Share

Bab 6 Naura Hamil

Naura sedang sibuk berselancar di media sosial, mencari informasi lowongan pekerjaan.

Akibat ulahnya yang gegabah, dia kehilangan pekerjaannya dalam sekejap, dan sekarang dia harus kembali bersusah payah mencari sumber penghasilan.

Setiap kali melihat uang di rekeningnya menipis, dia merutuki tindakannya yang bodoh, seharusnya dia tidak menjebak Ariz dengan cara seperti itu, dia jadi malu dan mengundurkan diri dengan sendirinya.

Sudah satu bulan lebih, tapi Ariz tidak mencarinya. Rencana Liana hanya omong kosong. Mana mungkin Ariz mencarinya, memangnya dia siapa? Pikir Naura.

Bel pintu berbunyi, Naura menghela napas, dia kira itu adalah kurir laundry yang biasa mengantarkan pakaiannya.

Dia melangkah malas, lalu membuka pintu tanpa melihat ke depan.

"Ya?" Dengan posisi miring di depan pintu, Naura masih sibuk menatap ponselnya.

"Naura!"

Pemilik nama membelalak, suara itu, dia sangat mengenalinya dan ketika mendongak, sosok Ariz yang tinggi kokoh sudah berdiri tegak di depannya.

Melihat pria itu beberapa detik, Naura berusaha menormalkan ritme jantungnya, dia tidak boleh gugup atau bersikap seperti orang yang pernah berbuat salah, sikap seperti itu secara tidak langsung hanya akan membenarkan kalau malam itu dia memang menjebak Ariz.

"Pak Ariz! Ada apa?" Tanya Naura sedikit terkesan cuek dan dingin.

"Boleh saya masuk?" Pinta Ariz.

Naura hanya mengangguk, kemudian membiarkan Ariz masuk ke dalam apartemennya.

Dia menatap punggung kokoh Ariz dari belakang, rasanya masih sama, pria itu selalu mempesona di matanya.

"Sebelumnya... Saya minta maaf atas kejadian malam itu, saya benar-benar tidak tahu kalau saya mabuk, kalau kamu masih marah, kamu boleh memaki atau menampar saya!"

Kalimat Ariz membuat Naura tercengang, apa yang dikatakan Liana ternyata benar.

"Dan kalau kamu tidak keberatan saya,"

Naura melemparkan diri ke punggung Ariz, memeluk pria itu dengan erat sambil terisak.

"Saya yang minta maaf, Pak! Saya terlalu bodoh, seharusnya saya melakukan apapun yang saya bisa, saya merasa sangat bersalah kepada Bu Salma!"

Ariz menatap langit-langit ruangan itu dengan helaan napas yang panjang.

"Semuanya sudah terlanjur terjadi, Naura. Tidak ada gunanya untuk membahas siapa yang salah!" Ariz menyentuh tangan Naura dan melepaskan pelukan wanita itu.

Kini mereka berhadapan, Ariz yang merasa telah menjadikan Naura sebagai korban dari rasa kesepiannya, mengusap pipi basah wanita itu. "Tolong, jangan menangis!" Ujarnya.

"Jadi, Pak Ariz percaya kalau saya tidak menjebak Bapak?" Tanya Naura penuh harapan.

Ariz mengangguk, "Ya, kamu tidak salah, semuanya akibat kecerobohan saya, seharusnya malam itu saya tidak mabuk!"

"Terimakasih, Pak!" Naura kembali memeluk Ariz, kali ini dari depan, dia bisa merasakan dada bidang Ariz yang keras dan nyaman, menciun aroma khas pria maskulin yang membuat hatinya bersorak.

"Apa kamu mau kembali bekerja sebagai Babysitter Kenan dan Kenzo?" Tanya Ariz langsung pada inti.

Sebelum menjawab, Naura sudah tidak sadarkan diri dan membuat Ariz refleks menyangga tubuhnya.

"Naura! Naura bangun!"

Tidak ada respons, Ariz menggendong wanita itu dan membawanya ke rumah sakit. Ariz heran, mengapa Naura sering kali pingsan saat bersamanya.

Ariz rasa ada yang tidak beres dengan kesehatan Naura, sehingga dia harus membawa wanita itu ke Dokter dan memastikan kondisinya.

*****

Dokter menyibak tirai, mengalungkan stetoskop ke lehernya, dia duduk di depan meja berhadapan dengan Ariz.

"Bagaimana kondisi Naura, Dokter?" Tanya Ariz, terlihat cemas dan penasaran.

"Kondisinya baik-baik saja, dia hanya kurang minum air putih dan vitamin, tapi kandungannya tetap sehat!"

"Apa? Kandungan?" Rahang Atiz terbuka cukup lebar.

"Iya, apakah belum ada yang mengetahuinya?" Tanya Dokter.

"Naura sedang hamil, usia kandungannya sudah menginjak minggu ke lima!" Jelasnya.

Ariz masih tidak menyangka, masalahnya Naura belum menikah dan dia tidak pernah mendengar kalau Naura memiliki kekasih.

"Maaf, Pak Ariz, boleh saya tahu apa hubungan anda dengan Naura?"

"Naura adalah pengasuh anak-anak saya!" Ariz langsung menjawab agar tidak terjadi kesalahpahaman.

Rumah sakit itu tempat di mana Salma menjalani perawatan sampai saat ini, tenaga medis di sana sudah sering melihat dan beberapa sudah akrab dengan Ariz.

"Begitu rupanya! Saya akan meresepkan obat penambah darah dan vitamin yang bagus untuk ibu hamil, dia masih boleh bekerja, asal jangan sampai kelelahan!" Ucap Dokter yang kemudian menuliskan resep obat dan menyerahkan kepada Ariz.

"Baik, terimakasih." Ariz menerimanya.

Setelah Dokter itu pergi, Ariz berdiri di samping Naura, memandang dengan sorot mata yang sulit diartikan.

"Maaf Pak, saya sudah merepotkan." Lirih Naura yang masih terbaring lemas.

"Tidak apa-apa! Boleh saya bertanya sesuatu?"

Ariz ragu dan sedikit ketakutan. Naura hanya mengangguk pelan.

"Apa kamu punya pacar?"

"Tidak, Pak!"

Ariz memejamkan mata, dia takut dugaannya akan menjadi kenyataan, bisa saja Naura hamil karena kejadian di antara mereka.

"Apa kamu pergi ke kelab malam dan menghabiskan waktu dengan seorang pria?" Ariz kembali bertanya.

"Tidak Pak! Saya tidak pernah ke tempat seperti itu, saya juga tidak punya pacar, terakhir pacaran dua tahun yang lalu, sebulan terakhir saya sibuk mencari pekerjaan, tidak punya waktu untuk mencari pacar!" Ungkap Naura.

"Naura kamu hamil! Apa kamu hanya berhubungan dengan saya?" Tanya Ariz berharap Naura menyangkal.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status