "Iya deh iya. Dek, Mas mau mempertegas jatah malam antara kamu dan Mawar. Mas mau membaginya dengan adil. Malam ini jatah Mas ke kamar kamu. Bolehkah
Saat malam, Mawar ingin selalu ikut dengan Denis ketika akan pergi dengan Aisyah. Padahal besok pagi, Aisyah harus mengirim orderan yang sudah jadi kepada Mama Linda. Mawar yang tadinya berada di kamar, karena Mawar kepo, ia menuju ruang makan di mana Aisyah dan Denis berada. "Sudah, cukup! Jangan ribut terus ya? Besok saya pergi sendiri saja. Mas Denis kerja saja, biar besok pas tanggal gajian ful, nggak kepotong. Sekarang harga bahan pokok itu mahal, jadi, kalau kepotong 'kan sayang," sahut Aisyah yang berusaha meredupkan cekcok antara Mawar dan Denis. "Iya Mas. Aisyah itu sudah biasa sendiri. Jangan diantar terus. Biarkan dia bebas karena ia juga butuh menenangkan diri. Lebih baik, Mas Denis kerja dan beri aku uang banyak. Aku 'kan lagi hamil. Kamu mau 'kan, Dedeknya sehat dan gembul," kata Mawar yang berdiri dari ruangan kamarnya menuju di mana Aisyah dan Denis duduk. Denis memutar bola matanya karena bingung. "Baiklah, tapi setelah selesai mengirim orderan, kamu harus l
Pagi itu, Denis kesal dan lapar akibat Mawar bangunnya kesiangan. Tidak hanya bangun siang, ia juga tidak menyiapkan sarapan kepada Denis.Ia malah manja dan tidak tahu akan kondisi suaminya yang lapar dan hampir telat berangkat kerja."Mas Denis kasar gitu omongannya sama aku. Yasudah, cepetan sana berangkat kerja. Nanti sarapannya di kantor saja. Nih, aku ada uang selembaran merah, buat kamu Mas? Siapa sih yang nggak perhatian sama kamu Mas? Aku tuh hamil, kepalaku terasa pening, jadi wajar dong, kalau aku bangun siangan!" jawab Mawar yang selalu tidak mau disalahkan. Ia terus saja bergelayut manja di lengan kokoh milik Denis.Denis luluh karena ia diberikan uang oleh Mawar. "Maafin aku Dek, makasih uangnya. Aku berangkat kerja dulu yah? Sudah telat ini. Emuach."Denis memeluk dan mengecup pipi Mawar yang tembem kemerah-merahan. Setelah itu ia bergegas untuk bekerja.Mawar menemani sang suami sampai di depan pintu gerbang rumah Denis. Kepergian Denis, mwmbuay Mawar sendiri di rumah.
Bab 21 Denis. "E—enggak Bu. Mawar nggak menyusun rencana kok. Mawar hanya takut salah ngomong sama Ibu. Bu, silakan duduk di ruang tamu. Dari tadi berdiri terus," kata Mawar yang mengalihkan pembicaraan agar tetangganya itu tidak memarahinya. "Yasudah. Saya tidak Sudi mampir dengan wanita yang suka fitnah keluarganya sendiri. Ibu mau pulang saja. Malas bicara sama kamu." Tetangga tersebut tidak lama pulang kembali ke rumahnya karena ia sudah puas memberi peringatan kepada Mawar. "Huft, hampir saja aku kena apes sama Ibu itu. Kirain dia bukan pelanggannya Aisyah. Biarkan sajalah, yang penting, aku sudah menikahi Denis. Aku mau bobok ah. Kepala ini mual. Malas aku ngerjain rumah. Biarkan Aisyah saja yang bereskan jika nanti ia pulang," ujar Mawar pada diri sendiri. Pada pagi itu, ia malah asik tiduran di sofa sambil makan camilan yang ia beli kemarin. **** Kembali ke Aisyah Aisyah pagi itu sudah di rumah Mama Linda. Kebetulan Mama Linda baru saja selesai mandi. Karena Aisyah
"Mama mendambakan cucu dari rahim yang halal Denis. Tidak didapatkan dari rahim yang di luar nikah. Nggak berkah. Mama bersyukur, sudah mempunyai mantu hebat seperti Aisyah. Untuk masalah cucu biarkan Tuhan yang mengatur," kata Mama Linda yang tidak tertarik dengan calon anak yang dikandung istri keduanya Denis, Mawar. Denis pucat. "Mah, walaupun Mawar dan Denis salah, Mama nanti harus adil kepada cucunya. Saya harap Mama tidak mengabaikannya." Denis takut jika anaknya Mawar tidak diakui oleh kedua orang tuanya. Mama Linda tersenyum kecut. "Mama nggak benci sama calon anaknya Mawar. Yang saya benci itu kelakuan be jat kalian. Mama masih syok ini, gara-gara kamu," kata Mama Linda yang tersulit emosi. Denis tercengang dengan sang Mama. "Sekali lagi Denis minta maaf Mah. Denis akan berusaha adil dengan kedua istri yang telah saya nikahi. Ini hanya sebuah kekhilafan. Seandainya Mawar tidak hamil, saya tak akan menikahi Mawar," kata Denis agar mamanya tidak marah lagi. Aisyah diam me
"Maaf kalau saya punya salah dengan kalian. Jangan diperpanjang masalah ini," pinta Dokter Spesialis Anak tersebut. Dokter itu merasa malu ketika Devan tiba-tiba masuk ke ruangan periksa."Oke, saya maklumi. Terima kasih sudah memeriksa anak saya. Aisyah, ayo kita pulang. Harusnya tadi aku ikut masuk ke dalam ruangan ini!" ujar Devan sambil menarik pelan tangan Aisyah. Ia tidak mau Aisyah mengenal dokter tampan yang bernama Weldan tersebut. Aisyah menuruti perkataan Devan sambil menggendong Aslam yang mulai berhenti menangis. Entah mengapa sesudah diperiksa oleh Dokter Weldan, tiba-tiba tangisan Aslam berhenti. Melihat keajaiban itu, Aiayah menoleh ke arah Dokter Weldan. Dokter itu tersenyum hangat ke arah Aisyah. Aisyah langsung ke posisi semula. Ia takut dosa dengan pandangan yang tidak seharusnya ia berikan. Hatinya berdebar-debar melihat tatapan Dokter Weldan yang tidak biasa. "Kenapa dengan Dokter Weldan ya? Tatapannya aneh?" batin Aisyah. Ia takut akan terjadi apa-apa antar
Pagi itu, Aslam menangis sangat keras. Kebetulan Aiayah sedang di kamar mau memberikan ASI pada Aslam. Namun, Aslam tidak mau minum. Ia malah menangis terus. "Bagaimana ini Mas, Aslam nangis terus?" Aisyah kemudian menggendong Aslam karena tangis sang bayi tak kunjung berhenti juga. "Coba aku cek apa Aslam badannya panas?" Devan mengambil alat pendeteksi demam bayi yang berada di dalam nakas. Setelah dicek hasilnya membuat terkejut. "Sayang, cepet tidur ya. Anak mama jangan nangis lagi," tutur Aisyah sambil menimang-nimang Aslam yang masih menangis. Tidak lama, Devan datang dan memeriksa suhu badan bayi mungil tersebut. "Sayang, suhu badan Aslam tinggi. Ayo kita bawa dia ke Dokter sebelum terlambat," ujar Devan yang cepat-cepat ingin ke dokter karena badan anaknya demam tinggi. "Baiklah. Ayo kita ke dokter! Ini tinggal bawa tas penting dan popok bayi! Bawa susu formula nggak Mas?" tanya Aisyah takut terjadi apa-apa saat berada di dokter nanti. Devan tersenyum sambil mempersiap
Terima kasih, Mas. Kau sangat mencintaiku. Aku juga mencintaimu Mas. Semoga kita diselamatkan dari mara bahaya apa pun. Kita tidur yuk?" ajak Aisyah kepada sang suami denga lembut. Aisyah lelah sekali akibat kejadian yang tidak diinginkan kemarin terjadi. "Iya, Sayang. Kita tidur sekarang juga. Sini aku temenin, biar kamu hangat dan cepat tidur."Malam itu, keluarka kecil mulai tertidur. Alhamdulillah, dedek bayi juga tertidur dan tidak terlalu rewel. ***Pagi pun tiba. Aisyah sudah bangun pada pagi itu. Ia sudah menyiapkan sarapan pagi dan dibantu oleh wanita seumuran Mbok Ghinah. Devan berusaha mencari ART di rumahnya agar pekerjaan Aisyah terasa ringan. Sementara Devan sedang menimang bayi di pagi itu, ketika Aiayah dan ART baru sedang sibuk dengan pekerjaan rumah. "Sayang, kamu tampan sekali seperti ayah. Semoga menjadi anak Sholeh ya? Satu lagi. Kamu harus nurut sama Mama. Mama itu dah berkorban besar mengurus kamu. Sekarang dedek udah mandi, tidur yah?" Devan mengajak berbi
Kalau kamu tidak mau menikah dengan aku, terpaksa aku akan membuang bayi imut kamu ke hutan. Kamu akan merasakan kesedihan yang teramat sangat!"Jiho sudah tidak waras. Cinta buta melupakan segalanya. Yang dulunya dia pria pendiam dan baik, kini berubah jahat dan tidak mempunyai belas kasihan. "Memangnya menikah dengan wanita beristri itu mudah? Malah nanti kamu yang akan masuk penjara karena memaksa menikah denganku? Mana mungkin aku bercerai dengan Mas Devan? Gila kau!" Aisyah geram dengan sikap Jiho yang semakin memaksa. Aisyah diikat di kursi dan tidak bisa gerak sama sekali. Sementara bayi yang masih merah terbaring di bok kecil. Bayi mungil tersebut menangis mencari sang ibu. Jika menangis, Jiho akan melepas Aisyah dan menyuruh untuk memberikan ASI secara eksklusif. "Mudah saja. Asalkan kamu mau bercerai dengan Devan. Atau kalau kamu tidak mau dedek mungil menjadi sasaran! Nih dah aku masukin ke keranjang, tinggal aku buang!" Devan mengancam serius jika Aisyah masih saja
Dua jam kemudian, Devan dan kedua anak buahnya sampai di alamat tujuan. Di mana villa yang diduga milik Jiho. "Bos, mobil kita parkir agak jauh dari vila itu agar kita tidak diketahui bahwa kita sedang ke sana. Tunggu jam delapan malam lalu kita beraksi!" usul Johni sambil memarkir mobil agak jauh di Vila tepatnya di bawah pohon mangga di pelataran luas yang di depannya ada rumah kosong. "Iya. Ini sudah jam 8 malam. Ayo kita beraksi!" ujar Devan sambil turun dari mobil. Diikuti dengan kedua anak buahnya menuju vila. Ketika sampai di villa yang dimaksud, Devan dan kedua anak buahnya berjalan mengendap-endap. Saat di depan pintu gerbang, tiga orang pria berdiri di depan gerbang. "Jon, ternyata rumah ini banyak yang menjaganya. Saya semakin yakin jika Aisyah berada dalam vila asing tersebut." Sebuah bangunan di dekat hutan yang mempunyai gerbang hitam dan dijaga oleh beberapa pengawal. Devan dan teman-temannya berdiri di balik pohon mangga untuk menyusun siasat agar mereka
"Yang benar, Mas Devan? Jika Neng Aisyah sudah pulang? Saya tadi juga ikut mengantar dia ke rumah sakit dengan Mas Jiho. Dia yang menanggung biaya persalinan Neng Aisyah. Saya tadi buru-buru pulang, karena anak saya nangis yang masih kecil," tutur ibu paruh baya yang bernama Bi Munah. Bi Munah terpaksa pulang awal karena kondisi mendesak. Walau sebenarnya beliau ingin menemani Aisyah sampai bisa pulang dengan selamat. "Berarti ini pasti pelakunya Jiho. Dia tega menculik istriku. Terima kasih infonya Bi. Kami akan ke rumah Jiho sekarang. Bi, Devan nitip rumah ini, jika ada orang yang mencurigakan datang ke rumah ini, saya ditelepon atau chat saja. Terima kasih, Ibu sudah berusaha menyelamatkan istri saya. Saya sangat teledor menjadi suami hingga payah seperti ini!" ujar Devan kepada Bi Minah dengan serius. "Siap Mas Devan. Kami tetangga akan menjaga rumah Mas Devan. Nanti saya akan lapor Pak Hansip untuk menjaga rumah ini karena terbukti Neng Aisyah dibawa pergi sama seseorang. Semo
Devan sangat panas hati ketika yang mengangkat telepon adalah suara pria di saat istrinya sedang melahirkan. Ia merasa sangat bersalah saat itu. Ia memutuskan sambungan telepon kemudian ia mulai menuju ke Rumah Sakit Medika bersama dua orang anak buahnya yang selalu setia. Setengah jam kemudian, mereka sampai di rumah sakit Medika. Devan menanyakan di mana istrinya berada kepada salah satu perawat. "Kak, maaf, di sini ada yang bernama pasien Aisyah Humairah? Dikabarkan dia sedang melahirkan!" tanya Devan dengan penuh kecemasan. Perawat tersebut terkejut. "Oh, yang penanggung jawabnya atas nama Jiho?" tanya Suster tersebut memastikan. Devan mengangguk cepat. "Benar, Sus. Sekarang dia ada di ruang apa?" tanya Devan kembali. Ia sudah tidak sabar ingin bertemu istri dan anak tercintanya. "Maaf, Pasien Nona Aisyah Humairah sudah pulang bersama Tuan Jiho. Kandungan Nona tersebut sangat sehat beserta sang Ibu. Jadi, mereka sudah diperbolehkan pulang. Kalau mau menengok merek
Malam itu, Mbok Ginah merasakan kesedihan karena anak semata wayangnya dikabarkan akan pergi ke kota. Aisyah dan Devan menenangkan hati beliau agar tidak ngedrop. "Terima kasih Neng Aisyah dan Den Devan. Kalian itu baik, dan sudah Simbok anggap menjadi keluarga sendiri. Anak simbok malah bandel dan tidak pernah pengertian." Mbok Ginah masih berada di ruang tamu bersama Aisyah dan Devan. Mereka masih hanyut dalam kesedihan karena Neli nekat pergi. "Simbok istirahat dulu saja ya? Ini juga sudah petang. Mari kita sholat dan berdoa agar Neli baik-baik saja. Saya yakin, jika Neli niatnya tulus ingin mencari nafkah, pasti dia akan sukses. Mbok, jangan bersedih lagi ya?" tutur Aisyah sambil memegangi pundak Mbok Ginah yang merasa nelangsa. "Baik, Neng. Kepala saya memang dari tadi sakit. Jika Neng Aisyah dan Devan butuh makan, sudah tersedia di dapur. Saya pamit dulu." Mbok Ginah izin istirahat untuk mendinginkan pikiran dan menjaga kewarasannya karena hatinya kini tengah bersedi
"Ya Alloh Neli, berikan amplop berisi uang itu kepada Den Devan. Ibu malu, kamu bersikap seperti itu. Kalau nanti Ibu dipecat, Ibu kerja di mana? Sudah kubilang, kalau Ibu akan memberi kamu uang saat gajian!" kata Mbok Ginah dengan memelas. Sebelum Devan marah besar, Mbok Ginah memperingatkan Neli terlebih dahulu. "Sudah, sudah. Begini saja Neli. Jika kamu tidak mau memberikan amplop itu kepada saya, jalur hukum solusinya!"Devan mulai tegas kepada Neli karena sudah mengambil barang yang bukan menjadi haknya. "Laporkan saja aku pada polisi, aku tidak takut! Aku bosan dengan kemiskinan ini. Lebih baik aku di sel penjara, dari pada bebas tapi tidak punya uang!" Neli sudah frustasi dengan hidup. Dia tidak pernah bersyukur dengan uang hasil pemberian Mbok Ginah. Padahal Mbok Ginah selalu menghemat pengeluaran."Oke, ayo ikut saya ke kantor kepolisian. Kamu itu sudah merampas uangnya Aisyah. Sama saja kamu mencuri! Jika kamu memberikan amplop beserta uang itu kepadaku, aku juga akan me