Share

3. Kritis

Author: desafrida
last update Last Updated: 2025-02-10 15:56:31

“Terima kasih! Terima kasih, Kay!”

Karena terlalu senang, Livy sampai melonjak kegirangan usai seorang perawat memberikannya sebuah kontrak kerja.

Kay langsung menatap Livy dengan tatapan yang tajam. “Ingat statusmu, dan panggil aku Tuan Kay!”

Hal itu membuat Livy seketika terdiam. “Maaf. Ba- baik, Tuan Kay!” Livy menunduk, tanda memahami dan menghormati Kay sebagai majikannya.

Pria itu berlalu, sementara Livy masih berhadapan dengan dokter dan suster anak yang menangani Albern secara khusus.

Sembari mengantar Livy pulang kembali ke rumah sakit, dokter anak pribadi Albern itu menanyakan sesuatu yang membuat Livy terhenyak sesaat.

“Anak Ibu sakit apa?” tanya Dokter Rico.

“Anak saya…” Awalnya Livy ingin jujur. Tetapi, dia khawatir jika memberi tahu penyakit anaknya akan berakibat pemutusan kontrak, Livy pun memutuskan untuk berbohong. “Anak saya demam, Dok.”

Livy berani berbohong, sebab dia tahu betul penyakit anaknya bukanlah penyakit menular. Sehingga, pun dia menyembunyikan kebenaran ini, tidak ada seorang pun yang dirugikan. Justru, Livy berpikir jika dia jujur, bisa jadi kredibilitasnyalah yang akan dipertanyakan.

“Umur berapa Bu?”

“Dia baru tujuh bulan…”

“Bagaimana kata dokter?”

“Semua baik-baik saja,” jelas Livy mencoba tenang. “Dia hanya harus dipantau beberapa hari.”

Dokter Rico menganggukkan kepala. Dia turut berempati pada keadaan bayi Livy. “Lalu, bagaimana dengan keluarga dan suami? Apakah mereka setuju jika Ibu menjadi Ibu Susu?”

Sebelum menjawab, Livy mengulas senyum tipis. Binar matanya sepersekian detik terlihat meredup, memancarkan pedih.

“Terima kasih, Dok. Tapi, saya sudah tidak punya keluarga,” jelas Livy, pandangannya menunduk.

“Saya hanya tinggal berdua dengan anak saya. Orang tua saya sudah meninggal, sementara suami saya pergi. Jadi, jadi tidak ada yang menghalangi saya untuk menjadi Ibu Susu. Sejak memiliki anak, dokter juga mengatakan kalau saya memang hiperlaktasi, itu sebabnya saya memberanikan diri untuk melamar menjadi Ibu Susu,” jelas Livy dengan jujurnya.

“Ohh ya, saya mengerti,” sahut dokter.

Setelahnya, tidak banyak lagi percakapan antara mereka, hingga tiba di rumah sakit. Mulai besok, Livy diharuskan datang setiap pagi. Seorang sopir akan menjemput dan mengantarnya kembali ke rumah sakit ketika dia selesai dengan tugasnya.

Apa pun Livy lakukan untuk mengumpulkan uang demi operasi anaknya. Meskipun setiap pagi dia harus menyusui Albern dan meninggalkan anaknya, Fabian.

“Bu? Bagaimana? Apa Fabian sudah bisa dioperasi?” tanya dokter pada Livy, begitu dia memasuki ruangan anaknya.

“Dok, bisakah tunggu beberapa minggu lagi?” tanya Livy. “Saya baru dapat pekerjaan, jadi mungkin baru bisa dapat uang di akhir bulan.”

“Sebaiknya secepatnya, Bu. Kondisi Fabian semakin lemah. Keaktifannya juga semakin berkurang. Saya yakin, Ibu juga merasakan,” jelas dokter.

Livy mengangguk. Dia sadar apa yang dikatakan dokter adalah kebenaran. Gerakan Fabian tidak sekuat anak seusianya. Bahkan, perlambatan pertumbuhan sudah terlihat akibat dari berat badan bayi itu yang stagnan dan cenderung turun karena Fabian terus muntah.

Tahu dirinya diburu waktu, Livy yang merupakan seorang ibu sudah punya rencana. Dia berpikir untuk meminjam uang pada Kay. Kalau perlu, meminta belas kasihan, merendahkan dirinya di hadapan Kay demi pria itu mau memberikan gajinya selama setahun di awal.

“Eh Mama kamu sudah datang, Fabian!” seru suster ketika Livy mengahampiri ranjang sang anak.

“Terima kasih Sus, apa Fabian rewel?” tanya Livy dengan senyuman.

“Tidak Bu, Fabian baru saja bangun.”

Livy mengangguk, bangga pada bayinya yang pintar. Melihat mamanya, Fabian tampak menghentak-entak kakinya karena senang. Livy pun menggendong bayi itu dan memeluknya dengan erat.

‘Kamu pasti sembuh Sayang…’ ucapnya dalam hati. ‘Mama akan lakukan apa pun, meski harus mengemis…’ batin Livy menahan air matanya.

Keesokan harinya, Livy memberanikan diri. Usai menyusui Albern dan memompa ASInya untuk stok, dia menyusul Kay yang ingin menuju kamar Albern.

“Tu-Tuan Kay?!” Livy menyapanya, tepat saat Kay akan masuk ke kamar Baby Al.

Kay menoleh. Dia menatap dingin.

Livy menunduk, melarikan pandangannya dari mata elang pria itu. “Maaf Tuan, bolehkah saya berbicara sebentar?”

“Apa ini soal Albern?” tanya Kay berbalik. Dia melipat kedua tangannya di depan dada, tanda kuasa dan arogannya.

Livy menggeleng. “Maaf kalau lancang. Bo-bolehkah saya meminjam uang sepuluh ribu dollar?” Sebelum Kay memberikan respons, Livy yang mengetahui Kay terkejut buru-buru melanjutkan kalimatnya. “Untuk sepuluh bulan ke depan, Tuan tidak usah lagi memberikan saya gaji. Atau selama satu tahun, juga tidak apa-apa.”

Terdengar decihan pelan sebelum Kay berbicara. “Belum satu minggu, kau sudah berani meminta uang sebanyak itu? Apa yang kau pikirkan? Kau sedang mencoba mengerukku? Mengambil keuntungan?”

Nada geram pria itu tertangkap oleh telinga Livy. Dia menggeleng. “Bu-bukan begitu, ta-tapi saya memerlukan uang itu untuk…” Livy ragu mengatakannya. Dia pun akhirnya berkelit lagi, “Ada hal mendesak yang harus saya segera lunaskan, Tuan…”

“Kau pikir aku peduli?” ucap Kay dingin.

“Saya mohon!” Livy menyatukan telapak tangannya. Seperti janjinya pada Fabian, tidak peduli jika harus mengemis, maka dia pun mengemis di hadapan Kay saat ini. “Saya benar-benar membutuhkan uang itu, Tuan.”

“Kau benar-benar mata duitan! Kau tidak bisa melihat pria kaya dan akan langsung memanfaatkannya! Mana suamimu yang kaya itu, ha?!” Kay memberikan sarkasmenya.

Livy terdiam. Dia tidak berani menjawab lagi. Hari itu pun dia gagal mendapatkan pinjaman dari sang mantan kekasih.

Setelah hari itu, setiap meninggalkan Fabian di rumah sakit, Livy selalu merasa bersalah pada anaknya. Dia tidak tahu harus melakukan apa lagi untuk mendapatkan biaya operasi.

Hingga tidak terasa, Livy sudah menjadi Ibu Susu untuk Albern selama 1 minggu. Desakan dari dokter yang menangani Fabian, juga kesehatan Fabian yang semakin melemah membuat dia kembali memberanikan diri untuk memohon pada Kay. Namun lagi-lagi yang dia dapatkan hanya sarkasme dari sang majikan.

“Kubilang tidak, tetap tidak. Pria miskin ini tidak bisa membantumu!” jawab Kay dengan sarkasnya. “Pergi dari hadapanku, atau kau akan kuberhentikan jadi Ibu Susu anakku?!”

Livy benar-benar putus asa. Akhirnya, lagi dan lagi dia kembali tanpa hasil. Dia menangis putus asa ketika kembali ke rumah sakit dan menemui Fabian. Gerakan anaknya semakin lemah, meski tidak hilang kesadaran.

“Maafkan Mama Sayang… Mama tidak tahu lagi harus apa? Mama adalah orang tua yang tidak berguna,” isak Livy memeluk Fabian.

“Tolong bertahanlah, Nak. Mama sangat mencintaimu… Kita pasti bisa melewati semuanya.” Livy berbicara pada Fabian yang kini gumamannya sudah tidak seceria biasa.

Keesokan harinya, Livy benar-benar tidak berani meninggalkan anaknya. Hatinya tidak tenang. Hal itu membuatnya berinisiatif menghubungi dokter Rico untuk izin tidak bisa datang.

Firasat Livy ternyata benar. Sejak pagi, kondisi Fabian semakin menurun. Seluruh asupan, baik itu MPASI, maupun ASI yang diberikan Livy tertolak. Anaknya itu tidak berhenti muntah.

“Tidak, Fabian!” jerit Livy ketika tubuh sang anak yang semakin kurus sudah tidak merespons guncangannya.

Dia pun berlari dengan menggendong Fabian. Jeritan juga air mata yang tidak berhenti menetes membuat suasana lorong rumah sakit saat itu begitu pilu, “Dokter, tolong anak saya! Selamatkan anak saya….”

Bersambung…

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Evi Erviani
ya Allah, kasian bgd Fabian 🥹 gag bisa nyalahin si kay juga, karena dia juga sakit hati dulu diputuskan gitu ajh
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   4. Anakku Sudah Mati!

    “Ibu Livy? Sebenarnya anak Ibu sakit apa?” Livy yang tengah menunggu di depan ruang tindakan mendongak saat mendengar seseorang berhenti di hadapannya. Dokter Rico, pria itu terlihat khawatir ketika menemukan Livy tengah menangis dengan kondisi yang memilukan seorang diri. “Anak saya kritis, Dok….” Livy pun akhirnya bercerita jujur pada Dokter Rico mengenai penyakit Fabian yang didiagnosa mengalami Stenosis Pilorus. Wajah Dokter Rico terlihat semakin khawatir. Untuk itu, tanpa Livy tahu, Rico mengambil jarak dan melaporkannya pada Kay. Di rumah, Kay sempat terdiam setelah mendengar penjelasan mengerikan dari Rico ‘Jadi, sebenarnya dia membutuhkan uang untuk biaya operasi anaknya?’ batinnya. Kini dia paham, untuk apa Livy mengemis bantuannya berkali-kali. “Temui dokternya dan katakan untuk segera lakukan operasi. Saya akan tanggung biayanya,” jelas Kay mengakhiri panggilan. Tak lama setelah itu, dokter yang memeriksa Fabian keluar dari ruangan. “Fabian harus segera dioperasi, j

    Last Updated : 2025-02-10
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   5. Selidiki Keluarganya!

    “Jaga sikapmu!” Kay langsung menangkap dan mencengkeram dagu Livy. “Kau lupa, kau siapa?! Mengapa kau menyalahkanku? Dengar! Aku tidak punya kewajiban untuk anakmu!” “Aku tidak menyalahkanmu. Tapi, apa kau juga lupa kalau hanya aku yang bisa menyusui anakmu?” tanya Livy dengan beraninya. Kay tersenyum miring. Wajahnya terlihat benar-benar bengis. Ia bahkan tidak peduli dengan tatapan pedih Livy dan mata yang sembab. Ia melepas dagu Livy yang dicengkeramnya dengan kasar. “Lalu, kau mau apa?” balas Kay. Ia memperbaiki kerah dan lengan bajunya. “Aku bisa saja meninggalkan pekerjaanku sebagai Ibu Susu anakmu!” ancam Livy. “Oh ya? Sepertinya kau tidak membaca perjanjian kerja itu secara menyeluruh. Kalau bukan dokter Rico yang mengatakan kau sudah tidak bisa menyusui, atau Albern sudah tidak butuh Ibu Susu lagi, maka kau tidak bisa berhenti dari pekerjaan ini. Atau kau akan didenda. Apa kau tidak membaca itu? Dan kalau kau tidak bisa membayar dendanya, kau akan dipenjara!” Wajah

    Last Updated : 2025-02-10
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   6. Sudah Bosan Hidup

    “Kau datang, Kay?” Richard, ayah mertua Kay, menyapa dengan suaranya yang lemah dan putus asa. Tubuhnya yang lemah masih betah berbaring di ranjang rumah sakit. “Papa harus kuat. Albern sudah mendapatkan Ibu Susu. Ayolah, pulih segera!” Kay mendekati ayah mertuanya dan memberikan semangat. Wajah Richard yang selama ini pucat dan tidak bergairah untuk melanjutkan hidup, seketika berubah. Ada harapan dari sorot matanya setelah mendengar pernyataan Kay. “Benarkah? Siapa wanita itu?” Sesaat Kay terdiam. “Dia hanya wanita biasa yang baru saja kehilangan anaknya,” jawabnya singkat. “Jadi, apa Cucuku sudah tidak menangis-nangis lagi?” Richard bertanya penuh harap, menyimpan rasa bahagia jika tebakannya benar. Kay mengangguk. “Aku harus pulang dan melihat Cucuku!” Richard ingin segera bangkit. “Tidak sekarang, Pa." Kay menahan sang mertua yang terlampau bersemangat. "Papa harus benar-benar pulih, tunggu sampai dokter memberi izin untuk pulang.” Kay mengingatkan.Sore hari, keti

    Last Updated : 2025-02-22
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   7. Merangkap jadi Pembantu

    Livy pasrah. “Yaa. A-aku. S-sudah. Bosan. Hidup,” jawabnya. Matanya tepat menatap mata Kay yang begitu tajam, menyala dan penuh dendam.Kay melepasnya. Ia membuang wajahnya dan kembali mendecih. “Pergi dari hadapanku sekarang!” Tak ingin memperpanjang keributan, ditambah munculnya rasa tahu diri, Livy pun berbalik dan meninggalkan Kay. Sakit hatinya jangan diukur. Sangat dalam. Benar kata pria berusia 33 tahun itu, dia bukan dirinya yang dulu. Sejak Kay memerintahkannya untuk tinggal di rumah itu, Livy pun mendapat tempat tidur yang setara dengan pembantu. Berada di belakang, melewati lorong dapur. Hal itu bukanlah suatu masalah. Bagi Livy ini adalah cara Tuhan menolongnya agar tidak terlalu berlarut dalam kesedihan di rumahnya sendiri. Meskipun, hinaan harus ia telan dari kearoganan Kay, Sang mantan yang sebenarnya terpaksa harus Livy khianati. Suster Merry yang mendampingi Albern, bahkan iba melihat Livy. Berstatus sebagai Ibu Susu namun diperlakukan bagai pembantu. Meski be

    Last Updated : 2025-02-23
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   8. Fakta Pernah Menggugurkan

    “Bukan apa-apa, Pa.” Kay memberikan gelas itu pada Livy. Ia menghampiri mertuanya dan mengajaknya menjauh dari Livy. “Kau tidak pernah semarah itu pada orang. Ada apa?” Richrd menatap Livy yang menunduk dan duduk mengambil nampan yang jatuh dari tangannya. “Dia Ibu Susunya Albern kan?” tanyanya. Kay mengangguk. Richard malah mendekati Livy. Dia berdiri tepat di hadapannya. “Aku tidak mengenalimu. Aku tidak tahu kau dari keluarga yang bagaimana. Aku tidak peduli. Yang pasti, aku berterima kasih padamu, karena sudah menyusui Cucuku. Terima kasih ya?” Livy tidak menyangka justru kalimat itu yang dia dapatkan dari tuan besar di rumah itu. Ia mengangguk sambil menunduk dengan perasaan sedikit haru. “Sudah menjadi tugas saya, Tuan.” Kay tidak nyaman jika sampai ayah mertuanya merasa Livy berjasa untuk anaknya. Bukankah itu memang sudah menjadi tugasnya? Dia dibayar untuk menjadi Ibu Susu. Bahkan dia yang mengemis untuk mendapat pekerjaan itu. “Permisi, Tuan.” Livy membalik badan dan m

    Last Updated : 2025-02-24
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   9. Tiba-Tiba Bertemu Suami

    Kay langsung menatap Livy yang menyentuh kakinya dan memohon. Matanya memerah dan sedikit basah. “Jadi benar?” tanyanya tidak menyangka. “Ahh!” Livy terjatuh, terduduk ke belakang, setelah Kay mengayun kakinya, melepas genggaman tangan Livy. Wanita itu terus menangis. Ia ketakutan dan terus meminta maaf. “Aku minta maaf, Kay. Ampuni aku…” Ia menyatukan kedua telapak tangannya di depan wajah. “Andai anakku tidak membutuhkanmu, aku tidak akan segan-segan membunuhmu detik ini juga! Setelah Albern tidak membutuhkan dirimu lagi, jangan pernah kau menunjukkan wajah di depanku! Atau kau akan menyesal! Seumur hidupku, aku tak akan memaafkanmu!” Wajah tegas dengan mata elang itu, tampak menyimpan kekecewaan yang dalam. Hatinya diselimuti dendam, kebencian dan amarah. Ia membenci takdirnya di masa lampau yang harus jatuh cinta pada wanita yang ternyata adalah iblis. “Takdir yang paling kubenci di hidupku adalah mengenalmu!” Kay berlalu, mengantam kuat pintu kamar itu. Livy menangis se

    Last Updated : 2025-02-25
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   10. Kay Akan Menikah

    “Kenapa kau baru muncul sekarang? Apa maksudmu meninggalkan kami?!” Livy langsung mencengkeram kerah baju David dan mengguncang tubuhnya. “Aku frustrasi!” David malah kembali membentak Livy. Dia menangkap lengan Livy. “Mana Fabian?!” “Fabian sudah mati!” teriak Livy di wajah David, sekaligus meluapkan kekesalan dan derita yang dia tanggung sendirian. “A- apa?” David melepas Livy. Dia tampak bingung. Secepat itu pula dia membuka rumah dan menarik Livy masuk ke dalam. Ia menutup kembali pintu. Bersamaan dengan itu, sebuah video sampai pada Kay. Dari jauh, dia melihat ada perseteruan antara Livy dan suaminya. Namun, berakhir, keduanya masuk ke dalam rumah. Hal itu membuat Kay menghubungi anak buahnya. “Tinggalkan tempat itu. Tak perlu kau menyelidikinya lagi!” ujarnya. “Kau jangan berbohong, Livy! Jadi, kau sudah menjualnya?” David menuduh Livy. “GILA! KAU GILA! AKU SUDAH BILANG FABIAN SUDAH TIDAK ADA!” Livy berteriak frustrasi. Dia hampir gila dengan tuduhan tidak masuk akal suami

    Last Updated : 2025-02-26
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   11. Tiba-Tiba Sakit

    Hatinya tidak kuat mendengar percakapan mereka. Ia segera menjauh. Livy pun membenarkan ucapan Richard, Kay berhak bahagia. Tangan Albern bergerak-gerak, seakan ingin menyentuh wajah Livy. “Albern… Sayang… Benar kata Kakekmu. Kamu dan Papa kamu berhak bahagia. Iya kan?” Livy mengajak bayi berusia dua bulan itu berbicara. Takdirnya benar-benar malang. Siap atau pun tidak, waktu itu pasti akan datang. Kay pasti akan menikah. Livy percaya semua kepahitan itu, mungkin memang karma untuknya. Ditambah setelah tidak sengaja bertemu suaminya hari ini, Livy menjadi sering melamun, berpikir yang bukan-bukan, hingga ingin mengakhiri hidup. Namun, dia sudah sayang akan Albern. Semua beban batin dan pikirannya itu membuat Livy sakit keesokan harinya. Livy sulit untuk bangkit dari kamarnya. Dia demam. Suhu tubuhnya tinggi. Tak ada yang menyadari. Namun, Livy tahu diri. Dia sadar akan tugas dan statusnya. Perlahan, sambil meraba dinding, ia berjalan keluar kamar. Melewati lorong, berjalan

    Last Updated : 2025-02-27

Latest chapter

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   45. Penemuan Potongan Kain

    “Sebentar.” Kay langsung beranjak. Dia keluar dari kamar Albern, meninggalkan Jenna dengan wajah kesal.“Kenapa lama sekali?! Bagaimana?” tanya Kay.“Kami kehilangan jejak, Tuan. Kami tidak punya informasi apa-apa untuk bisa melacak keberadaannya. Tadi, saat kami tiba di pemakaman, dia sudah tidak ada di sana.”Kay berdecak kesal. “Kalau begitu tetap cari tahu keberadaannya.” Tangan kirinya menekan pelipisnya.“Bolehkah kami meminta kontaknya, Tuan? Agar lebih mudah melacaknya.”“Ya, akan aku kirim.” Kay mengakhiri panggilan itu. Tangan dan jarinya pun langsung mengirim kontak Livy pada anak buahnya. Detik berikutnya, ia malah menghela napas panjang. ‘Kenapa aku malah memikirkan dia?! Kenapa aku ini?!’ batin Kay.Jenna kembali mendekati Kay. Dia memeluknya dari belakang.“Kak? Ada apa?” tanyanya, menempelkan kepala di punggung Kay.Kay menoleh dan langsung membalik badan. “Sudah malam… sebaiknya kamu tidur,” ucap Kay lembut.“Bolehkah temani aku tidur?” tanya Jenna terang-terangan.“J

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   44. Albern Terus Memanggil

    Saat anak buah Kay tiba di pemakaman, ternyata Livy sudah tidak di sana. Mereka kehilangan jejak. Membutuhkan waktu lebih untuk bisa melacak keberadaannya.Ternyata setelah dari pemakaman anaknya, Livy mencari penginapan murah di pinggiran kota. Tak apa sederhana asal dia bisa tenang, tak ada yang mengganggu. Sepanjang perjalanan dari peristirahatan terakhir anaknya itu, dia terpikir untuk meninggalkan kota New York. Pergi entah ke mana saja untuk menata kembali hidupnya.‘Tapi, aku tidak tahu harus pergi ke mana…” batin Livy, saat dia sudah merebahkan diri di atas kasur kecil. Ia mengingat hidupnya yang malang. Tak punya siapa-siapa. Bahkan suaminya pun tak layak untuk disebut sebagai suami.Teringat pada David, Livy merasa dia harus segera menyelesaikan urusan mereka terlebih dahulu agar dia bebas. Tak ada hal yang mengikat dia dan David. Itu adalah langkah awal untuk mendapat ketenangan batin.Saat itu juga Livy menghubungi suaminya.“Halo…” sapa David.“Pekerjaanku sudah selesai.

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   43. Ikuti Livy!

    “Sini Kak… biar aku yang menenangkan Albern…” Jenna mengambil Albern dari Kay. Dia langsung membawanya ke kamar.Kay masih mematung. Seperti ada yang hilang dari hatinya, dari hidupnya. Namun, semua perasaan itu terus dia sangkal. Kebenciannya pada Livy membuatnya menganggap Livy pantas mendapatkan apa yang terjadi tadi malam.‘Aku mengatakan rindu padanya sampai dia rela untuk bercinta denganku. Lalu pagi harinya aku merendahkannya dengan bayaran. Tidak! Tidak ada yang salah. Aku sudah melakukan dendamku!’“Kay? Apa yang sedang kamu pikirkan?” tanya Richard, menepuk bahunya.Kay kembali dari lamunan. “Ah, tidak apa-apa, Pa.”“Kalau begitu, kamu lihat Albern. Kamu dan Jenna harus punya chemistry untuk sama-sama merawat Albern,” jelas Richard mengingatkan.Kay mengangguk.Sepanjang perjalanan, Livy menangis.“Ibu Livy? Maaf kalau lancang. Aku mendengar percakapan Ibu dan suami Ibu yang datang membuat keributan hari itu. Jadi, benar Ibu dan Tuan Kay dulunya…”“Pak… tolong rahasiakan ini

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   42. Tidak Punya Hati

    Livy terbangun dari tidurnya yang sangat lelap. Dia menoleh ke sebelahnya dan tidak mendapati siapa pun di sana. Ke mana Kay? Apa dia sudah bangun?Menyadari tubuhnya yang masih polos di bawah balutan selimut, membuatnya sadar bahwa apa yang terjadi tadi malam bukanlah mimpi. Jantungnya berdebar.Jam sudah menujukkan pukul 8 pagi. Livy benar-benar tidak menyangka dia akan bangun se-siang itu. Cepat-cepat dia beranjak, menghentak selimut untuk turun dari tempat tidur.Detik berikutnya, dia mematung melihat tumpukan uang di atas tempat tidur. Seketika perasaannya tidak tenang. Hatinya hancur. Sebuah kertas menyertai tumpukan uang yang berserakan itu.‘Ini bayaranmu untuk kejadian malam ini. Jika masih kurang, katakan saja berapa kau memberikan tarif untuk permainan satu malam.’ Hati Livy tercabik-cabik membaca pesan tulisan tangan Kay. Semua itu lebih buruk dari mimpi buruk. Ternyata Kay melakukan semuanya hanya dengan nafsu, bukan cinta seperti apa yang Livy rasakan dari apa yang dia

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   41. Saling Memeluk Erat

    Kay mengusap kepalanya. Dia merasa frustrasi dengan apa yang dia lihat dan dia dengar. Sedangkan akalnya terus menolak Livy. Dia tidak bisa memaafkan wanita itu. Hatinya terlalu sakit. Kebenciannya terlalu dalam. Lalu kenapa dia menitikkan air mata?Malam sudah larut, Livy pun meninggalkan Albern. Itu adalah malam terakhir dia melihat anak susunya. Besok dia akan pergi. Pekerjaannya sudah selesai.Ingin rasanya waktu berhenti agar Livy terus bisa bersama Albern, tetapi apa boleh buat. Dia bukanlah siapa-siapa.Livy berjalan lambat dari kamar Albern menuju kamarnya. Rasanya sangat berat untuk menjalani semuanya. Meski begitu, dia sudah sampai di kamarnya.Semua barang-barangnya yang tidak seberapa sudah dia siapkan dalam sebuah tas. Seperti perintah Kay yang menyuruhnya untuk mengemas semuanya.Livy menghela napas yang sangat berat. Air matanya kembali bercucuran. Ia membuka handphone-nya dan melihat foto kebersamaannya dengan Albern di sana. Bibirnya tersenyum namun suaranya terisak m

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   40. Tiba-Tiba Kay Menangis

    Dokter Rico mengangguk.Livy menutup mulutnya dengan kedua tangan. Dia terlihat resah dan bersedih.Sementara Kay, tiba-tiba dia terdiam. Ada perasaan yang dia sendiri tidak dapat mengerti. Apa dia akan merasa kehilangan jika Livy tidak ada lagi? ‘Tidak mungkin!’ batinnya menolak.“Ya sudah Dok, terima kasih,” ucap Kay pada Dokter Rico.Tak lama setelah itu Doter Rico pun pamit.Livy sudah dihantui rasa kehilangan. Hatinya mengatakan tidak siap untuk berpisah dengan Albern, tapi apa daya, dia hanyalah ibu susu yang dikontrak. Selama ini Albern sudah menjadi obat baginya. Tapi setelah beberapa hari ke depan, besar kemungkinan mereka tidak akan bersama lagi alias harus berpisah.“Artinya waktumu di sini hanya satu minggu lagi. Lebih baik kau mulai mengemas barang-barangmu sejak hari ini agar setelah kontrakmu selesai, kau bisa langsung pergi…” Kay menjelaskan pada Livy. “Apa kau mengerti?”Dada Livy sudah teramat sesak. Dia hanya bisa mengangguk. “Tuan… bo- bolehkah selama satu minggu i

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   39. Tidak Mau ASI Lagi

    Livy menggeleng. “Jangan Tuan. Sadar…” Dia berusaha memalingkan wajahnya saat Kaay mendekatkan dirinya dan menghimpit tubuhnya. “Ingat! Tuan akan menikah dengan Nyonya Jenna,” ucapnya mengingatkan. Seperti baru disadarkan, Kay langsung terdiam. Lalu dia kembali berdiri. “Wanita murahan sepertimu ternyata masih jual mahal!” Ia langsung meninggalkan Livy. Memang sangat aneh. Livy tidak tahu bagaimana menghadapi Kay. Bukan hanya ketakutan, tetapi dia juga merasa rendah mendengar semua perkataan dan hinaannya. Walau sesekali Livy berani melawan, tetap saja sikapnya terlalu kejam. Entah kapan Livy bisa tidur dengan tenang. Tanpa menyimpan rasa sedih dan ketakutan. Lagi, malam ini dia kembali menangis sebelum akhirnya terlelap. Keesokan harinya saat Livy membantu si Bibi menghidang sarapan di meja makan, Richard pun menegur Livy. “Sebenarnya apa yang Ibu Livy pikirkan sampai berani mengubah baju yang saya berikan?” tanyanya dingin, tak seramah sebelumnya. “Tuan… saya benar-benar tidak

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   38. Apa Tuan Cemburu?

    “Kalau bukan karena kau sedang menyusui Albern, aku sudah—”“Sudah apa? Sudah mencekikku?” potong Livy. Dia mengusap air matanya.Albern menatap wajah Livy yang basah. Anak berumur satu tahun itu seakan mengerti kalau ibu susunya itu sedang bersedih. Tiba-tiba Albern pun menangis. Tangannya mencoba meraih pipi Livy.“Tidak Sayang… Mama tidak apa-apa. Lanjut mimik ya? Sini sini… Mama baik-baik saja…” bujuk Livy, pada Albern. Dia mencoba menenangkan Albern yang dipangkunya.Kay yang sebenarnya emosi, malah terdiam. Dia memperhatikan bagaimana Livy menenangkan anaknya. Yang paling membuatnya tidak habis pikir adalah reaksi Albern yang ikut menangis melihatnya menangis. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Bagaimana mungkin dia meluapkan emosinya di depan anaknya sendiri?Pria matang dengan tatapan tajam itu hanya bisa menghela napas. Ia mengusap mulut dan dagunya.“Ini belum selesai! Aku tidak ingin melanjutkan karena takut terbawa emosi. Aku tidak ingin menunjukkan amarah di depan anakk

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   37. Harga Diriku

    Setelah lagu ulang tahun selesai dinyanyikan, Richard memberikan kata sambutan. Ia memperkenalkan cucunya. Sembari menggendongnya, dia menjelaskan kalau selama ini cucunya tidak mungkin bisa sehat dan bahagia tanpa jasa ibu susunya.“Ibu Livy… sini.” Richard memanggil Livy.Livy pun panik. Ia sendiri tidak percaya diri dengan penampilannya yang seksi.Richard pun sebenarnya ragu, tetapi dia tetap harus memperkenalkan wanita yang telah dianggap berjasa.Livy perlahan berjalan mendekati keluarga Wisley. Dia menyatukan kedua telapak tangannya untuk memberi salam pada seluruh undangan.Kay bisa menangkap beragam komentar dari para undangan setelah melihat Livy.“Wah… itu Ibu Susunya? Cantik sekali?”“Tapi bukan dia kan yang akan menjadi calon istri Pak Kay?”“Terlihat seperti wanita tidak benar… Penampilannya saja seperti itu.”“Itu Ibu Susu atau lebih haha…”“Yakin cuma menyusui Baby Albern?”Suara-suara sumbang itu terdengar berbisik-bisik. Bahkan Livy juga mendengarnya. Ia merasa malu.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status