Share

96. Ketika Kay Sakit

Author: desafrida
last update Last Updated: 2025-04-28 13:35:53

Beberapa hari setelah kehangatan kecil di kantor itu, rutinitas kembali berjalan biasa.

Livy lebih sering menemani Albern bermain di area bermain rumah, sementara Kay belakangan malah sering pulang cukup malam.

Kadang-kadang mereka bertemu sekilas di ruang makan atau lorong, tapi tetap menjaga jarak dalam canggung yang sebenarnya terasa semakin ... nyaman.

Seperti saat ini.

“Pulang larut lagi?” sapa Richard yang baru dari dapur.

“Iya Pa.”

Livy yang baru saja keluar dari kamar Albern, mendengar percakapan itu.

“Belakangan kantor sangat sibuk, Pa. Sebenarnya tidak semalam ini, tapi aku memilih ke gym dulu sebelum pulang ke rumah.”

Richard menepuk-nepuk bahu Kay. “Jaga kesehatan,” ucapnya.

Kay berjalan. Dia ingin ke kemar Albern. Dia pun bertemu dengan Kay.

“Belum tidur?” sapanya.

“Ini mau tidur. Tadi Albern sempat menangis,” ucap Livy.

“Ohh ya… Selamat beristirahat,” ucap Kay, halus.

Livy mengangguk. “Kamu juga,” balasnya. Dia pun menghilang ke dalam kamarnya.

Baru saja Richard menginga
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Malik Abdul Aziz
kenapa harus 1 bab sih keluar yg banyak gitu thor kalau ngeluarin bab nya
goodnovel comment avatar
Nurliana Ali
up 2 bab dong Thor
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   97. Ucapan dan Pesan Richard

    “Jangan banyak bicara kamu!” ketus Livy. Dia langsung bergerak mendekati obat Kay yang ada di atas nakas. Dia segera memberikannya obat. Sementara itu Kay masih tersenyum. Dia seperti sedang melihat hubungan mereka di masa lalu. Bagaimana Livy memperhatikannya. Namun, kali ini, walau ketus dan canggung, perhatian itu justru terasa berkali-kali lipat. “Cepat minum obatmu!” suruh Livy, menyodorkan pil pada Kay. Kay duduk. Dia bersandar di kepala tempat tidur lalu meminum obatnya. “Terima kasih,” ucap Kay. Livy yang memegang gelas dan membantunya minum, segera ingin menjauhkan tangannya. Namun, Kay tiba-tiba menangkap tangannya yang sedang menggenggam gelas itu. Reflek Livy menatap tangan kay yang menggenggam tangannya. Lalu dia menatap Kay. “Aku masih ingin minum,” ucap Kay. Dia pun mengarahkan bibirnya ke pinggiran gelas sedangkan tangannya itu, masih memegang tangan Livy yang menggenggam gelas itu. Selesai. Livy memaku. Dia kembali segera ingin meletakkan gelas itu. Namun, sek

    Last Updated : 2025-04-29
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   1. Ternyata Anak Mantan

    “Sabar ya Sayang… Mama akan berusaha mendapatkan uang segera. Kamu bertahan ya?” Livyna mengusap jejak airmata ketika melihat kondisi anaknya kian hari kian parah. Bayi tujuh bulan itu didiagnosa mengalami Stenosis Pilorus, penyempitan saluran di antara lambung dan usus dua belas jari. Hal itu membuat bayinya tidak bisa mencerna makanan dan minuman dengan baik. Dia hanya bisa meminum ASI, yang tentu saja sudah tidak lagi mencukupi kebutuhan gizi hariannya. Kondisi bayinya bisa makin memburuk jika tidak segera ditangani. “Tuhan… aku harus mendapatkan uang dari mana?” batin Livy menangis. Dia tidak kuat melihat kondisi anaknya. Hidup yang dulunya kaya dan mentereng, kini miskin dan sebatang kara. Perusahaan keluarga bangkrut dan terlilit hutang. Kedua orang tuanya meninggal dalam jarak satu tahun. Setelah tiga bulan pasca melahirkan, suaminya pun pergi menghilang entah ke mana. Siang harinya, ketika Livy hendak membeli makan, tiba-tiba wanita cantik itu tidak sengaja menginjak

    Last Updated : 2025-02-10
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   2. Diterima sebagai Ibu Susu

    “Maaf Ibu Livy, kami belum bisa memberikan kontrak kerja.” Detik itu, Livy langsung bersimpuh di kaki Kay yang ingin segera berlalu. Pria yang dulu hangat itu kini terlihat begitu angkuh. Bahkan, tidak peduli pada air mata Livy yang kini tengah merengek di bawah kakinya. “Kay… aku mohon! Izinkan aku menyusui Albern. Aku butuh pekerjaan ini. Aku mohon….” Dia sudah berharap akan mendapatkan pekerjaan ini demi anaknya. Bahkan dia tidak peduli meski dia harus dihinakan oleh mantan kekasihnya itu. “Apa kau pikir aku akan percaya pada perkataan wanita sepertimu?” kata Kai sambil menggerakkan kakinya, melepas cekalan tangan Livy di sana. “Pergi dari sini, Jalang! Aku tidak sudi melihat wajahmu!” Setelah itu, Kay pergi, meninggalkan Livy yang terisak diiringi tatapan kasihan dokter dan perawat. Namun, tidak ada yang bisa mereka lakukan lagi. Keputusan Kay adalah mutlak. Dalam perjalanan pulangnya, Livy mengingat kembali bagaimana hubungannya dan Kay di masa lalu. Hubungan yang t

    Last Updated : 2025-02-10
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   3. Kritis

    “Terima kasih! Terima kasih, Kay!” Karena terlalu senang, Livy sampai melonjak kegirangan usai seorang perawat memberikannya sebuah kontrak kerja. Kay langsung menatap Livy dengan tatapan yang tajam. “Ingat statusmu, dan panggil aku Tuan Kay!” Hal itu membuat Livy seketika terdiam. “Maaf. Ba- baik, Tuan Kay!” Livy menunduk, tanda memahami dan menghormati Kay sebagai majikannya. Pria itu berlalu, sementara Livy masih berhadapan dengan dokter dan suster anak yang menangani Albern secara khusus. Sembari mengantar Livy pulang kembali ke rumah sakit, dokter anak pribadi Albern itu menanyakan sesuatu yang membuat Livy terhenyak sesaat. “Anak Ibu sakit apa?” tanya Dokter Rico. “Anak saya…” Awalnya Livy ingin jujur. Tetapi, dia khawatir jika memberi tahu penyakit anaknya akan berakibat pemutusan kontrak, Livy pun memutuskan untuk berbohong. “Anak saya demam, Dok.” Livy berani berbohong, sebab dia tahu betul penyakit anaknya bukanlah penyakit menular. Sehingga, pun dia menyembunyikan ke

    Last Updated : 2025-02-10
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   4. Anakku Sudah Mati!

    “Ibu Livy? Sebenarnya anak Ibu sakit apa?” Livy yang tengah menunggu di depan ruang tindakan mendongak saat mendengar seseorang berhenti di hadapannya. Dokter Rico, pria itu terlihat khawatir ketika menemukan Livy tengah menangis dengan kondisi yang memilukan seorang diri. “Anak saya kritis, Dok….” Livy pun akhirnya bercerita jujur pada Dokter Rico mengenai penyakit Fabian yang didiagnosa mengalami Stenosis Pilorus. Wajah Dokter Rico terlihat semakin khawatir. Untuk itu, tanpa Livy tahu, Rico mengambil jarak dan melaporkannya pada Kay. Di rumah, Kay sempat terdiam setelah mendengar penjelasan mengerikan dari Rico ‘Jadi, sebenarnya dia membutuhkan uang untuk biaya operasi anaknya?’ batinnya. Kini dia paham, untuk apa Livy mengemis bantuannya berkali-kali. “Temui dokternya dan katakan untuk segera lakukan operasi. Saya akan tanggung biayanya,” jelas Kay mengakhiri panggilan. Tak lama setelah itu, dokter yang memeriksa Fabian keluar dari ruangan. “Fabian harus segera dioperasi, j

    Last Updated : 2025-02-10
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   5. Selidiki Keluarganya!

    “Jaga sikapmu!” Kay langsung menangkap dan mencengkeram dagu Livy. “Kau lupa, kau siapa?! Mengapa kau menyalahkanku? Dengar! Aku tidak punya kewajiban untuk anakmu!” “Aku tidak menyalahkanmu. Tapi, apa kau juga lupa kalau hanya aku yang bisa menyusui anakmu?” tanya Livy dengan beraninya. Kay tersenyum miring. Wajahnya terlihat benar-benar bengis. Ia bahkan tidak peduli dengan tatapan pedih Livy dan mata yang sembab. Ia melepas dagu Livy yang dicengkeramnya dengan kasar. “Lalu, kau mau apa?” balas Kay. Ia memperbaiki kerah dan lengan bajunya. “Aku bisa saja meninggalkan pekerjaanku sebagai Ibu Susu anakmu!” ancam Livy. “Oh ya? Sepertinya kau tidak membaca perjanjian kerja itu secara menyeluruh. Kalau bukan dokter Rico yang mengatakan kau sudah tidak bisa menyusui, atau Albern sudah tidak butuh Ibu Susu lagi, maka kau tidak bisa berhenti dari pekerjaan ini. Atau kau akan didenda. Apa kau tidak membaca itu? Dan kalau kau tidak bisa membayar dendanya, kau akan dipenjara!” Wajah

    Last Updated : 2025-02-10
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   6. Sudah Bosan Hidup

    “Kau datang, Kay?” Richard, ayah mertua Kay, menyapa dengan suaranya yang lemah dan putus asa. Tubuhnya yang lemah masih betah berbaring di ranjang rumah sakit. “Papa harus kuat. Albern sudah mendapatkan Ibu Susu. Ayolah, pulih segera!” Kay mendekati ayah mertuanya dan memberikan semangat. Wajah Richard yang selama ini pucat dan tidak bergairah untuk melanjutkan hidup, seketika berubah. Ada harapan dari sorot matanya setelah mendengar pernyataan Kay. “Benarkah? Siapa wanita itu?” Sesaat Kay terdiam. “Dia hanya wanita biasa yang baru saja kehilangan anaknya,” jawabnya singkat. “Jadi, apa Cucuku sudah tidak menangis-nangis lagi?” Richard bertanya penuh harap, menyimpan rasa bahagia jika tebakannya benar. Kay mengangguk. “Aku harus pulang dan melihat Cucuku!” Richard ingin segera bangkit. “Tidak sekarang, Pa." Kay menahan sang mertua yang terlampau bersemangat. "Papa harus benar-benar pulih, tunggu sampai dokter memberi izin untuk pulang.” Kay mengingatkan.Sore hari, keti

    Last Updated : 2025-02-22
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   7. Merangkap jadi Pembantu

    Livy pasrah. “Yaa. A-aku. S-sudah. Bosan. Hidup,” jawabnya. Matanya tepat menatap mata Kay yang begitu tajam, menyala dan penuh dendam.Kay melepasnya. Ia membuang wajahnya dan kembali mendecih. “Pergi dari hadapanku sekarang!” Tak ingin memperpanjang keributan, ditambah munculnya rasa tahu diri, Livy pun berbalik dan meninggalkan Kay. Sakit hatinya jangan diukur. Sangat dalam. Benar kata pria berusia 33 tahun itu, dia bukan dirinya yang dulu. Sejak Kay memerintahkannya untuk tinggal di rumah itu, Livy pun mendapat tempat tidur yang setara dengan pembantu. Berada di belakang, melewati lorong dapur. Hal itu bukanlah suatu masalah. Bagi Livy ini adalah cara Tuhan menolongnya agar tidak terlalu berlarut dalam kesedihan di rumahnya sendiri. Meskipun, hinaan harus ia telan dari kearoganan Kay, Sang mantan yang sebenarnya terpaksa harus Livy khianati. Suster Merry yang mendampingi Albern, bahkan iba melihat Livy. Berstatus sebagai Ibu Susu namun diperlakukan bagai pembantu. Meski be

    Last Updated : 2025-02-23

Latest chapter

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   97. Ucapan dan Pesan Richard

    “Jangan banyak bicara kamu!” ketus Livy. Dia langsung bergerak mendekati obat Kay yang ada di atas nakas. Dia segera memberikannya obat. Sementara itu Kay masih tersenyum. Dia seperti sedang melihat hubungan mereka di masa lalu. Bagaimana Livy memperhatikannya. Namun, kali ini, walau ketus dan canggung, perhatian itu justru terasa berkali-kali lipat. “Cepat minum obatmu!” suruh Livy, menyodorkan pil pada Kay. Kay duduk. Dia bersandar di kepala tempat tidur lalu meminum obatnya. “Terima kasih,” ucap Kay. Livy yang memegang gelas dan membantunya minum, segera ingin menjauhkan tangannya. Namun, Kay tiba-tiba menangkap tangannya yang sedang menggenggam gelas itu. Reflek Livy menatap tangan kay yang menggenggam tangannya. Lalu dia menatap Kay. “Aku masih ingin minum,” ucap Kay. Dia pun mengarahkan bibirnya ke pinggiran gelas sedangkan tangannya itu, masih memegang tangan Livy yang menggenggam gelas itu. Selesai. Livy memaku. Dia kembali segera ingin meletakkan gelas itu. Namun, sek

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   96. Ketika Kay Sakit

    Beberapa hari setelah kehangatan kecil di kantor itu, rutinitas kembali berjalan biasa.Livy lebih sering menemani Albern bermain di area bermain rumah, sementara Kay belakangan malah sering pulang cukup malam.Kadang-kadang mereka bertemu sekilas di ruang makan atau lorong, tapi tetap menjaga jarak dalam canggung yang sebenarnya terasa semakin ... nyaman.Seperti saat ini.“Pulang larut lagi?” sapa Richard yang baru dari dapur.“Iya Pa.”Livy yang baru saja keluar dari kamar Albern, mendengar percakapan itu.“Belakangan kantor sangat sibuk, Pa. Sebenarnya tidak semalam ini, tapi aku memilih ke gym dulu sebelum pulang ke rumah.”Richard menepuk-nepuk bahu Kay. “Jaga kesehatan,” ucapnya.Kay berjalan. Dia ingin ke kemar Albern. Dia pun bertemu dengan Kay.“Belum tidur?” sapanya.“Ini mau tidur. Tadi Albern sempat menangis,” ucap Livy.“Ohh ya… Selamat beristirahat,” ucap Kay, halus.Livy mengangguk. “Kamu juga,” balasnya. Dia pun menghilang ke dalam kamarnya.Baru saja Richard menginga

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   95. Hangatnya Suapan Kay

    Livy langsung melepas Kay. Dia kesal tapi dia canggung. Ia memindahkan tatapannya dari Kay ke kakinya.“Sakit ya?” tanya Kay lembut. Dia ingin menyentuh kaki Livy, namun Livy segera menjauhkannya.“Tidak. Tidak terlalu sakit. Tidak apa-apa,” ucap Livy.Suasana menjadi sangat canggung."Jangan dipaksakan. Nanti aku panggilkan dokter," kata Kay.Livy hanya mengangguk, mencoba menyembunyikan rasa panas di pipinya. Ia memalingkan wajah, berusaha terlihat acuh.Saat itu, Albern yang sejak tadi berguling-guling di tempat tidur, kembali berdiri dan melompat-lompat. Dengan langkah goyah khas bayi, dia memeluk Livy.“Al… hati-hati, kaki Mama sedang sakit,” ucap Kay, memberi tahu anaknya.Tiba-tiba, Albern juga meraih wajah Kay, menariknya mendekat, lalu mengecup pipi mereka berdua bergantian. Dengan suara kecupan basah khas anak kecil.Livy membeku. Kay pun begitu.Mata mereka bertemu.Untuk sepersekian detik, semua keheningan, luka, dan kesedihan masa lalu mengabur, berganti kehangatan yang b

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   94. Menggoda dan Bercanda

    Livy membalik badan. Ia merasa apa yang ingin dia sampaikan sudah dia sampaikan. Selebihnya, ia menyerahkan pada Kay untuk berfikir. Dia hanya tidak mau hadirnya menjadi masalah yang semakin menyebar di lingkungan kerja Kay.Ia melangkah dan masuk kembali ke dalam lift. Tepat sebelum ia menekan tombol ke lantai tempat ruangan Kay berada, Kay pun langsung masuk menyusulnya. Mata mereka bertemu.Livy reflek melangkah mundur dan membiarkan Kay untuk memencet tombol lift itu. Pria itu menarik napas panjang, berusaha mengusir segala rasa emosi yang sempat menyerangnya. Mereka berdiri berdampingan, dalam diam. Hanya suara pelan mesin lift yang terdengar.Kay melirik sekilas ke arah Livy. Tatapannya tak seperti biasanya—bukan sinis, bukan keras. Lagi pula tak akan ada alasannya lagi untuk menatap tajam pada wanita yang luar biasa itu. Ada sesuatu yang melunak dalam sorot matanya, seperti kekaguman yang tak bisa disembunyikan.“Kamu terlalu sabar Livy,” ucap Kay tiba-tiba, suaranya serak namu

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   93. Kemarahan Kay, Kemaafan Livy

    “Siapa yang berbicara barusan?” tanya Kay. Suaranya pelan dan datar namun berhasil membuat pegawainya yang berbisik-bisik terdiam, kaku, menunduk tak berkutik.Kay memberikan Albern pada Livy.Livy menggendong Albern. Ia sama sekali tidak tersinggung dengan bisikan itu. Apa yang salah? Semua oran tahu bahwa dia memanglah babu, sebatas ibu susu.“Siapa yang baru saja bicara seperti itu?!” bentak Kay.Semua mereka bergidik takut.“Papa…” Albern memanggilnya lembut. Anak itu tidak pernah melihat ayahnya marah dan membentak tegas seperti itu.Emosi Kay teralihkan. Dia menatap anaknya.“Livy, kamu bisa ke ruanganku. Bawa Albern,” jelas Kay lembut.“Tidak perlu menegur mereka,” ucap Livy dengan tenangnya. Namun, justru ucapannya itu membuat Kay semakin kesal dan emosi pada pegawainya.Kay merangkul Livy. Melanjutkan langkah mereka bersama untuk masuk ke dalam lift.Pegawai biasanya itu langsung menghela napas lega. Mereka saling menyalahkan satu sama lain. Lalu mendesis merasa beruntung kar

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   92. Bisik-Bisik yang Kejam

    Livy menjauhkan tatapannya. “Ya,” jawabnya, menyibukkan diri dengan merapikan body and hair care milik Albern.“Ya sudah, Papa makan dulu ya? Al dan Mama siap-siap,” ucapnya. Kay masih menatap Livy, yang sibuk, atau berpura-pura sibuk agar tidak menatapnya. “Hm, kamu sudah makan?” tanyanya.Livy menatapnya lagi. “Belum,” jawabnya.“Oh. Ka- kalau begitu ayo makan bersama,” ucap Kay.“Ya, duluan saja,” jawab Livy.Kay mengangguk. Ia menggendong Albern dan membawanya keluar kamar. “Ayo temani Papa makan,” ucapnya.Setelah Livy membereskan kamar Albern, dia pun keluar kamar. Baru saja dia menutup pintu, Albern sudah berlari menangkapnya.“Eh Al?” sapa Livy, gemas. Dia langsung menggendong anak itu.“Papa…” ucap Al, menunjuk ke arah dapur.“Mau sama Papa?” tanya Livy.Al mengangguk.Kening Livy mengernyit. Padahal tadi Kay sudah membawanya, dia yang kembali, lalu kenapa meminta untuk kembali pada ayahnya di meja makan? Namun, dia tidak mungkin mendebat anak kecil yang belum mengerti apa-ap

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   91. Berdebar Karena Albern

    Livy tidak menjawab. Namun, hatinya juga tak marah mendengar ungkapan harap dari Kay.Kay menatap wajah Livy, yang pandangannya tidak membalasnya. Arah pandangannya menunduk, menatap gelas atau meja, yang pasti tak menatap sorot mata Kay yang penuh harap.Kembali hening.Livy meraih gelasnya, lalu kembali minum. Usai ia meletakkan kembali, barulah dia bersuara. “Aku—aku…” Ragu. Tak tahu harus bagaimana menyampaikan. “Aku rasa, sekarang… justru aku—aku tak pantas untukmu.”“Aku yang tak pantas untukmu,” timpal Kay. Ia tidak terima dengan ucapan Livy. “Aku yang tidak pantas untukmu, karena kejahatan dan kekejamanku padamu saat aku tidak tahu semuanya, benar-benar bukan seperti manusia yang punya hati. Aku yang tidak pantas,” potong Kay. “Tidak apa-apa, Livy. Aku mengerti,” sambungnya pelan.Livy terdiam. Dia juga belum bisa memaafkan luka itu jika mengingatnya.“Aku ke kamar Albern dulu,” lirih Livy, lari dari perbincangan dan pembahasan mereka yang dingin dan tak berujung. Ia membawa g

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   90. Kisah Kita

    Livy tidak bisa menjawab ucapan Richard. Lagi pula pertanyaan itu tak untuk dijawab, melainkan untuk dirasakan. “Aku ke kamar Al dulu, Pa,” ucapnya pelan. Ia menunduk lalu berjalan, meninggalkan Richard. Ia menuju kamar Albern.Dan begitulah, malam itu tak menunjukkan perubahan besar untuk hubungan keduanya. Tidak ada pelukan, tidak ada amarah yang meledak. Namun, diamnya mereka seakan menyiratkan kalau semua itu adalah permulaan. Mungkin, tak mungkin mengulang masa lalu, tak bisa, tetapi bisa saja menyusun kembali hal yang jauh lebih dalam.Kay tahu, luka yang ditinggalkannya terlalu dalam untuk disembuhkan hanya dengan penyesalan. Ia tidak berharap untuk dimengerti, apalagi dicintai kembali. Tapi malam itu, ucapan maaf Livy saat tiba di rumah, seakan memintanya masuk ke dalam ruang luka, dan membiarkannya melihat dari dekat. Livy pun sangat menyesal tak memberitahu semuanya di masa itu.Di kamar Albern, saat memandangi anak yang sudah lelap itu, tatapannya justru menuju lamunan. Dia

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   89. Maaf dari Livy

    Setelah lama di pemakaman, hening, diam tanpa sanggup membahas semuanya kembali ke belakang, akhirnya Kay beranjak. “Kita pulang?” tanyanya.Suaranya masih serak, khas suara baru selesai menangis, atau memendam kepedihan yang tak terungkapkan.Livy pun beranjak, tanpa menjawab, tanpa menatap Kay. Dia melangkah lebih dulu, meninggalkan Kay beberapa langkah di belakangnya. Ada banyak hal yang disesalkan, tetapi tak berguna untuk diungkapkan kembali. Membuatnya masih menitikkan air mata. Tangannyaa pun sibuk menepisnya.Kay melihat kalau Livy juga tidak dapat membendung air matanya. Andai saja dia bisa memeluk, menenangkannya seperti yang sering dia lakukan dulu. Namun, semua itu tinggal kenangan, bayang-bayang semu yang tak tahu apa mungkin akan terulang. Tangannya serasa tak akan sampai, meski Livy tepat berada di depannya.Livy masuk ke dalam mobil. Tepat setelah Kay bergerak cepat membukakan pintu untuknya. Ia duduk diam dan keheningan kembali menguasai mereka.Perjalanan mereka sama

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status