Share

Ketika Kepala Preman Mencintai Ustadzah
Ketika Kepala Preman Mencintai Ustadzah
Author: Pena Asmara

1. Awal Perkenalan

Author: Pena Asmara
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

KETIKA KEPALA PREMAN MENIKAHI USTAZAH

PART 1

Zalikha terus saja memperhatikan, gambaran wajah seorang pria dalam sebuah photo yang dikirimkan oleh salah seorang jamaah-nya setengah jam yang lalu, selepas Salat Isya tadi.

Gambar photo melukiskan sosok wajah pria yang terbilang tampan untuk ukuran sosok laki-laki dewasa. Berwajah bersih, dengan alis tebal dan rahang kekar, hidungnya bangir juga sorot mata yang tajam. Berkharisma, kesimpulan yang diambil Zalikha saat pertama kali melihat photo pria tersebut via aplikasi pesan berlogo hijau.

"Mohon maaf Ustazah. Jika Ustazah berkenan, saya ingin melamar Ustazah untuk putra pertama saya?" Pertanyaan dari seorang Ibu anggota pengajian yang berpakaian bagus cukup membuat Zalikha terkejut.

"Alhamdulillah ... Ibu Daisah bisa saja." Zalikha tersenyum saat siang tadi di halaman sebuah masjid selepas memberikan tazkiah di salah satu majelis taklim wanita Masjid Ar- Rahmah tempatnya mengajar rutin seminggu sekali di setiap hari Kamis dalam dua bulan terakhir ini.

Ibu Daisah, wanita paruh baya yang selalu rutin mengikuti pengajian yang di pimpinnya di salah satu tempat pinggiran Kota Jakarta. Wanita baik dengan senyum tulus, setiap menghadiri pengajian selalu dikawal oleh dua orang pria yang hanya menunggu di halaman depan masjid.

Sekali lagi Zalikha melihat photo tersebut, ada desir halus di hatinya, lalu cepat-cepat dia tutup kembali. Wajahnya tiba-tiba berasa hangat, dan ini pertama kalinya Zalikha merasakan hal yang berbeda terhadap lawan jenisnya. Padahal hanya sebuah photo dalam handphone.

"Saya serius Ustazah, saya tidak bercanda," ujar Ibu Daisah siang tadi, terus mencecarnya. Sementara dua orang pengawalnya terus saja memperhatikan dari kejauhan. Zalikha menatap Ibu Daisah dengan lembut, senyum tak pernah lepas dari wajahnya.

"Putra ibu apa mau dengan saya yang yatim piatu dan miskin ini, Bu ...," jawab Zalikha pelan. Apalagi setiap kali mengaji, perempuan paruh baya tersebut selalu diantar dengan mobil yang sangat mewah, tetapi tidak pernah menunjukkan sifat sombong dan tinggi hati pada dirinya. Sejujurnya Zalikha mengagumi sosok santun dan baik budi dari Ibu Daisah.

"Insya Allah, putra saya tidak akan pernah menolak permintaan saya," jawab Ibu Daisah yakin. Matanya menatap Zalikha lebih tajam.

"Saya tidak cantik, Ibu ...," ucap Zalikha lembut.

"Ustazah cantik kok, luar dalam. Hati saya menilainya seperti itu."

"Alhamdulillah ... terima kasih Ibu ... jangan lupa untuk lebih memuji Allah pencipta saya ya, Bu, Pencipta kita semua," jawab Zalikha mengingatkan.

"Insya Allah, Ustazah ... jadi Ustazah mau ya dengan putra saya? Namanya Sadewa. Saya yakin dan percaya, Nak Zalikha akan membawa putra saya menjadi sosok manusia yang jauh lebih baik nantinya," ucapnya, dan baru kali ini Ibu Daisah memanggil Zalikha dengan sebutan "Nak".

"Insya Allah ... jika memang berjodoh, akan Allah permudah jalannya," jawab Zalikha.

"Aamiin ya Allah. Nanti saya kirim photo putra saya lewat W* ya, Nak. Alhamdulillah, ibu sudah punya nomor Nak Zalikha dari Bu Hajah Rosna."

Percakapan siang tadi dengan ibu dari pria yang di photo bernama Sadewa kembali terngiang di benak Zalikha. Ibu Daisah, salah satu anggota majelis taklim di bawah asuhannya yang menurut cerita ibu-ibu yang lain sering menjadi donatur terbesar dalam acara-acara keagamaan yang diadakan di Masjid Ar-Rahmah. Baik itu acara Isra Mi'raj, ataupun Maulid Nabi.

Ibu Hajah Daisah sama seperti jamaah yang lainnya, berbaur tanpa melihat status sosial, mengingat tempat Zalikha mengajar adalah sebuah perkampungan pinggir kota yang padat penduduk. Ibu Daisah memang tidak tinggal di kampung ini, tapi di sebuah perumahan elite yang tidak jauh dari kampung ini. Memilih untuk ikut mengaji di majelis taklim tempatnya mengajar, karena di lingkungan tempat tinggalnya tidak ada pengajian seperti ini, mengingat karena kompleks tempatnya tinggal lebih banyak didominasi dari non muslim.

 Zalikha memang tinggal sendiri di pinggiran kota besar ini. Dia kost di salah satu rumah yang tidak jauh dari Masjid tempatnya mengajar. Keberadaannya di kota ini karena ditempatkan oleh sebuah lembaga keagamaan yang menganggap kelurahan tempatnya mengajar ini membutuhkan tenaga pengajar untuk gadis dan wanita dewasa. Jadi, segala biaya untuk tempatnya tinggal dan uang untuk kebutuhan hidupnya ditanggung oleh lembaga keagamaan tersebut. Tidak besar memang, tapi bukan uang yang Zalikha cari. Ilmu yang dia dapatkan di sebuah pesantren dengan biaya dari panti asuhan tempatnya tinggal, itu yang ingin Zalikha amalkan.

Sebenarnya, selain Zalikha, ada lagi seorang guru mengaji juga sepertinya, Ustazah Rosmini, seorang warga asli kampung ini, tetapi selalu saja Zalikha mendengar ada sesuatu yang terkesan kurang baik tentang perilaku beliau dalam bersosialisasi dengan warga, maupun aturan dalam pengajian yang dipimpinnya. Seperti seragam pengajian yang harus beli dengannya dan berharga mahal, ataupun besaran infak dan shadaqah yang dia tetapkan sendiri menurut maunya.

Zalikha tidak mencari-cari informasi tentang beliau tersebut, hanya ucapan-ucapan selintas sempat terdengar di telinganya. Makanya ada sebagian jamaah yang berterima kasih dengan kehadirannya ikut mengajar di perkampungan pinggir kota ini, dan dari kabar yang terdengar jika saat ini semakin banyak jamaah pengajian Ustazah Rosmini yang pindah dan mengikuti pengajian Zalikha, terutama yang berpenghasilan pas-pasan, dan itu cukup membuat Zalikha tidak enak hati jika bertemu dengan Ustazah Rosmini, yang malah terkadang jadi bersikap acuh terhadapnya.

"Mbak Ika ...!" salah seorang kawan satu kost-nya, seorang karyawan pabrik, Rodiah, memanggilnya dari depan pintu kamar. Mengagetkan lamunannya dan cepat-cepat Zalikha membukakan.

"Ada apa, Yah?" tanya Zalikha, tepat saat dia ada di depan pintu kamarnya.

"Ada yang mencari Mbak tuh di depan rumah," jawab Rodiah, sembari mengambil potongan otak-otak di piring kecil yang ada di tangannya, memberi kode seperti menawarkan, tetapi Zalikha dengan santun menolaknya.

"Siapa, Yah?" 

"Nggak tahu, Mbak. Lihat saja sendiri, di depan teras rumah," ujar Rodiah, sembari terus mengunyah otak-otak, dan langsung kembali ke ruang depan. Zalikha segera mengambil dan memakai hijabnya, lalu segera menuju ke teras depan rumah. Kost-kostan tempat dia tinggali ini memang berbentuk satu rumah dengan empat kamar yang disewakan dan khusus wanita. Sementara pemiliknya tinggal di rumah sebelahnya.

Dari ruang tamu Zalikha segera membuka pintu utama, dan terkejut dengan apa yang dilihatnya. Bertepatan saat orang yang hendak menemuinya itu menatap ke arahnya.

"Ma-mas Sadewa," sebut Zalikha terbata, dan pria itu jauh lebih terkejut.

"Mbak kok bisa tahu nama saya?" Matanya menatap tajam, dan Zalikha mulai merasa gemetar.

Related chapters

  • Ketika Kepala Preman Mencintai Ustadzah   2. Kesan Pertama

    "A-apa, Mas?" Zalikha masih dalam keadaan gugup, melihat Sadewa yang tiba-tiba datang mengunjunginya. Dan putra dari Ibu Daisah itu masih menatap tajam, membuat Zalikha menunduk, menghindari bertatapan langsung. Jantungnya berdegup lebih kencang."Ko Mbak tahu, jika nama saya Sadewa?""Ohh ... itu, dari Ibu Mas yang memberi tahu.""Maksudnya?" tanya Sadewa lagi menyelidik."I-iya, tadi siang, beliau bilang jika punya putra pertama bernama Sadewa, dan mengirimkan photo Mas kepada saya.""Buat apa Ibu mengirimkan photo," gumam Sadewa, bertanya ke dirinya sendiri."Apa, Mas?" tanya Zalikha, memperjelas, karena dia pikir Sadewa sedang berbicara dengannya."Tidak, tidak ada apa-apa," jelas Sadewa. Mengalihk

  • Ketika Kepala Preman Mencintai Ustadzah   3. Tamu Yang dihormati

    Tidak sampai sepuluh menit, Zhalika sampai di kediaman Ibu Daisah. Sebuah kompleks perumahan kelas menengah atas, dengan bentuk bangunan yang hampir sebagian besar bergaya Eropa dengan pilar-pilar penyangga yang besar.Sebuah kompleks perumahan di pinggiran Kota Jakarta, tetapi dengan kemudahan akses ke mana-mana, baik ke bandara internasional ataupun ke pusat kota, karena akses tol tepat ada di pintu belakang perumahan ini.Jalan pintu masuk utama pun di penuhi ruko-ruko yang sudah penuh terisi di kiri dan kanan jalan komplek ini, dengan pohon-pohon palem yang berbaris rapih di kedua sisinya, dan inilah pertama kalinya Zhalika memasuki dan mengetahui seperti apa isi dalam dari perumahan kelas atas ini, karena selama hampir dua bulan tinggal di perkampungan yang tidak jauh dari kompleks perumahan ini, Zhalika tidak pernah pergi ke mana-mana. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya di

  • Ketika Kepala Preman Mencintai Ustadzah   4. Kejutan Selepas Makan Malam

    KETIKA KEPALA PREMAN MENIKAHI USTAZAHKejutan Selepas Makan MalamPART 4Daisah sudah terlanjur jatuh sayang terhadap Zhalika. Nasib hidup yang sudah dijalani gadis itu, membuat hati dari ibunya Sadewa itu terenyuh. Naluri menjaga dan melindungi hati seorang ibu saat ini seperti tercurahkan sepenuhnya untuk Zhalika.Daisah teramat meyakini jika gadis ini bukan hanya santun, cantik, dan baik, tetapi juga punya hati yang bersih dan tulus. Kesulitan hidup yang dijalani membuat Zhalika justru menjadi sosok yang membawa dan menebarkan manfaat. Kesedihan tidak membuatnya menjadi manusia terpuruk yang hanya sibuk menyalahkan takdir, dan itu sama persis seperti saat Daisah harus berjuang menghidupi ketiga anaknya yang masih kecil-kecil, ketika suaminya tercinta harus mati terbunuh yang sampai saat ini si pembunuhnya sendiri masih bebas berkeliaran.Sembari menggenggam tangan Zalikha, Ibu Daisah mengajak guru mengajinya itu menuju ruang makan keluarga

  • Ketika Kepala Preman Mencintai Ustadzah   5. Antara Sadewa dan Bisma

    "Ibu bertanyanya jangan seperti itu, itu sama saja Ibu menyuruh Abang, dan Ibu pasti tahu jika Abang tidak pernah menolak permintaan ibu!" ucap Bisma, dengan nada suara sedikit keras."Kamu jangan kurang ajar dengan membentak-bentak Ibu!" sentak Sadewa dengan nada jauh lebih keras, lalu bangkit berdiri dari tempat duduknya, dan mencengkeram kerah baju Bisma. Zhalika dan Ratih mulai sedikit kaget dan ketakutan."Sudah Sadewa, sudah," ucap Daisah, mencoba melerai, sementara Bisma hanya diam, pasrah saja. Tangan Sadewa masih mencengkeram kuat kerah baju Bisma."Lepaskan tanganmu Dewa," ucap tegas Daisah. Sadewa lalu melepaskan cengkraman tangannya, dan kembali duduk di tempat semula. Raut wajahnya masih memancarkan kegeraman."Mungkin yang dikatakan adikmu ada benarnya, Ibu seperti terlalu memaksakan kehendak jika memintamu berdasarkan keinginan ibu," ucap pelan Daisah."Sadewa mau Bu, Sadewa bersedia menikah dengan Zhalika," ucap Sadewa terlontar cep

  • Ketika Kepala Preman Mencintai Ustadzah   6. Masa Kecil Yang Suram

    KETIKA KEPALA PREMAN MENIKAHI USTAZAHKisah Masa Kecil Yang SuramPart 6"Mengapa Mas Dewa bisa bersikap seperti itu, Dek Ratih?""Dingin ya, Teh, macam es balok." Ratih lantas tertawa, begitu pun Zhalika, merasa lucu dia, mendengar julukan yang Ratih berikan kepada Sadewa."Jahat ih kamu, sama abang sendiri juga?"Ratih malah semakin tertawa terbahak, sembari sesekali memperhatikan kaca spion, dia menjalankan kendaraannya pelan-pelan saja.Malam sudah semakin larut, jalan raya pun sudah terlihat lengang."Bang Dewa, walaupun sikapnya kaku, tetapi tidak sombong kok Teh. Bertanggung jawab dan sayang dengan keluarga, apalagi sama ibu. Ratih sedari kecil belum pernah melihat Bang Dewa membantah apa yang diperintahkan ibu. Makanya tadi dia sangat marah, kan, saat melihat Bang Bisma berbicara keras sama ibu," jelas Ratih."Iya, Dek, terus terang saja, bikin takut Teteh tadi," jawab Zhalika, terus terang."Tidak menyang

  • Ketika Kepala Preman Mencintai Ustadzah   7. Kisah Kelam Di Masa Kecil

    Sudah lebih dari satu jam, Sadewa merebahkan tubuhnya di kasur empuk dipan tempat tidurnya yang besar, tetapi tidak bisa juga dicapai. Wajah gadis yang dianggapnya sok jual mahal itu terasa begitu melekat dipikirannya. Dan ini pertama kali bagi Sadewa, we have the women that even to be knownya.Bukan hanya soal kecantikan wajah yang membuat Sadewa tertarik, karena di dunia yang dijalaninya saat ini, setiap waktu, setiap saat, wanita-wanita cantik berbadan bagus banyak yang berusaha untuk mendekatinya, tetapi tidak ada yang bisa menyampaikannya kepada gadis-gadis tersebut, dan itu ternyata tidak berlaku bagi Zhalika.

  • Ketika Kepala Preman Mencintai Ustadzah   8. Gamal Si Kepala Gengster

    Klinik tempat Daisah memeriksakan kehamilannya tidak terlalu banyak pasien yang berobat, sehingga tidak terlalu lama di sana, mungkin hanya sekitar 30 menit. Setelah membelikan Bisma jajanan makanan kecil, Daisah pun kembali menaiki ojek yang sama dengan saat dia berangkat tadi, Mang Burhan, tukang ojek yang memang biasa mangkal tidak jauh dari pintu masuk perumahan mereka tinggal. Jalan raya menuju ke arah arah rumahnya memang tidak terlalu bagus, masih banyak terdapat lubang-lubang di kanan kiri jalan, bahkan juga banyak terdapat retakan aspal.Kurang lebih 300 meter lagi Daisah sampai ke depa

  • Ketika Kepala Preman Mencintai Ustadzah   9. Kekuatan Yang Melindungi Kejahatan

    4 hari sudah, Abimanyu tidak diketahui keberadaannya. Daisah yang hidup merantau jauh dari orang tua, kesana kemari mencari keberadaan suaminya dengan mengajak kedua anaknya yang masih belia.Ke kantor jurnalis lokal tempat suaminya bekerja, bahkan sudah membuat pengaduan ke pihak yang berwenang, tetapi belum juga ada hasilnya. Keberadaan suaminya tetap belum ditemukan.Di hari ke lima, dua orang petugas kepolisian datang menjemputnya. Membawa Daisah dan kedua anaknya ke sebuah rumah sakit pemerintah, mereka langsung menuju ruang penyimpanan mayat."Kami ingin Mbak Daisah mengenali, apakah ciri-ciri mayat yang kami temukan di semak-semak dalam jurang dekat sungai, adalah jasad suami Mbak," ucap salah seorang petugas, dan Daisah meng'iyakan.Sadewa dan Bisma diminta menunggu di luar ruang penyimpanan mayat, hanya Daisah yang dipersil

Latest chapter

  • Ketika Kepala Preman Mencintai Ustadzah   34. Tamat

    "SAYA HANYA INGIN NYAWAMU!" geram Sadewa. Api berkobar di dalam matanya yang tajam. Gamal terdiam, saat mendengar jika Sadewa menginginkan kematiannya. Sedikit pun, tidak ada rasa ketakutan yang terlihat pada wajahnya. Masih terlihat tenang. "Apa yang kamu dapat setelah berhasil membunuhku." "Dendam. Dendam saya terbayarkan. Perbuatanmu sudah merusak masa kecil saya, menghancurkan kehidupan keluarga saya. Hanya dengan membunuhmu, maka semua terbayarkan lunas." Gamal masih melihat ke arah Sadewa, lalu mengambil sebungkus rokok miliknya di atas meja. Membakarnya dan mengembuskannya secara perlahan, sambil bersandar di bangkunya. Benar-benar terlihat tenang sekali. "Jika kau berhasil membunuhku, apa akan membuat ayahmu hidup kembali?" Sadewa terpaku, matanya masih menatap Gamal dengan penuh kebencian. "Sudah siap kau hidup di penjara? Menghancurkan hidup dan masa depanmu?" Sadewa masih terdiam. Di dalam hatinya masih tersimpan bara dendam. "Tanpa kau bunuh pun, nanti aku akan mat

  • Ketika Kepala Preman Mencintai Ustadzah   33. Dendam Yang Tak Pernah Padam

    "Sudah Ri, ini urusan pribadi gue. Tugas lu memastikan kepada Gamal, jika gue pasti datang. Sekarang lebih baik lu pergi dulu.""Gue boleh tahu 'kan urusan pribadi antara lu dengan musuh bebuyutan kita." Sadewa menatap Fahri tajam, raut wajahnya tergambar jelas jika Sadewa tidak suka dengan keingintahuan Fahri tentang masalahnya."Baik, Wa," jawab Fahri pasrah, dia sangat tahu jika Sadewa sudah memiliki keinginan, maka tidak ada yang bisa melarang. "Nanti gue kabari, jika lu ingin bertemu Gamal malam ini juga." Fahri langsung berdiri, dan meninggalkan kamar Sadewa.Selepas Isya, Sadewa mulai meninggalkan kediamannya, sendiri, tanpa pengawalan. Lewat WA, Fahri mengabarkan jika Gamal akan menemuinya di tempat yang sudah disepakati. Sadewa ingin jika masalah antara dirinya dan ayah dari Zhalika harus segera diselesaikan. Dia sudah tidak berpikir lagi tentang keselamatannya, yang terpenting dendamnya harus terbalaskan, meski taruhannya nyawa.Hati dan pikirannya sedang bimbang, antara ci

  • Ketika Kepala Preman Mencintai Ustadzah   32. Musuh Dalam Selimut

    Mungkin hampir sejam, Gojali, panggilan premannya Gamal, kepala geng Serigala Api yang terkenal kejam, terdiam berzikir dan bertafakur di dalam masjid. Dua orang anak buahnya yang menemani hanya memperhatikannya dari jarak jauh, hanya mengawasi jika ada yang mengganggu. Kesan heran terlihat pada mimik wajah mereka berdua, atas sikap bos besar yang di luar kebiasaannya.Gamal berjalan pelan keluar dari masjid, dan kedua anak buahnya segera menghampiri."Abang jadi ke rumah putri Abang lagi?" tanya seorang dari mereka. Gamal menoleh, lalu terdiam. Wajahnya terlihat tenang, mungkin sedang berpikir."Tidak usah, kita kembali saja ke rumah," ajak Gamal, sembari berjalan menuju kendaraannya. Dan mobil mereka mulai meninggalkan halaman masjid."Adul!" panggil Gamal kepada salah seorang anak buahnya yang duduk di depan."Iya, Bang.""Buat pertemuan dengan Sadewa. Bilang padanya, jika saya ingin bertemu secara pribadi, dan tidak ada urusannya dengan bisnis dan kekuasaan.""Baik Bang, akan saya

  • Ketika Kepala Preman Mencintai Ustadzah   31. Siapa Ayah Sebenarnya

    Belum begitu lama, Zhalika dan Sadewa ijin pamit dari rumah Gojali. Dua orang anak buahnya, yang terus saja memperhatikan mereka berdua dari jarak jauh mulai mendekati bos mereka, dan kemudian meminta izin untuk bicara dengan atasannya tersebut."Nanti saja, gue mau mandi dulu," jawab Gojali, langsung menuju ke kamarnya, dan kedua pengawalnya tersebut tidak berani membantah, langsung kembali ke depan teras rumah.Satu jam setelah Gojali selesai mandi dan makan, dengan menggunakan baju santai, kepala preman tersebut kemudian menemui kedua orang kedua orang anak buahnya dan langsung duduk di bangku kayu teras rumah, diikuti oleh kedua orang anak buahnya. Tidak beberapa lama, seorang pelayan datang membawakan segelas kopi hitam dan meletakkannya di atas meja, tepat di depan Gojali. Lalu pelayan tersebut segera undur diri.Gojali menyalahkan rokok miliknya, setelah sebelumnya menghirup kopi yang sudah disediakan pelayannya tadi. Sementara kedua pengawalnya hanya diam memperhatikan."Kalia

  • Ketika Kepala Preman Mencintai Ustadzah   30. Kabar Mengejutkan

    "Mas Dewa jahat! Tidak punya hati!" teriak Ratih, sembari berdiri dari sofa. Merasa kecewa dengan keputusan sepihak yang diambil Sadewa. Zhalika menangis dalam diam, terjerat rasa penasaran, mengapa Sadewa tiba-tiba berubah pikiran."Ceritakan apa yang terjadi, Mas? Ibu dan Mbak Zhalika berhak tahu, mengapa Mas Sadewa bisa memutuskan sesuatu yang membuat sakit hati Ibu, Ratih, dan Mbak Zhalika?" tanya Bisma tenang, dan ketiga perempuan lain masih menangis. Sadewa diam membeku.Zhalika yang sedari awal diam saja, mulai mencoba bicara."Saya akan mengikuti apapun keputusan Mas Dewa, jika memang ini yang terbaik menurut, Mas. Tetapi saya berhak tahu salah saya, sehingga Mas Dewa membatalkan rencana pernikahan kita?" tanya Zhalika pelan, tersenyum tipis sambil mengusap pipinya yang basah dengan air mata. Dan Sadewa masih terdiam."Jika kamu masih menganggap aku adalah ibumu, katakan apa yang sudah terjadi Sadewa!" teriak Daisah, berdiri dari tempat duduknya. Terlihat emosi ibu Hajah terse

  • Ketika Kepala Preman Mencintai Ustadzah   29. Menyakiti Hati Ibu

    "Sekarang kita makan bersama dulu," ajak Gamal, kepada Zhalika dan Sadewa, tetapi Sadewa berucap cepat, walaupun suaranya bergetar."Tidak usah Pak, terima kasih, sebelum kemari kami makan dulu tadi. Dan lagi pula, masih ada keperluan yang harus kami selesaikan," jawab Sadewa. Zhalika diam saja, tidak memprotes keputusan calon suaminya itu. Sementara Gamal menatap wajah Sadewa lekat."Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Gamal, seperti mengingat-ingat. Sadewa diam saja, tidak menjawab. Kembali mengepal tangannya keras, sampai bergetar, karena menahan amarahnya agar jangan sampai meluap."Mungkin Bapak salah orang," jawab Sadewa, sembari mengangguk kepada Zhalika, untuk segera pergi meninggalkan rumah ini, dan Zhalika mengerti maksud dari Sadewa. Lalu mereka pun segera berdiri dari tempat duduknya, diikuti oleh Gamal dan Claudia."Saya pamit pulang dahulu, Pak. Mungkin dalam waktu tiga minggu ke depan, acara pernikahan kami akan dilaksanakan," ujar Zhalika, lalu berdiri, dan m

  • Ketika Kepala Preman Mencintai Ustadzah   28. Dendam Masa Lalu

    Tangannya mengepal keras, rahangnya bergemeletak menahan amarah, suhu tubuhnya terasa panas. Tapi sesaat Sadewa tersadar, jika waktu membalaskan dendam tidaklah tepat, dan sepertinya Gamal pun sudah tidak mengenalinya. Perlahan mengatur nafasnya, keberadaan Zhalika bersamanya, membuat dia berpikir ulang untuk membalaskan dendamnya.Tangannya yang tadi mengepal kencang, perlahan dia lepaskan. Hatinya merasa sakit, dan semakin sakit, saat tahu wanita yang dicintainya dan juga yang sudah memilihnya ternyata putri dari seorang pembunuh ayahnya. Orang yang selama ini sudah merenggut kebahagiaan masa kecilnya, orang yang membuat Sadewa dan adik-adiknya menjadi yatim, orang yang ingin dia habisi, agar dendamnya terbalaskan. Sadewa saat ini merasa ada di dalam persimpangan."Zha-Zhalika." Bergetar suara Gojali, saat menyebut nama putrinya sendiri. Air bening sudah mengalir di pipi gadis muda yang solehah tersebut. Zhalika benar-benar tidak menyangka, jika ayahnya ternyata masih ada. Kerinduan

  • Ketika Kepala Preman Mencintai Ustadzah   27. Bertemu Ayah

    "Bagaimana jika Ayah tidak mau mengakui saya, Mas?" tanya Zhalika ragu-ragu, paras wajahnya terlihat cemas."Jangan berprasangka buruk dulu, Zha? Lebih baik kita temui ayahmu dulu," jawab Sadewa, mencoba menenangkan hati calon istrinya tersebut. Zhalika memejamkan matanya, mengirup napas dan menghembuskan perlahan."Bismillah," ucap Zhalika, lalu mulai membuka pintu mobil, untuk turun. Sadewa pun segera turun dari mobil, dan langsung mendekati Zhalika, mensejajari langkah masuk ke halaman rumah yang mereka tuju.Sadewa memencet bel rumah, sementara Zhalika memandangi sekeliling rumah. Suasananya terlihat sepi dan lengang, tidak ditemukan aktivitas apapun di sekitar rumah, yang terlihat hanya rumah-rumah megah dengan taman-taman yang terawat.Tidak beberapa lama, pintu rumah mulai dibuka dari dalam. Seorang wanita usia sekitar 40 tahunan yang keluar menyambut, sepertinya salah satu pekerja di rumah ini."Assalamualaikum, Bu" Zhalika mengucapkan salam, yang langsung dijawab salam juga o

  • Ketika Kepala Preman Mencintai Ustadzah   26. Kisah Tentang Ayah

    "Ibu dan ayahmu sama-sama berasal dari panti asuhan ini, Ka. Nasib kami sama, dibuang oleh orang tua kami sedari kecil. Kemudian kami berdua diserahkan kepada Ibu Cicie, pendiri panti ini." Terdiam Ibu Asih, sebelum akhirnya melanjutkan."Setelah remaja, ibu memutuskan untuk mengabdi di panti ini, sambil menemani dan membantu Ibu Cicie yang sudah menua. Sementara ayahmu memutuskan untuk pergi, entah kemana, Ibu sendiri tidak tahu."Zhalika mendengarkan penjelasan Bu Asih dengan sangat serius, dia sangat ingin tahu tentang kisah hidupnya."Ayahmu Berniat untuk menitipkan kamu di sini. Saat itu, Ibu sudah memegang panti asuhan ini, karena Bu Cicie sudah berpulang."Saat ibu bertanya, kemana Ibumu saat itu, Ayahmu hanya bercerita, jika Ibumu meninggal dunia karena sakit demam berdarah. "Ayahmu memohon-mohon pada ibu agar mau merawatmu. Sebagai lelaki dia merasa tidak sanggup mengurusimu di usia yang masih balita." Kembali Bu Asih terdiam."Setiap bulan ayahmu selalu membantu segala kebu

DMCA.com Protection Status